cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota mataram,
Nusa tenggara barat
INDONESIA
Pro Food
Published by Universitas Mataram
ISSN : 24431095     EISSN : 24433446     DOI : -
Core Subject : Agriculture,
Pro Food adalah jurnal yang mempublikasikan hasil-hasil penelitian ilmiah di bidang ilmu dan teknologi pangan serta aplikasinya dalam industri pangan. Jurnal Pro Food terbit dua kali dalam setahun, yaitu bulan Mei dan November. The aims of this journal is to provide a venue for academicians, researchers and practitioners for publishing the original research articles.
Arjuna Subject : -
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol. 5 No. 1 (2019): Pro Food (Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan)" : 7 Documents clear
SIFAT KIMIA DAN MIKROBIOLOGI BAKASANG IKAN OCI (Rastrelliger sp) DENGAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA: Chemical and Microbiology Properties of Bakasang Ikan Oci (Rastrelliger sp) with Variation Fermentation Time Anto Anto; Deyvie Xyzquolyna; Viene Valentine H. Ali
Pro Food Vol. 5 No. 1 (2019): Pro Food (Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan)
Publisher : Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri, Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (142.633 KB) | DOI: 10.29303/profood.v5i1.94

Abstract

ABSTRACT This study aimed to determine the effect of oci fermentation time on total microbes, total lactic acid bacteria, water content, protein content, and pH value. The oci fish used are fresh oci fish from the fish market in Gorontalo, then fermented for 0, 3, 10 and 15 days. The research method used the experimental method through a complete randomized design pattern using variance analysis followed by the Duncan test. For 15 days fermented, the pH value, water content and microbial total decreased, but the protein content and the number of lactic acid bacteria increased. The bakasang of oci at the end of fermentation has a total lactic acid bacteria of 2.51x107 CFU/g, the water content of 65.56%, the protein content of 5.98%, and pH value of 6.0. Keywords: oci fish, fermentation, bakasang, lactic acid bacteria ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa sifat kimia dan mikrobiologi bakasang ikan oci dengan lama fermentasi yang berbeda. Ikan oci yang digunakan adalah ikan oci segar dari pasar ikan di Gorontalo, lalu difermentasi selama 3, 10 dan 15 hari. Parameter pengamatannya meliputi sifat kimia yang terdiri dari kadar air, kadar protein, nilai pH. Sedangkan sifat mikrobiologi yang diamati yaitu total mikroba dan total bakteri asam laktat. Metode penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dan analisis sidik ragam dilanjutkan dengan uji Duncan. Selama 15 hari difermentasi, nilai pH, kadar air dan total mikroba menurun, namun kadar protein dan jumlah bakteri asam laktat mengalami peningkatan. Bakasang ikan oci pada akhir fermentasi mempunyai total bakteri asam laktat 2,51x107 cfu/g, kadar air 65,56%, kadar protein 5,98%, dan nilai pH 6,0. Kata kunci: ikan oci, fermentasi, bakasang, bakteri asam laktat
PENGARUH MODIFIKASI CROSSLINK TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG UBI JALAR SAAT DIPANASKAN: Crosslink Modification Effect on the Characteristics of Sweet Potato Flour When Heated Yustiawan Yustiawan; Heru Pitria Hastuti; Sahri Yanti
Pro Food Vol. 5 No. 1 (2019): Pro Food (Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan)
Publisher : Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri, Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (444.839 KB) | DOI: 10.29303/profood.v5i1.91

Abstract

ABSTRACT Sweet potato is a plant that is easy to be cultivated and very potential to be processed into flour. But the quality is still low compared to other flour especially when heated. Because it is done to improve the quality especially when heated. Modification done crosslink using sodium tripolyphosphate reagent (STPP). The purpose of this study was to determine the effect of modified flour on flour characteristics when heated. Parameters used in this research are water absorption, Swelling Power, and flour solubility. The data processing used is RAL of 1 factor at the 0.05 level and further test using Duncan test. The results showed that the characteristics of flour modification is better than natural flour. The higher the concentration of STPP used, the water absorbency increases, the swelling power increases, and solubility decreases. Sweet potato flour has optimum absorption limit and optimal development on reaction process for 1 hour, and will decrease at longer reaction process.. Key words: sweet potato, sweet potato flour, modified flour, crosslink modification, STPP ABSTRAK Ubi jalar merupakan tanaman yang mudah dibudidayakan dan berpotensi diolah menjadi tepung, namun kualitasnya masih rendah dibandingkan dengan tepung lainnya, khususnya saat dipanaskan. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya meningkatkan kualitas tepung ubi jalar terutama saat dipanaskan. Modifikasi dilakukan secara crosslink dengan pereaksi sodium tripolyfosfat (STPP). Tujuan penelitian ini adalah menentukan pengaruh modifikasi terhadap karakteristik tepung saat dipanaskan. Parameter yang digunakan pada penelitian ini adalah daya serap air, swelling power, dan solubillitas tepung. Pengolahan data menggunakan RAL faktorial pada taraf 0,05 dan uji lanjut menggunakan uji Duncan. Hasil penelitian menunjukan bahwa karateristik tepung modifikasi lebih baik daripada tepung alami. Semakin tinggi konsentrasi STPP, daya serap air meningkat, nilai swelling power meningkat, dan solubilitas menurun. Tepung ubi jalar memiliki batas optimum penyerapan serta pengembangan optimal pada reaksi selama 1 jam dengan konsenrasi STTP 3%, serta menurun pada reaksi yang lebih lama. Kata kunci: ubi jalar, tepung ubi jalar, modifikasi pati, modifikasi crosslink, STPP
PEMBUATAN FRUIT LEATHER DENGAN CAMPURAN BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) DAN BUAH PISANG KEPOK (Musa Paradisiaca): Processing of Fruit Leather from Mixture of Red Dragon (Hylocereus polyrhizus) Fruit and Banana (Musa Paradisiaca) Khurfatul Jannah; Afe Dwiani; Suburi Rahman
Pro Food Vol. 5 No. 1 (2019): Pro Food (Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan)
Publisher : Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri, Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (173.294 KB) | DOI: 10.29303/profood.v5i1.92

Abstract

ABSTRACT Red dragon fruit are a fruit that have a high antioxidants while banana are fruits that have a high carbohydrate and dietary fiber. Fruits are easy to spoil because of their properties are perishable and the way to increase shelf life is by processing it into fruit leather. Fruit leather is a snack that made from fruit and dried so they have a plastic and chewy texture. Besides that, processing fruit can also diversified fruit processing product. The aims of this research was to determine the best combination of red dragon fruit with banana in making fruit leather. The method that used in this study was a completely randomized design (CRD) with a single factor, consisting 5 treatment P1 = dragon fruit 100%: banana 0%; P2 = dragon fruit 75%: banana 25%; P3 = dragon fruit 50%: banana 50%; P4 = dragon fruit 25%: banana 75% and P5 = dragon fruit 0%: banana 100% with 3 times repetitions. The data of the research were analyzed using Analysis of Variance at alpha 5% using SPSS 16 and tested continued using the test of Honest Real Difference (HRD) if there was real difference. The results showed that processing of fruit leather from mixture of red dragon fruit and bananas gave a significantly difference effect on chemical quality (moisture content and vitamin C) but gave not significant effect on ash content. Fruit leather with a mixture of red dragon fruit and banana that suitable with SNI No. 1718-83 for moisture content (<25%) are treatments P1, P4 and P5, respectively 24.24%; 21.8% and 23.30%. The highest vitamin C was produced in treatment P1, which was 84.07 mg/g. Keywords: dragon fruit, fruit leather, bananaABSTRAKBuah naga merah merupakan buah yang memiliki kandungan antioksidan yang tinggi, sedangkan buah pisang merupakan buah yang mengandung karbohidrat dan serat tinggi. Buah mudah mengalami kerusakan dan cara yang digunakan untuk meningkatkan masa simpannya adalah dengan cara mengolahnya menjadi Fruit Leather. Fruit leather merupakan makanan yang berasal dari buah yang dihancurkan dan dikeringkan dengan tekstur plastik dan kenyal serta rasa yang manis. Selain itu pengolahan juga dapat menganekaragamkan produk olahan buah-buahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kombinasi terbaik dari buah naga merah dengan pisang kepok dalam pembuatan fruit leather. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dengan faktor tunggal yaitu konsentrasi buah naga merah dan pisang kepok (P1= buah naga 100%: pisang kepok 0%; P2= buah naga 75%:pisang kepok 25%; P3= buah naga 50%:pisang kepok 50%; P4= buah naga 25%:pisang kepok 75% dan P5= buah naga 0%:pisang kepok 100%) dengan 3 kali ulangan. Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah kadar kimia yang meliputi kadar air, kadar abu dan kadar vitamin C. Data hasil penelitian dianalisis menggunakan analisis keragaman (Analysis of Variance) pada taraf nyata 5% dengan menggunakan SPSS 16 dan apabila terdapat beda nyata dilakukan uji lanjut dengan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan penambahan buah naga merah dan pisang kepok berpengaruh terhadap kadar air dan kadar vitamin C. Fruit leather dengan campuran buah naga merah dan pisang kepok yang memenuhi standar SNI No. 1718-83 untuk kadar air (<25%) adalah perlakuan P1, P4 dan P5 berturut-turut sejumlah 24,24%; 21,8% dan 23,30%. Kadar vitamin C tertinggi dihasilkan pada perlakuan P1 yaitu 84,07mg/g.Keywords: fruit leather, buah naga, pisang kepok, air, abu, vitamin C
PENGARUH LAMA PERENDAMAN DALAM LARUTAN NACL DAN LAMA PENGERINGAN TERHADAP MUTU TEPUNG TALAS BELITUNG (Xanthosoma sagittifolium): The Effect of NaCl Soaking Time and Drying Time on The Quality of Belitung Taro Flour (Xanthosoma sagittifolium) Suci Suharti; Yeni Sulastri; Ahmad Alamsyah
Pro Food Vol. 5 No. 1 (2019): Pro Food (Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan)
Publisher : Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri, Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (253.167 KB) | DOI: 10.29303/profood.v5i1.96

Abstract

ABSTRACT The purpose of this study was to determine the effect of NaCl soaking time and drying time on the quality of belitung taro flour (Xanthosoma sagittifolium). This study used a factorial design using 2 factors: NaCl soaking time (0, 30, and 60 minutes) and drying time (3, 4 and 5 hours) consisting of 9 treatments and 3 replications. The parameters observed included chemical parameters (moisture, ash, starch, calcium oxalate, and crude fiber content) and physical parameters (yield, bulk density and color value L *). The results of the research data were analyzed using analysis of variance alpha 5% and if there were significant differences it was tested further using the Duncan Multiple Range Test. The results showed that the treatment of soaking time in NaCl solution had a significantly effect on chemical parameters (moisture, ash, starch, calcium oxalate, and crude fiber content) and physical parameters (yield, bulk density, color value L*) . The drying time gave significantly effects on chemical parameters (moisture, ash, starch, calcium oxalate, and crude fiber content) and physical parameters (yield and bulk density). The interaction between NaCl soaking time and drying time gave a significantly effect on calcium oxalate content. The best treatment is 60 menit NaCl soaking time and 5 hours drying time (L3P3) with 3.56% moisture, 1.31% ash, 64.36% starch, 337.82 mg/100g calcium oxalate, 2.5% crude fiber content, 19.31% yield, 0.71 g/ml bulk density, and L* color value 92.28 that has met the SNI quality requirements for cassava flour. Keywords: belitung taro, drying time, flour, NaCl, soaking timeABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh lama perendaman dalam larutan NaCl dan lama pengeringan terhadap mutu tepung talas belitung (Xanthosoma sagittifolium). Penelitian ini menggunakan Rancangan Faktorial menggunakan 2 faktor yaitu faktor lama perendaman dalam larutan NaCl (0, 30, dan 60 menit) dan faktor lama pengeringan (3, 4 dan 5 jam) yang terdiri dari 9 perlakuan dan 3 ulangan. Parameter yang diamati meliputi parameter kimia (air, abu, pati, kalsium oksalat, dan kadar serat kasar) dan parameter fisik (rendemen, densitas kamba dan warna nilai L*). Data hasil penelitian dianalisis menggunakan analisis keragaman pada taraf nyata 5% dan apabila terdapat beda nyata maka diuji lanjut menggunakan uji Duncan Multiple Range Test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan lama perendaman dalam larutan NaCl memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap parameter kimia (kadar air, abu, pati, kalsium oksalat, dan serat kasar) dan parameter fisik (rendemen, densitas kamba, warna nilai L*). Perlakuan lama pengeringan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap parameter kimia (air, abu, pati, kalsium oksalat, dan kadar serat kasar) dan parameter fisik (rendemen dan densitas kamba). Interaksi antara lama perendaman dalam larutan NaCl dengan lama pengeringan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar kalsium oksalat. Perlakuan terbaik yaitu lama perendaman dalam larutan NaCl 60 menit dan lama pengeringan 5 jam atau L3P3 dengan kadar air 3,56%, abu 1,31%, pati 64,36%, kalsium oksalat 337,82 mg/100g, serat kasar 2,5%, rendemen 19,31%, densitas kamba 0,71 g/ml, dan warna nilai L* 92,28 yang telah memenuhi syarat SNI mutu tepung singkong. Kata Kunci: lama perendaman, lama pengeringan, NaCl, talas belitung, tepung
PENGARUH KONSENTRASI DAN SUHU LARUTAN GULA PADA PROSES DEHIDRASI OSMOTIK BUAH NAGA (Hylocereus sp.): Effect of Concentration and Temperature of Sugar Solution in The Process of Osmotic Dehydration of Dragon Fruit (Hylocereus sp.) Spetriani Spetriani
Pro Food Vol. 5 No. 1 (2019): Pro Food (Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan)
Publisher : Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri, Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (517.926 KB) | DOI: 10.29303/profood.v5i1.93

Abstract

ABSTRACTOsmotic dehydration is a water removing process that carried out on a object by immersing the object into an hyper-tonic (osmotic) solution. The process is commonly applied on pre-drying of fruit. The purpose of this research is to investigate the effect of concentration and temperature of osmotic solution on moisture content change, total dissolved solids change and to determine of water diffusion coefficient and solid diffusion coefficient during the process of osmotic dehydration of dragon fruit. Factorial design was used with 2 factors, each consisting of 3 levels with 3 replication. The treatment on this research are : solution consentration of 30 °Brix, 50 °Brix, and 70 °Brix and solution temperature of 30 °C, 40 °C, and 50 °C were applied to this research. The osmotic dehydration process lasts for 8 hours. Initial moisture content of dragon fruit used for the research between 511.17-665.97 (% db). Moisture and solid diffusivities were in the range of 2.810 x 10-8 m²/s - 7.003 x 10-8 m²/s and 0.973 x 10-8 m²/s until 4.734 x 10-8 m²/s. The activation energy for diffusion of water to the concentration of 30 °Brix, 50 °Brix, and 70 °Brix respectively is 9.963 kJ/mol, 3.249 kJ/mol, and 5.372 kJ/mol. While the activation energy for diffusion of solids is 24.946 kJ/mol, 8.908 kJ/mol, and 27.343 kJ/mol. Keywords: dragon fruit, moisture diffusivity, osmotic dehydration, solid diffusivity ABSTRAK Dehidrasi osmotik adalah suatu proses pengeluaran air yang dilakukan terhadap suatu bahan dengan cara merendam bahan tersebut ke dalam suatu larutan hipertonik. Proses ini pada umumnya diaplikasikan untuk pra-pengeringan buah-buahan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh perlakuan konsentrasi dan suhu terhadap perubahan kadar air, perubahan total padatan terlarut dan untuk menentukan nilai koefisien difusi air dan difusi padatan selama proses dehidrasi osmotik pada buah naga. Digunakan rancangan faktorial dengan 2 faktor yang masing-masing terdiri atas 3 taraf dengan 3 kali ulangan. Perlakuan yang digunakan pada penelitian ini adalah variasi konsentrasi larutan 30 °Brix, 50 °Brix, dan 70 °Brix dan suhu larutan 30 °C, 40 °C, dan 50 °C. Proses dehidrasi osmotik berlangsung selama 8 jam. Kadar air awal buah naga yang digunakan untuk penelitian berkisar antara 511,17-665,97 (%db). Nilai difusivitas air antara 2,810 x 10-8 m²/s – 7,003 x 10-8 m²/s dan difusivitas padatan antara 0,973 x 10-8 m²/s - 4,734 x 10-8 m²/s. Energi aktivasi untuk difusi air untuk konsentrasi 30 °Brix, 50 °Brix, dan 70 °Brix secara berurutan adalah 9,963 kJ/mol, 3,249 kJ/mol, dan 5,372 kJ/mol. Energi aktivasi untuk difusi padatan adalah 24,946 kJ/mol, 8,908 kJ/mol, dan 27,343 kJ/mol. Kata kunci: buah naga, dehidrasi osmotik, difusivitas air, difusivitas padatan
IDENTIFIKASI POTENSI BAHAYA DAN PEMANTAUAN CRITICAL POINT, (HACCP) PRODUK MAKANAN PENERBANGAN: Identification of Hazards and Critical Point Monitoring Potentials, (HACCP) Flight Food Products Mustofa Lutfi; Bambang Dwi Argo; Sri Hartini
Pro Food Vol. 5 No. 1 (2019): Pro Food (Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan)
Publisher : Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri, Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (205.366 KB) | DOI: 10.29303/profood.v5i1.95

Abstract

ABSTRACTHACCP has been known as a system that uses a systematic and preventive approach that is shown to biological, chemical and physical hazards through anticipatory and preventive measures by no relying on inspection and testing on the final product. The application of HACCP is not only for the food industry but can be applied to the catering industry, catering services and food at hotels and restaurants. For this reason, modern food companies really need to determine quality standards for the consumers they serve. The purpose of this study was to analyze the application of HACCP on aviation food products (Aerofood ACS SUB) by identifying potential hazards and applying Critical Control Points (CCP). The methods are 1) observation of Critical Control Points (CCP) performed at receiving (CCP 1), chiller and freezer (Storage) (CCP 2), cooking (CCP 3), blast chilling (CCP 4), portioning (CCP 5). 2) Microbiological sampling consisting of random raw material samples at each arrival, hand swab samples randomly in the production and operational areas, swab equipment samples were also taken according to random, Dry good samples were taken randomly in storage, random ice cube samples , water tab samples are taken according to the sample. The company has HACCP planning as a guide for all processes that will take place within the company. All are based on the principles of HACCP for the whole process. The implementation of critical control points is in 5 places, namely receiving, storage, cooking, chilling and portioning blast. At each of these critical points, the standard critical temperature is different. Materials that do not meet the standards are rejected for further processing. In terms of microbiological hazards, it is checked by testing samples on foodstuffs, ready to eat food, dry good, air test, hand swab, production equipment, water and ice cube. The implementation of each sample test has been determined by PT. Aerofood ACS Surabaya based on standard procedures. If the results of checking is not the standards, repairs are handled or changes in the flow of handling procedures. Keywords: HACCP, CCP, Critical Limits, management system ABSTRAKHACCP telah dikenal luas diseluruh dunia sebagai suatu sistem yang menggunakan pendekatan sistimatis dan preventif yang ditunjukan kepada bahaya biologis, kimia dan fisik melalui langkah-langkah antisipatif dan pencegahan dengan tidak lagi mengandalkan pada pemeriksaan dan pengujian pada produk akhir. Penerapan HACCP tidak hanya untuk industri pangan melainkan dapat diterapkan pada industri catering dan jasa boga serta makanan di hotel dan restauran. Untuk itu perusahaan pangan modern sangat perlu untuk menentukan standart mutu untuk konsumen yang dilayaninya. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis penerapan HACCP pada produk makanan penerbangan (Aerofood ACS SUB) dengan identifikasi potensi bahaya dan penerapan Critical Control Point (CCP). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1) Pengamatan Critical Control Point (CCP) yang dilakukan di receiving (CCP 1), chiller dan freezer (Storage) (CCP 2), cooking (CCP 3), blast chilling (CCP 4), portioning (CCP 5). 2) Pengambilan sampel Mikrobiologi yang terdiri dari sampel raw material secara random disetiap kedatangan, sampel hand swab secara random di area produksi dan operasional, sampel equipment swab juga diambil sesuai random, sampel Dry good diambil secara random di storage, sampel ice cube secara random, sampel Water tab diambil sesuai sampel. Perusahan telah membuat perencanaan HACCP sebagai panduan untuk semua proses yang akan berlangsung didalam perusahaan. Semua disusun berdasarkan prinsip-prinsip HACCP untuk keseluruhan proses. Penerapan critical control point terdapat di 5 tempat yaitu receiving, storage, cooking, blast chilling dan portioning. Disetiap titik kritis ini, suhu kritis standart adalah berbeda beda. Bahan yang tidak memenuhi standard ditolak untuk diproses selanjutnya. Dalam hal bahaya mikrobiologi dilakukan pengecekkan melalui uji sampel pada bahan makanan, makanan ready to eat, dry good, uji udara, hand swab, peralatan produksi, air dan ice cube. Pelaksanaan masing-masing pengujian sampel sudah ditetapkan oleh PT. Aerofood ACS Surabaya berdasarkan prosedur standar. Jika hasil pengecekkan tidak memenuhi standart maka dilakukan perbaikan penanganan atau pengubahan alur prosedur handling. Kata kunci: HACCP, CCP, Batas Kritis, management system
PENGARUH SIRUP GULA CAIR HASIL HIDROLISIS ENZIMATIS DARI SAGU (Metroxylon sp.) SEBAGAI MEDIA FERMENTASI TERHADAP KADAR SEFALOSPORIN C: Effect of Glucose Syrup Results Enzymatic Hydrolysis of Sago (Metroxylon sp.) as Media Fermentation Against Cephalosporins C. Soraya Soraya; Sahri Yanti; Mikhratunnisa Mikhratunnisa
Pro Food Vol. 5 No. 1 (2019): Pro Food (Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan)
Publisher : Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri, Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (675.095 KB) | DOI: 10.29303/profood.v5i1.90

Abstract

ABSTRACT Liquid sugar syrup which made by sago's starch material can be use as fermentation media for sefalosporin. The hydrolisis is a one way to obtain a liquid sugar syrup itself. The enzymatically hydrolisis divided into two process, they are Liquification and sacharification. The research purpose to understanding the way of hydrolisis sago's starch by enzymatically. Next, glucose quality result. Then the influence of the syrup by enzymatically hydrolisis as fermentation media toward quality of sefalosporin. The sample of this research was taken from PT. Selat Panjang, Riau. In Liquification process, the result showed that the maximum glucose quality was obtained about 3874 ppm from concentration of starch and enzym (60g/L: 300µL) meanwhile, the minimum glucose quality was obtained about 3501ppm from concentration of starch and enzym (40g/L: 200µL). Next, sacharification process (lasting 24-48 hours) maximum glucose quality was obtained about 12070 ppm with duration 48hours of hydrolisa. The addition liquid syrup of hydrolisis with five levels concentration, there are 1.5; 2.0; 2.5; 3.0, and 3.5% affected sefalosporin quality. The maximum quality of sefalosporin about 3709 ppm by concentration lyquid syrup GS 3.0% and minimum quality about 2044 ppm by concentration lyquid syrup Gs 1.5%. Meanwhile, by the positive control (glucose monohidrat) with similar treatment, the sefalosporin's quality was about 2170 ppm. Key words: Sago, Sago Starch, Enzymatic Hydrolysis, Fermentation, Cephalosporins C. ABSTRAK Sirup gula cair dari pati sagu dapat digunakan sebagai media fermentasi sefalosporin. Sirup gula cair dapat dengan cara dihidrolisis. Hidrolisis pati sagu secara enzimatis meliputi proses likuifikasi dan sakarifikasi. Penelitian bertujuan mengetahui cara hidrolisis pati sagu secara enzimatis dan kadar glukosa yang dihasilkan, serta pengaruh sirup gula cair hasil hidrolisis enzimatis sebagai media fermentasi terhadap kadar Sefalosporin C. Sampel pati sagu diperoleh dari PT Selat Panjang, Riau. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada tahap likuifikasi (2 jam) diperoleh kadar glukosa maksimum sebesar 3874 ppm dari konsentrasi pati sagu dan enzim (60g/L:300µL). Sedangkan kadar glukosa minimum diperoleh sebesar 3501 ppm dari konsentrasi pati sagu dan enzim (40g/L:200µL). Pada tahap sakarifikasi (24-48 jam) kadar glukosa maksimum diperoleh sebesar 12070 ppm dengan waktu hidrolisa 48 jam. Dalam penambahan sirup gula cair hasil hidrolisis dengan lima level konsentrasi sirupgula cair 1,5; 2,0; 2,5; 3,0 dan 3,5% mempengaruhi kadar Sefalosporin C. Kadar maksimum Sefalosporin C dihasilkan sebesar 3709 ppmdari konsentrasi sirup gula cair GS 3,0% dan kadar minimum diperoleh sebesar 2044 ppm dari konsentrasi sirup gula cair GS 1,5%. Sedangkan pada kontrol positif (glukosa monohidrat) dengan perlakuan yang sama diperoleh kadar Sefalosporin C sebesar 2170 ppm. Kata kunci: Sagu, Pati Sagu, Hidrolisis enzimatis, Fermentasi,Sefalosporin C.

Page 1 of 1 | Total Record : 7