Artikel ini mengeksplorasi tentang penerapan Akad Syariah pada Produk Perbankan Syariah yang diharmonisasi dengan hukum positif. Penelitian ini akan membahas segala problematika dan permasalahan penerapan fikih muamalah/ fatwa dalam konteks hukum positif di Indonesia. Selama kurun waktu sejak adanya bank syariah di Indonesia, semua transaksi pembiayaan yang terjadi di lingkungan perbankan syariah saat ini, khususnya dalam pembuatan akad atau perjanjian lebih banyak dipengaruhi oleh hukum positif. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif empiris, dengan sumber data primer dan sekunder bersifat normatif dan empiris. Pembiayaan syariah hakikatnya tidak mengatur adanya kewajiban jaminan dalam proses transaksinya, karena jaminan dalam Islam disebut dengan rahn atau kafalah yang mana jaminan tersebut harus tetap dikuasai oleh rahin. Sementara dalam hukum positif jaminan itu adalah sebagai bentuk agunan dalam peristiwa perikatan atau perjanjian sebagai jaminan jika terjadi wanprestasi dari pihak debitur. Adapun dalam konteks hukum nasional, jaminan merupakan hak kebendaan yang bersifat pelunasan utang yang melekat pada bank yang memberikan wewenang kepadanya untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan. Dalam rangka meyakinkan kemitraan nasabah dan bank, maka perlu diikat dengan jaminan yang memiliki nilai ekonomis, maka harus dituangkan dalam perjanjian yang jelas. Dalam hal perjanjian pembiayaan produk syariah ini lebih banyak dipengaruhi oleh hukum positif, maka dalam pembuatan akad atau perjanjian harus memperhatikan regulasi terkait.
Copyrights © 2022