Jurnal Kesehatan Amanah
Vol. 4 No. 1 (2020): Mei : Jurnal Kesehatan Amanah

PENGARUH EDUKASI TERHADAP PERILAKU REMAJA DALAM MENCEGAH INTERNET GAMING DISORDER DI STIKES MUHAMMADIYAH MANADO

Nur Bila Ramadiyah Wartabone (Universitas Muhammadiyah Manado)
Sri Wahyuni (Universitas Muhammadiyah Manado)
Helly Katuuk (Unknown)



Article Info

Publish Date
08 Jul 2022

Abstract

Perkembaangan teknologi saat ini semakin memberikan kemudahan dan manfaat bagi setiap orang, salah satunya adalah game online. Dikalangan remaja game online sangat digandrungi, karena game online menjadi media hiburan diwaktu luang, biasanya para remaja akan menghabiskan waktu sekitar 3 hingga 4 jam. (Amanda, 2016). Saat ini, gadget telah menjadi bagian dari kehidupan remaja yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Selain digunakan sebgai alat komunikasi, gadget lebih sering digunakan untuk kegiatan online, salah satunya bermain game online. Jika dibiarkan maka generasi yang tumbuh akan cenderung menjadi generasi yang memiliki ketergantungan tinggi terhadap teknologi. Baik itu tv, computer atau smartphone. Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan mereka yang memiliki ketergantungan terhadap Alkohol. Paparan layar smartphone atau computer secara berlebih dapat menstimulus pelepasan hormon dopamine yang berlebih dimana hal ini sangat berperan dalam pembentukan perilaku ketergantungan maupun kecanduan.( Marcella A, 2012) Seorang remaja yang sudah kecanduan game online, bisa dipastikan waktu mereka banyak dihabiskan untuk bermain game sehingga tidak memiliki waktu yang cukup untuk melakukan hal lain. Hal tersebut jika dibiarkan seiring waktu bisa mempengaruhi kepribadiaan serta perilaku remaja. Seorang remaja yang kecanduaan dapat melakukan apapun agar bisa bermain game, diantaranya mereka dapat mencuri, bolos sekolah, malas mengerjakan tugas sekolah, hanya untuk dapat bermain sepuasnya. Sikap tersebut membuat mayoritas orang tua khawatir akan perkembangan remaja kedepannya, dikarenan oleh sikap cuek akan pendidikan, kesehatan, ataupun kehidupan sosial. Remaja yang telah kecanduan akan tidak memperdulikan lingkungan sekitar, baik itu menyangkut diri sendiri, keluarga, ataupun orang lain. (Rahmat,2013:33) Pada awal 2018, World Health Organization memasukkan kecanduan bermain game ke dalam draft "kamus penyakit" yang mengkategorikan bermain game sebagai penyakit mental. Kini draft tersebut telah disahkan dan kecanduan bermain game resmi menjadi salah satu masalah kesehatan di dunia. Internet Gaming disorder adalah pola perilaku yang tidak dapat mengendalikan keinginan untuk bermain game online yang berimbas kepada terganggunya aktivitas. Kondisi ini sudah digolongkan kedalam klasifikasi penyakit internasional keluaran terbaru (ICD-11). Video Games dan online game semakin digandrungi oleh setiap kalangan seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin mendukung kegiatan ini. Tanpa kenal batasan usia, game disukai oleh berbagai kalangan, baik anak-anak remaja, maupun orang dewasa. WHO memasukkan kecanduan game sebagai salah satu kategori penyakit paling umum yang terjadi di dunia. WHO menyebut kecanduan bermain game sebagai " Gaming Disorder" yang memperlihatkan perilaku menyimpang dari para penderitanya. Gaming disorder oleh WHO digambarkan sebagai perilaku bermain game yang tidak dapat dikendalikan (gigih dan berulang), sehingga mengesampingkan aktivitas lainnya. Gaming Disorder ini juga diartikan sebagai perilaku yang tidak terkontrol, di mana seseorang kesulitan hingga tidak mampu untuk berhenti bermain game meskipun hal tersebut bisa berdampak negatif terhadap kehidupan juga kesehatan. World Health Organization menyebutkan beberapa contoh kasus yang menguatkan keyakinan mereka bahwa kecanduan game merupakan perilaku yang menyimpang dan termasuk dalam gangguan mental. Beberapa kasus itu di antaranya adalah dua remaja bunuh diri setelah pemerintah India melarang masyarakatnya bermain game PUBG, gadis berusia sembilan tahun yang harus dikirim ke rehabilitasi setelah menghabiskan 10 jam untuk bermain Fortnite dan 200 kasus perceraian yang disebabkan oleh bermain game. Tak hanya itu, sebuah laporan dari Nikkei pun mengatakan bahwa di Jepang, ada sebanyak 930.000 siswa sekolah yang terkena dampak kecanduan bermain game. Angka ini mengalami kenaikan sebanyak dua kali lipat dalam kurun waktu 5 tahun terakhir.(Kompas.com, 2019) Decision Lab dan Mobile Marketing Association yang melakukan studi terkait game di Indonesia memaparkan bahwa jumlah gamer mobile di Tanah Air mencapai 60 juta. Dan jumlah ini diperkirakan akan mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Decision Lab dan Mobile Marketing Association yang melakukan studi terkait game di Indonesia menyebutkan, jumlah gamer mobile di Indonesia pada tahun 2019 telah mencapai angka 60 juta. Diperkirakan, jumlah tersebut akan bertambah menjadi 100 juta pada akhir tahun 2020. Hal tersebut disebabkan distribusi game yang kini tersedia dalam berbagai Platform (PC, Smartphone, Console). Dengan demikian, berbagai game dapat diakses secara mudah oleh para gamer. Bermain game bahkan telah menjadi aktivitas yang rutin dilakukan oleh masyarakat dari berbagai kalangan. Hasil studi bahkan menunjukkan, mayoritas aktivitas yang dilakukan masyarakat melalui smartphone yaitu bermain game (25%). Mereka rata-rata bermain game dengan durasi 53 menit. Aktivitas lainnya yang dilakukan pengguna smartphone yaitu social media (17%), streaming video (12%), browsing internet (10%), hingga online shop (7%). Faktor motivasi merupakan dorongan bagi seseorang untuk terus bermain game online. Menurut King dkk, dorongan seseorang bermain game secara berlebih terdiri dari 3 hal yakni dorongan untuk mendapat keuntungan secara finansial (wealth), dorongan agar memperoleh prestasi (achievement), dan dorongan karena rasa tidak pernah cukup (inadequacy) (King, Herd, & Delfabbro, 2018). Seiring perkembangan game, banyak pengaruh yang dapat dirasakan oleh para gamer. Adapun pengaruh yang terjadi bagi para gamer yaitu semakin tingginya resiko bahkan sampai terjadinya kasus kecanduan dalam bermain game. Munculnya game dengan berbagai Genre telah lama disinyalir dapat mengakibatkan dampak negatif terhadap perkembangan kepribadian remaja. Remaja yang gemar bermain game cenderung berprilaku kompulsif, agresif, tidak peduli pada lingkungan sosial sekitarnya. Selain itu dapat juga timbul masalah psikologis, berupa depresi, kurangnya rasa percaya diri, tingkat stress yang tinggi, muncul kecemasan secara berlebihan hingga terlibat tindakan kejahatan. Pada tingkat yang fatal, hal ini dapat membahayakan nyawa. Pernah ada kasus remaja yang bunuh diri hanya karena koneksi internetnya diputus. berdasarkan wawancara terbuka yang dilakukan penuls terhadap sejumlah mahasiswa semester 4 STIKES Muhammadiyah Manado yang bermain game online diperoleh hasil bahwa mereka yang memilih untuk tidak belajar menjelang ujian demi menuntaskan permainan yang dirasa menggantung bila ditinggalkan, begitu juga dengan teman mereka yang merupakan sesama pemain game online. Terdapat juga mahasiswa yang tidak mengerjakan tugas perkuliahannya atau mengerjakan di akhir batas pengumpulan karena terlalu asyik bermain game online. Masih dari wawancara yang sama, diperoleh informasi bahwa mereka dan teman-temannya yang bermain game online memilih tidur larut malam bahkan tidur pagi hari hanya untuk bermain game. Hal ini dikarenakan kondisi jaringan provider yang mereka gunakan atau beberapa misi pada game online yang mereka mainkan akan lebih mudah diselesaikan pada saat malam atau dini hari. Sehingga menyebabkan mereka terlambat masuk atau tertidur di kelas. Tentunya hal ini memberikan dampak terhadap nilai akademis yang nantinya mereka peroleh. Terbukti dari wawancara yang dilakukan, diperoleh bahwa nilai akademis cenderung turun setelah mahasiswa bermain game online secara berlebih. Berdasarkan beberapa pernyataan tersebut, disimpulkan bahwa terdapat mahasiswa STIKES Muhamadiyah Manado yang bermain game online dan tidak melaksanakan tugasnya sebagai seorang Mahasiswa. Karena internet gaming disorder merupakan suatu kondisi kelainan yang baru ditetapkan, tahapan perawatannya belum dapat dijelaskan secara jelas. Akan tetapi, terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan dalam meencegah hal ini yakni Attention switching, Dissuasion, Education, Parental monitoring, Resource restriction. Dalam hal edukasi yang mengacu pada pengetahuan atau fokus upaya pendidikan yang bertujuan pada kognisi seseorang (Xu et al., 2012). Sebagai lawan dari dissuasion yang merupakan upaya aktif melawan pada ranah kognitif seseorang, edukasi sebagian besar ditujukan untuk membangun dasar kognitif yang baik serta bisa dikelola secara mandiri (Xu et al., 2012). Artinya, individu harus aktif dalam memastikan dirinya terhindar dari kecanduan game online (misalnya, dengan membaca artikel atau melihat tayangan berita

Copyrights © 2020






Journal Info

Abbrev

jka

Publisher

Subject

Nursing Public Health

Description

Keperawatan Dasar, Keperawatan Anak, Keperawatan Maternitas, Keperawatan Medikal Bedah, Keperawatan Jiwa, Keperawatan Komunitas, Keperawatan keluarga, Keperawatan Gerontik, Keperawatan Gawat Darurat, Keperawatan Kritis, Manajemen Keperawatan, Ilmu Kebidanan, Ilmu Kefarmasian, Ilmu Kesehatan ...