Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Product Reviews by YouTubers: Education or Defamation? Dewi Bunga
Kertha Patrika Vol 43 No 3 (2021)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KP.2021.v43.i03.p01

Abstract

One of the contents used by YouTubers to reach subscribers is by conducting product reviews. Based on their competencies, YouTubers convey an assessment of goods and services to the public and as a form of education to the public. This condition has the potential for legal problems if according to the producer or related parties that the results of the assessment by the YouTuber actually drop the goods or services being marketed. In this study, there are two problems discussed, namely, first; criminal policy of insult / and or defamation offenses in cyberspace, second; the principle of truth and public interest as the boundary between education or insulting and / or defamation. This research is a normative juridical method that examines the obscurity of norms regarding insult and / or defamation of product reviews submitted by YouTubers. The criminal policy for insult and / or defamation is regulated in Article 27 paragraph (3) of Law Number 11 of 2008 concerning Electronic Information and Transactions which must be linked to Articles 310 and 311 of the Criminal Code. Testing the principles of truth and public interest is very important to free YouTubers from criminal charges on charges of defamation / and or defamation
POLITIK HUKUM PIDANA TERHADAP PENANGGULANGAN CYBERCRIME Dewi Bunga
Jurnal Legislasi Indonesia Vol 16, No 1 (2019): Jurnal Legislasi Indonesia - Maret 2019
Publisher : Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undang, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1283.874 KB) | DOI: 10.54629/jli.v16i1.456

Abstract

AbtractThe weaknesses in cyberspace can be a global disaster that threatens the business sector, national and global security, behavior, child protection, and government systems. Cybercrime has been proven to be detrimental to the global community, while efforts to combat cybercrime are still hampered by a variety of factors, therefore, the need for criminal policy against cybercrime eradication. In this research, we will discuss three substances: criminalization of cybercrime in Indonesian legislation, the comparison of criminal policy against cybercrime in some countries, and the strategy in the cybercrime eradication. Criminalization of cybercrime in Indonesian legislation is formulated in the Act on Information and Electronic Transactions. The United States, Britain and Singapore have legislation in combating cybercrime and have a national strategy in handling such crimes. African countries have only temporary legislation and policies with an ad-hoc approach in the fight against cybercrime. Strategies in the eradication of cybercrime are done through penal and non penal policies.Keywords: Criminal policy, cybercrime, criminalization. AbstrakKelemahan dalam ruang maya dapat menjadi bencana global yang mengancam sektor bisnis, keamanan nasional dan global, perilaku, perlindungan anak, dan sistem pemerintahan. Cybercrime telah terbukti merugikan komunitas global, sementara upaya untuk memberantas cybercrime masih terhambat oleh berbagai faktor, oleh karena itu, diperlukan kebijakan hukum pidana terhadap penanggulangan cybercrime. Dalam penelitian ini, kita akan membahas tiga substansi yakni kriminalisasi cybercrime dalam perundang-undangan di Indonesia, perbandingan politik hukum pidana terhadap cybercrime di beberapa negara, dan strategi dalam pemberantasan cybercrime Kriminalisasi kejahatan dunia maya dalam undang-undang Indonesia dirumuskan dalam Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Amerika Serikat, Inggris, dan Singapura memiliki undang-undang dalam memerangi kejahatan dunia maya dan memiliki strategi nasional dalam menangani kejahatan semacam itu. Negara-negara Afrika hanya memiliki undang-undang dan kebijakan sementara dengan pendekatan ad-hoc dalam memerangi kejahatan dunia maya. Strategi dalam pemberantasan cybercrime dilakukan melalui kebijakan pidana dan non pidana.Kata kunci: Politik Hukum Pidana, cybercrime, kriminalisasi
Realitas Poenyebaran Hoax Sebagai Perbuatan Hukum Di Dunia Maya Dewi Bunga
Belom Bahadat Vol 12 No 1 (2022): Jurnal Belom Bahadat Hukum Agama Hindu
Publisher : Institut Agama Hindu Negeri Tampung Penyang Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33363/bb.v12i1.793

Abstract

The development of the use of information technology that is so massive is utilized by internet network users to spread hoaxes. The consequences of spreading fake news are not only economic losses, but also create feelings of anxiety, take lives, divide people and even become the beginning of the rise of radicalism movements. This study aims to analyze hoaxes as legal acts in cyberspace and analyze law enforcement against the spread of hoaxes. This research is a normative juridical research that examines the construction of norms regarding hoaxes in Indonesian laws and regulations. Hoax or fake news is a real legal act even though it is done in cyberspace. The spread is very massive and even tends to be uncontrollable and difficult to find where it started. As a real legal act, this act has legal consequences as stipulated in Law Number 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions. Nevertheless, digital literacy remains the main key in overcoming hoaxes.
REKONTSRUKSI BUDAYA HUKUM MASYARAKAT DALAM MENANGGULAGI INVESTASI ILLEGAL Dewi Bunga; Ida Bagus Sudarma Putra; I Wayan Putu Sucana Aryana
Jurnal Yustitia Vol 16 No 2 (2022): JURNAL YUSTITIA
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Ngurah Rai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62279/yustitia.v16i2.981

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan yaitu menganalisisbudaya hukum masyarakat yang melakukan investasi ilegal dan menganalisis serta menemukanpenegakan hukum terhadap investasi ilegal. Kebebasan finansial (financial free) dapat dicapaidengan berinvestasi. Berbagai bentuk investasi dalam masyarakat ditawarkan oleh para pelakuusaha. Ekspektasi untung besar justru memicu tumbuhnya investasi ilegal. Padahal, ada hal yangsangat mudah yang bisa membedakan investasi aman dengan investasi ilegal, yaitu investasiilegal, keuntungan yang dijanjikan di luar kewajaran. Namun, keuntungan besar tersebut justrumembuat banyak orang tergiur untuk menginvestasikan dananya. Investasi ilegal menggunakanskema money game atau skema Ponzi yaitu dengan menggunakan dana yang didapat dari nasabahbaru untuk membayar bonus kepada nasabah lama. Kerugian yang ditimbulkan dari praktekinvestasi ilegal tidak hanya kerugian materiil tetapi juga kerugian immateriil.
Praktik Pemaksaan Perkawinan Pasca Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual Dewi Bunga; Ni Luh Gede Yogi Arthani; Made Emy Andayani Citra; Cokorde Istri Dian Laksmi Dewi
Jurnal Aktual Justice Vol 8 No 1 (2023): Aktual Justice
Publisher : Magister Hukum Pascasarjana Univeristas Ngurah Rai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47329/aktualjustice.v8i1.1029

Abstract

Praktik pemaksaan perkawinan hingga kini masih terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Kondisi ini tidak dapat dilepaskan dari budaya patriarkhi yang dilegitimasi dengan pendekatan agama, faktor ekonomi dan adat istiadat. Sejak diundangkannya Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, maka pemaksaan perkawinan merupakan suatu kejahatan. Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai pemaksaan perkawinan sebagai tindak pidana kekerasan seksual dan kekhususan dalam hukum acara tindak pidana kekerasan seksual. Pemaksaan perkawinan merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) e Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Perbuatan ini diancam dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/ atau pidana denda paling banyak Rp 200.000.000,00. Hukum acara pada tindak pidana kekerasan seksual mengacu pada KUHAP, namun demikian Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual mengatur hal-hal khusus terkait dengan proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan. Kekhususan ini bertujuan untuk mempermudah pembuktian tindak pidana kekerasan seksual dan melindungi korban dari stigmatisasi dan labelisasi negatif.