cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota gorontalo,
Gorontalo
INDONESIA
Jurnal Al Himayah
ISSN : 26148765     EISSN : 26148803     DOI : -
Core Subject : Education,
Jurnal Al Himayah adalah Jurnal yang diterbitkan oleh Institut Agama Islam Negeri Sultan Amai Gorontalo, Dikelola oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) FSE Fakultas Syariah. Jurnal AL Himayah fokus pada pengabdian Hukum dan Keadilan. Terbit setiap bulan Maret dan Oktober ISSN 2614-8803 (media online) dan 2614-8765 (media cetak).
Arjuna Subject : -
Articles 97 Documents
Pembinaan Narapidana Kasus Pemerkosaan Anak Kandung Pada Lapas Kelas II.A Gorontalo Darwin Botutihe
Jurnal Al Himayah Vol. 1 No. 1 (2017): Al Himayah
Publisher : Jurnal Al Himayah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (608.034 KB)

Abstract

Pembinaan narapidana kasus Pemerkosaan anak kandung di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Gorontalo, dilaksanakan melalui tahap masa pengenalan lingkungan, dilanjutkan dengan pembinaan mental dan kemandirian. Pembinaan mental dilakukan melalui peningkatan kesadaran beragama, kesadaran hukum, intelektual, pembinaan kesehatan jasmani rohani sedangkan pembinaan kemandirian dilakukan melalui pemberian keterampilan kerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Gorontalor meliputi kurangnya sarana dan prasarana, kurangnya jumlah petugas pengamanan, jumlah warga binaan pemasyarakatan yang melebihi daya tampung Lapas terbatasnya jumlah pembina.
Badan Pengawas Daerah (Inspektorat Daerah) dalam Melaksanakan Pengawasan Pengelolaan Pajak Daerah di Kabupaten Gorontalo Marten Bunga
Jurnal Al Himayah Vol. 1 No. 1 (2017): Al Himayah
Publisher : Jurnal Al Himayah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (648.542 KB)

Abstract

Sumber pendapatan daerah adalah pajak daerah. Menurut Undang – Undang No. 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menyebutkan, Pajak Daerah adalah iuran wajib pajak yang dilakukan oleh pribadi / badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang–undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Salah satu instansi daerah yang mengelola pajak daerah adalah Dinas Pendapatan Daerah yang disingkat dengan Dispenda adalah unsur pelaksana Pemerintah Daerah di bidang pendapatan daerah. Fungsi pengawasan merupakan tugas dan tanggung jawab seorang kepala pemerintahan, seperti di lingkup pemerintah provinsi merupakan tugas dan tanggung jawab gubernur sedangkan di pemerintah kabupaten dan kota merupakan tugas dan tanggung jawab bupati dan walikota. Namun karena katerbatasan kemampuan seseorang, mengikuti prinsip-prinsip organisasi, maka tugas dan tanggung jawab pimpinan tersebut diserahkan kepada pembantunya.
Optimalisasi Peran Lembaga Bantuan Hukum Fakultas Syariah dalam Pemberian Jasa Bantuan Hukum di Pengadilan Agama Gorontalo Dedi Sumanto
Jurnal Al Himayah Vol. 1 No. 1 (2017): Al Himayah
Publisher : Jurnal Al Himayah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (558.711 KB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara mendapatkan bantuan hukum cuma-cuma bagi masyarakat yang tidak mampu di Pengadilan Agama Gorontalo, mengetahui upaya optimalisasi Posbakum di Pengadilan Agama Gorontalo, serta mengehui konsep Lembaga Bantuan Hukum Fakultas Syariah dalam pemberian jasa bantuan hukum di Pegadilan Agama Gorontalo. Penelitian ini termasuk penelitian yang bersifat diskriptif. Lokasi penelitian di Pengadilan Agama Gorontalo. Jenis data yang digunakan meliputi data primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data melalui wawancara, studi pustaka, perundang- undangan, buku atau tulisan yang berhubungan dengan obyek penelitian. Data yang diperoleh disusun dalam bentuk metode kualitatif. Melalui hasil penelitian dapat diketahui bahwa Pemberian bantuan hukum Cuma-Cuma di Pengadilan Agama Gorontalo, Untuk saat ini Posbakum di Pengadilan Agama Gorontalo pemberian bantuan hukum tetap dilaksanakan dengan cara para pihak yang hendak mengajukan guagatan di wajibkan membayar dahulu panjar perkara dan posbakum Fakultas Syariah IAIN Sultan Amai Gorontalo di Pengadilan Agama Gorontalo dalam pembuatan gugatan.
Analisis Hukum Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) Pemalsuan Surat Darmawati Darmawati
Jurnal Al Himayah Vol. 1 No. 1 (2017): Al Himayah
Publisher : Jurnal Al Himayah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (623.774 KB)

Abstract

Penelitian ini adalah untuk mengetahui sah atau tidaknya tindakan pencabutan kembali Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) tanpa melalui proses praperadilan serta mengetahui penerbitan Surat Ketetapan tentang Pencabutan Penghentian Penyidikan termasuk dalam lingkup praperadilan atau tidak. Berdasarkan ketentuan Pasal 80 KUHAP yang mengatur bahwa Praperadilan dapat memutus sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan maupun penuntutan yang permohonannya dapat diajukan oleh penyidik maupun penuntut umum dengan menyebutkan alasannya. Selanjutnya berdasarkan Pasal 80 KUHAP bilamana Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP.3) mau dicabut kembali oleh pihak Penyidik dengan alasan adanya Novum, maka Penyidik tidak bisa secara langsung mencabut SP.3 tersebut, akan tetapi harus melalui Ketua Pengadilan dalam hal ini melalui lembaga proses praperadilan sehingga pencabutan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP.3) oleh Penyidik tanpa adanya Putusan Praperadilan, konsekwensinya pencabutan SP.3 tersebut adalah batal demi hukum. Dalam pemeriksaan praperadilan, hakim yang menangani agar menggali kebenaran dari alasan hukum maupun alasan faktual, jadi tidak terbatas pada pengujian secara formil belaka. Kemudian hendaknya para penegak hukum hendaknya dalam melaksanakan tindakan hukum selalu berdasarkan aturan hukum yang ada (khususnya KUHAP) sehingga tidak memungkinkan pihak lain, baik itu tersangka/ terdakwa maupun pihak lain yang berkepentingan supaya proses hukum terhadap suatu perkara pidana tidak berlarut-larut.
Perbandingan Hibah Menurut Hukum Perdata dan Hukum Islam Asriadi Zainuddin
Jurnal Al Himayah Vol. 1 No. 1 (2017): Al Himayah
Publisher : Jurnal Al Himayah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (811.272 KB)

Abstract

Salah satu sebab peralihan hak milik dalam pandangan Hukum Perdata dan Hukum Islam adalah melalui “Hibah”. Dengan menghibahkan sesuatu benda atau barang kepada orang lain berarti keluarlah sesuatu itu dari pemiliknya yang menghibahkan dan berpindah menjadi hak milik seseorang atau badan hukum yang menerima hibah. Dengan demikian, hibah itu di samping mempunyai fungsi dan peran sebagai peralihan kekuasaan, juga mempunyai akibat hukum dan syarat-syarat tertentu, baik menurut Hukum Perdata maupun Hukum Islam. Olehnya itu Hibah sebagai sarana solidaritas sesama umat, maka kepada semua pihak diharapkan agar tidak memanipulasi hibah yang dapat menyimpang dari tujuannya.
Penerapan Asas Kepastian Hukum Bagi Penyelenggara Pemilu dan Sekretariat terhadap Pelanggaran Kode Etik Retna Gumanti
Jurnal Al Himayah Vol. 1 No. 1 (2017): Al Himayah
Publisher : Jurnal Al Himayah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (645.83 KB)

Abstract

Asas kepastian hukum telah mendapatkan pengaturannya secara seimbang (harmonis) dalam Undang-Undang nomor 15 Tahun 2011 tentang penyelenggaraan pemilu, untuk pemberhentian Penyelenggara Pemillu maupun Sekretariat. Kepastian hukum tersimpul dalam konsep dan prinsip penanganan laporan/pengaduan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu secara cepat dan pembuktian secara sederhana oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu dan Sekretaris Jenderal. Dalam prakteknya pemberhentian penyelenggara pemilu dan kepala sekretariat belum terlaksana secara seimbang dan harmonis. Hal ini terlihat dalam penanganan laporan Pengaduan No. 186/L-DKPP/2015 dan diregisterasi dengan perkara No. 88/DKPP-PKE-IV/2015 oleh DKPP, Pemberhentaian Kepala Sekretariat Bawaslu Provinsi Gorontalo oleh Sekretaris Jenderal Bawaslu RI yang terlihat ada kesenjangan antara kewajiban penyelenggara pemerintahan (DKPP, Bawaslu RI, dan Sekjend) dalam menjalankan tugas dan kewenangannya dengan melakukan pemberhentian penyelenggara pemilu dan Kepala sekretariat dan/atau pegawai sekretariat penyelenggara pemilu yang dilakukan oleh DKPP, Bawaslu RI dan Sekjend Bawaslu RI.
Problematika Penggunaan Bahasa Hukum Indonesia Nur Aina Ahmad
Jurnal Al Himayah Vol. 1 No. 1 (2017): Al Himayah
Publisher : Jurnal Al Himayah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (740.841 KB)

Abstract

Bahasa merupakan salah satu sarana untuk berkomunikasi dan Bahasa sebagaimana yang kita pahami adalah merupakan hal yang bersifat universal. Karena dengan bahasa seseorang dapat mengutarakan keinginannya. Begitu juga pada aktivitas sosial yang kita lakukan baik pada lingkungan kerja maupun lingkungan tempat tinggal. Begitupun dalam pembuatan peraturan perundang-undangan tentunya bukan hanya pembuatnya saja yang mengerti akan isinya tetapi juga masyarakat sepatutnya harus memahami, sementara dalam sistem penulisan bahasa hukum terkadang membingungkan masyarakat awam. Bahasa Indonesia di bidang hukum masih jauh dari harapan. Hal ini tidak memungkiri bahwa hal tersebut dilatarbelakangi sejarah panjang hukum Indonesia yang mengadopsi hukum Belanda, yang tak lepas dari sistem hukum Romawi. Akibatnya, muncul istilah-istilah hukum yang tidak ditemukan dalam kosakata bahasa Indonesia. Istilah register dalam pidana kehutanan, tidak dikenal dalam bahasa Indonesia. Demikian juga dengan kata merampas di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam bahasa Belanda, merampas artinya merampok. Penggunaan bahasa Indonesia di bidang hukum masih harus diperbaiki dan disempurnakan lagi. Kebanyakan bahasa hukum baku masih menggunakan istilah asing yang diambil dari bahasa Belanda dan Inggris. Penyebabnya, istilah hukum yang menggunakan kata-kata asing sering kali tidak ada atau sulit dicari padanan katanya dalam bahasa Indonesia. Sementara, penggunaan kata-kata bahasa Indonesia dalam bahasa hukum juga sering kali tidak tegas dan multitafsir. Akibatnya, dalam praktik kerap terjadi ketidakpastian dan perbedaan penafsiran yang memunculkan polemik hukum.
Urgensi Ratifikasi Statu Roma Wujud Eksistensi Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court) dalam Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM Arhjayati Rahim
Jurnal Al Himayah Vol. 1 No. 1 (2017): Al Himayah
Publisher : Jurnal Al Himayah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (662.233 KB)

Abstract

Indonesia sebagai Negara Hukum sangat menjujung niali-nilai dan pengakuan akan hak asasi manusia banyak lanfkah yang telah ditempuh dalam merealisasikan ha tersebut misalnya dengan mempertimbangkan ratifikasi statuta roma yang didalamnya terdapat pembentukan International Criminal Court dengan tujuan untuk memelihara perdamaian dan keamanan. Tujuan penulisa ini adalah 1. untuk mengetahui gambaran umum Mahkamah Pidana Internasional atau International Criminal Court (ICC) yakni pengadilan pidana internasional permanen yang pertama kali dibentuk yang berwenang melakukan penyelidikan, mengadili dan menghukum setiap orang yang melakukan kejahatan internasional yang paling serius yang menjadi perhatian masyarakat internasional, Adapun Tujuan ICC adalah: (1) Mewujudkan keadilan global, antara lain dengan memberikan pengertian dan standar yang sama untuk kejahatan –kejahatan internasinal yang paling serius ; (2) Mencegah konflik yang memakan korban anak-anak, wanita dan orang-orang yang tidak berdosa (kekejaman yang mengguncangkan nurani umat manusia) ; (3) Menghapuskan impunitas terhadap pelaku dan berkontribusi bagi pencegahan terjadinya kembali kejahatan-kejahatan internasinal yang paling serius ; (4) Mengatasi kelemahan dari pengadilan-pengadilan pidana internasional sebelumnya ; (5) Menciptakan rasa keadilan bagi korban yang mencakup hak atas kebenaran, keadilan dan pemulihan ; (6) Lebih mengefektifkan hukum nasional dengan memberlakukan prinsip komplementaritas dan mencegah intervensi pengadilan internasional terhadap pengadilan nasional ; (7) Mencegah politisasi dalam mengadili pelaku kejahatan internasional dengan menjamin independensi dan imparsialitas peradilan ; (8) Mencegah kejahatan yang membahayakan keamanan dan perdamaian dunia serta kemanusiaan. Adapun tujuan yang kedua adalah mengetahui urgensi ratifikasi Statuta Roma bagi Indonesia yakni Jika di cermati dengan baik isi dari Statuta Roma mulai dari pembukaan hingga pengaturan akhir dalam Statuta Roma, maka penting dan wajar ketika hal tersebut diratikiasi ke dalam hukum Indonesia namun perlu sebuah komitmen dan batasan dalam pelaksanaannya sehingga kekhawatiran akan hal-hal yang negative bisa dinafikan, bahkan seharusnya Statuta Roma menjadi semangat baru dalam mereformasi sistem hukum di Indonesia
Pembuktian Kesalahan dalam Pelaksanaan Profesi Dokter di Tinjau Dari Hukum Pidana Noor Asma
Jurnal Al Himayah Vol. 1 No. 1 (2017): Al Himayah
Publisher : Jurnal Al Himayah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (629.144 KB)

Abstract

Penelitian ini hendak mengkaji pembuktian kesalahan Dokter dalam melaksanakan tugas profesinya, dimana dengan adanya perkembangan konsep tentang hak asasi manusia saat ini, maka kebutuhan akan perlindungan atas hak pasien semakin meningkat, sehingga pemerintah mencantumkan kewajiban dari tenaga kesehatan untuk tidak melakukan kesalahan pada saat melaksanakan profesinya, yakni dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan yang terdapat pada Pasal 84. Apabila tindakan dokter dalam melakukan profesinya menimbulkan akibat yang tidak dikehendaki baik oleh dokter maupun pihak keluarga pasien. Misalnya karena kesalahan/kelalaiannya mengakibatkan pasien meninggal, cacat ataupun akibat lain yang tidak menyenangkan maka dokter tersebut dapat dimintai pertanggung jawaban atas akibat tersebut sebagaimana terkandung dalam kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Bab XXI tentang mengakibatkan orang mati atau luka karena salahya. Selanjutnya penelitian ini bersifat kualitatif dengan pendekatan Yuridis, dimana sebagai subyek hukum, dokter dalam melakukan tindakan atau perbuatan dalam pergaulan masyarakat, dibedakan antara tindakan sehari-hari yang berkaitan dengan pelaksanaan profesi dan tindakannya yang tidak berkaitan dengan profesinya. Begitu pula dengan tanggung jawab hukum dokter dibedakan antara: tanggung jawab hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan profesinya dan tanggungu jawab hukum yang tidak berkaitan dengan pelaksanaan profesinya. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dalam pembuktian adanya kesalahan/ kealpaan dokter dalam melakukan profesi tidak cukup hanya dengan pembuktian secara yuridis, tetapi juga pembuktian secara medis didapat dari keputusan majelis dan tidak dari mendengarkan saksi ahli dalam hal ini masih dimungkinkan adanya pendapat pribadi yang didapat dari pengalaman praktek yang disokong oleh faktor keberuntungan. Kelalaian menyebabkan kematian atau luka berat yang mungkin dapat ditemukan dalam praktek pelayanan kesehatan merupakan delik-delik yang dapat dikualifikasikan sebagai kejahatan pidana yang dilakukan seorang dokter pada saat melakukan profesi berdasarkan ilmu pengetahuan kedokteran, yakni: a) Sengaja menyalahgunakan profesi kedokteran seperti membuka praktek penggugar kandungan, memberikan keterangan palsu tentang kesehatan. Dalam hal ini dokter benar melakukan, disini jelas tidak hanya melanggar hokum tetapi juga menentang kode etik kedokteran. Maka si dokter bisa saja langsung dituntut pidana dengan rekomendasi dari IDI. b) Karena kealpaannya mengakibatkan cacat atau meninggalnya pasien. Dalam hal ini, untuk menuntut pidana bagi dokter pembukuan secara medis dengan berlandaskan Kode Etik Kedokteran guna menentukan “apakah secara medis terdapat kealpaan atau tidak”. (Veronica Komalawati, Hukum dan Etika dalam Praktek Dokter, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1989, Hal. 80) Secara yuridis seluruh kasus dapat diajukan ke Pengadilan baik pidana maupun perdata sebagai kesalahan professional dan jika terbukti bahwa dokter tidak menyimpang dari standar profesi kedokteran dan sudah dipenuhi Informed consent, dokter tidak dapat dipidana atau diputuskan bebas membayar kerugian. Dokter dinyatakan bebas berdasarkan pada pembuktian standar profesi kedokteran dan informed consent.
Peranan Mediasi Yudisial dalam Penyelesaian Sengketa di Peradilan Agama Titin Samsudin
Jurnal Al Himayah Vol. 1 No. 1 (2017): Al Himayah
Publisher : Jurnal Al Himayah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (608.61 KB)

Abstract

Penerbitan Peraturan Mahkamah Agung RI No. 1 Tahun 2008 mengenai prosedur mediasi di engadilan merupakan usaha merevitalisasi Pasal 130 HIR/154 Rbg hukum acara perdata yang mewajibkan hakim untuk berusaha mendamaikan perkara perdata sebelum sidang pemeriksaan perkara. Aturan tersebut sebagai dasar hukum bagi pelaksanaan mediasi yudisial di Peradilan.Oleh karena itu setiap perkara perdata tertentu yang akan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Agama diwajibkan terlebih dahulu untuk menempuh prosedur mediasi di pengadilan. Hakim menjalankan peran ganda karena tidak hanya menjadi pemutus (adjudicator) sebuah perkara, tetapi juga pendamai (mediator) sebuah sengketa untuk mencapai kesepakatan. Dengan demikian aturan tersebut menghindarkan kontroversi terhadap pelaksanaan mediasi yudisial yang menganggap peran ganda hakim sebagai mediator bisa membahayakan integritas peradilan.

Page 1 of 10 | Total Record : 97