cover
Contact Name
Yahya Wijaya
Contact Email
gemateologika@staff.ukdw.ac.id
Phone
+62274563929
Journal Mail Official
gemateologika@staff.ukdw.ac.id
Editorial Address
Fakultas Teologi Universitas Kristen Duta Wacana Jl. Dr. Wahidin no 5-25 Yogyakarta 55225
Location
Kota yogyakarta,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
GEMA TEOLOGIKA : Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
ISSN : 25027743     EISSN : 25027751     DOI : https://doi.org/10.21460/gema.2020.52.614
GEMA TEOLOGIKA receives articles and book reviews from various sub disciplines Theology, particularly contextual theology Divinity Studies in the context of socio cultural religious life Religious Studies Philosophy of Religion Received articles will be reviewed through the blind review process. The submitted article must be the writers original work and is not published in another journal or publisher in any language. Writers whose articles are accepted and have account in google scholar profile will be requested to participate as peer reviewers.
Articles 137 Documents
Gereja Lintas Denominasi: Membaca Narasi Kekerasan dalam Yosua 8 Listijabudi, Daniel K; Yudhita, Rena Sesaria
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 5 No 1 (2020): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2020.51.585

Abstract

Abstract The concern of this article is the fact that the Bible, especially the Old Testament, contains accounts of violence. The book of Joshua chapter 8 is one of the best examples. This article uses the method of communitarian reading to interpret that text. The event where the LORD actively commands approves Joshua to do violence to humans and other creatures is an interesting research point. Learning from the academic discourse about violence, this article observes how several congregations read the biblical text which is full of violence through so-called reader responses criticism tabulated based on some spiritual-denominational values or theological premises within a communitarian reading of four churches (Mennonite, Pentecostal-Charismatic, Calvinist, and Catholic) in their clusters. Abstrak Penulisan dalam artikel ini secara kritis didasari oleh kenyataan bahwa teks-teks Alkitab khususnya di dalam Perjanjian Lama, memuat narasinarasi mengenai kekerasan. Salah satu contohnya adalah teks Yosua pasal 8, yang menjadi pusat pembacaan komunitarian dalam penelitian ini. Semakin menarik perhatian untuk diteliti bahwa di dalam teks-teks yang memuat narasi kekerasan tersebut, pihak Tuhan digambarkan merestui bahkan secara aktif memerintahkan umat-Nya (dalam hal ini bangsa Israel) untuk melakukan tindakan kekerasan kepada sesama manusia, maupun ciptaan yang lain. Berdasarkan hal itulah, maka setelah memertimbangkan diskursus kekerasan dari para ahli, penelitian ini mengobservasi bagaimana jemaat-jemaat membaca teksAlkitab yang memuat narasi kekerasan dengan menggunakan metode pembacaan respon pembaca (reader response criticism) yang ditabulasikan berdasarkan nilai-nilai spiritual denominasional dari empat gereja yangmewakili komunitas yang terpilih (Mennonite, Pantekostalit-Kharismatik, Calvinis, dan Katholik) di wilayah Yogyakarta melalui interaksi per cluster secara komunitarian.
Teologi Kem(u)(a)rahan Allah: Sebuah Upaya Mengkonstruksikan Teologi Kemurahan Allah Triasmoroadi, Hardiyan
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 3 No 1 (2018): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2018.31.318

Abstract

Resensi: Sebuah Teologi Perjanjian Lama Posmodernis Emanuel Gerrit Singgih
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 1 No. 1 (2016): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2016.11.217

Abstract

Calvin dan Spiritualitas Kerahiman Stella Yessy Exlentya Pattipeilohy
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 2 No. 2 (2017): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2017.22.287

Abstract

Abstract The keyword commonly used in mysticism and spirituality is "experience". The instilling of God's mercy, in fact, is a spiritual experience accosted by God's love. Such experience is shared in a transformative praxis. The mercy of God is a faith experience that could be made a meeting point in fostering a love-based religious life. In the Protestant tradition, we can find a foothold for the development of spiritual theology on John Calvin's work, i.e. the so-called merciful spirituality. Today's experience of God's mercy is influenced by the contextual concern abaout the image of the Homeless Jesus. The refugees not only "challenge" Christian communities to recognise the Christ within the needy strangers, but also welcome them in love and peace despite religious faith differences. Abstrak Kata kunci yang umum digunakan dalam dunia mistik atau spiritualitas adalah "pengalaman" (experience). Penghayatan akan kerahiman Allah sesungguhnya adalah pengalaman spiritual disapa oleh cinta kasih Allah. Pengalaman ini berlanjut dalam tindakan mencinta dan dibagikan bagi sesama dalam praksis transformatif. Allah yang merahimi menjadi pengalaman iman yang dapat dijadikan titik temu dalam mengembangkan hidup beragama yang dasarnya adalah cinta kasih. Di dalam tradisi Protestan dapat ditemukan pijakan mengembangkan teologi spiritualitas Protestan, yaitu pada spiritualitas John Calvin yang disebut spiritualitas kerahiman. Pengalaman akan kerahiman Allah di masa kini ditantang oleh keprihatinan kontekstual dalam gambaran Homeless Jesus. Pengungsi tidak hanya "menantang" umat Kristiani untuk mengenali Kristus dalam diri orang asing dan membutuhkan, tetapi juga menyambutnya dalam kasih dan damai sekalipun mereka berbeda agama atau keyakinan.
Menertawakan Absurditas Agar Tetap Waras: Humor, Nihilisme, dan Penertawa Anodya Ariawan Soesilo
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 4 No. 1 (2019): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2019.41.396

Abstract

Abstract Laughter is cloaking that has always assumed depth and shallowness. The construction of this article departs from the reading of Nietzsche’s aphoristic description in Guy Science concerning our question marks and the issue of intelligibility. The activity of laughing has personal dimension pointing to inner independence first; to a person who laugh. As long as words are part of the persona (phrosophon: ‘mask’) then the expression of laughter also points to the disguise. In reading Nietzsche, cloaking is not identical with hypocrisy. Humor can be a form of creative resistance even though it contains nihil aspect because itdoes not change any situation other than the possibility of being more tolerable. Nihilism was Nietzsche’s description of his day. The ability to laugh at oneself can be a healthy critique for those who claim to be godly. At least, in the Christian sphere laughter has religious dimension, containing the promise of salvation. In the Middle Ages, there was a tradition of humor and laughter as part of the Easter celebration (Risus Paschalis). Abstrak Tawa merupakan penyelubungan yang selalu mengandaikan kedalaman dan kedangkalan. Konstruksi tulisan ini berangkat dari pembacaan terhadap uraian aforistik Nietzsche dalam Guy Science tentang tanda tanya kita dan soal inteligibilitas. Tawa berdimensi personal menunjuk ke kemandirian sebelah dalam terlebih dulu; menunjuk pada persona yang menertawa (the laughter). Sejauh kata-kata adalah bagian dari persona (phrosophon: ‘topeng’) maka ekspresi tawa ikut menunjuk pada penyamaran itu. Dalam pembacaan Nietzsche, penyelubungan tidaklah identik dengan hipokrisi. Humor dapat menjadi bentuk resistensi kreatif kendati mengandung unsur nihil (nothing) di dalamnya sebab tak mengubah keadaanapa pun selain kemungkinan lebih dapat tertanggungkan. Nihilisme merupakan gambaran Nietzsche terhadap zamannya. Kemampuan menertawakan diri sendiri dapat menjadi kritik menyehatkan bagi kalangan yang mengaku bertuhan. Dalam lingkup kristiani, setidaknya tawa berdimensi religius, mengandung janji keselamatan. Pada Abad Pertengahan, ada tradisi humor dan tawa sebagai bagian perayaan Paska (Risus Paschalis).
Apakah Aku Penjaga Saudaraku?: Mencari Etika Ekologis Kristiani yang Panentheistik dan Berkeadilan Paulus Sugeng Widjaja
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 3 No. 2 (2018): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2018.32.395

Abstract

Abstract The damage caused by humankind to nature is an undebatable fact. This article challenges the discriminative attitude that has allowed humans to place ourselves apart from nature and to claim a higher dignity over nature. The belief that humankind is imago Dei who has the right to dominate nature for the sake of their interests has worsened the situation. Faced by the problems, this article proposes a panentheistic and just Christian ecological ethics. It starts from the belief that the universe is one union coherent with and in Christ, in creation, in its history, and in its continuous transformation toward the fullness of that union with and in Christ. Incarnation is not mainly God’s salvific work to save humans, but God’s ethical act embracing and being embraced by nature. In incarnation God is not only present in the world, but is also united in and for the material world in the form of an embodied human, Jesus Christ. Hence human identity is always a perichoresis within which the existence of humans and the existence of nature mutually permeate each other. Neither is ontologically higher than the other, even though each has different function, because the two are sisters/brothers. In this light, a just relationship between  humankind and nature must be worked out.   Abstrak Kerusakan alam adalah fakta tak terbantahkan. Tulisan ini mengkritisi sikap diskriminatif yang menyebabkan manusia menempatkan dirinya terpisah dari alam dan merasa memiliki derajat lebih tinggi. Pandangan tentang manusia sebagai imago Dei yang dipahami sebagai pemberian hak kepada manusia untuk mendominasi alam demi kepentingan manusia memperparah situasinya. Berhadapan dengan persoalan tersebut maka tulisan ini menawarkan etika ekologis Kristiani yang panentheistik dan berkeadilan. Alam semesta dipahami sebagai satu-kesatuan yang koheren dengan dan di dalam Kristus pada saat penciptaan, dalam perjalanan sejarahnya, dan dalam transformasinya menuju kepenuhan kemanunggalan dengan dan di dalam Kristus. Inkarnasi bukanlah terutama karya penyelamatan Allah atas manusia, melainkan tindakan etis Allah untuk merengkuh dan direngkuh oleh alam. Dalam inkarnasi Allah tidak hanya hadir di dunia, tetapi juga manunggal dengan dan bagi dunia material di dalam diri manusia yang mewujud, Yesus Kristus. Identitas manusia dengan demikian merupakan identitas perichoresisdi mana keberadaan manusia dan keberadaan alam saling merasuki satu ke dalam yang lain. Tidak ada yang derajatnya secara ontologis lebih tinggi dari yang lain, meskipun masing-masing memiliki fungsi yang berbeda, karena keduanya bersaudara. Dalam terang ini, maka relasi yang berkeadilan antara manusia dan alam harus diupayakan.
Aku dalam Kehinaanku!: Menafsir Kehinaan Menurut Julia Kristeva Paulus Eko Kristianto
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 2 No. 1 (2017): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2017.21.281

Abstract

Abstract Abjection normally is understood as the gross taste. However, whether such humiliation is also understood when placed in the frame of philosophy? Julia Kristeva states abjection with regard to aesthetics in art and literature through poetry catharsis. That is through abjection, people are invited to immerse themselves further in selfhood. The key phrase is trying held by the author in this article outlines. The author tries to offer an alternative that has been wrapped Kristeva debasement in the language of the interface between semiotics and symbolism. Abstrak Kehinaan (abjection) biasa dipahami sebagai rasa jorok. Namun, apakah kehinaan juga dipahami demikian bila diletakkan dalam bingkai filsafat? Julia Kristeva menyatakan kehinaan berkaitan dengan estetika hina dalam seni dan sastra melalui katarsis puisi. Artinya, melalui kehinaan, manusia diajak untuk semakin membenamkan diri dalam kediriannya. Ungkapan kunci ini mencoba dipegang penulis dalam menguraikan artikel ini. Penulis mencoba menawarkan alternatif bahwa kehinaan telah dibalut Kristeva dalam bahasa persinggungan antara semiotika dan simbolisme.
Paulus dalam Konflik Antarumat Beragama: Membaca Konflik di Maluku Utara Berdasarkan Sikap Nasionalisme Paulus Nataniel, Demianus
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 4 No 2 (2019): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2019.42.458

Abstract

AbstractThe imagination reflected in this article is what if Paul as a nationalist Jew living in the Roman imperium milieu became part of the North Maluku people in the late twentieth century. What would he likely have done when recognizing that there were signs that the conflict involving Muslims and Christians tended to develop into a religious war? Based on the discourses among scholars in the New Perspectives on Paul, arguing that Paul’sletters were part of his rhethoric againts his opponents including Roman imperialism, this article shows that as an educated leader, he was trying hard to prevent a religious war form occuring. Such an imagining is helpful for reflecting on the context of post-conflict North Maluku, where, as Christopher Duncan assumes, there has never been a truly reconciliation. AbstrakArtikel ini membayangkan bagaimana seandainya Paulus sebagai seorang nasionalis Yahudi yang hidup di masa kekaisaran Romawi menjadi bagian dari masyarakat di Maluku Utara pada akhir abad kedua puluh. Apa yang mungkin akan dia lakukan ketika menyadari adanya tanda-tanda akan terjadi perang agama antara umat Islam dan Kristen? Dengan memanfaatkan pandangan para pakar the New Perspectives on Paul, khususnya yang memahami bahwa surat-surat Paulus merupakan bagian dari retorikanya dalam menghadapi lawan-lawannya, termasuk imperialisme Romawi, tulisan ini ingin menunjukkan bahwa sebagai seorang pemimpin yang terpelajar, Paulus tampaknya akan berusaha melakukan langkah-langkah persuasif untuk menghindari terjadinya perang agama. Pembayangan semacam ini bermanfaat dalam rangka merefleksikan konteks Maluku Utara pascakonflik, di mana, menurut Christoper Duncan, belum pernah ada rekonsiliasi yang sesungguhnya.
Langit dan Bumi yang Baru: Eskatologi berdasarkan Teologi Biblika tentang Tempat Kediaman Allah Yohanes, Hendra
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 5 No 2 (2020): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2020.52.496

Abstract

Abstract Popular Christian eschatology tends to nullify the earth from the biblical image of the new heaven and earth. On the contrary, the biblical eschatology shows that the new heaven and earth will be the dwelling place of God who will ultimately be with the redeemed people. Using the method of intertextual exegesis, this study constructs a biblical eschatology in terms of the theme of the dwelling place of God that frames the biblical portraits of Eden in the first creation and the New Jerusalem in the new heaven and earth. Sinful humankind has been expelled from Eden, the first sanctuary, yet the New Jerusalem will be the holy dwelling place of God, where God’s people enjoying eternal life. The new heaven and new earth is the telos of God’s salvation plan where no sin defiles the cosmic temple anymore. The biblical eschatological hope promises God’s people about living as the royal priests on the earth that God will renew at the eschaton. Abstrak Eskatologi Kristen populer cenderung mengecualikan bumi dari gambaran alkitabiah langit dan bumi yang baru. Sebaliknya, eskatologi biblika menunjukkan bahwa langit dan bumi yang baru merupakan tempat kediaman Allah yang akhirnya akan bersama dengan umat tebusan-Nya. Penulis menggunakan metode eksegesis intertekstual untuk mengonstruksi eskatologi biblika berdasarkan tema tempat kediaman Allah yang membingkai gambaran-gambaran Alkitab, yakni Eden di dunia ciptaan yang pertama dan Yerusalem Baru di langit dan bumi yang baru. Manusia yang berdosa telah diusir dari Eden, tempat kudus yang pertama. Namun Yerusalem Baru merupakan tempat kediaman Allah yang kudus, di mana umat Allah akan menikmati kehidupan kekal. Langit dan bumi yang baru merupakan tujuan rencana keselamatan Allah, di mana tiada lagi dosa yang menajiskan bait semesta. Pengharapan eskatologis yang alkitabiah menjanjikan kehidupan umat Tuhan sebagai imamat rajawi di bumi yang akan dibarui oleh Allah pada eschaton.
Resensi: Korban dan PendamaianStudi Lintas Ilmu, Lintas Budaya, dan Lintas Agama Mengenai Upaya Manusia Menghadapi Tantangan Terhadap Kehidupan di Luar Kendalinya Listijabudi, Daniel K
GEMA TEOLOGIKA: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 3 No 1 (2018): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian
Publisher : Faculty of Theology Duta Wacana Christian University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21460/gema.2018.31.383

Abstract

Page 5 of 14 | Total Record : 137


Filter by Year

2016 2023


Filter By Issues
All Issue Vol. 8 No. 2 (2023): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 8 No. 1 (2023): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 7 No. 2 (2022): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 7 No. 1 (2022): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 6 No 2 (2021): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 6 No 1 (2021): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 6 No. 1 (2021): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 5 No 2 (2020): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 5 No 1 (2020): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 4 No 2 (2019): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 4 No 1 (2019): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 4 No. 1 (2019): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 3 No. 2 (2018): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 3 No 2 (2018): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 3 No. 1 (2018): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 3 No 1 (2018): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 2 No. 2 (2017): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 2 No. 1 (2017): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 1 No. 2 (2016): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol 1 No 2 (2016): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian Vol. 1 No. 1 (2016): Gema Teologika: Jurnal Teologi Kontekstual dan Filsafat Keilahian More Issue