cover
Contact Name
Ikhsan Fatah Yasin
Contact Email
jurnalaldaulah@gmail.com.
Phone
-
Journal Mail Official
jurnalaldaulah@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
Al-Daulah : Jurnal Hukum dan Perundangan Islam
ISSN : 20890109     EISSN : 25030922     DOI : -
Core Subject : Social,
al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam (p-ISSN: 2089-0109 dan e-ISSN: 2503-0922) diterbitkan oleh Prodi Siyasah Jinayah (Hukum Tata Negara dan Hukum Pidana Islam) Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya pada bulan April 2011. Jurnal ini terbit setiap bulan April dan Oktober, dengan memuat kajian-kajian tentang tema hukum dan Perundangan Islam. Jurnal ini terakreditasi pada 1 Desember 2015 sesuai Keputusan Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor: 2/E/KPT/2015.
Arjuna Subject : -
Articles 10 Documents
Search results for , issue "Vol. 5 No. 2 (2015): Oktober 2015" : 10 Documents clear
Hak Anggota Serikat Pekerja Perspektif Hak Asasi Manusia Bahder Johan Nasution
Al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam Vol. 5 No. 2 (2015): Oktober 2015
Publisher : Prodi Siyasah (Hukum Tata Negara) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (607.626 KB) | DOI: 10.15642/ad.2015.5.2.286-311

Abstract

Abstract: The concept of rights and freedom as well as their guarantee cannot be separated from a system of value and principle that inspires them. In a democratic society, right and freedom are inherent in human, a guarantee of both, and their law enforcement, cannot be separated. The rights include rights to form a union and association. For workers this rights and freedom are implemented in the form of a labor union that serves as a means to make a political bargain with employers. The union is also important instrument for workers in fighting for their normative rights. Keywords: Trade union right, freedom of association. Abstrak: Konsep mengenai hak dan kebebasan maupun mengenai jaminannya tidak dapat dipisahkan dari sistem nilai dan asas yang mengilhaminya. Dalam suatu masyarakat demokratis, hak dan kebebasan yang melekat pada manusia, jaminan terhadap hak dan kebebasan itu, serta penegakannya secara hukum membentuk suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Bagi pekerja hak dan kebebasan ini diimplementasikan dalam bentuk serikat pekerja yang berfungsi sebagai sarana untuk melakukan tawar menawar dengan pengusaha dan sebagai instrument dalam memperjuangkan hak-hak normatifnya. Kata Kunci: Hak serikat pekerja, kebebasan berserikat
Efektivitas Pelaksanaan Perda Pengelolaan Zakat di Kota Mojokerto dan Kabupaten Sidoarjo Mhd. Abduh Saf
Al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam Vol. 5 No. 2 (2015): Oktober 2015
Publisher : Prodi Siyasah (Hukum Tata Negara) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (761.661 KB) | DOI: 10.15642/ad.2015.5.2.312-332

Abstract

Abstract: Currently, local regulations on zakat (Islamic obligatory charity) management has been set up in many regions in Indonesia. InMojokerto and Sidoarjo regency, such local regulations are expected to be effective for improving the welfare of the society.This local zakat management that has the role to collect and distribute zakat is called BAZ (BadanAmil Zakat). It seems that the zakat management in Mojokerto and Sidoarjo is more effective under the present of such a local regulation. It can be seen from the increase number of the charity payers, the increase of BAZ’s charity programs, and the operation costs charged to APBD (Regional Government Budget).If it is analyzed by the effectiveness legal theory, it can be concluded that the observance of a rule of law (the perda or local regulation on the charity management) in Mojokerto and Sidoarjo regency is a kind of the internalizational obedience. It is because such observance of a rule of law is in accordance with the intrinsic values adopted. In addition, such local regulations are obeyed because giving charity is one of the fundamental Islamic teachings. The values embodied in charity in Islam have a very clear purpose, benefit, and punishment in the world and in the hereafter. These Islamic values contribute dearly to the success of the application of this local regulation on the charity management. Keywords: Charity management, local regulation, effectiveness, and BAZ.  Abstrak: Saat ini zakat telah diatur dalam bentuk suatu Peraturan Daerah seperti Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Zakat di Kota Mojokerto dan Kabupaten Sidoarjo. Dengan adanya Perda tersebut, diharapkan efektif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya di Kota Mojokerto dan Kabupaten Sidoarjo. Perkembangan pengelolaan zakat pada BAZ di Kota Mojokerto dan Kabupaten Sidoarjo dengan adanya Perda tentang pengelolaan zakat menjadi lebih efektif. Hal itu bisa dilihat dari bertambahnya jumlah mudhakki, peningkatan perolehan dana zakat serta biaya operasional BAZ yang dibebankan kepada APBD. Apabila dianalisis dengan teori efektivitas hukum, maka bisa diambil kesimpulan bahwa ketaatan terhadap suatu aturan hukum (dalam hal ini adalah Perda tentang Pengelolaan zakat) di Kota Mojokerto dan Kabupaten Sidoarjo bersifat ketaatan internalization, yakni suatu peraturan ditaati karena merasa aturan itu sesuai dengan nilai-nilai intrinsik yang dianut. Perda tentang pengelolaan zakat ditaati karena menunaikan zakat merupakan ajaran Islam. Nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam mengenai zakat sangat jelas baik tujuan, manfaat serta sanksi baik di dunia maupun di akhirat. Nilai-nilai inilah yang menjadi dasar dalam menaati Perda tentang Pengelolaan Zakat yang sesuai dengan ajaran Islam.
Relasi Agama dan Negara Perspektif KH. A. Wahid Hasyim dan Relevansinya dengan Kondisi Sekarang Rijal Mumazziq Zionis
Al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam Vol. 5 No. 2 (2015): Oktober 2015
Publisher : Prodi Siyasah (Hukum Tata Negara) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (800.037 KB) | DOI: 10.15642/ad.2015.5.2.333-359

Abstract

Abstract: KH. A. Wahid Hasyim is a progressive and a dynamic Muslim thinker. As a Muslim scholar, he was consistent in his Islamic thought. At the same time, as a statesman, he put the unity of the nation above anything else. The struggle that is worth to be noted here is that although he offered Islam as the state principle by supporting the inclusion of the seven clauses of the Jakarta Charter, but he was willing to remove the seven clauses for the sake of securing unity and integrity of the nation. In Islamic political theory, he is classified as a substantive thinker who supported the symbiotic relationship between religion and state. Up to now, his thought remains relevant to be implemented in the context of the relationship between religion, nation, and state. It is not enough to justly read and examine KH.A. Wahid Hasyim’s thought, the most important thing is how to apply his idea in Islamic and Indonesia context. He advocated moderation (tawazun), tolerance (tasamuh), middle way (tawassuth), and fairness (i’tidal). These values should always be adopted since they are the inclusive and accommodative principles for the life of the nation. Thus, those principles are still relevant for present Indonesia. Keywords: KH. Wahid Hasyim, religion and state relationship, current condition  Abstrak: KH. A. Wahid Hasyim merupakan pemikir progresif dan dinamis. Sebagai agamawan, ia konsisten dalam pemikiran keislaman. Sebagai negarawan, ia mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa. Pengorbanan yang layak dicatat adalah meskipun ia memperjuangkan Islam sebagai dasar negara dengan mendukung pencantuman tujuh anak kalimat dalam Piagam Jakarta, namun ia rela menghapus tujuh kata itu, demi mengutamakan persatuan dan keutuhan bangsa. Dalam khazanah keilmuan politik Islam, ia tergolong pemikir substansialis yang mendukung relasi agama dan negara dalam corak relasi simbiotik. Hingga kini, pemikiran puluhan tahun lalu itu tetap relevan diimplementasikan dalam konteks beragama, berbangsa dan bernegara. Tak cukup hanya membaca dan mengkaji pemikiran KH.A. Wahid Hasyim, yang lebih penting adalah mengaplikasikan gagasan-gagasan KH.A.Wahid Hasyim dalam konteks keislaman dan keindonesiaan. Sikap dan pandangan moderat (tawazun), toleran (tasamuh), mengambil jalan tengah (tawassuth), dan bersikap adil (i’tidal), yang dianut merupakan pilihan tepat yang inklusif dan akomodatif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan demikian, sikap dan pendangannya masih relevan untuk diimplementasikan dalam kondisi sekarang. Pribadi, jejak langkah dan perjuangan KH.A. Wahid Hasyim, sebagai tokoh besar, layak untuk diteladani.
Pemikiran Politik Islam Ahmad Hassan Perspektif Politik Islam Indonesia Muh. Rifa’i
Al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam Vol. 5 No. 2 (2015): Oktober 2015
Publisher : Prodi Siyasah (Hukum Tata Negara) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (683.118 KB) | DOI: 10.15642/ad.2015.5.2.360-387

Abstract

Abstract: This article analyzesthe Islamic political thought of Ahmad Hasan within the political perspective of Indonesia Islam. According to Hassan’s point of view, Islam is a complete religion which regulates all aspects of human life ranging from spiritual to politics. For the sake of establishing an Islamic state in accordance with the will of God, Muslims should carry out all of the Islamic teachings in every situation of life. Laws and regulations in accordance with al-Qur’an should be implemented. Islam, for him, is another option of a national ideology that considers no place for religion. He wants Islam to regulate all aspects of human life, based on the belief that Islam is the absolute truth. Islam is seen as something of the highest and widest beyond national boundaries and lines. Thus, Hassan is considered a fundamentalist thinker. In the struggle for the enforcement of Islamic Shari’ah, he wants to transform the Islamic community to its original root. He firmly believed that Muslims in Indonesia are infected by spiritual disease which ought to be cured with a radical revolutionary way. Thus, he suggested, that at personal level, a Muslim should apply the Islamic law in every place and every time. Keywords: Ahmad Hassan’s thought, concept of political Islam, Islamic political development in Indonesia  Abstrak: Artikel ini mempresentasikan tentang pemikiran politik Islam menurut Ahmad Hasan dalam perspektif politik Islam Indonesia. Dalam pandangan Ahmad Hassan, Islam adalah agama yang lengkap yang mengatur sendi-sendi kehidupan manusia mulai dari karohanian sampai masalah politik kenegaraan. Demi mewujudkan suatu negara Islam yang sesuai dengan yang dikehendaki Tuhan, maka kaum muslimin harus melaksanakan seluruh ajaran agama Islam di setiap sendi kehidupan. Undang-undang dan peraturan-peraturan yang sesuai dengan al-Qur’an harus dilaksanakan. Pemerintahan Islam baginya adalah pilihan lain dari faham kebangsaan yang dianggapnya sebagai tidak memberikan tempat bagi agama. Ia menginginkan Islam memasuki seluruh aspek kehidupan manusia, sesuai dengan keyakinan bahwa kebenaran ajaran Islam adalah mutlak. Islam dipandang sebagai sesuatu yang tertinggi dan terluas menerjang batas-batas kebangsaan dan ketanah-airan. Ahmad Hassan adalah seorang pemikir yang fundamentalis, dalam memperjuangkan tegaknya syari'at Islam, Ahmad Hassan ingin mengubah masyarakat Islam sampai ke akar-akarnya, dan ingin menghancurkan penyakit umat Islam dengan cara yang radikal secara revolusioner, secara jelas, tanpa samar-samar dan penuh kepastian. Suka atau tidak suka, menurut Ahmad Hassan, seorang muslim harus menggunakan hukum Islam di setiap tempat dan setiap hal.
Pandangan Greg Barton tentang Islam Liberal dan Eksistensi Politik Islam di Indonesia M. Syafi’i
Al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam Vol. 5 No. 2 (2015): Oktober 2015
Publisher : Prodi Siyasah (Hukum Tata Negara) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (791.319 KB) | DOI: 10.15642/ad.2015.5.2.388-432

Abstract

Abstract: The Greg Barton’s point of view on liberal Islam and Islamic political existence in Indonesia departs from the result of his study on liberal Muslim thinkers in Indonesia, including NurcholishMadjid and Abdurrahman Wahid. Their thoughts are classified as a liberal. Madjid, in most of his methodologies, uses a double movement, while Wahid uses a socio-cultural approach. In addition, MadjidCakNuris also known by his secularization project, while Wahidis famous by his pluralism project. Greg Barton arrived at this conclusion after reading Madjid and Wahid’s opinions in books and articles. In relation to the existence of the political Islam in Indonesia, Greg Barton views that the collapse of the Islamist party of Masjumiwaspartly contributed by Madjid’sliberal thought in understanding Islam. On the other hands, the appearance of religious pluralism in society, which is also a part of a liberal Islamic thought, wasexpedited by Wahid when he was a president of Indonesia. Keywords: Islam liberal, Islamic political existence, Greg Barton  Abstrak: Pandangan Greg Barton mengenai Islam liberal dan eksistensi politik Islam di Indonesia berangkat dari hasil penelitiannya terhadap tokoh-tokoh Islam liberal yang ada di Indonesia, di antaranya Nurcholis Madjid dan Abdurrahman Wahid. Kedua tokoh tersebut merupakan sample tokoh Islam liberal yang concern dan konsisten dalam pemikirannya terhadap Islam. Pemikiran kedua tokoh tersebut berada pada jalur liberal. Cak Nur menggunakan metode Double Movement dalam kerangka berpikirnya, sedangkan Gus Dur menggunakan pendekatan sosio kultural. Cak Nur dikenal dengan sekularisasinya, sedangkan Gus Dur dikenal dengan pluralismenya. Pemikiran keduanya oleh Greg Barton digambarkan dengan beberapa karya tulis yang menggambarkan sisi sekularnya bagi Cak Nur, dan sisi pluralnya bagi Gus Dur. Dalam kaitannya terhadap eksistensi politik Islam di Indonesia, Greg Barton memandang bahwa runtuhnya Masyumi era Cak Nur, merupakan dampak dari pemikiran liberal Cak Nur dalam memahami Islam. Selain itu muncul nilai pluralitas yang tinggi di masyarakat, yang juga merupakan bagian dari pemikiran Islam liberal. Hal ini dilakukan oleh Gus Dur pada masa ia menduduki pucuk pimpinan negara dan berlangsung lama meskipun ketika Gus Dur lengser.
Kepemimpinan Perempuan Menurut Masdar Farid Mas'udi dan Kiai Husen Muhammad Ach. Tirmidzi
Al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam Vol. 5 No. 2 (2015): Oktober 2015
Publisher : Prodi Siyasah (Hukum Tata Negara) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (998.469 KB) | DOI: 10.15642/ad.2015.5.2.433-471

Abstract

Abstrak: Penelitian ini mengkaji pemikiran Masdar Farid Mas’udi dan Kiai Husen Muhammad tentang kepemimpinan perempuan. Kepemimpinan perempuan menurut Masdar Farid Mas’udi dan Kiai Husen Muhammad, tidak bertentangan dalam Islam. Karena menurut Masdar dan Kiai Husen Muhammad, tidak hanya kaum laki-laki yang berhak menjadi pemimpin, perempuanpun juga berhak sebagaimana peran laki-laki. Masdar Farid Mas’udi dan Kiai Husen Muhammad adalah tokoh pembela perempuan yang konsisten dalam memperjuangkan dan membela hak-hak perempuan. Sehingga ia termasuk salah-satu kiai yang membolehkan perempuan jadi pemimpin sebagaimana yang dilakukan oleh kaum laki-laki. Karena menurut Masdar dan Kiai Husen Muhammad dibolehkannya bukan terletak pada jenis kelamin, melainkan karena potensi kemampuannya. Jadi menurut keduanya tidak ada larangan dan batasan bagi perempuan menjadi pemimpin. Pandangan dan gagasan Masdar dan Kiai Husen tentang kepemimimpinan perempuan terletak pada kontekstualisasi teks (kritik teks). Bedanya kalau Masdar menafsirkan teks tidak terlepas dengan konsep fikihnya, sedangkan Kiai Husen menafsirkan teks tidak terlepas dari sejarah dan fiqihnya.
Metode Pembuktian Terbalik pada Tindak Pidana Korupsi Wawan Prasetyo
Al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam Vol. 5 No. 2 (2015): Oktober 2015
Publisher : Prodi Siyasah (Hukum Tata Negara) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (874.562 KB) | DOI: 10.15642/ad.2015.5.2.472-520

Abstract

Abstract: This study is analyzes the Reversed Evidence Method in Restoring the State Financial Loss Caused by Corruption that are introduced in anti-corruption law in Indonesia. The research shows that the reversed method, as referred to article 12 B, 37, 37 A and 38 B of Undang-Undang No. 31 Year 1999 JunctoUndang-Undang No. 20 Year 2001, is a new methodologicalsystem on Criminal Law Procedure and Islamic Criminal Law Procedure in Indonesia. Through this kind of evidence method, the public prosecutor will use the result of the verification which had been carried out in reverse by the defendant as novum. If the defendant successfully proves his possession is not from corruption, there is no reason for the prosecutor to demand that the property is seized for the state. Conversely, if the defendant unsuccessfully proves, then it can be used as a novum to demand that the property is seized for the state. So, if the public prosecutor uses this method in uncovering the crime of corruption, it might be a very effective method in term of restoring the state’s financial loss. Keywords: Reversed evidence, corruption, Islamic criminal procedure  Abstrak: Penelitian ini merupakan hasil penelitian metode pembuktian terbalik dalam mengembalikan kerugian keuangan negara pada tindak pidana korupsi menurut UU No. 31 Tahun 1999 juncto UU No. 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi perspektif hukum acara pidana Islam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode pembuktian terbalik sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 B, 37, 37 A dan 38 B UU No. 31 tahun 1999 jo UU No. 20 tahun 2001, merupakan metode baru dalam sistem pembuktian pada Hukum Acara Pidaba Indonesia dan Hukum Acara Pidana Islam. Melalui metode pembuktian semacam ini, jaksa penuntut umum akan menggunakan hasil dari pembuktian secara terbalik yang dilakukan oleh terdakwa sebagai novum. Apabila terdakwa berhasil membuktian harta bendanya bukan berasal dari perbuatan korupsi maka tidak ada alasan bagi jaksa untuk menuntut bahwa harta benda tersebut dirampas untuk negara. Sebaliknya apabila terdakwa tidak berhasil membuktikan, maka hal tersebut dapat dijadikan novum untuk menuntut agar harta tersebut dirampas untuk negara. Apabila metode ini diterapkan oleh penuntut umum dalam mengungkap kejahatan korupsi, adalah metode yang sangat efektif dalam kaitannya mengembalikan kerugian keuangan negara yang timbul dari kejahatan korupsi.
Mekanisme Pelaksanaan Stembusaccord Pada Pemilihan Umum Legislatif Libasut Taqwa
Al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam Vol. 5 No. 2 (2015): Oktober 2015
Publisher : Prodi Siyasah (Hukum Tata Negara) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (883.963 KB) | DOI: 10.15642/ad.2015.5.2.521-560

Abstract

Abstrak: Penelitian ini membahas tentang mekanisme pelaksanaan stembusaccord pada pemilu legislatif tahun 1999 menurut Undang-Undang Nomor 3 tahun 1999, dan pelaksanaan stembusaccord pada pemilu legislatif 1999 menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 dalam perspektif fiqh siyasah. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa penggabungan sisa hasil pemilu atau stembusaccord yang dilakukan oleh partai Islam dalam pemilu legislatif pada tahun 1999 merupakan salah satu cara untuk menambah jumlah konversi kursi dari hasil sisa suara konstituen. Ketentuan ini oleh delapan partai Islam dilaksanakan seminggu sebelum pemilu dalam bentuk sebuah kesepakatan, walaupun pada akhirnya ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1999 tersebut direduksi oleh pertentangan antar partai politik pada tataran implementasi di parlemen. Dalam pandangan yang lebih luas, sistem stembusaccord ini memiliki efek positif yang menguntungkan bagi konstituen secara umum dan lebih mendekatkan kepada tujuan syari’at yaitu mewujudkan hifz al-ummah, dalam kategori hifz al-nafs yaitu hurriyah al-syakhsiyyah berupa hurriyah al-ra’y dan al-musyawah, yaitu persamaan hak di muka hukum dan pemerintahan.
Sabab Al-Nuzul dan Asas Berlaku Surut dalam Hukum Pidana Makinuddin Makinuddin
Al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam Vol. 5 No. 2 (2015): Oktober 2015
Publisher : Prodi Siyasah (Hukum Tata Negara) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (782.875 KB) | DOI: 10.15642/ad.2015.5.2.561-587

Abstract

Abstract: Al-Qur’an is revealed by Allah as a guidance for mankind. Most of its verses were revealed without circumstantial events on which the verses were revealed. Meanwhile, there are also some of its verses which were revealed to answer or respond particular events or questions that can be easily understood from their historicity especially those which related to Islamic law. This particular events or questions are called sabab al-nuzul (context of revelation) in the study of Qurán. This research shows that there are many advantages of the context of the revelation associated with the legal verses. The wisdom and secret of the verses become the basis of the law promulgation to reach a public interest. As for the impact of the context of the revelation is that the derived law will be enforced since the legal event happened, and not since it was revealed. This rule is based on the principle of “the derivation of Islamic constitution is understood from the particular context of the revelation and not based on the general meaning of the word”, particularlyassociated with the criminal act which violatespublic or general interest. Thus, it is clear that the principle of legality is not always enforced in the Islamic criminal law. Under a certain condition, it may be applied retroactively if the criminal actdisturbs public interest. So that, this research will focus on the legal consequences of verses of al-Qur’an which have the historical background and those which do not. Keywords: Reason of the revelation, certain historical background, retroactive, and muharabah  Abstrak: Al-Qur’an diturunkan ada yang tidak melalui sebab dan ini lebih banyak daripada yang melalui sebab dan ia merupakan wahyu yang menjadi petunjuk Allah bagi umat manusia (hudan li al-nas). Sementara itu, ada juga yang melalui sabab al-nuzul, karena adanya fatrat min al-rasul (kekosongan umat manusia dari keberadaan Nabi dan Rasul) dan mengandung beberapa hikmah yang dalam, terutama terkait dengan pemahaman ayat-ayat hukum dalam al-Qur’an. Melalui tulisan ini, ditemukan bahwa banyak manfaat sabab al-nuzul terkait dengan ayat hukum, di antaranya dapat diketahui hikmah dan rahasia diundangkannya suatu hukum dan perhatian shara’ terhadap kepentingan umum. Dampak sabab al-nuzul dengan penerapan asas berlaku surut (athar raj’i), yaitu hukum yang diturunkan akan diberlakukan sejak peristiwa hukum (tindak pidana) itu terjadi, bukan sejak al-Qur’an diturunkan, menurut kaidah sabab al-nuzul, al-‘ibrah bi khusus al-sabab, bukan al-‘ibrah bi ‘umum al-lafz, terkait dengan tindak pidana yang mengganggu masyarakat atau kepentingan umum. Sehingga, menjadi jelas bahwa asas legalitas tidak selamanya diberlakukan dalam hukum pidana Islam maupun positif. Dalam kondisi tertentu dapat diberlakukan surut jika tindak pidana mengganggu kepentingan umum dan menguntungkan pelaku pidana jika terjadi perubahan peraturan dengan menganalogkan kepada peristiwa terdahulu melalui pendekatan sabab al-nuzul, bahkan dalam hukum pidana Islam lebih luas penerapan asas berlaku surut.
Sanksi Riddah Perspektif Maqasid Al-Shari’ah Imroatul Azizah
Al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam Vol. 5 No. 2 (2015): Oktober 2015
Publisher : Prodi Siyasah (Hukum Tata Negara) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (946.721 KB) | DOI: 10.15642/ad.2015.5.2.588-611

Abstract

Abstract: Riddah (apostasy), in the classical literatures of Islamic Jurisprudence, is categorized as a jarimah al-hudud (criminal act) with death penalty as the punishment. The fundamental issue is that the threat of the death penalty is only based on a single prophetic tradition, while it should be determined by the absolute and valid texts. It means that the death penalty is rooted to an absolute legal argumentation (qat’i al-dalalah), while, there is none of the verses of al-Qur’an which discusses about punishment for the perpetrator of apostasy. Otherwise, al-Qur’an absolutely guaranteesthe freedom of religion and belief. This research uses maqasid al-shari’ah (purposes of Islamic law)as an approach to see the purpose, spirit, and essential valueof the text to be a foundation and method in Islamic legal reasoning. The results of the research are: first, adopting what has been stipulated in al-Qur’an textually and formally without appreciating its purpose and wisdom is not wise; second, apostasy, which is a kind of a private matter between a servant and his God, should not be categorized as a jarimah al-hudud but as a jarimah ta’zir (undefined crime). In certain condition, however, apostasy could be charged by a maximum penalty (death penalty) if it is accompanied by other crimes and is worthyto be sentenced based on a judge’s argumentation. Keywords: Apostasy, sanctions, maqasid al-shari’ah  Abstrak: Riddah dalam literatur fiqih klasik dikategorikan sebagai jarimah hudud, dan diancam dengan hukuman mati. Persoalan yang mendasar adalah ancaman hukuman mati tersebut hanya berdasarkan hadis ahad, padahal hudud dikonsepsikan sebagai jarimah dan hukuman yang telah ditentukan secara pasti oleh nass. Berarti hudud meniscayakan dalil yang qat’i al-dalalah, sedangkan dalam al-Qur’an tidak ada satu ayat pun yang membahas hukuman duniawi untuk pelaku riddah, sebaliknya al-Qur’an justru memberikan jaminan kebebasan beragama dan berkeyakinan secara mutlak. Maqasid al-shari’ah dipilih sebagai pendekatan untuk melihat bagaimana tujuan, ruh, dan nilai-nilai esensial shari’at dijadikan landasan dan patokan utama dalam penentuan hukum Islam. Dengan pendekatan maqasid al-shari’ah, diperoleh kesimpulan bahwa bukanlah sikap yang bijak ketika mengadopsi apa yang ditetapkan dalam nass secara literal dan formal legalistik tanpa mengapresiasi tujuan serta hikmah terdalam dari hukum tersebut. Riddah yang merupakan persoalan pribadi antara hamba dengan Tuhan-Nya, tidak selayaknya dikategorikan sebagai jarimah hudud. Namun sebagai jarimah ta’zir, riddah bisa dikenakan hukuman maksimal (mati) jika disertai dengan kejahatan lain yang menurut hakim harus dijatuhi hukuman tersebut.

Page 1 of 1 | Total Record : 10


Filter by Year

2015 2015


Filter By Issues
All Issue Vol. 12 No. 1 (2022): April Vol. 11 No. 2 (2021): Oktober Vol. 11 No. 1 (2021): April Vol. 10 No. 2 (2020): Oktober Vol. 10 No. 1 (2020): April Vol 9 No 01 (2019): April Vol. 9 No. 2 (2019): Oktober Vol. 9 No. 1 (2019): April Vol. 8 No. 1 (2018): April 2018 Vol 8 No 1 (2018): April 2018 Vol 8 No 02 (2018): Oktober Vol. 8 No. 2 (2018): Oktober Vol 7 No 2 (2017): Oktober 2017 Vol. 7 No. 2 (2017): Oktober 2017 Vol 7 No 1 (2017): April 2017 Vol. 7 No. 1 (2017): April 2017 Vol 6 No 2 (2016): Oktober 2016 Vol. 6 No. 2 (2016): Oktober 2016 Vol 6 No 1 (2016): April 2016 Vol. 6 No. 1 (2016): April 2016 Vol 5 No 2 (2015): Oktober 2015 Vol. 5 No. 2 (2015): Oktober 2015 Vol 5 No 1 (2015): April 2015 Vol. 5 No. 1 (2015): April 2015 Vol 4 No 02 (2014): Oktober 2014 Vol 4 No 02 (2014): Oktober 2014 Vol. 4 No. 02 (2014): Oktober 2014 Vol 4 No 01 (2014): April 2014 Vol 4 No 01 (2014): April 2014 Vol. 4 No. 01 (2014): April 2014 Vol 3 No 2 (2013): Oktober 2013 Vol 3 No 2 (2013): Oktober 2013 Vol. 3 No. 2 (2013): Oktober 2013 Vol 3 No 1 (2013): April 2013 Vol. 3 No. 1 (2013): April 2013 Vol 3 No 1 (2013): April 2013 Vol 2 No 2 (2012): Oktober 2012 Vol. 2 No. 2 (2012): Oktober 2012 Vol 2 No 2 (2012): Oktober 2012 Vol 2 No 1 (2012): April 2012 Vol. 2 No. 1 (2012): April 2012 Vol 2 No 1 (2012): April 2012 Vol 1 No 01 (2011): April 2011 Vol. 1 No. 01 (2011): April 2011 Vol 1 No 2 (2011): Oktober 2011 Vol 1 No 2 (2011): Oktober 2011 Vol. 1 No. 2 (2011): Oktober 2011 More Issue