Praktik pemaksaan perkawinan hingga kini masih terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Kondisi ini tidak dapat dilepaskan dari budaya patriarkhi yang dilegitimasi dengan pendekatan agama, faktor ekonomi dan adat istiadat. Sejak diundangkannya Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, maka pemaksaan perkawinan merupakan suatu kejahatan. Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai pemaksaan perkawinan sebagai tindak pidana kekerasan seksual dan kekhususan dalam hukum acara tindak pidana kekerasan seksual. Pemaksaan perkawinan merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) e Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Perbuatan ini diancam dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp 200.000.000,00. Hukum acara pada tindak pidana kekerasan seksual mengacu pada KUHAP, namun demikian Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual mengatur hal-hal khusus terkait dengan proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan. Kekhususan ini bertujuan untuk mempermudah pembuktian tindak pidana kekerasan seksual dan melindungi korban dari stigmatisasi dan labelisasi negatif.
Copyrights © 2023