cover
Contact Name
Amalia Setiasari
Contact Email
jkpi.puslitbangkan@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
jkpi.puslitbangkan@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia
ISSN : 19796366     EISSN : 25026550     DOI : -
Core Subject : Agriculture,
Indonesian Fisheries Policy Journal present an analysis and synthesis of research results, information and ideas in marine and fisheries policies.
Arjuna Subject : -
Articles 6 Documents
Search results for , issue "Vol 2, No 1 (2010): (Mei 2010)" : 6 Documents clear
PENGENDALIAN SUMBERDAYA IKAN DI ESTUARIA SUNGAI MUSI Eko Prianto; Siswanta Kaban; Solekha Aprianti; Romie Jhonnerie
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia Vol 2, No 1 (2010): (Mei 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (246.173 KB) | DOI: 10.15578/jkpi.2.1.2010.15-25

Abstract

Perairan estuaria Sungai Musi merupakan daerah penangkapan ikan yang potensial di Provinsi Sumatera Selatan, sehingga di wilayah ini terjadi aktifitas penangkapan yang cukup padat. Akibatnya terjadi tekanan yang cukup besar terhadap sumberdaya ikan di kawasan ini. Fungsi ekologi estuaria sebagai spawning ground dan nursery ground mulai mengalami gangguan akibat intensitas penangkapan yang besar. Beberapa alat tangkap ikan yang tidak selektif beroperasi dalam jumlah banyak sehingga menyebabkan penurunan terhadap stok ikan. Akibatnya konflik pemanfaatan ruang sering terjadi antar sesama nelayan atau pengguna lainnya. Seperti konflik jaring trawl dengan gillnet dan pancing rawai dan konflik nelayan tuguk dengan pengemudi kapal. Untuk menyelesaikan konflik di atas dan menjaga kelestarian sumberdaya ikan di estuaria Sungai Musi, beberapa langkah pengendalian yang direkomendasikan adalah melakukan pengaturan penangkapan ikan, melakukan sosialisasi peraturan perikanan kepada masyarakat, meningkatkan kapasitas kelembagaan pengelolaan perikanan, pelarangan penggunaan alat tangkap tertentu, dan memberikan bantuan modal usaha kepada nelayan.Estuary of Musi River is a potential fishing areas in South Sumatra Province, so that in this region occur fairly heavy fishing activity. The consequence is a large pressure on fish resources of this region. The ecological functions of estuaries as nursery ground and spawning ground, begin to experience problems due to the large fishing intensity. Some fishing gear that does not selectively operate in large quantities resulted in a decline of fish stocks. As the result spatial use conflicts often occur between fishermen or other user, as examples is the conflict between trawl fishing with gill nets and longline operator and the operator of driver tuguk ship. To resolve the above conflict and preserve the fish resources in the estuary of the River Musi, a few recomendation that must be addressed several step must doing fisheries regulations to disseminate to the public, enhance institutional capacity for fisheries management, ban the use of certain fishing gear and provide venture capital assistance to fishermen.
PENGELOLAAN SUMBER DAYA IKAN DI DANAU LIMBOTO, GORONTALO Krismono Krismono; Endi Setiadi Kartamihardja
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia Vol 2, No 1 (2010): (Mei 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (152.094 KB) | DOI: 10.15578/jkpi.2.1.2010.27-41

Abstract

Danau Limboto termasuk danau tipe rawa terletak di Provinsi Gorontalodengan luas 2.900 ha dan kedalaman antara 1-5 m. Sumber air berasal dari 20 sungai dan empat sungai di antaranya merupakan sungai besar, yaitu Sungai Bionga, Sungai Molalahu, Sungai Alo-pahu, dan Sungai Meluopo. Air Danau Limboto dikeluarkan melalui Sungai Topadu yang bermuara di Teluk Tomini dengan jarak sekitar 10 km. Masalah Danau Limboto adalah eutrofikasi dan sedimentasi, eutrofikasi ditandai dengan pertumbuhan gulma air eceng gondok yang berkembang terus dari tahun ke tahun. Pada tahun 1994 tumbuhan air menutupi sekitar 35%, tahun 2004 sampai 40% dan tahun 2008 sekitar 40-60% luas permukaan air. Struktur komunitas ikan di Danau Limboto didominansi oleh ikan karnívora dan omnivora sehingga hanya sebagian kecil yang memanfaatkan eceng gondok sebagai makanannya. Sekitar 1.500 kepala keluarga hidup di selingkar Danau Limboto dengan mata pencaharian pembudidaya ikan dan nelayan. Beberapa alat tangkap yang merusak sumber daya ikan antara lain dudayaho, strom, dan bibilo. Untuk menjaga kelestarian sumber daya ikan perlu dilakukan langkah-langkah pengelolaan secara berkelanjutan meliputi rehabilitasi habitat danau melalui pengendalian eceng gondok, penentuan tata ruang perairan danau, revitalisasi Peraturan Daerah Kabupaten Gorontalo Nomor 67 Tahun 2000 mengenai pelarangan penggunaan alat tangkap yang merusak sumber daya ikan, revitalisasi kelembagaan nelayan,dan pembudidaya ikan.Lake Limboto is classified as swamp lake types located in the Province ofGorontalo, has a water surface area of 2,900 ha and water depth range between 1-5 m. The source of water comes from 20 rivers; among others are four major rivers, namely Bionga, Molalahu, Alo-Pahu, and Meluopo Rivers. The outlet of the lake waters is Topadu River which empties into Tomini Bay about 15 km distance from the lake. The main problem of the lake is eutrofication and sedimentation which the eutrofication indicated by the nuisance growth of aquatic weeds especially water hyacinth. In 1994, the water hyacinth covered the water surface area of 35%, in 2004 to be 40% and in 2008 approximately covered 40- 60% of the total water surface area of the lake. Structure of fish communities is dominated by carnivorous and omnivorous fish so that only a small part water hyacinth utilized as fish feed. Lake Limboto support around 1,500 families live surrounding of the lake that their livelihoods as fish farmers and fishermen. Some fishing gears such as scope net of fine mesh size, electric fishing and aquatic plant fish aggregating device has destructed the fish resources. To maintain thesustainability of fish resources some management measures i.e. habitatrehabilitation of the lake through water hyacinth control, zoning of the lake, revitalization of Gorontalo District Act Nomor 67 year 2000 about prohibition on the use of destructive fishing gears; and development of fisheries co-management should be done.
KAPASITAS PERIKANAN PELAGIS KECIL DI WILAYAH PENGELOLAAN PERIKANAN-714 LAUT BANDA MALUKU Johanis Hiariey; Mulyono Sumitro Baskoro
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia Vol 2, No 1 (2010): (Mei 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (131.558 KB) | DOI: 10.15578/jkpi.2.1.2010.43-56

Abstract

Kapasitas penangkapan berlebih merupakan suatu masalah kritis padaperikanan tangkap. Berkaitan dengan isu kapasitas tersebut, kajian ini dilakukan untuk menentukan kapasitas penangkapan ikan pelagis kecil di wilayah pengelolaan perikanan-714 Laut Banda, dengan menggunakan data runtun waktu periode tahun 1985-2006 yang dianalisis dengan teknik data envelopment analysis. Terdapat indikasi excess capacity pada perikanan pelagis kecil, dan pada periode tahun 1989-1998 kondisi perikanan menunjukan over capacity. Dengan demikian, dibutuhkan alternatif kebijakan pengelolaan perikanan untuk mengurangi input penangkapan pada perikanan di wilayah pengelolaan perikanan-714 Laut Banda.Excessive fishing capacity is a critical problem in marine capture fisheries. In line with the capacity issue, this study was conducted to determine fishing capacity of the small pelagic fishery at fishery management area-714 Banda Sea using time series data of 1985-2006 analyzed using technique of data envelopment analysis. There was indication of excess capacity on the small pelagic fishery, and the fishery in the period of 1989-1998 was found to be over capacity. Therefore, alternative fishery management policies were needed to reduce fishing inputs from the fishery of the fishery management area-714 Banda Sea.
KAJIAN USAHA PUKAT CINCIN (PURSE SEINE) BERBASIS PENDARATAN DI MALUKU TENGAH Ralph Thomas Mahulette; Wijopriono Wijopriono
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia Vol 2, No 1 (2010): (Mei 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (423.93 KB) | DOI: 10.15578/jkpi.2.1.2010.57-70

Abstract

Penelitian terhadap perikanan pukat cincin di Maluku Tengah telah dilakukan pada tujuan mengkaji faktor-faktor produksi yang berpengaruh dan menetapkan strategi pengembangan usaha. Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan pelaku atau nelayan dan pengusaha menggunakan kuesioner, sedangkan data sekunder di dapat langsung dari kantor Dinas Perikanan dan Kelautan, Pelabuhan Perikanan Nusantara. Hubungan antara faktor-faktor produksi dan produksi direpresentasikan sebagai fungsi Cob Douglass. Kelayakan usaha dievaluasi berdasarkan pada analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran kapal, anak buah kapal, ukuran alat tangkap, dan harga bahan bakar minyak, sangat berpengaruh terhadap produksi tangkapan. Peluang bagi perkembangan produksi adalah masuknya para investor baru. Strategi alternatif untuk pengembangan perikanan pukat cincin dikaji dan dibahas dalam tulisan ini.Research on the purse seine fishery has been done in Central Mollucas,aiming at assessing production factors that influenced fish catch and defined development strategies for the fishery. Primary data was collected through interview by using questionnaire, while secondary data was collected from the Marine Affair and Fisheries Service and also from Fishing Port in Ambon. Relationships between production factors and fish catch represented as mathematical function of Cob Douglass. Business feasibility was evaluated using SWOT analysis. Results of study showed that vessel size, crews, fishing gear size, and fuel consumptionwere significantly influenced the fish catch. The opportunity for development of the fishery is coming from settlement of new investment. Alternative strategies for developing purse seine fishery were assessed and discussed in this paper.
KLASIFIKASI SENTRA INDUSTRI PERIKANAN BERBASIS PELABUHAN PERIKANAN: KASUS DI KABUPATEN BELITUNG Marwan Syaukani; Muhammad Fedi Alfiadi Sondita; Daniel Monintja; Akhmad Fauzi; Victor Petrus Hiliary Nikijuluw
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia Vol 2, No 1 (2010): (Mei 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (380.352 KB) | DOI: 10.15578/jkpi.2.1.2010.1-14

Abstract

Klasifikasi pelabuhan perikanan Indonesia yang terdiri atas PelabuhanPerikanan Samudera, Pelabuhan Perikanan Nusantara, Pelabuhan PerikananPantai, dan Pusat Pendaratan Ikan. Klasifikasi tersebut di atas didasari hubungan inti plasma di mana pelabuhan perikanan yang besar ditunjang beberapa pelabuhan perikanan yang lebih kecil (Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2008). Hubungan inti plasma tersebut tidak berjalan karena tidak mempunyai pola hubungan yang jelas. Oleh sebab itu diperlukan alternatif klasifikasi pelabuhan perikanan dengan memasukan unsur jaringan industri seperti yang diusulkan oleh Israel & Rouqe (2000) yang mengklasifikasikan pelabuhan perikanan menjadi tiga yaitu penyedia jasa utama, penyedia jasa antara (server), dan client. Penelitian ini bertujuan menentukan klasifikasi sentra industri perikanan berbasis pelabuhan perikanan dalam jaringan industri yang efektifdan efisien dilakukan di Kabupaten Belitung selama 11 bulan sejak Oktober 2007 sampai Agustus 2008. Metode yang dipergunakan adalah multi criteria analysis yang dilanjutkan dengan analisis technique for order preference by similarity to ideal solution. Parameter yang diukur meliputi infrastruktur pelabuhan perikanan, kapasitas kapal perikanan, kemandirian faktor input, dan produksi. Hasil penelitian menunjukan bahwa Pulau Belitung berperan sebagai penyedia jasa utama, Pulau Mendanau, dan Pulau Seliu berperan sebagai penyedia jasa antara (server), dan Pulau Gersik dan Pulau Sumedang berperan sebagai client.Klasifikasi pelabuhan perikanan dalam suatu jaringan industri berimplikasi pada peningkatan efektivitas dan efisiensi pembangunan pelabuhan perikanan tangkap sebagai sentra industri perikanan tangkap.Indonesian government classify fishing port into 4 categories namely Ocean Fishing Port, National Fishing Port, Sea Shore Fishing Port, and Fish Landing Fishing Port. The above classification based on partnership or lingkage industry among fishing ports. However, the lingkage industry do not run effectively due to unappropriate pattern. Improving the condition, Israel & Roque (2000) suggested to classify fishing port into 3 categories namely main service provider, intermediate service provider or server, and client. This paper describes an alternative formula that considers industrial linkage among fishing ports as fishing industrial centers. The research was held on Belitung Regency as long as 11 months from October 2007 to August 2008. There are several factors should be considered in building fishing port namely fishing facilities, fishing capacity, input dependency and fish landing capacity. The 4 factors are analyzed by multi criteria analysis then continued by technique for order preference by similarity to ideal solution analysis. The research concludes that the Belitung is as the main service provider, the Mendanau Island and Seliu Islands are as the intermediate service provider or server, the other 2 islands are as the client. The new classification will increase effectiveness and efficiency of fishing port developments.
KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA IKAN KAKAP MERAH (Lutjanus spp.) DI LAUT ARAFURA Budi Iskandar Prisantoso; Badrudin Badrudin
Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia Vol 2, No 1 (2010): (Mei 2010)
Publisher : Pusat Riset Perikanan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (37.486 KB) | DOI: 10.15578/jkpi.2.1.2010.71-78

Abstract

Sumber daya ikan kakap merah di Laut Arafura secara efektif dimanfaatkan oleh perikanan rawai dasar dan pukat ikan skala industri. Pukat udang dengan target penangkapan udang tertangkap juga sejumlah besar ikan demersal, di mana ikan kakap merah (Lutjanus spp.) berukuran kecil sering tertangkap dalam jumlah yang sedikit. Melaui kajian genetic similarity Australia menyimpulkan bahwa ikan kakap merah di kedua sektor Laut Arafura tersebut merupakan satu unit stok yang dikelola secara bersama melalui kerangka kerja Indonesia- Australia shared snapper management plan. Secara ekonomi, langkah pengelolaan bersama tersebut mempunyai implikasi luas yang berpotensi merugikan Indonesia. Hasil analisis data dan informasi lanjutan menemukan bahwa populasi ikan kakap merah di kedua sektor perairan Laut Arafura merupakan unit-unit stok yang terpisah dengan cakupan kawasan perairan yang sangat luas (mega separate stock). Dengan demikian stok ikan kakap merah di kedua sektor Laut Arafura tersebut dapat dikelola sesuai dengan yurisdiksi, kebijakan, dan tujuan pengelolaan yang ditetapkan oleh masing-masing negara.Red snapper resources in the Arafura Sea have been effectively exploited by the industrial scale of bottom long line, fish trawl, and shrimp trawl fisheries. A substantial mount of demersal fish caught by the shrimp trawl fisheries in which a small size (juvenile) red snapper species was also retained. Through genetic similarity studies Australia concluded that the red snapper stock in both sector of the Arafura Sea belong to one stock unit and should collaborative managed under the framework of Indonesia-Australia shared snapper management plan. Based on the economic aspect this management has a wide implication that lead to some potential losses to Indonesia. Further studies on some population dynamics aspects and analysis of the available data and information it was found that the red snapper stocks in the two sectors of the Arafura Sea provide a mega separate stock, occupying a very wide waters area. Based on these findings it can be stated that management of these mega separate stock could be managed in accordance with their respective jurisdictions, policies, and management objectives set up by the respective countries.

Page 1 of 1 | Total Record : 6