cover
Contact Name
Teguh Ariyanto
Contact Email
teguh.ariyanto@ugm.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
teguh.ariyanto@ugm.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kab. sleman,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Jurnal Rekayasa Proses
ISSN : 1978287X     EISSN : 25491490     DOI : -
Core Subject : Education, Social,
Jurnal Rekayasa Proses (J. Rek. Pros) is an open-access journal published by Chemical Engineering Department, Faculty of Engineering, Universitas Gadjah Mada as scientific journal to accommodate current topics related to chemical and biochemical process exploration and optimization which covers multi scale analysis from micro to macro and full plant size.
Arjuna Subject : -
Articles 200 Documents
Dekolorisasi dan Deoilisasi Parafin menggunakan Adsorben Zeolit, Arang Aktif dan Produk Pirolisis Batu Bara Bardi Murachman; Eddie Sandjaya Putra; Wulandary
Jurnal Rekayasa Proses Vol 8, No 2 (2014)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jrekpros.11371

Abstract

Indonesian wax production was reaching 50277 barrels in 2009. Although the wax production rate in Indonesia is quite high, it is still not enough to fulfill the demand. Therefore, Indonesia has to import wax from China. Unfortunately, Indonesian wax qualities, especially related to colour and hardness, are less compared with those from China. Local wax is more brownish yellow, soft and easily melted compared with the wax from China which is whiter, harder and difficult to melt. Many research activities have been conducted to improve quality of local wax. Among of them is with the use of adsorption method with adsorbent.Various adsorbents can be used, including activated carbon, zeolite, and coal pyrolysis product. The present work aim was to find the ability of forementioned adsorbent in purpose to improve the quality of wax, i.e. colour and texture, by decolorization dan deoilization process. Adsorbent was added to the wax at 90C and mixing was then conducted. Parameters under investigation were the influence of the ratio of wax to adsorbent and the optimum mixing time. Based on reduction of oil content and colour intensity, the best wax -adsorbent ratio was 6 : 6 with a mixing time of 50 minutes. Zeolite gives the best adsorption properties and high effectivity in deoilization and decolorization process. Keywords : adsorption, decolorization, deoilization, adsorbent, wax Produksi lilin di Indonesia mencapai 50.277 barrel pada tahun 2009. Walaupun produksi lilin di dalam negeri cukup tinggi, jumlah tersebut belum mencukupi permintaan dari masyarakat sehingga masih harus mengimport lilin dari Cina. Sayangnya, lilin dalam negeri kualitasnya lebih rendah dibandingkan lilin dari Cina. Lilin dalam negeri masih berwarna kuning kecoklatan, lunak dan mudah meleleh sedangkan lilin produksi Cina jauh lebih putih, keras dan lebih lama meleleh. Banyak penelitian telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas lilin. Proses adsorbsi menggunakan adsorben merupakan salah satunya. Berbagai jenis adsorben dapat digunakan, seperti arang aktif, zeolite, maupun produk pirolisis batu bara. Penelitian ini bertujuan mengetahui kemampuan adsorpsi dari masing-masing adsorben tersebut dalam meningkatkan kualitas, warna dan struktur lilin, dengan cara dekolorisasi dan deoilisasi. Adsorben ditambahkan ke lilin pada suhu sekitar 90C dan dilakukan pengadukan. Parameter yang dikaji dalam penelitian ini adalah pengaruh rasio lilin : adsorben dan waktu pengadukan optimum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio lilin : adsorben terbaik adalah 6:6 bila dilihat dari pengurangan kadar minyak dan kadar zat warna, dengan waktu pengadukan terbaik adalah 50 menit. Zeolit memberikan sifat penjerapan terbaik dan efektivitas tinggi dalam proses deoilisasi dan dekolorisasi. Kata kunci : adsorpsi, dekolorisasi, deoilisasi, adsorben, lilin
Suhu dan Rasio Kukus Optimum pada Proses Gasifikasi Kukus Berkatalis K2CO3 terhadap Arang Batu bara Lignit Hasil Pirolisis dengan Laju Pemanasan Terkontrol Dewi Tristantini; Ricky Kristanda Suwignjo
Jurnal Rekayasa Proses Vol 8, No 2 (2014)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jrekpros.11372

Abstract

In order to fulfill the raw material needs of Fischer Tropsch process for producing synthethic fuel (synfuel), high yield of synthesis gas (syngas) with H2/CO ratio ≈ 2.0 should be obtained from lignite coal gasification. Steam gasification can enhance H2 composition in syngas. Lower activation energy of gasification reaction can be obtained using K2CO3 catalyst during the process. Pyrolysis step with controlled heating rate will affect pore surface area of char which will influence the composition and yield of syngas. In this study, lignite char from pyrolysis with controlled heating rate with 172.5 m2/g surface area and K2CO3 catalyst was fed in fixed bed steam gasification reactor. Steam to char mass ratio (2.0; 3.0; 4.0) and gasification temperature (675; 750; 825C) was varied. Optimum condition for syngas production obtained in this study was steam gasification at 675C with steam/char mass ratio 2.0. This condition will produce syngas with H2/CO ratio 2.07 and gas yield 1.128 mole/mole C (45% carbon conversion). Keywords: lignite, controlled pyrolysis, catalytic steam gasification, fixed bed reactor Untuk memenuhi persyaratan bahan baku pembuatan bahan bakar cair sintetis (synfuel) melalui proses Fischer Tropsch, diperlukan proses gasifikasi batu bara lignit yang menghasilkan gas sintesis dengan rasio H2/CO ≈ 2,0 dan yield gas yang tinggi. Metode gasifikasi kukus dapat meningkatkan komposisi H2 dalam gas sintesis. Energi aktivasi reaksi gasifikasi dapat diturunkan dengan menggunakan katalis K2CO3. Laju pemanasan terkontrol pada tahap pirolisis menentukan ukuran pori arang yang berpengaruh pada komposisi dan yield gas sintesis. Penelitian ini dilakukan dengan mengumpankan arang batu bara lignit hasil pirolisis dengan laju pemanasan terkontrol yang memiliki luas permukaan pori 172,5 m2/g bersama dengan katalis K2CO3 ke dalam reaktor unggun tetap. Rasio massa kukus/arang yang ditambahkan bervariasi 2,0; 3,0; 4,0 dan suhu gasifikasi 675, 750, 825C. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi reaksi gasifikasi yang sesuai untuk produksi gas sintesis bahan baku proses Fischer Tropsch adalah reaksi gasifikasi berkatalis K2CO3 pada suhu 675C dan rasio massa kukus/arang 2,0. Kondisi ini menghasilkan gas sintesis dengan rasio H2/CO 2,07 dengan yield gas 1,128 mol/mol C (45% konversi karbon). Kata kunci: lignit, pirolisis terkontrol, gasifikasi kukus berkatalis, reaktor unggun tetap
Synthesis of Oligoesters Plastic Film from Polylactic Acid with Mono Ester Plasticizer of Wood Flour and Rice Bran and its Hydro Degradation Edwin Azwar
Jurnal Rekayasa Proses Vol 8, No 2 (2014)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jrekpros.11373

Abstract

Composites of polylactic acid (PLA) with mono ester plasticizer (MEP) from wood flour and rice bran were prepared to evaluate the effect of MEP filler content on the mechanical, functional, thermal, and morphological properties of the composites and its degradation. The SEM study provided evidence that there was sufficient interfacial adhesion between the PLA matrix and the MEP from wood flour and rice bran filler. This was likely a result of mechanical interlocking among them. An addition of 10 and 30% MEP from wood flour or rice bran resulted in an improvement of strain and tensile properties of the composite. The composites of PLA and MEP from wood flour and rice bran experienced degradation through hydrolysis of regions that have crystalline structure. Keywords: polylactic acid, fiber, cellulose, wood flour, rice bran Komposit dari polylactic acid (PLA) dan mono ester plasticizer (MEP) dari tepung kayu dan bekatul disiapkan untuk mengevaluasi pengaruh jenis bahan isian MEP terhadap sifat mekanis, fungsi, sifat termal, dan morfologis komposit tersebut beserta reaksi degradasinya. Hasil analisis dengan SEM menunjukkan bahwa terdapat interfacial adhesion yang cukup besar antara matriks PLA dan MEP dari tepung kayu dan bekatul, yang dapat disebabkan oleh mechanical interlocking antara keduanya. Penambahan 10 dan 30% MEP tepung kayu dan bekatul menyebabkan perbaikan regangan (strain) dan tegangan tarik (tensile). Komposit PLA dan MEP dari tepung kayu dan bekatul mengalami degradasi dengan hidrolisis pada bagian yang berstruktur kristal. Kata kunci: polylactic acid, serat, selulosa, tepung kayu, bekatul
Sintesis ZSM-5 dari Coal Fly Ash (CFA) dengan Sumber Silika Penambah yang Berasal dari Abu Sekam Padi: Pengaruh Rasio SiO2/Al2O3 Terhadap Kristalinitas Produk Azlia Metta; Simparmin Br Ginting; Hens Saputra
Jurnal Rekayasa Proses Vol 8, No 2 (2014)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jrekpros.11374

Abstract

Coal Fly Ash and rice husk ash can be utilized by converting it into ZSM-5 synthetic zeolite. One of the influencing factors of ZSM-5 synthetis is ratio of SiO2/Al2O3. Synthesis of ZSM-5 was carried out in an autoclave at a temperature of 180°C with a variation of the ratio of SiO2/Al2O3, namely 20, 30, 40, 50 and 60 mol/mol during 24 hour crystallization using TPABr template. Characterization of ZSM-5 was conducted using X-ray Diffraction, Scanning Electron Microscopy, Adsorption-Desorption Analysis of Nitrogen and Acidity. The results showed that the ZSM-5 was formed in all the variations of SiO2/Al2O3 ratios with the highest percent crystallinity of 52.83%, at the ratio of 50 mol/mol. All products are still in accompany with the formation of side products such as Analsime and Silica Oxide. The ZSM-5 crystal product was in hexagonal shape. Results from Adsorption-Desorption Analysis of Nitrogen indicated that all products were mesoporous materials. Keywords: crystallinity, mesopore, ZSM-5, silica, rice husk, SiO2/Al2O3 ratio Limbah Coal Fly Ash dan abu sekam padi dapat dimanfaatkan dengan mengkonversi limbah menjadi zeolit sintesis ZSM-5. Salah satu faktor yang mempengaruhi sintesis ZSM-5 adalah rasio SiO2/Al2O3. Sintesis ZSM-5 dilakukan di dalam autoklaf pada suhu 180C dengan variasi rasio SiO2/Al2O3 yaitu 20, 30, 40, 50 dan 60 mol/mol selama waktu kristalisasi 24 jam menggunakan template TPABr. Karakterisasi ZSM-5 menggunakan metode Difraksi Sinar X, Scanning Electron Microscopy, Adsorpsi – Desorpsi Nitrogen dan Analisis Keasaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ZSM-5 terbentuk pada semua variasi SiO2/Al2O3. Persen kristalinitas produk ZSM-5 sebesar 52,83%, ada pada rasio 50 mol/mol. Semua produk masih disertai terbentuknya produk samping seperti Analsime dan Silika Oksida. Kristal ZSM-5 yang dihasilkan berbentuk heksagonal. Hasil Analisis Adsorpsi-Desorpsi nitorgen mengindikasikan bahwa semua sampel adalah material mesopori. Kata kunci: kristalinitas, mesopori, ZSM-5, sekam, rasio SiO2/Al2O3
Pembuatan Kitosan dari Kulit dan Kepala Udang Laut Perairan Kupang Sebagai Pengawet Ikan Teri Segar Mamiek Mardyaningsih; Aloysius Leki; Oktovianus D. Rerung
Jurnal Rekayasa Proses Vol 8, No 2 (2014)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jrekpros.11375

Abstract

The objective of the study is to examine the feasibility of chitosan from skin and head of the shrimp from Kupang seas as a fresh anchovy preservative. The study was conducted through two stages: chitosan production and application of chitosan as fresh anchovy preservative. Chitosan production generally starts from shrimp waste flour manufacture, deproteinization, demineralization and deacetilation. The concentration of chitosan as fresh anchovy preservative is 1.5%. Chitosan characterization includes water, protein, ash and fat and fresh anchovy test which covers the organoleptic test, microbiology and proximate test. The results showed that chitosan has flake shape with moisture content of 2.81%, ash 0.75%, nitrogen 7.26%, clear transparent color and 79.11% degree of deacetilation. Characteristics of chitosan meet Proptan Laboratoris standards. Storage life of fresh anchovy soaked in chitosan is 3 days at room temperature storage, while for normal fresh anchovy is only 1 day. Chitosan can extend the storage life, increase the rate of protein fish, preserve the taste of fresh anchovy and make the fresh anchovy more shinny. Keywords: shrimp waste, chitosan, preservative, fresh anchovy Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kelayakan kitosan dari kulit dan kepala udang laut perairan Kupang sebagai pengawet ikan teri segar. Penelitian ini dilakukan melalui 2 tahap yaitu pembuatan kitosan dan aplikasi kitosan sebagai pengawet ikan teri segar. Pembuatan kitosan secara umum dimulai dari pembuatan tepung limbah udang, deproteinasi, demineralisasi dan deasetilasi. Aplikasi pengawetan ikan teri segar menggunakan kitosan dengan konsentrasi 1,5%. Karakterisasi kitosan meliputi kadar air, abu, protein dan derajat deasetilasi. Uji ikan teri segar meliputi uji organoleptik, mikrobiologi dan uji proksimat. Hasil penelitian menunjukkan kitosan yang dihasilkan memiliki bentuk partikel serpihan, kadar air 2,81%, kadar abu 0,75%, kadar nitrogen 7,26%, warna larutan jernih dan derajat deasetilasi 79,11%. Karakteristik kitosan sudah memenuhi standar Proptan Laboratoris. Kitosan dapat memperpanjang umur penyimpanan dan meningkatkan kadar protein. Umur simpan ikan teri segar yang dicelup kitosan adalah 3 hari pada penyimpanan suhu kamar, sedangkan untuk ikan teri segar kontrol hanya 1 hari. Kitosan tidak merubah cita rasa ikan teri segar dan membuat penampakan ikan teri segar mengkilat. Kata kunci: limbah udang laut, kitosan, pengawet, ikan teri segar
Pengaruh Detoksifikasi dan Konsentrasi Substrat Terhadap Produksi Biohidrogen dari Hirolisat Ampas Tahu Amir Husin; Sarto Sarto; Siti Syamsiah; Imam Prasetyo
Jurnal Rekayasa Proses Vol 8, No 2 (2014)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jrekpros.11376

Abstract

The effect of detoxification and substrate concentration on fermentative hydrogen production by mixed cultures was investigated in batch experiments using tofu solid waste (TSW) hydrolysate as substrate. TSW as the by product of tofu processing industry was hydrolyzed using diluted hydrochloric acids as catalyst (0.5% wt HCl, 104C and 30 minutes). After neutralized by Ca(OH)2 (aq) and then treated by activated carbon for one hour, the hydrolysate was used for biohydrogen production. The experimental results show that, during fermentative hydrogen production under mesophilic condition and initial pH 6.5 were influenced both substrates without/with detoxification. The maximal hydrogen yield of 4.9 mmol/g reducing sugar (RS) were obtained at detoxified substrate consentration of 2 g GT/L. Detoxification has also shown to shortened lag phase of fermentation (). Adaptation time of microbes during fermentation was reduced from 20 into 13.25 hours for fermentation without/with detoxification respectively at initial substrate concentration of 2 g GT/L. Key words : hydrolysate, tofu solid waste, detoxification, hydrogen, fermentation Pengaruh detoksifikasi dan konsentrasi substrat terhadap produksi hidrogen fermentatif dengan kultur campuran diinvestigasi dalam percobaan batch menggunakan hidrolisat ampas tahu sebagai substrat. Ampas tahu sebagai produk samping industri pengolahan tahu dihidrolisis menggunakan katalis asam encer (0,5% berat HCl, 104C dan 30 menit). Setelah dinetralkan dengan larutan Ca(OH)2 dan dikenakan perlakuan dengan karbon aktif (1,5% berat/volum), hidrolisat siap digunakan untuk produksi hidrogen. Hasil percobaan menunjukkan, bahwa pada kondisi mesofilik dan pH awal 6,5, produksi hidrogen meningkat dan yield (mmol H2/g gula tereduksi) menurun dengan meningkatnya konsentrasi substrat awal, baik pada system tanpa detoksifikasi maupun dengan detoksifikasi. Yield H2 maksimum 4,9 mmol H2/g gula tereduksi (GT) diperoleh bila hidrolisat tanpa detoksifikasi diinkubasi pada konsentrasi substrat awal 2 g GT/L. Hasil ini 25% lebih tinggi jika dibandingkan dengan substrat yang tanpa detoksifikasi. Proses detoksifikasi hidrolisat menggunakan karbon aktif mempengaruhi kinerja proses fermentasi dengan berkurangnya lama waktu fase adaptasi mikroba (). Pada konsentrasi substrat 2 g/L, lama waktu fase adaptasi mikroba berkurang dari 20 menjadi 13,25 jam berturut-turut untuk hidrolisat tanpa detoksifikasi dan dengan detoksifikasi. Kata kunci : hidrolisat, ampas tahu, detoksifikasi, hidrogen, fermentasi
Optimasi Proses Nitrasi pada Pembuatan Nitro Selulosa dari Serat Limbah Industri Sagu Purnawan Purnawan
Jurnal Rekayasa Proses Vol 4, No 2 (2010)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jrekpros.1887

Abstract

Proses pembuatan selulosa nitrat dari serat sagu dilakukan dengan dua tahapan proses yaitu proses delignifikasi dan proses nitrasi. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari proses nitrasi selulosa menjadi nitro selulosa. Sebelum dinitrasi, selulosa serat sagu dibersihkan dari kandungan ligninnya dengan proses soda nitrat memakai asam nitrat dan natrium hidroksida. Proses nitrasi menggunakan asam campuran yang terdiri dari asam nitrat dan asam sulfat sebagai katalisator. Proses dilakukan dalam labu leher tiga yang dilengkapi pengaduk dan pengatur suhu. Pada penelitian ini dipelajari pengaruh waktu reaksi, perbandingan selulosa dengan asam campuran dan perbandingan asam sulfat dengan asam nitrat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses nitrasi akan memberikan hasil terbaik pada waktu reaksi 1,5 jam, perbandingan selulosa – asam campuran 1:20 serta perbandingan asam sulfat – asam nitrat 1:5. Pada kondisi ini diperoleh yield sebanyak 151,22% dengan kandungan nitrogen sebanyak 13,39% yang mendekati kadar nitrogen maksimum teoritis sebesar 14,14%. Kata kunci: delignifikasi, nitrasi, nitroselulosa, kadar nitrogen Nitrocellulose production from sago fibers was conducted in two steps, i.e. delignification and nitration processes. This work studied the nitration process of sago fiber cellulose. Before nitration, the lignin was removed using the nitrate soda process utilizing nitric acid and sodium hydroxide. The nitration process used an acid solution consisting of nitric acid and sulfuric acid as a catalyst. The process was carried out in a three neck flask equipped with stirrer and temperature control. The effects of reaction time, nitric acid concentration, and sulfuric to nitric acid ratio were investigated. The results showed that the best operating conditions obtained for the reaction time, cellulose to mixed acid ratio and sulfuric to nitric acid ratio were 1.5 hours, 1:20 and 1:4 respectively in which the product yield and nitrogen content were found to be 151.22% and 13.39%. This nitrogen content was close to the theoretical maximum nitrogen content of 14.14%. Keywords: delignification, nitration, nitrocellulose, nitrogen content.
Pengembangan dan Pengujian Inokulum Untuk Pengomposan Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit Suharwaji Sentana; Suyanto; M.A. Subroto; Suprapedi; Sudiyana
Jurnal Rekayasa Proses Vol 4, No 2 (2010)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jrekpros.1888

Abstract

Limbah tandan kosong kelapa sawit (TKKS) yang jumlahnya mencapai 23% dari tandan buah segar, mengandung unsur hara makro dan mikro yang penting bagi pertumbuhan tanaman. Pada saat ini limbah tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan dan menguji inokulum yang dapat digunakan untuk pembuatan kompos dari limbah tandan kosong kelapa sawit. Inokulum merupakan campuran bakteri dan jamur yang diisolasi dari limbah tandan kosong kelapa sawit. Isolat kemudian ditumbuhkan pada media pertumbuhan tertentu dan difermentasikan. Pengujian inokulum dilakukan pada skala laboratorium dengan cara sebagai berikut: dua kilogram tandan kosong kelapa sawit yang telah dicacah sepanjang  2 cm dimasukkan ke dalam wadah, kemudian diinokulasi dengan inokulum pada dosis 500 dan 1000 ml/ton. Percobaan diulang hingga tiga kali. Selama percobaan kelembaban relatif dijaga tetap 60% dan suhu diamati hingga proses pengomposan selesai. Kompos yang dihasilkan dianalisis kadar air, karbon, nitrogen, fosfor, kalium, dan magnesium. Pada penelitian ini telah berhasil dikembangkan inokulum yang terdiri atas campuran bakteri dan jamur dinamakan ”Indigenous Microbial Consortium” dan dapat dipergunakan untuk membuat kompos dengan kualitas yang memenuhi standar. Kata kunci: kompos, limbah tandan kosong kelapa sawit, inokulum, konsorsium mikroba. Empty palm oil bunch waste is about 23% of the fresh bunches which is rich with important macro and micro nutrients for plant growth. However, those have not been optimally utilized. The objective of this experiment was to develop and to evaluate the inoculums which could be used to make compost from empty palm oil bunch wastes. The inoculums consisted of fungies and bacteria isolated from the empty palm oil bunches. The isolates were then grown and fermented on to a particular media. The inoculums were then evaluated at laboratory scale according to the following methods. About 2 kg of 2 cm long crushed empty palm oil bunches were put in particular places and were then inoculated by the inoculums at a dosage of 500 and 1000 ml/ton of wastes. The experiment was done at triplicates and the relative humidity during the experiment was kept constant at 60%, and temperature was recorded until the end of the experiment. Water, carbon, nitrogen, phosphor, potassium, and magnesium contents of the composts were analysed. The inoculums that consisted of fungies and bacteria were successfully developed and it was called “Indigenous Microbial Consortium”. The inoculums could be used to make good quality of composts. Keywords: compost, empty palm oil bunches, inoculums, microbial consortium.
Extraction and Modification of Gum from Cashew Tree Exudates Using Wheat Starch and Glycerine Andri Cahyo Kumoro; Diah Susetyo Retnowati; Catarina Sri Budiyati
Jurnal Rekayasa Proses Vol 4, No 2 (2010)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jrekpros.1889

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengekstrak getah pohon mete dan memodifikasi sifatnya untuk dapat digunakan sebagai senyawa pembantu proses pengeringan menggantikan fungsi getah Arab. Dengan menggunakan getah mete termodifikasi dari penelitian ini, permasalahan biaya pada proses pengeringan jus buah dengan spray dryer dapat diatasi. Getah pohon mete dipungut dan diendapkan dari larutan hasil penyadapan dengan bantuan etanol sebagai antisolvent. Dalam penelitian ini gliserin dan pati gandum digunakan sebagai bahan tambahan untuk memodifikasi sifat getah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa getah pohon mete termodifikasi yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik dan kesamaan sifat dengan getah Arab. Kata kunci : getah pohon mete, getah Arab, modifikasi, pati, gliserin The objectives of this research were to extract cashew tree gum (CTG) from cashew tree exudates and to modify it into a new drying aid, which can act as a substitute for Arabic gum. The cost problem faced in the spray drying of fruit juices is expected to be solved with the use of modified CTG as a replacement of Arabic gum. The CTG was extracted and precipitated from its raw cashew exudates solution with the help of ethanol as antisolvent. Glycerine and wheat starch were the additives used in the modification of the gum. The good quality of modified CTG was obtained based on their close similarity to Arabic gum properties. Keywords: CTG, Arabic gum, modification, starch, glycerine
Teknologi Co-processing : Solusi Alternatif Mereduksi Bahan Bakar Fosil dan Gas CO2 di Industri Semen Indonesia Yulius Pamungkas
Jurnal Rekayasa Proses Vol 4, No 2 (2010)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jrekpros.1890

Abstract

Teknologi co-processing dalam industri semen didefinisikan sebagai teknik pemakaian kembali limbah suatu industri sebagai substitusi bahan bakar fosil dan bahan baku semen (bahan galian C) dengan tujuan untuk memanfaatkan nilai energi dan nilai bahan yang masih terkandung di dalam limbah tersebut. Di Eropa teknologi co-processing dikenal juga sebagai co-incinerator dan telah berkembang pesat. Sementara di Indonesia pemusnahan limbah masih dilakukan terpisah dan menggunakan teknologi incenerator yang masih menghasilkan residu yang harus dilakukan pemusnahan kembali. Industri besar yang menggunakan sistem reaktor pembakaran seperti semen, baja, kapur, pembangkit listrik sangat mungkin memanfaatkan teknologi co-processing dalam strategi jangka panjangnya dalam mengelola pemakaian bahan bakar dan bahan baku berupa bahan galian C. Teknologi co-processing yang dilakukan secara konsisten dapat membantu penghematan energi fosil, mengurangi pemanasan global yang diakibatkan oleh peningkatan emisi CO2 dan mempunyai dampak lingkungan yang lebih bersih dalam hal pemusnahan limbah industri. Dalam industri semen, kunci keberhasilan teknologi co-processing adalah penentuan lokasi dan sistem pengumpanan limbah, konsistensi kualitas nilai energi dan nilai bahan dari limbah dan pengelolaan limbah yang memperhatikan sistem Kesehatan dan Keselamatan Kerja dan Lingkungan Hidup (K3LH). Hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan teknologi co-processing adalah komposisi, bentuk dan ukuran serta kandungan air dan zat pengotor yang bervariasi antara berbagai jenis limbah agar tidak mempengaruhi kestabilan operasi dan kualitas produk. Kata kunci: co-processing, incinerator, energi, emisi CO2, limbah Co-processing technology in cement industry is defined as the technology to use wastes such as used oil, scrap tires and other organic wastes in order to reduce fossil fuel consumption. This technology also allows the utilization of material elements contained in the wastes such as alumina, silica and iron to substitute some of raw materials used in cement industry. In Europe, this technology is also known as co-incinerator and being used widely. Hazardous waste disposal in Indonesia is done traditionally using incineration technology. The incineration technology may result toxic ashes that require further treatment before it can be dumped into a secure landfill. Big industries that have combustion reactor system with high temperature such as cement industry, steel industry and power generation could utilize co-processing technology as their long term strategy to reduce both fossil and raw material consumptions. If this technology can be consistently applied in the big industries, it has big potential to reduce the use of fossil fuel (and global warming) and to lower the risk due to traditional hazardous waste disposal. Some keys for successful implementation of the co-processing technology in cement industries include the appropriate selection of feeding method and location; consistency in energy content of the wastes and waste treatments that are compliance with safety and environmental laws. Care should be taken in the use of this technology due to the variation in composition, shape and size of the wastes and its water and impurities content so that these variations would not affect the plant operation stability and the product quality. Keywords: co-processing, incinerator, energi, CO2 emission, waste

Page 1 of 20 | Total Record : 200