cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
Religi�: Jurnal Studi Agama-agama
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Arjuna Subject : -
Articles 6 Documents
Search results for , issue " Vol 3 No 2 (2013): September" : 6 Documents clear
The Light History of Protestantism and the Emerging of Nationalism and Protestantism in South Korea Hakam, Saiful
Religió: Jurnal Studi Agama-agama Vol 3 No 2 (2013): September
Publisher : Program Studi Studi Agama-Agama, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (284.531 KB)

Abstract

Artikel ini mengulas kebangkitan Kristen Protestan di Korea untuk mengukur sejauh mana hubungan antara agama dan nasionalisme di Korea, serta mencoba untuk mengkaji hubungan kuat antara agama dan nasionalismnasionalisme. Untuk mengulas hal tersebut, artikel ini memfokuskan diri pada telaah historis masa pendudukan Jepang, yakni pada rentang waktu antara tahun 1910 hingga 1945. ArikelArtikel ini berusaha untuk menjawab pertanyaan sederhana: mengapa Kristen Protestan berhasil menjadi agama yang kuat dan penting di Korea? Jawaban atas pertanyaan tersebut juga akan mengantarkan kita untuk bisa memahami nasionalisme Korea. Dengan kata lain, jelas bahwa perkembangan Protestan di Korea adalah sangat terkait dengan ketidakpuasan yang mendalam dan keputusasaan yang dirasakan oleh orang-orang Korea diakibatkan oleh masa pendudukan Jepang. Selain dikarenakan faktor nasionalisme, berkembangnya agama Protestan di Korea juga sangat terkait dengan pendidikan. Para misionaris bertindak cepat untuk melibatkan diri dalam pendidikan. Hal tersebut dikarenakan mereka memahami tentang semangat Korea dalam hal pendidikan dan juga keterbukaan mereka terhadap ide-ide Barat. Selain itu, artikel ini juga mengkaji mengenai dampak dari adanya para missionarismisionaris untuk menyebarkan agama protestanProtestan. Salah satunya adalah dalam hal ekonomi. Beberapa orang di Korea menegaskan bahwa konversi ke Protestan menyebabkan peningkatan ekonomi. Mereka percaya bahwa peningkatan ini disebabkan penolakan mereka terhadap kebiasaan merokok dan minum, judi, serta hal yang berbau kemewahan
Dinamis-Rasionalis dalam Pemikiran Thaha Husain pada Problematika Peradaban Islam dan Barat Wasid, Wasid
Religió: Jurnal Studi Agama-agama Vol 3 No 2 (2013): September
Publisher : Program Studi Studi Agama-Agama, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (315.609 KB)

Abstract

The inter-civilization dialogue is necessary: unavoidable. There is no civilization can improve its self without an interaction with other civilization. This phenomenon brings Thaha Husain to review how the civilization of Egypt could be “out of date” compared with the Western civilization. He assumes that it was because of traditional thinking of Muslims. In his opinion, Muslims believe that Islamic tradition is the perfect one: no need to learn from other tradition. Husain talks that to realize this decline is better than to feel perfect (apology). According to Husain, Muslims should learn from history, learn from Western civilization—which is more advanced. In this context, academic fairness is very important for Muslim intellectual to create an academic tradition. Husain supposes that imitating the tradition of the West doesn’t mean imitating its religion. Humanity is the key. From Thaha Husain’s thinking, there are two lessons that can be contemplated. First, life in the tradition is a necessity as life in modern culture. Therefore, there is no tradition which does not accept change and debate in line with the dynamics of humanity. Second, rational approach, scientific and historical criticism is of capital importance to catch up with Western civilization
The Re-Production of Discourse, the Exercise of Power, and the Creation of Piety in the Issue of HIV/AIDS and Islam in Indonesia Madyan, Ahmad Shams
Religió: Jurnal Studi Agama-agama Vol 3 No 2 (2013): September
Publisher : Program Studi Studi Agama-Agama, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (519.401 KB)

Abstract

AIDS dipahami oleh mayoritas orang Islam Indonesia sebagai sebuah bentuk balasan tuhan, aib keluarga, hukuman homoseksual atau laknat tuhan. Pada kenyataannya, melalui fatwâ dan khotbah terkait AIDS, Muslim yang terjangkit penyakit HIV &AIDS diasingkan dari wilayah kesalehan Islam dengan ditempatkan dalam kategori berbeda melalui kekuasaan agama. Makalah ini hendak menawarkan pendekatan analisis-evaluatif dalam melihat respons (ajaran) Islam terhadap orang-orang Muslim yang positif terkena HIV di Indonesia. Artikel ini juga akan melihat landasan logis dari lahirnya kategorisasi dan identifikasi kelas-kelas sosial yang kemudian dikenal dengan nama MLWHA (Muslims Living with HIV and AIDS). Makalah ini juga berusaha mengurai kategori-kategori MLWHA yang sebenarnya dikonstruksi oleh “pemegang otoritas” yang mewakili umat Muslim Indonesia, yakni MUI (Majelis Ulama Indonesia). Lembaga ini mengeluarkan fatwâ terkait dengan HIV dan AIDS pada tahun 1995, yang kemudian dikenal sebagai Tadzkirah Bandung. Melalui fatwâ tersebut MUI mengklasifikasi Muslim Indonesia ke dalam tiga kategori: (1) Mereka yang terkena HIV dan AIDS, (2) mereka yang berisiko terkena HIV, dan (3) umat Muslim secara umum. Artikel ini bermaksud menjelaskan relasi kekuasaan yang melatari lahirnya kategori sosial tersebut. Ini untuk memahami dampak individu dan sosialdari munculnya klasifikasi di atas. 
The Quandary of the Saffron’s Involvement in Politics in Burma Yulianti, Yulianti
Religió: Jurnal Studi Agama-agama Vol 3 No 2 (2013): September
Publisher : Program Studi Studi Agama-Agama, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (330.871 KB)

Abstract

Artikel ini tidak bermaksud untuk tidak mengindahkan instruksi dari pemerintah agar tidak melibatkan diri dalam aksi protes, pada bulan Agustus 2008, para biksu di Arakan ikut dalam sebuah aksi protes terhadap pemerintah atas dasar kondisi perekonomian yang terus terpuruk di Burma. Aksi tersebut, pada akhirnya berujung pada sebuah bentrokan di Pakokku yang melibatkan antara pihak kepolisian dengan para demonstran. Dari insiden tersebut, dikabarkan bahwa Satu bikku terbunuh dan tiga lainnya terluka. Insiden tersebut bukannya membuat para bikku untuk mundur dalam aksinya, sebaliknya, peristiwa tersebut malah menyulut lebih besar keberanian dari para bikku untuk melakukan aksi demonstrasi. Dalam hal ini, sejarah mencatat bahwa pada dasarnya bikku memainkan peran yang sangat penting dalam kehidupan sosial masyarakat Burma, termasuk juga dalam ruang lingkup politik. Realitas seperti ini tak pelak memunculkan beragam kontroversi di kalangan umat Buddha. Masyarakat mulai bertanya-tanya, apakah aktivitas politik memiliki justifikasi dalam ajaran Buddha?, dan Bukankah dalam tradisi lama Buddha komunitas Biksu justru “diasingkan” dari arena politik?. Dari pertanyaan kontroversial tersebut, tulisan ini ingin melihat bagaimana para Biksu mulai menjadi sensitif dengan isu-isu sosial, termasuk soal-soal politik. Selain itu, tulisan ini juga berusaha untuk menelisik lebih jauh lagi pengaruh agama Buddha dalam gerakan mereka.
Struktur Nalar Arab-Islam menurut ‘Âbid Al-Jâbirî Faishol, M.
Religió: Jurnal Studi Agama-agama Vol 3 No 2 (2013): September
Publisher : Program Studi Studi Agama-Agama, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (439.037 KB)

Abstract

The project of ‘Âbid Al-Jâbirî’s thoughts has become epistemological critic to traditional frame of Islam-Arab knowledge through analyzing socio-political background on the logic of Arab formulation. According to Al-Jâbirî, the logic of Arabic thought could be devised into three methods: bayâni, ‘irfâni and burhâni. Therefore, the structure of Islam-Arab culture has occurred based on: (1) authoritative texts—because the logic of Arab is exceedingly based on religious texts, (2) authoritative salaf, that is, focused on ‘ulama’s considerations, and (3) authoritative permissivism along with anti-causality (sult}ah at-tajwîz al-lâsababiyyah). Hence, Arabic culture becomes unproductive, poor of concept and theory. As a solution, Al-Jâbirî invites to contextualize the spirit of critic such as rational-empiricism of Ibn H{azm and al-Shât}ibî on fiqh, Ibn Rushd on philosophy, Ibn Khaldûn on sociology, etc. This article will probe specifically about ‘Âbid Al-Jâbirî’s reform thought. Al-Jâbirî’s thinking distinctiveness lies in the epistemological critique conducted on the science that develops in the Arab-Islamic civilization. The epistemological critique becomes a realm of science that not much attention, especially by Muslim thinkers. Al-Jâbirî’s epistemological critique offers to the Muslim world an attempt to reconstruct the building of reason-epistemic knowledge to keep pace and change its Islamic world towards the progress of civilization.
Agama di Tengah Jaring-jaring Dunia Modern Hamdi, Ahmad Zainul
Religió: Jurnal Studi Agama-agama Vol 3 No 2 (2013): September
Publisher : Program Studi Studi Agama-Agama, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (342.775 KB)

Abstract

Modernism believes that reason will eventually push over religion. Knowledge is considered capable to answer various mysteries that have enforced human to rely on religion. Modernism then is marked by the world that is more unified for the exchanging information stream and economical material. The transnational company and information technology play a pivotal role in shaping into global village. In this circumstance, religion deals with such unbelievable challenge. Religion which claims as the savior of human life is finally replaced by media. But, since 70s decade, a kind of new religious movement tries to challenge this modernization flow. This is what so called religious fundamentalism. This movement leans everything on the holy scripture as the only truth; therefore, it has exclusive and militant character. If modernism is suspected as the one that has thought out any kind of human crisis, then, does religion provide the solution? Although religion is expected to answer all crisis of modernity, its irrationality and exclusivism do not fit with modernism. Religion that is needed by modern society is religion that could be heard by modern ear and in the same time could affirm the affection to human being. Rationalism without love will drag people in a tragic humanism.

Page 1 of 1 | Total Record : 6