Satu tahun terakhir, masyarakat Indonesia telah menyadari secara tidak langsung arti daripentingnya kesehatan publik karena ancaman pandemi global Covid-19. Wacana tentang virus,satu eksistensi non-manusia yang tidak kasat mata tetapi memiliki dampak yang signifikanterhadap perubahan sosial-budaya masyarakat. Dunia seolah berhenti sebab telah memberikanjarak terhadap sesama perihal munculnya ancaman yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.Ironisnya, ancaman yang setiap hari kita hadapi seringkali terabaikan, yaitu ancaman kerusakanekologis di epos Antroposen. Krisis Antroposen meliputi perubahan iklim dan pemanasan globalyang berdampak secara langsung terhadap wilayah regional maupun lokal dan ragam spesies diIndonesia. Lantas, bagaimana posisi pemahaman onto-epistemologis Pancasila terhadap ekistensinon-manusia seperti halnya lingkungan atau multi-spesies lainnya? Sebagai artikel gagasankonseptual, penelitian ini akan menganalisis secara filosofis bahwa kriteria onto-epistemologisPancasila masih didominasi oleh pandangan Antroposentrisme atau manusia pusat segalanya sehingga perlu adanya tinjauan kritis terhadapnya. Adapun beberapa poin strategi yang tawarkanantara lain: Pertama, pendekatan de-antroposentrisme Pancasila diperlukan sebagai wacanaalternatif untuk merekognisi eksistensi non-manusia. Kedua, rekognisi tidak cukup tetapidibutuhkan afirmasi terhadap kondisi riil ekologis tanpa tergantung pada romantisisme Pancasila.Ketiga, perluasan pendidikan Pancasila terhadap masalah ekologis kontemporer dan tidak hanyasekedar menjadi menjadi ‘jargon’ identitas bangsa. Keempat, perlu adanya gerakan perubahanlingkungan untuk menguatkan kembali bahwa Pancasila dapat menjawab persoalan ekologisbangsa dan negara. Dengan demikian, artikel konseptual ini kemudian menjadi dasar bahwa di“Bumi” manakah Pancasila akan mengada jika bumi pertiwinya saja tidak dapat dihuni(unhabitable) oleh manusia Indonesia.
Copyrights © 2021