cover
Contact Name
Redaksi Jurnal Bina Hukum Lingkungan
Contact Email
redaksi.bhl@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
astrianee@gmail.com
Editorial Address
-
Location
,
INDONESIA
Bina Hukum Lingkungan
ISSN : 25412353     EISSN : 2541531X     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Bina Hukum Lingkungan adalah jurnal ilmiah yang terbit secara berkala setiap tahunnya pada bulan April dan Oktober yang di terbitkan oleh Perkumpulan Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI) Artikel yang dimuat pada jurnal Bina Hukum Lingkungan akan di publikasikan dalam bentuk cetak dan e-jurnal (online) dalam rangka menyebarluaskan ilmu pengetahuan tentang hukum lingkungan dalam negeri maupun luar negeri
Arjuna Subject : -
Articles 10 Documents
Search results for , issue "Vol 5, No 3 (2021): Bina Hukum Lingkungan" : 10 Documents clear
DAMPAK PANDEMIK COVID-19 TERHADAP PEMBANGUNAN PUSAT BUDAYA JAWA BARAT Laina Rafianti; Arief Dwinanto; Siti Sarah Afifah; Afrizal Musdah Eka Putra; Nabilah Gunawan; Ailsha Amara
Bina Hukum Lingkungan Vol 5, No 3 (2021): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24970/bhl.v5i3.219

Abstract

ABSTRAKArtikel ini bertujuan untuk merumuskan langkah pengelolaan pusat budaya yang sempat terkendala karena pandemik Covid-19. Provinsi Jawa Barat melalui Rencana Proyek Insfrastruktur Strategis tahun 2018-2023 telah merencanakan membangun Pusat Budaya di Kabupaten/Kota di Jawa Barat. Pada Tahun 2019 telah dibangun Pusat Budaya di Kabupaten Subang dan Kabupaten Sumedang. Pandemik Covid-19 menjadi tantangan bagi pembangunan pusat budaya yang telah dibangun dalam hal optimalisasi penggunaannya. Selain itu, artikel ini bertujuan untuk menentukan alternatif lain dalam meningkatkan fungsi pusat budaya yang telah ada akibat adanya realokasi anggaran pembangunan pusat budaya. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode yuridis normatif dan yuridis sosiologis. Pengumpulan bahan hukum primer, sekunder dan tersier digunakan untuk menganalisis persoalan secara yuridis. Dilakukan pula penelitian lapangan di Kabupaten Subang dan wawancara dengan pemerintah daerah Kabupaten Sumedang untuk melengkapi aspek sosiologis dari penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan hukum di tingkat nasional dan daerah telah memberikan justifikasi bagi Pembangunan Pusat Budaya. Perlu petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis pemanfaatan Pusat Budaya untuk mencapai hasil akhir yang maksimal atas penggunaan Pusat Budaya ini oleh para pelaku budaya setempat. Dalam menyikapi realokasi anggaran, perlu dipertimbangkan merevitalisasi kantong-kantong budaya yang selama ini telah hidup di masyarakat selain membangun Pusat Budaya baru.Kata kunci: covid-19; jawa barat; pusat budaya. ABSTRACTThis article aims to formulate steps to manage a cultural center hampered by the Covid-19 pandemic. Through its 2018-2023 Strategic Infrastructure Project Plan, West Java Province has planned to build a Cultural Center in a Regency / City in West Java. In 2019, Subang and Sumedang Regency established a Cultural Center. However, due to the Covid-19 pandemic, local government and society can not optimally use those cultural centers. This article also aims to determine other alternatives in improving the existing cultural center functions due to budget issues. The research methods used were normative juridical and sociological juridical methods. The collection of primary, secondary and tertiary legal materials is used to analyze issues juridically. In addition, researchers also carried out field research in Subang Regency and interviews with the regional government of Sumedang Regency to complement the sociological aspects. The results show that legal arrangements at the national and regional levels have justified the development of a Cultural Center. To achieve maximum final results, implementing instructions and technical instructions to utilise the Cultural Center is needed. In responding to budget reallocation, it is essential to consider the revitalisation of cultural places in the community and build a new Cultural Center.Keywords: covid-19; west java; cultural center.
KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENATAAN RUANG KAWASAN PERDESAAN: IMPLIKASI PERUBAHAN PASCA UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA Cut Sabina Anasya Zulkarnain; Maret Priyanta
Bina Hukum Lingkungan Vol 5, No 3 (2021): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24970/bhl.v5i3.211

Abstract

ABSTRAKPenataan ruang pasca perubahan UU Cipta Kerja mengangkat konsep baru atas perizinan berbasis Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) agar dapat mendukung penyelenggaraan perizinan berusaha secara elektronik, melalui Sistem Informasi Geospesial Tataruang (GISTARU). Konsep ini secara baik dapat diterapkan di kawasan perkotaan dan kawasan industri yang telah memiliki RDTR sebagai kesiapan infrastruktur untuk dapat mengimplementasikan esensi perubahan konsep ini. Kewenangan Pemerintah Daerah dalam hal ini dapat terwujud melalui RDTR, sedangkan Kawasan Perdesaan hingga saat ini dalam perkembangannya tidak memiliki dokumen RDTR. Metode Penulisan dalam tulisan ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, bersifat deksriptif analitis dan analisis data secara kualitatif. Tahap Penulisan dilakukan dengan data sekunder menggunakan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian menunjukkan belum adanya kedudukan dan mekanisme yang jelas terkait pendelegasian kewenangan Pemerintah Daerah dalam penataan ruang kawasan perdesaan yang belum memiliki RDTR pasca perubahan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Kata kunci: penataan ruang; kawasan perdesaan; undang-undang cipta kerja.ABSTRACTSpatial planning after the amendment of the Omnibus Law adopts a new concept of licensing based on Detailed Spatial Planning (RDTR) so that it can support the implementation of business licensing electronically, through the Spatial Geospatial Information System (GISTARU). This concept can be well applied in urban areas and industrial areas that already have RDTR as infrastructure readiness to be able to implement the essence of this concept change. The regional government authority in this matter can be realized through RDTR, whereas in its development, Rural Areas do not have RDTR documents. The writing method in this paper is normative juridical approach, uses descriptive analytical method, and qualitative data analysis. Writing stage is done by writing literature which is done by searching for secondary data using primary, secondary and tertiary legal materials. The result showed that there is absence of a clear position and mechanism related to the delegation of regional government authority in rural spatial planning that does not yet have RDTR after the amendment of Law Number 26 of 2007 concerning Spatial Planning through Law Number 11 of 2020 concerning Cipta Kerja.Keywords: spatial planning; rural areas; omnibus law.
DESA BERWAWASAN LINGKUNGAN MELALUI SINKRONISASI KEWENANGAN DESA DAN PELIBATAN MASYARAKAT DALAM PROSES PERSETUJUAN LINGKUNGAN Marhaeni Ria Siombo; Emmanuel Ariananto Waluyo Adi
Bina Hukum Lingkungan Vol 5, No 3 (2021): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24970/bhl.v5i3.218

Abstract

ABSTRAKPembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan yang mensinergikan aspek ekonomi, ekologi dan sosial budaya. Kekayaan alam Indonesia letaknya pada umumnya berada di desa. Sumber penghidupan orang desa adalah kekayaan alam di bidang pertanian, kehutanan, perkebunan, perikanan dan sumberdaya mineral. Orang desa pun memiliki kearifan bagaimana menjaga keseimbangan alam, karena alam yang memberi mereka hidup, sehingga mereka menjaganya. Dalam UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa memberikan kewenangan kepada desa untuk mampu mandiri. Semestinya kekayaan alam Indonesia yang melimpah dan berada di desa, dinikmati oleh orang desa. Fakta warga desa sampai saat ini hanya menjadi ‘penonton’ dan perangkat desa tak berdaya dengan investor yang gencar masuk wilayahnya. Melalui kajian hukum peraturan perundang-undangan terkait, disimpulkan bahwa untuk mencapai desa yang mandiri sejahtera dan berwawasan lingkungan maka kewenangan yang diberikan kepada desa seharusnya bersinergi dengan persetujuan lingkungan yang diatur dalam peraturan lain yang melibatkan masyarakat desa melalui kelembagaan desa. Dengan demikian capaian Desa Berwawasan Lingkunganakan mudah terwujud.Kata kunci: desa; kewenangan; berwawasan lingkungan.ABSTRACTSustainable development is development that synergizes economic, ecological and socio-cultural aspects. Most of Indonesia's natural resources are located in villages. The source of livelihood for the villagers is natural wealth in the fields of forestry, plantations, marine and mineral resources. Village people also have wisdom on how to maintain the balance of nature, because it is nature that gives them life, so they protect it. In Law No.6 of 2014 concerning Villages, it gives authority to villages to be able to be independent. The natural wealth of Indonesia, which is abundant in villages, should be enjoyed by villagers. The fact is that until now, the villagers have only become 'spectators' and village officials are helpless with investors who aggressively enter their territory. Through a legal review of related laws and regulations, it was concluded that in order to achieve an independent and prosperous village, the authority given to the village should be in synergy with other regulations that involve village communities through village institutions. Thus the achievement of an Independent and Environmentally Friendly Village will be easily realized.Keywords: village; authority; sustainable.
PARADIGMA RELASI MANUSIA DAN LINGKUNGAN HIDUP BERBASIS KEARIFAN LOKAL DI MASA PANDEMI COVID-19 Mella Ismelina Farma Rahayu; Anthon F. Susanto
Bina Hukum Lingkungan Vol 5, No 3 (2021): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24970/bhl.v5i3.212

Abstract

ABSTRAKTerjadinya pandemic Covid-19 tidak terlepas dari persoalan kerusakan lingkungan hidup yang terjadi. Nampak nya ada persoalan paradigma dalam berelasi antara manusia dengan lingkungan hidupnya. Metode pendekatan yuridis sosiologis digunakan dalam penelitian ini dengan penggunaan data primer yang diperoleh melalui studi lapangan dan wawancara. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara yuridis kualitatif. Dari hasil penelitian diketahui bahwa perubahan paradigma diperlukan ketika manusia berelasi dengan lingkungan hidupnya. Kearifan lokal telah mengajarkan sebuah etika lingkungan hidup, saling menghormati dan selalu menjaga keseimbangan dan keharmonisan lingkungan hidup. Paradigma ini lah yang sebaiknya menjadi dasar dalam berelasi manusia dengan lingkungan hidupnya di masa covid-19 kini.Kata kunci: manusia; lingkungan hidup; pandemi covid-19.ABSTRACTThe occurrence of the Covid-19 pandemic cannot be separated from the problem of environmental damage that has occurred. It seems that there is a paradigm problem in the relationship between humans and their environment. The sociological juridical approach was used in this study by using primary data obtained through field studies and interviews. The data obtained were then analyzed in a qualitative juridical manner. From the research results, it is known that a paradigm shift is needed when humans relate to their environment. Local wisdom has taught an environmental ethic, mutual respect and always maintains balance and harmony in the environment. This paradigm should be the basis for human relations with the environment in the current Covid-19 era.Keywords: covid-19 Pandemic; environment; human.
TANTANGAN PENGATURAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PASCA UNDANG-UNDANG NO. 11 TAHUN 2020 DAN PASCA PANDEMI COVID 2019 Kristianto Pustaha Halomoan
Bina Hukum Lingkungan Vol 5, No 3 (2021): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24970/bhl.v5i3.217

Abstract

ABSTRAKPengaturan Hukum Lingkungan di Indonesia hampir memasuki usia 40 tahun sejak diundangkannya UU No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Banyak perkembangan telah terjadi pada kebijakan pengaturan hukum lingkungan di Indonesia baik termasuk yang paling aktual adalah penyesuaian beberapa ketentuan hukum lingkungan melalui diundangkannya UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Pandemi Covid 19 yang melanda seluruh dunia menambah tantangan pengelolaan lingkungan. Persoalan limbah medis dan keterbatasan anggaran karena permasalahan Covid-19 juga telah mengakibatkan terbatasnya ruang gerak bagi upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang antara lain disebabkan oleh kebutuhan untuk melakukan pemulihan ekonomi Indonesia. Perkembangan pengaturan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup yang diatur dalam UU Cipta Kerja dan upaya mengatasi Pandemi Covid 19 perlu mendapat perhatian khusus, agar upaya-upaya pembangunan berkelanjutan yang telah dirintis setidaknya sejak tahun 1982 tetap dapat dilaksanakan dalam menjaga dan melestarikan lingkungan hidup Indonesia dengan tetap memperhatikan kebutuhan akan pemulihan ekonomi sebagaimana tiga pilar pembangunan berkelanjutan yaitu, lingkungan hidup, sosial dan ekonomi.Kata kunci: cipta kerja; lingkungan hidup; pandemic.ABSTRACTEnvironmental Law Regulations in Indonesia are almost 40 years old since the enacment of Law no. 4 of 1982 concerning Basic Provisions for Environmental Management. Many developments have occurred in environmental law regulatory policies in Indonesia, including the most actual is the adjustment of several environmental law provisions through the promulgation of Law no. 11 of 2020 concerning Job Creation. The challenge of environmental management is increasingly dynamic along with the Covid 19 pandemic that has hit all of Indonesia, including globally.The existence of the Covid 19 pandemic on the one hand has proven to provide hope for the Indonesian Ecosystem and the world, which is marked by the re-emergence of rare animals that were previously thought to be extinct, such as the rare turtle that reappeared in Brazil or the dolphin reappearing in Italy. However, on the other hand, the problem of medical waste and budget constraints due to the Covid 19 problem has also resulted in limited space for environmental protection and management efforts which, among other things, is caused by the need to carry out economic recovery in Indonesia. The development of environmental protection and management arrangements regulated in the Job Creation Law and efforts to overcome the Covid 19 Pandemic need special attention, so that sustainable development efforts that have been initiated since at least 1982 can still be implemented in maintaining and preserving the Indonesian environment while still paying attention the need for economic recovery in line with the three pillars of sustainable development, namely, environment, social and economy.Keywords: environment; implementation; job creation; pandemic.
KONSTRUKSI PERATURAN PEMERINTAH PASCA PENGESAHAN UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA TERHADAP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Rahmat Saputra
Bina Hukum Lingkungan Vol 5, No 3 (2021): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24970/bhl.v5i3.221

Abstract

ABSTRAKPengesahan undang-undang No. 11 tahun 2020 tentang cipta kerja menuai protes sebagian kalangan masyarakat yang menganggap substansi materinya berpotensi negatif terhadap lingkungan hidup, antara lain ketidakjelasan kewenangan pemberian persetujuan lingkungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, hilangnya pengaturan amdal, membatasi atau mempersempit partisipasi keterlibatan masyarakat dalam rangka perlindungan lingkungan hidup, mengubah konsepsi kegiatan usaha dari berbasis izin menjadi penerapan standar dan berbasis risiko, serta menghilangkan ancaman sanksi pidana bagi pelanggaran izin. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bentuk konstruksi peraturan pemerintah pasca pengesahan undang-undang cipta kerja dan implementasi penilaian keberlanjutan sebagai alat pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan. Metode penelitian berupa pendekatan yuridis normatif, dengan pendekatan konseptual (concept approach) dan pendekatan undang-undang (statute approach). Metode analisis data dengan normatif kualitatif. Hasil penelitian bahwa bentuk konstruksi peraturan pemerintah pasca terbitnya UU cipta sudah sesuai dengan arah pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Implementasi penilaian keberlanjutan dalam prosedural efektifitas dalam proses perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum masih sesuai dengan instrumen pencegahan lingkungan hidup.Kata kunci: konstruksi peraturan pemerintah; uu cipta kerja; pembangunan berkelanjutan.ABSTRACTThe ratification of law No. 11 of 2020 has prompted protests among some people who consider the substance of the material potentially negative to the environment, including the vagueness of the authority to grant environmental approval between the central government and local governments, the loss of amdal arrangements, limiting or narrowing the participation of the community in the framework of environmental protection, changing the conception of business activities from permit-based to standard and risk-based implementation, as well as eliminating the threat of criminal sanctions for permit violations. The purpose of this research is to find out the form of construction of government regulations after the ratification of the copyright law and the implementation of sustainability assessment as a tool to prevent pollution and environmental damage. Research method in the form of normative juridical approach, with conceptual approach (concept approach) and statute approach. Method of data analysis with qualitative normative. The results of the study that the form of construction of government regulations after the issuance of the Copyright Law is following the direction of sustainable development and environmentally sound. Implementation of sustainability assessment in procedural effectiveness in the process of planning, utilization, control, maintenance, supervision, and law enforcement is still following environmental prevention instruments.Keywords: construction of government regulations; omnibus law; sustainable development.
UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA DAN STRICT LIABILITY Andri Gunawan Wibisana
Bina Hukum Lingkungan Vol 5, No 3 (2021): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24970/bhl.v5i3.216

Abstract

ABSTRAKSejak tahap penyusunan sampai pengundangannya, UU Ciptaker telah mengundang banyak kritik dari berbagai kalangan. Salah satu kritik yang mengemuka adalah pandangan yang menyatakan bahwa UU ini telah menghapuskan, atau setidaknya, mengaburkan makna strict liability. Artikel ini hendak membantah kedua pandangan tersebut. Pertama, dengan memperlihatkan bahwa rumusan di dalam UU Ciptaker masih mengadopsi strict liability. Kedua, dengan menunjukkan bahwa kekhawatiran rumusan UU Cipta Kerja akan mengaburkan makna strict liability merupakan pandangan yang tidak tepat sasaran. Kekaburan makna strict liability selama ini bukan disebabkan oleh perumusan pasalnya, tetapi lebih merupakan akibat kekeliruan yang telah terjadi jauh sebelum UU Ciptaker: miskonsepsi yang menganggap strict liability masih didasarkan pada adanya unsur melawan hukum dan miskonsepsi bahwa strict liability adalah pembuktian terbalik unsur kesalahan. Perubahan makna strict liability terjadi bukan melalui UU Ciptaker, tetapi melalui peraturan pelaksananya, yaitu PP Nomor 22 Tahun 2021.Kata kunci: pembuktian terbalik; PMH; strict liability; UU Ciptaker.ABSTRACTSince the beginning, the Omnibus Law on Job Creation has invited many critiques from various interests. Two of the criticisms argue that the Omnibus Law has abolished strict liability on the one hand, or at least obscured the meaning of strict liability on the other hand. This paper seeks to refute both views. This paper shows that the formulation in the Omnibus Law still adopts strict liability. Meanwhile, the argument that the formulation of the Job Creation Law will obscure the meaning of strict liability aims at a wrong target. Ambiguities in the implementation of strict liability so far are not the result of its formulation in the Law, but rather the result of various misinterpretations that have emerged long before the enactment of the Omnibus Law, most notably the misconception that strict liability is based on the existence of unlawfulness and that strict liability is identical with the shifting in the burden of proof with respect to fault. The change in the meaning of strict liability occurs not through the Omnibus Law but through its implementing regulation, namely the GR Number 22 of 2021.Keywords: liability for unlawful conduct; omnibus law on job creation; shifting in the burden of proof. 
LEGAL REALISM DALAM PENYELESAIAN PERKARA LINGKUNGAN HIDUP DI PENGADILAN PASCA PANDEMI COVID-19 DI INDONESIA Rochmani Rochmani; Safik Faozi; Wenny Megawati
Bina Hukum Lingkungan Vol 5, No 3 (2021): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24970/bhl.v5i3.215

Abstract

ABSTRAKPenyelesaian perkara lingkungan hidup Pasca Pandemi COVID-19 perlu ditegakkan. Dalam penyelesaian perkara lingkungan hidup di pengadilan perlu memperhatikan teori legal realism. Permasalahan yang timbul adalah bagaiamana implementasi teori Legal Realism dalam penyelesaian perankara lingkungan hidup di pengadilan Pasca Pandemi COVID-19. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji implementasi teori legal relism dalam penyelesaian perkara lingkungan hidup di pengadilan. Metode penelitian yang digunakan adalah socio – legal yang menekankan pembuatan deskripsi tentang realitas sosial dan hukum, serta berusaha memahami dan menjelaskan logika keterhubungan logis antara keduanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hakim belum mengimplementasi teori legal realism dalam penyelesaian perkara lingkungan hidup di pengadilan, karena terikat oleh asas ultra petita. Hal ini berakibat hakim hanya menemukan hukum saja. Hakim selayaknya disebut sebagai pembuat hukum bukan hanya menemukan hukum. Penegakan hukum lingkungan hidup Pasca Pandemi COVID-19 tidak hanya melindungi manusia saja, tetapi juga perlu memberikan perlindungan terhadap lingkungan itu sendiri yang sebenarnya juga bisa menjadi korban.Kata kunci: hakim; hukum; lingkungan hidup; legal realism; pengadilan.ABSTRACTBased on Law No. 41 of 1999 concerning Forestry, customary forests are included in state forests, this is detrimental to indigenous peoples so that the Law is reviewed before the Constitutional Court (MK). The problem is what is the position and process of determining customary forest after the Constitutional Court decision No. 35/PUU-X/2012 and its implementation in Riau Province. Based on the research results obtained (1). The position of the customary forest after the Constitutional Court decision no. 35/PUU-X/2012, customary forest is no longer part of state forest but is a private forest. The process of determining customary forest is regulated by Regulation of the Minister of Environment and Forestry (LHK) No. P.32/Menlhk-Setjen/2015 concerning Private Forests. In order for customary forest to become private forest, the process goes through two stages, namely: (a) Recognition of the existence of customary law communities through regional regulations (Perda). (b) Determination by the Minister of Environment and Forestry on customary forests. (2). Until now, in Riau Province there are only 2 customary forests that have been designated by the Minister of Environment and Forestry, namely Kampa Customary Forest and Petapahan Customary Forest in Kampar Regency. Therefore, it is necessary to rush for other districts to immediately make a regional regulation on customary law communities, as a condition for the designation of customary forests by the Minister of Environment and Forestry.Keywords: position; implementation; customary forest; constitutional court decision.
PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN KEARIFAN TRADISIONAL SASI DI AMBON PASCA PANDEMI COVID-19 Aartje Tehupeiory
Bina Hukum Lingkungan Vol 5, No 3 (2021): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24970/bhl.v5i3.220

Abstract

ABSTRAKTulisan ini mengkaji pengelolaan lingkungan dan kearifan tradisional Sasi. Adapun tujuan penulisan kajian ini untuk mengetahui bagaimana pengelolaan lingkungan dan kearifan tradisional Sasi di Ambon pasca pandemic COVID-19. Kajian ini dilaksanakan di Universitas Kristen Indonesia selama 3 bulan dari Januari – Maret 2021. Adapun metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Adapun instrumen yang digunakan pada kajian ini adalah dokumen dalam bentuk laporan-laporan dan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan kearifan lokal masyarakat hukum adat dalam mewujudkan kedaulatan pangan dimasa pasca pandemi Covid-19. Temuan dalam penelitian ini mengatakan bahwa kearifan tradisional Sasi yang memiliki nilai dan norma untuk melindungi hutan, sumber air, tanaman tahunan (sagu, dan lain-lainnya), serta tanaman pangan dengan konsep dan pemahaman terhadap bagaimana pengelola lingkungan dengan berbagai aturan adat untuk mendapatkan manfaat dan mempertahankan nilai kekerabatan dari satuan kawasan yang sudah memiliki identitas serta terus menerus wajib dipertahankan dalam pasca pandemi COVID-19.Kata kunci: kearifan tradisional; pengelolaan lingkungan; sasi.ABSTRACTThis paper examines environmental management and traditional Sasi wisdom. The purpose of writing this study is to find out how environmental management and traditional wisdom of Sasi in Ambon after the COVID-19 pandemic. This study was conducted at the Christian University of Indonesia for 3 months from January to March 2021. The research method used in this study is qualitative research with a descriptive approach. The instruments used in this study are documents in the form of reports and regulations relating to the local wisdom of indigenous peoples in realizing food sovereignty in the post-Covid-19 pandemic. The findings in this study indicate that traditional Sasi wisdom has values and norms to protect forests, water sources, annual plants (sago, etc.), as well as food plants with the concept and understanding of how environmental managers with various customary rules can get benefits. and maintaining the kinship value of an area unit that already has an identity and must continuously be maintained in the post-COVID-19 pandemic.Keywords: local wisdom; environmental management; sasi.
EVALUASI PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA PASCA PANDEMI COVID-19 DI KABUPATEN DELI SERDANG Affila Affila; Afnila Afnila
Bina Hukum Lingkungan Vol 5, No 3 (2021): Bina Hukum Lingkungan
Publisher : Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (PHLI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24970/bhl.v5i3.213

Abstract

ABSTRAKSituasi pandemi COVID-19, memaksa pemerintah untuk melakukan Pembatasan kegiatan, dan physical distancing. Cara ini dinilai efektif untuk mencegah penularan corona lebih luas. Pembatasan kegiatan memiliki dampak positif dan negatif, berkurangnya kegiatan manusia terhadap eksploitasi lingkungan menyebabkan aktivitas ekonomi berjalan dengan lambat. Positifnya,lingkungan menjadi lebih sehat. Permasalahan yang muncul adalah pandemi menyebabkan timbulan sampah meningkat, sampah rumah tangga, sampah plastik, tisu, masker maupun sampah medis. Bagaimana kebijakan pengelolaan sampah yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Deli Serdang sebelum dan pasca terjadinya pandemi Covid-19. Penelitian bertujuan untuk mengetahui upaya pemerintah dalam mengelola sampah. Metode yuridis normatif dipergunakan, untuk mengamati kesesuain data penerapan norma hukum dengan kondisi pengelolaan sampah di lapangan, kemudian dianalisis secara yuridis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan timbulan sampah yang terjadi berasal dari sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga. Pemerintah membuat berbagai kebijakan dan berupaya memfasilitasi ketersediaansarana dan prasarana pengelolaan sampah serta meningkatkan kesadaran masyarakat untuk ikut mengelola sampah.Kata kunci: covid-19; lingkungan; pemerintah; sampah.ABSTRACTThe COVID-19 pandemic situation has forced the government to carry out activity restrictions and physical distancing. This method is considered effective in preventing wider transmission of corona. Restrictions on activities have positive and negative impacts, reduced human activity against environmental exploitation causes economic activity to run slowly. Positive, the environment becomes healthier. The problem that arises is that the pandemic causes increased waste generation, household waste, plastic waste, tissue, masks and medical waste. What is the waste management policy carried out by the Deli Serdang Regency Government before and after the Covid-19 pandemic. This study aims to determine the government's efforts in managing waste. The normative juridical method is used, to observe the suitability of the data on the application of legal norms with the conditions of waste management in the field, then qualitative juridical analysis. The results showed that the waste generation that occurred came from household waste and household-like waste. The government makes various policies and seeks to facilitate the availability of waste management facilities and infrastructure and increase public awareness to participate in managing waste.Keywords: covid-19; environment; government; waste.

Page 1 of 1 | Total Record : 10