cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kab. aceh besar,
Aceh
INDONESIA
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana
ISSN : -     EISSN : 25976893     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana merupakan jurnal berkala ilmiah yang diterbitkan oleh Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, dengan durasi 4 (empat) kali dalam setahun, pada Bulan Februari, Mei, Agustus dan November. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana menjadi sarana publikasi artikel hasil temuan Penelitian orisinal atau artikel analisis. Bahasa yang digunakan jurnal adalah bahasa Inggris atau bahasa Indonesia. Ruang lingkup tulisan harus relevan dengan disiplin ilmu hukum Yang mencakup Bidang Hukum Pidana.
Arjuna Subject : -
Articles 20 Documents
Search results for , issue "Vol 2, No 1: Februari 2018" : 20 Documents clear
Tinjauan Yuridis Mengenai Pemberian Amnesti Terhadap Pelaku Tindak Pidana Selain Makar Hasbi Iswanto; Ida Keumala Jeumpa
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 2, No 1: Februari 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (294.987 KB)

Abstract

Amnesti merupakan penghapusan hukuman sedangkan abolisi diartikan peniadaan tuntutan pidana. Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa presiden memberikan amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan dari Dewan Perwakilan Rakyat. Pemberian amnesti di Indonesia diatur berkaitan dengan tindak pidana politik. Sedangkan untuk tindak pidana lainnya, pelaku tidak dibenarkan mengajukan amnesti. Namun, pada kasus Din Minimi yang diduga melakukan tindak pidana bukan politik, diajukan amnesti.Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan alasan yang dapat dibenarkan secara yuridis mengenai pemberian amnesti terhadap pelaku tindak pidana selain makar, kemudian dampak yang akan ditimbulkan akibat diberikan amnesti terhadap pelaku tindak pidana kriminal.Untuk memperoleh data dalam artikel ini, digunakan metode penelitian kepustakaaan (Library Research). Penelitian kepustakaan ini dilakukan untuk memperoleh data dengan mengumpulkan dan mempelajari data sekunder berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku, majalah atau dari media yang terkait menurut materi pembahasan dalam penelitian ini.Berdasarkan hasil penelitian pemberian amnesti terhadap pelaku tindak pidana selain makar pengaturannya justru tidak terlalu lengkap. Dasar hukumnya Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi. Sedangkan terhadap kasus Din Minimi diterapkan Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2005 Tentang Pemberian Amnesti Umum dan Abolisi Setiap Orang Yang Terlibat Gerakan Aceh Merdeka. Namun peraturan tentang amnesti masih ada kelemahan yaitu tidak mencantumkan persyaratan yang harus terpenuhi oleh penerima amnesti. Pemberian amnesti akan berdampak terhadap tatanan hukum Indonesia dan tidak menutup kemungkinan akan banyak ahli hukum memprotes atas pemberian amnesti kepada kelompok Din Minimi.Disarankan untuk pemberian amnesti terhadap pelaku tindak pidana selain makar harus diatur secara tegas. Pengaturan yang selama ini bukan hanya  kekaburan landasan hukum namun ukuran objektif untuk menentukan penerima amnesti tidak jelas.
Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Pelanggaran Merokok Di Kawasan Tanpa Rokok Rizky Oktria Ramy; Nursiti Nursiti
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 2, No 1: Februari 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (262.602 KB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana penerapan sanksi pidana terhadap pelanggaran merokok di kawasan tanpa rokok di Kabupaten Bireuen, hambatan yang dihadapi dalam penerapan sanksi pidana terhadap pelanggaran, serta upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan pada penerapan sanksi dalam pelanggaran merokok di kawasan tanpa rokok di Kabupaten Bireuen. Data dalam penulisan artikel ini berupa data penelitian kepustakaan dan lapangan. Penelitian lapangan dilakukan untuk memperoleh data primer dari hasil wawancara dan kuisioner serta data sekunder melalui serangkaian kegiatan membaca, mengutip dan menelaah perundang-undangan yang berkaitan dengan objek penelitian. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa walaupun Qanun Kabuapten Bireuen Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok sudah disahkan pada tanggal 25 september 2014 namun sanksi pidana terhadap pelanggaran merokok di kawasan tanpa rokok belum diterapkan. Penerapannya akan dilaksanakan secara bertahap apabila sarana prasarana sudah disediakan. Hambatan yang dihadapi dalam penerapan sanksi pidana tersebut adalah sosialisasi yang belum maksimal, belum disediakannya area khusus untuk merokok dan rendahnya kesadaran dari perokok aktif untuk mematuhi aturan yang ada. Upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut adalah meningkatkan sosialisasi melalui spanduk dan papan peringatan, menyiapkan petunjuk teknis dan secara bertahap menyediakan area khusus untuk merokok. Disarankan kepada Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bireuen untuk dapat memberi sanksi tegas terhadap pelaku pelanggaran merokok di kawasan tanpa rokok agar aturan tersebut benar-benar direalisasikan.
Efektivitas Sanksi Pengembalian Kepada Orang Tua Bagi Anak Pelaku Tindak Pidana Reza Rukmana; Nursiti Nursiti
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 2, No 1: Februari 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (230.626 KB)

Abstract

Menurut Pasal 82 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menjelaskan bahwa sanksi tindakan yang dapat dikenakan kepada anak meliputi pengembalian kepada orang tua/Wali. Di Pengadilan Negeri Banda Aceh pada tahun 2015 sampai dengan Agustus 2016 terdapat 12 perkara yang pelakunya adalah anak, namun hanya 6 perkara yang dijatuhi putusan tindakan pengembalian kepada orang tua. Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk menjelaskan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi tindakan pengembalian kepada orang tua, indicator efektivitas penerapan sanksi pengembalian kepada orang tua terhadap anak yang melakukan tindak pidana dan untuk menjelaskan mekanisme pengawasan terhadap pelaksanaan sanksi pengembalian kepada orang tua.  Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian empiris dengan pengumpulan data melalui penelitian kepustakaan dan lapangan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara membaca buku-buku teks, peraturan perundang-undangan, karya ilmiah, artikel dan bahan-bahan lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Sedangkan penelitian lapangan dilakukan dengan cara mewawancarai responden dan informan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi tindakan pengembalian kepada orang tua adalah berdasarkan berat ringannya tindak pidana yang dilakukan dan apakah yang bersangkutan sudah pernah melakukan tindak pidana atau belum. Penerapan sanksi pengembalian kepada orang tua terhadap anak yang melakukan tindak pidana dinilai lebih baik daripada penjatuhan sanksi yang lain, karena anak akan langsung mendapatkan pengawasan dan pendidikan dari orang tua, anak juga akan terhindar dari labelisasi dan atau cap sebagai pelaku tindak pidana dari masyarakat. Mekanisme pengawasan terhadap pelaksanaan sanksi pengembalian kepada orang tua dilakukan oleh pihak Balai Pemasyarakatan (Bapas) selama 3 (tiga) bulan dan hasil pengawasan dari pihak Bapas terhadap anak yang dikembalikan kepada orang tua yakni anak tersebut telah berkelakuan baik seperti mengikuti kegiatan masyarakat di tempat tinggalnya seperti mengikuti pengajian dan melakukan kegiatan sosial seperti gotong royong. Disarankan kepada hakim agar lebih mengutamakan sanksi tindakan pengembalian kepada orang tua bagi anak yang berkonflik dengan hukum dengan mempertimbangkan hasil penelitian kemasyarakatan dari Pembimbing Kemasyarakatan serta memberikan pengarahan kepada orang tua atau wali anak supaya bisa lebih mendidik anak tersebut agar anak tersebut tidak kembali mengulangi kesalahannya. disarankan kepada Bapas untuk lebih menginstensifkan pengawasan terhadap anak yang dikenakan sanksi pengembalian kepada orang tua agar anak tersebut tidak mengulangi lagi perbuatannya dan benar-benar sudah berkelakuan baik.
Tindak Pidana Pencurian Yang Disertai Dengan Kekerasan Hafiz Dwisyah Putra; Nurhafifah Nurhafifah
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 2, No 1: Februari 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (268.564 KB)

Abstract

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk menjelaskan faktor penyebab terjadinya tindak pidana pencurian dengan kekerasan, untuk menjelaskan upaya yang harus dilakukan dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang dilakukan serta hambatan yang di terdapat di dalam upaya penanggulangan pencurian dengan kekerasan. Data dalam artikel ini dilakukan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan dilakukan guna memperoleh data sekunder yang bersifat teoritis. Sedangkan penelitian lapangan dilakukan guna memperoleh data primer melalui wawancara dengan responden dan informan.Hasil penelitian diketahui bahwa faktor penyebab pelaku melakukan pencurian dengan kekerasan antara lain karena adanya faktor ekonomi , faktor kelalaian korban, Faktor pendidikan, faktor pengangguran, faktor lifestyle, dan faktor pergaulan. Upaya penanggulangan terhadap tindak pidana pencurian dengan kekerasan ini yang dilakukan adalah melakukan himbauan dengan bersosialisasi kepada masyarakat, dan setelah terjadinya kejahatan upaya yang dilakukan adalah memberi respon yang cepat terhadap setiap laporan atau pengaduan dari masyarakat. Hambatan yang dihadapi adalah pelaku yang tertangkap tangan sering memberikan keterangan yang berbelit dan masih kurangnya kesadaran hukum oleh masyarakat.
Kualifikasi Ahli Dalam Sistem Pembuktian Pidana Indonesia Fadhlurrahman Fadhlurrahman; Mohd. Din
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 2, No 1: Februari 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (303.826 KB)

Abstract

Keterangan ahli dalam sistem pembuktian pidana Indonesia merupakan salah satu alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana. Keterangan ahli dapat disampaikan mulai tahap penyidikan hingga persidangan. Pada tahap pemeriksaan perkara di pengadilan keterangan ahli merupakan salah satu alat bukti yang dapat menjadi dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara pidana. Akan tetapi dalam undang-undang tersebut tidak memberikan batasan yang jelas mengenai kualifikasi keahlian seorang ahli. Hal ini menimbulkan banyak perdebatan mengenai ahli yang diminta memberikan keterangan dalam proses pembuktian pidana. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimankah pengaturan mengenai ahli dalam sistem hukum di Indonesia, bagaimana kualifikasi seorang ahli dalam memberikan keterangannya pada penyelesaian perkara pidana, dan mengetahui kualifikasi ahli di negara-negara maju seperti Amerika dan Inggris. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif yang mencakup sistimatika hukum dan perbandingan hukum. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa tidak ada batasan yang jelas mengenai kualifikasi ahli, baik itu dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana maupun dalam undang-undang lain yang menjadikan ahli sebagai salah satu alat bukti yang sah yang dapat menyelesaikan perkara. Keterangannya digunakan oleh hakim sebagai pertimbangan untuk menjatuhkan hukuman atau vonis. Amerika Serikat dan Inggris menganggap ahli sebagai hal yang sangat peting sehingga kualifikasi ahli diatur secara khusus. Amerika Serikat mengatur keterangan dan kualifikasi ahli dalam Federal Rule Of Evidence, sedangkan Inggris mengatur ketentuan mengenai ahli dalam Criminal Procedure Rule. Disarankan kepada lembaga yang terkait (DPR, Kepolisian, Kejaksaan, dan Kehakiman) untuk membuat suatu regulasi mengenai kualifikasi ahli yang dapat digunakan atau diterapkan di semua bidang keahlian yang memiliki kemungkinan untuk membantu proses peradilan pidana. Selain itu diharapkan kepada pihak yang berkepentingan dalam melakukan pemanggilan ahli hendaklah melakukan kerjasama dengan lembaga terakreditasi yang menaungi ahli seperti perguruan tinggi ataupun lembaga penelitian.
Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Tindak Pidana Perjudian Melalui Sistem Elektronik Di Wilayah Kota Banda Aceh Samsul Qamar; Tarmizi Tarmizi
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 2, No 1: Februari 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (237.901 KB)

Abstract

Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang berbunyi Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2),ayat (3), atauayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Namun dalam kenyataannya penerapan sanksi pidana belum berjalan secara maksimal, hal ini dapat dilihat masih banyak ditemukan pelaku perjudian melalui sistem elektronik di sejumlah tempat yang menyediakan jasa internet di kota Banda Aceh. Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan bagaimana penerapan penerapan sanksi tindak pidana perjudian melalui sistem elektronik dan kendala-kendala yang dialami dalam penerapan hukum terhadap tindak pidana perjudian melalui sistem elektronik di kota Banda Aceh. Data dalam penelitian ini digunakan adalah kepustakaan dan lapangan, dengan memperoleh data sekunder dan bahan bacaan yang bersifat teoritis dengan cara mempelajari peraturan perundang-undangan, serta mewawancarai responden dan informan untuk memperoleh data primer, sampel yang digunakan purposive sampling dari keseluruhan populasi secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penjatuhan sanksi pidana terhadap perjudian melalui sistem elektronik di kota Banda Aceh belum maksimal yaitu dalam hal pembuktian mengalami kesulitan untuk mengadili pelaku perjudian melalui sistem elektronik, lemahnya kordinasi antar instansi aparat penegak hukum, kurangnya aparat penegak hukum serta kurangnya keahlian aparat hukum dalam bidang cybercrime khususnya dalam mengungkap dan memberantas perjudian melalui sistem elektronik. Disarankan kepada aparat penegak hukum untuk menerapkan sanksi pidana agar sesuai dengan aturan yang berlaku dan tujuan pemidanaan, membuat pengadaan fasilitas komputer digital, melakukan pelatihan khusus mengenai digital forensik dan cybercrime dimana juga melakukan pengrekrutan dari luar aparat penegak hukum yang ahli dalam bidang cyber yaitu kalangan individu, perguruan tinggi dan yang ingin membantu Polri dalam hal pemberantasan tindak pidana perjudian dalam sarana teknologi sehingga dalam hal pembuktian tidak adanya kendala dan putusan hakim dapat berjalan secara optimal.
Implementasi Kebijakan Dalam Sistem Birokrasi Pemasyarakatan Ainon Marziah; Mahfud Mahfud
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 2, No 1: Februari 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (286.629 KB)

Abstract

Berdasarkan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, bertujuan supaya warga binaan pemasyarakatan menyadari kesalahan-kesalahannya, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana yang sama, sehingga dapat diterima dan mudah kembali dalam kehidupandi lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam segi pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab seperti yang diinginkan oleh Undang-Undang, salah satu kebijakan birokrasi tertutup Peraturan Menteri Nomor 6 Tahun  2013 bagi siapa yang melanggarnya akan dikenakan hukuman disiplin tingkat ringan, sedang dan tingkat berat. Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan bagaimana penyimpangan kebijakan pada sistem birokrasi tertutup oleh para tahanan dan narapidana dalam lapas kelas II Banda Aceh dan untuk menjelaskan faktor apa penyebab terjadinya penyimpangan implementasi kebijakan dalam lapas kelas II Banda Aceh. Untuk memperoleh data, dilakukan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder melalui buku dan media online, sedangkan penelitian lapangan dilakukan guna untuk memperoleh data primer melalui wawancara dengan responden dan informan. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa penyimpangan didalam lapas seperti terjadinya sodomi, bisnis narkotika dari dalam lapas, transaksi ilegal di dalam lapas, pemalakan terhadap setiap para tahanan yang masuk untuk membayar kamar, pemukulan, serta menggunakan handphone untuk tujuan melakukan tindak kriminal yang baru. Faktor-faktor bentuk penyimpangan dalam implementasi kebijakan di dalam Lapas disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya adanya kesempatan untuk melakukan penyimpangan, kurangnya sanksi yang tegas dan kebutuhan yang saling berinteraksi antara Narapidana dan Petugas Lapas. Diharapkan kepada Pimpinan Lapas Kelas II Banda Aceh atau Kepala Kantor wilayah Departemen Hukum dan HAM dan/atau Menteri Hukum dan HAM membentuk karakter-karakter yang baik bagi Para Tahanan dan Narapidana selama mereka berada di dalam Lapas. Segala bentuk kebijakan tertulis maupun tidak tertulis yang bertujuan untuk mencapai tujuan kebijakan, sudah seharusnya dilaksanakan atau diimplementasikan secara serius serta konsisten oleh Pimpinan dan Petugas Lapas selama mengemban tugas mulia bagi tercapai tujuan bangsa dan negara.
Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Politik Uang (Money Politic) Di Pemilu Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Nurnajmiati Nurnajmiati; Tarmizi Tarmizi
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 2, No 1: Februari 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (309.93 KB)

Abstract

Pasal 301 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mengatur dan memberi batasan tentang tindak pidana politik uang (money politic) pada pemilihan umum sebagaimana kasus yang terjadi pada Pemilu Legislatif Tahun 2014 di Kabupaten Aceh Selatan. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk menjelaskan tentang penyelesaian perkara tindak pidana politik uang (money politic) di Panwaslu Aceh Selatan dan menjelaskan hambatan serta upaya penanggulangan tindak pidana politik uang (money politic) di Panwaslu Aceh Selatan. Data dalam penulisan artikel ini dikumpulkan melalui penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan.  Penelitian lapangan dilakukan dengan mewawancarai informan dan responden yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan mempelajari buku-buku, kasus-kasus hukum, jurnal hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hasil penelitian diketahui bahwa tindak pidana politik uang pada Pemilu legislatif tahun 2014 meliputi 6 kecamatan dan ada 6 kasus, namun semua kasus tersebut tidak bisa diproses lebih lanjut, karena banyak mengalami hambatan terkait pada proses penyelesaiannya, antara lain sulitnya mencari barang bukti dan saksi, tidak terpenuhinya suatu syarat dalam sebuah laporan, baik syarat materil maupun syarat formil adanya keterbatasan waktu yang sangat singkat yang dimiliki oleh Panwaslu yakni 3 (tiga) hari mulai dari penerimaan laporan, regulasi undang-undang Pemilu yang memungkinkan adanya manipulasi politik uang (money politic) dan tidak dimilikinya kewenangan penahanan terhadap terdakwa atau tersangka oleh kepolisian dan kejaksaan. Disarankan kepada pemerintah agar dalam menciptakan regulasi jangan ada celah yang memungkinkan adanya politik uang (money politic), syarat formil dan syarat materiil yang harus dipenuhi  oleh Panwaslu/Bawaslu dalam penerimaan sebuah laporan untuk proses penyelidikan tindak pidana pemilu, khususnya tindak pidana politik uang (money politic) disederhanakan lagi, dan masa laporan kasus juga diperpanjang lagi serta kewenangan penahanan terhadap tersangka atau terddakwa oleh kepolisian dan kejaksaan sehingga aparat akan lebih leluasa dalam menyelidiki kasus tindak pidana pemilu.
Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Terhadap Anggota Keluarga Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Bireuen Lola Mauliva; Ida Keumala Jeumpa
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 2, No 1: Februari 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (294.642 KB)

Abstract

Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menyebutkan bahwa pembunuhan berencana ialah barang siapa yang dengan sengaja dan direncanakan terlebih dahulu menghilangkan nyawa orang lain dihukum karena salahnya pembunuhan berencana, dengan hukuman mati atau hukuman seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun, tetapi dalam kenyatannya masih terdapat kasus pembunuhan berencana bahkan yang dilakukan oleh anggota keluarga. Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk menjelaskan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman terhadap pelaku yang melakukan pembunuhan berencana terhadap anggota keluarganya, untuk menjelaskan faktor yang menyebabkan seseorang melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap anggota keluarga dan untuk menjelaskan upaya penegakan hukum terhadap pelaku yang melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap anggota keluarga. Metode yang dilakukan menggunakan penelitian kepustakaan dan lapangan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara membaca buku-buku teks, peraturan perundang-undangan. Sedangkan penelitian lapangan dilakukan dengan cara mewawancarai responden dan informan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Faktor yang menyebabkan seseorang melakukan tindak pidana pembunuhan berencana terhadap anggota keluarganya antara lain dendam, psikis terganggu, lingkungan pergaulan, kurangnya pemahaman tentang hukum dan agama, rendahnya tingkat pendidikan. Upaya penegakan hukum terhadap pelaku yang melakukan tindak pidana pembunuhan berencana dengan memproses pelaku melalui peradilan pidana, meskipun pembunuhan dilakukan dengan anggota keluarga sendiri, melakukan pemberatan hukuman yang seberat-beratnya, partisipasi masyarakat dalam penanggulangan kejahatan. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman terhadap pelaku yang melakukan pembunuhan terhadap anggota keluarganya ialah pertimbangan yuridis seperti fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan misal dakwaan jpu, keterangan saksi, barang bukti dan pertimbangan non-yuridis seperti latar belakang pelaku, perbuatan terdakwa, kondisi dan agama terdakwa. Disarankan kepada pihak yang berwenang hendaknya koordinasi antar penegak hukum, mendayagunakan prosedur dan mekanisme peradilan pidana dan menanamkan nilai-nilai/norma-norma yang baik sehingga norma-norma tersebut terinternalisasi dalam diri seseorang.
Pembinaan Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum Di Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial Banda Aceh Ardianda Ardianda; Rizanizarli Rizanizarli
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Pidana Vol 2, No 1: Februari 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (238.85 KB)

Abstract

Penulisan artikel ini bertujuan untuk menjelaskan pelaksanaan pembinaan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum di Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial Banda Aceh, untuk menjelaskan hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pembinaan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum, untuk menjelaskan upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan pembinaan. Metode yang dilakukan dengan melakukan penelitian lapangan yaitu dengan melakukan wawancara dengan responden dan informan dan penelitian kepustakaan yaitu dengan mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan dan artikel yang berkaitan dengan penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembinaan yang dilakukan oleh Lembaga Penyelenggaraan Kesejateraan Sosial (LPKS) sudah sesuai dengan ketentuan, namun pembinaannya masih banyak kekurangan. Adapun pembinaan yang dilakukan oleh LPKS adalah bimbingan fisik, bimbingan sosial, bimbingan mental, bimbingan psikologi, bimbingan pendidikan, bimbingan pengajian, bimbingan motivasi, bimbingan keterampilan, resosialisasi, reintegrasi dan pendampingan penguatan ekonomi keluarga. Hambatan yang dihadapi diantaranya mulai dari kekurangan dana, banyak Polsek (Polisi Sektor) yang belum paham penanganan anak yang berkonflik dengan hukum, sarana dan prasarana yang terbatas, ketidakpedulian keluarga anak dan masih adanya masyarakat yang tidak menerima anak kembali ke lingkungannya serta kurangnya pekerja sosial profesional sehingga menghambat proses pembinaan. Upaya yang dilakukan dengan melakukan kerja sama dengan pihak Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan, mengoptimalkan sarana dan prasana yang tersedia di LPKS, menambah pekerja sosial yang kompeten di bidangnya dan terus melakukan komunikasi serta memberikan penyuluhan kepada keluarga anak dan masyarakat. Disarankan kepada Kementrian Sosial untuk menambah fasilitas-fasilitas yang ada di LPKS di seluruh wilayah Republik Indonesia pada umumnya dan khususnya di LPKS Banda Aceh, sehingga pembinaan dapat berjalan dengan optimal dan anak dapat berintegrasi kembali di dalam lingkungan masyarakat.

Page 1 of 2 | Total Record : 20