cover
Contact Name
Yahya Wijaya
Contact Email
gemateologika@staff.ukdw.ac.id
Phone
+62274563929
Journal Mail Official
gemateologika@staff.ukdw.ac.id
Editorial Address
Fakultas Teologi Universitas Kristen Duta Wacana Jl. Dr. Wahidin no 5-25 Yogyakarta 55225
Location
Kota yogyakarta,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
GEMA TEOLOGIKA : Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
ISSN : 25027743     EISSN : 25027751     DOI : https://doi.org/10.21460/gema.2020.52.614
GEMA TEOLOGIKA receives articles and book reviews from various sub disciplines Theology, particularly contextual theology Divinity Studies in the context of socio cultural religious life Religious Studies Philosophy of Religion Received articles will be reviewed through the blind review process. The submitted article must be the writers original work and is not published in another journal or publisher in any language. Writers whose articles are accepted and have account in google scholar profile will be requested to participate as peer reviewers.
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol. 1 No. 1 (2016): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian" : 7 Documents clear
Kajian Atas Gereja Pentakosta-Kharismatik di Jawa, Indonesia: Sebuah Tantangan Susanne Rodemeier
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 1 No. 1 (2016): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2016.11.210

Abstract

Abstract Using a recent case study, I am going to show which realities might demand adjusting research methods during every step of ethnographic field research. I am going to show that one can not be equipped with all research methods in advance. I will demonstrate via the progression of my own research why it is necessary to continuously adjust research methods to the broader situation even if it might be quite difficult. The case I present is taken from my most recent research amongst members in charismatic Pentecostal churches on Java, Indonesia. The relationship between my informants and me is evaluated. In my case study, it was necessary to recognize the importance of the cultural peculiarities of the Javanese language, in spite of the fact that Indonesian was spoken. Also the urban research field demanded special methodology. And last, but not least, the pressure informants put on the researcher by treating her as a possible proselyte demanded an unexpected sensitive approach. Abstrak Melalui studi kasus baru-baru ini, saya akan menunjukkan realitas yang mungkin memerlukan penyesuaian langkah demi langkah dari metode penelitian etnografi di lapangan. Seseorang tidak dapat menggunakan seluruh metode penelitian yang ada. Saya akan menunjukkan melalui penelitian yang saya lakukan mengapa perlu untuk terus menyesuaikan metode penelitian dalam situasi yang lebih luas bahkan jika itu mungkin cukup sulit. Kasus ini saya sajikan dari penelitian terbaru saya terhadap anggota di gereja-gereja Pantekosta Karismatik di Jawa, Indonesia. Hubungan antara narasumber saya dan saya dievaluasi. Dalam studi kasus saya, perlu untuk mengetahui pentingnya kekhasan budaya dari bahasa Jawa, terlepas dari kenyataan bahwa hal ini telah dibicarakan di Indonesia. Juga bidang penelitian perkotaan menuntut metodologi khusus. Dan terakhir, namun tidak sedikit, tekanan informan terhadap peneliti dengan memperlakukan saya sebagai seseorang yang tidak beragama menuntut dari saya pendekatan yang sensitif sekali.
Bukan Jalan Buntu, Melainkan Setapak Terjal: Sebuah Apresiasi Kritis terhadap Sumbangsih Teori Kultural-Linguistik Lindbeck bagi Penumbuhkembangan Dialog Antaragama yang Autentik Risang Anggoro Elliarso
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 1 No. 1 (2016): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2016.11.213

Abstract

Abstract Advancing from his criticism against two principal theological theories of religion, namely (1) cognitive-propositional theory and (2) experiential-expressive theory, George A. Lindbeck proposes his cultural-linguistic theory as an alternative theory which is deemed more adequate in comprehending plurality of religions. Regrettably, for some, Lindbeck’s theory is considered rather as a closure to any interreligious dialogue, as a consequence of its superfluous emphasis on the incommensurability and untranslability amongst different religions. Therefore, within this modest article, taking into account several insights from postcolonial studies, I try to venture a critical appreciation on how Lindbeck’s cultural-linguistic theory might contribute to the endeavour of fostering constructive, authentic, and profound interreligious dialogue. I attempt to argue that Lindbeck’s cultural-linguistic theory, instead of imparting a cul-de-sac to any interreligious dialogue, actually lay bare a path for the dialogue. A path which is, whilst hard and steep, viable. Abstrak Bertolak dari kritiknya terhadap dua tipe utama teori teologis mengenai agama, yakni:(1) teori kognitif-proposisional dan (2) teori eksperiensial-ekspresif, George A. Lindbeck mengajukan teori kultural-linguistik sebagai sebuah teori alternatif yang lebih memadai dalam rangka mempermaknai pluralitas agama. Sayangnya, bagi sebagian pihak, teori yang diajukan Lindbeck tersebut dipandang justru menutup pintu bagi dialog antaragama,karena terlalu menekankan ketaksepadanan dan ketakterjemahkanan di antara agama yang satu dengan yang lainnya. Oleh sebab itu, dalam artikel sederhana ini, dengan mempertimbangkan beberapa tilikan dari kajian poskolonial, saya berupaya untuk mengapresiasi secara kritis sumbangsih teori kultural-linguistik Lindbeck bagi upaya menumbuhkembangkan dialog antaragama yang konstruktif, autentik, serta mendalam.Saya berupaya untuk menunjukkan bahwa teori kultural-linguistik Lindbeck, alih-alih menghadirkan jalan buntu bagi dialog antaragama, sejatinya justru membuka sebuah setapak yang, meski terjal, bukannya tidak mungkin ditempuh.
Keimanan Kristus dalam Peraturan Melkisedek: Sebuah Upaya Rekontruksi Kristologi Keimanan dalam Ibrani 7: 1-10 Rena Sesaria Yudhita
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 1 No. 1 (2016): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2016.11.207

Abstract

Abstrak Hebrews has a distinctive christology denoting Christ’s particular priesthood. The fact that Jesus is not qualified in anyway to be a priest according the Aaronic order is inevitable. Therefore, the author composed an argument that the foundation of Christ’s priesthood isthe order of Melchizedek. This article seeks to examine how the Hebrew’s author recognize, interpret, and utilize the character of Melchizedek to build his unique priesthood christology. The efforts are made by interpreting Hebrews 7:1-10, in which the author shows the significance of the Melchizedek’s figure to the Jesus’ priesthood. First, this article investigate show the author of Hebrews uses Melchizedek mysterious character in Genesis and Psalm are echoed in verses 1-3 and then examine the christology of priesthood developed in verses 4-10. Basically the character of Melchizedek was still shrouded in mystery even to the end of the study. However, precisely in this mystery we can see how ingenious the author is. Abstrak Surat Ibrani memiliki kristologi unik yang menunjukkan peran imamat Sang Kristus. Namun tak bisa disangkal jika Yesus tak memenuhi kualifikasi keimaman menurut peraturan Harun. Karena itu, penulis Ibrani menyusun argumentasi bahwa dasar dari keimaman Yesus adalah peraturan Melkisedek. Artikel ini berupaya untuk meneliti bagaimana penulis Ibrani mengenal, menafsirkan, dan menggunakan karakter Melkisedek untuk membangun kristologi keimamannya. Upaya ini dilakukan dengan cara menafsir Ibrani 7:1-10 di mana penulis Ibrani menunjukkan signifikansi karakter Melkisedek terhadap peran keimaman Yesus. Pertama, artikel ini menyelidiki bagaimana penulis Ibrani menggunakan misteri karakter Melkisedek dalam Kejadian dan Mazmur yang digemakan dalam ayat 1-3 dan kemudian memeriksa konstruksi kristologi keimaman yang dikembangkan dalam ayat 4-10.Pada dasarnya, karakter Melkisedek masih diliputi misteri bahkan hingga akhir penelitian ini. Namun, justru dalam misteri inilah kita dapat melihat bagaimana cerdasnya penulis Ibrani memainkan imajinya dalam figur Melkisedek.
Teologi Lokal dalam Konteks Global Johanes Baptista Giyana Banawiratma
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 1 No. 1 (2016): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2016.11.211

Abstract

Abstract Today in the globalization process the poor is marginalized. This reflection is based on the Indonesian context of economic dependence and marginalization of the poor and the powerless. The analysis goes to axes of power namely state, market, and community. Market fundamentalism has penetrated into all kinds of powers in such a way that the powerless is excluded from the economic participation. The economic system is taking sides against the need of the poor people. The way of life of the early Christian gives an example how people live in common. The teaching of Jesus stresses very much on the preferential option of thepoor. The idea of the globalization from below and the multitude might be a help to move forward to face the problem of social injustice in all areas and levels. Abstrak Saat ini di dalam proses globalisasi, kaum miskin semakin terpinggirkan. Refleksi ini didasarkan pada konteks ketergantungan ekonomi dan peminggiran kaum miskin dan tak berdaya di Indonesia. Analisis ini mengarah pada poros-poros kekuasaan, yaitu: negara, pasar, dan masyarakat. Fundamentalisme pasar telah memasuki seluruh strata kekuasaan sedemikian rupa sehingga yang tak berdaya dipinggirkan dari keterlibatan ekonomi. Sistem ekonomi justru tidak berpihak terhadap kebutuhan rakyat miskin. Cara hidup orang Kristen awal memberikan contoh bagaimana komunitas hidup bersama. Ajaran Yesus menekankan untuk mendahulukan orang miskin. Gagasan tentang globalisasi dari aras bawah dan multitude mungkin menjadi pendorong untuk menghadapi masalah ketidakadilan sosial di semua bidang dan tingkatan.
Resensi: Sebuah Teologi Perjanjian Lama Posmodernis Emanuel Gerrit Singgih
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 1 No. 1 (2016): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2016.11.217

Abstract

Persoalan Status Sebagai Anak-anak Abraham dalam Surat Galatia Samuel Benyamin Hakh
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 1 No. 1 (2016): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2016.11.209

Abstract

Abstract In the apostle Paul's letter to the Galatians, one of the principal theological debate sticking to the surface is the status as children of Abraham through circumcision. Because according to a group of Jews Christian who came to Galatia, Gentile Christians shall be circumcised, and implement the law, if they want to obtain salvation. Because safety is only given to those who become the children of Abraham in full. On the other hand, Paul rejected that obligation. According to Paul, by faith in Christ, the son of Abraham, Christians in Galatia, having status as the children of Abraham and inherit the blessings of God's promise that is salvation. In this article I argue that the debate was due on the one hand, Jewish Christian groups that cling to the tradition of circumcision because of the tradition that has been in effect since Abraham and believed to be the way of salvation, while Paul emphasis on faith and obey the decision of the council in Jerusalem that circumcision is not required for the non-Jewish. Abstrak Dalam surat Rasul Paulus kepada jemaat di Galatia, salah satu pokok perdebatan teologis sosiologis yang mencuat ke permukaan adalah status sebagai anak-anak Abraham melalui sunat. Sebab menurut kelompok orang Kristen Yahudi yang datang ke Galatia, orang Kristen non-Yahudi wajib disunat dan melaksanakan hukum Taurat, jika mereka ingin beroleh selamat. Sebab keselamatan hanya diberikan kepada orang-orang yang menjadi anak-anak Abraham secara penuh. Di pihak lain, Paulus menolak kewajiban itu. Menurut Paulus, oleh iman di dalam Kristus, anak Abraham itu, orang Kristen di Galatia telah beroleh status sebagai anak-anak Abraham dan mewarisi janji berkat Allah itu, yakni keselamatan. Dalam artikel ini saya berargumentasi bahwa perdebatan itu terjadi karena pada satu pihak, kelompok Yahudi itu berpegang teguh kepada tradisi sunat karena tradisi itu telah diberlakukan sejak Abraham dan diyakini sebagai jalan keselamatan, sementara Paulus menekankan pada iman serta taat kepada keputusan sidang di Yerusalem bahwa sunat tidak diwajibkan bagi orang non-Yahudi.
Globalisasi dan Keberagamaan di Asia: Pemikiran Kwok Pui-Lan—Teologi Poskolonial Feminis Asia Odniel Hakim Gultom
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 1 No. 1 (2016): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2016.11.212

Abstract

Abstract The main thesis of this article is to present the phenomenon of globalization about cultural change (and economic) that gives effect to the "religion" and religious practice. Secularization as part of globalization and modernization, affecting cultural relations and "religion" in the region. Forms of religious practices which was appointed as the impact of globalization is privatization, fundamentalisasi, and the commodification of religion. Kwok Pui-Lan as an Asian postcolonial feminist theologians criticize globalization as a form of colonization with a new face that oppresses women and children. In the context of Asia with a diversity of religious and extreme poverty, how theology can provide a role in public life. Religion can not be separated from other social relations (especially cultural) as stated classic secularization theory. Thus the award to religious pluralism and inter-faith spirituality to be very important to build religiosity that appreciate coexsistence. Abstrak Tesis utama dari artikel ini adalah globalisasi yang menghadirkan fenomena perubahan kultural (dan ekonomi) yang memberi dampak bagi “agama” dan keberagamaan. Sekularisasi sebagai bagian dari globalisasi dan modernisasi, memengaruhi hubungan budaya dan “agama” di wilayah Asia. Bentuk keberagamaan yang diangkat sebagai dampak globalisasi adalah privatisasi, fundamentalisasi, dan komodifikasi agama. Kwok Pui-Lan sebagai seorang teolog feminis poskolonial Asia mengkritik globalisasi sebagai bentuk kolonialisasi dengan wajah baru yang menindas perempuan dan anak-anak. Dalam konteks Asia dengan kepelbagaian agama dan kemiskinan yang parah, bagaimana teologi bisa memberikan peran dalam kehidupan publik. Agama tidak bisa dipisahkan dari relasi sosial lainnya (khususnya budaya) seperti yang dinyatakan teori sekularisasi klasik. Dengan demikian penghargaan kepada pluralisme agama-agama dan spiritualitas antar iman menjadi sangat penting untuk membangun religiositas yang menghargai kehidupan bersama.

Page 1 of 1 | Total Record : 7


Filter by Year

2016 2016


Filter By Issues
All Issue Vol. 8 No. 2 (2023): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 8 No. 1 (2023): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 7 No. 2 (2022): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 7 No. 1 (2022): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 6 No 2 (2021): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 6 No. 1 (2021): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 6 No 1 (2021): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 5 No 2 (2020): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 5 No 1 (2020): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 4 No 2 (2019): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 4 No 1 (2019): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 4 No. 1 (2019): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 3 No 2 (2018): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 3 No. 2 (2018): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 3 No. 1 (2018): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 3 No 1 (2018): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 2 No. 2 (2017): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 2 No. 1 (2017): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 1 No 2 (2016): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 1 No. 2 (2016): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 1 No. 1 (2016): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian More Issue