cover
Contact Name
Harry Octavianus Sofian
Contact Email
harry.octavianus@kemdikbud.go.id
Phone
-
Journal Mail Official
harry.octavianus@kemdikbud.go.id
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
AMERTA
ISSN : 02151324     EISSN : 25498908     DOI : -
AMERTA Journal of Archeology Research and Development publish and issued by Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (the National Research Centre of Archaeology) - Agency of Research and Development - Ministry of Education and Culture Republic of Indonesia, publish since 1985. AMERTA is an open access journal without any charge during article processing. AMERTA presents original articles about knowledge and information of the results of the latest research and development in the archeology and related sciences, such as chemistry, biology, geology, paleontology, and anthropology, etc.
Arjuna Subject : -
Articles 9 Documents
Search results for , issue "Vol. 37 No. 2 (2019)" : 9 Documents clear
Identifikasi Sumber-Sumber Obsidian Di Merangin Dan Sarolangun (Jambi, Sumatra) Berdasarkan Analisis Portable X-Ray Fluorescence Spectrometry (Pxrf) Mohammad Ruly Fauzi; Andy S Wibowo; Rhis Eka Wibawa
AMERTA Vol. 37 No. 2 (2019)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/amt.v37i2.93-108

Abstract

Abstract. Prehistory of Sumatra well characterized by its abundant numbers of obsidian industry, one of which is in Jambi Province. However, determination on the geochemical characteristic of obsidian from Jambi is still lacking. Portable X-Ray Fluorescence analysis (pXRF) on obsidian samples from Merangin and Sarolangun proved the existence of three different obsidian sources in Jambi. It is obtained through the determination of pXRF on the particular trace elements: Rb, Sr, Zr, Y, Nb, Ti and Mn. The results are then analyzed by the Principal Component Analysis (PCA) to arrange the same obsidian sources. This result is then corroborated with the Independent Sample T-Test. This analysis reveals the similarity in trace-element concentration amongst the same source, as well as their differences within different sources. This study contributes to the identification of two new obsidian sources from Sarolangun that have never been reported before. As a result, there are five known-sources of obsidian in Southern Sumatra, in which three other sources were previously identified by Ambrose et al. (2009) and Reepmeyer et al. (2011).Abstrak. Prasejarah Sumatra terkenal dengan industri obsidiannya yang melimpah, salah satunya yaitu di wilayah Jambi. Namun demikian, determinasi karakteristik geokimia obsidian dari wilayah Jambi hingga saat ini masih sangat terbatas jumlahnya. Analisis Portable X-Ray Fluorescence (pXRF) pada sampel obsidian dari Merangin dan Sarolangun membuktikan adanya tiga sumber obsidian yang berbeda di wilayah Jambi. Perbedaan tersebut diperoleh melalui determinasi pXRF pada unsur-jejak Rb, Sr, Zr, Y, Nb, Ti dan Mn. Hasil determinasi kemudian dianalisis dengan metode Principal Component Analysis (PCA) untuk mengelompokkan sumber-sumber obsidian yang sama. Hasil analisis tersebut kemudian diperkuat oleh analisis Independent Sample T-Test yang menunjukkan kemiripan proporsi unsur-jejak pada sumber yang sama, sekaligus perbedaannya pada sumber yang berlainan. Studi memberikan kontribusi berupa identifikasi dua sumber obsidian baru dari Sarolangun (Batang Asai 1 dan 2) yang belum pernah dilaporkan sebelumnya. Dengan demikian terdapat lima sumber obsidian di Sumatra Bagian Selatan, dimana tiga sumber lainnya (i.e. Kerinci, OKU dan Tapus) telah berhasil diidentifikasi oleh Ambrose dkk. (2009) dan Reepmeyer dkk. (2011).
Interpretasi Pemaknaan Relief Tokoh Gaja-Lakșmī Koleksi Museum Sonobudoyo, Yogyakarta Ashar Murdihastomo; Yoses Tanzaq; Ayu Dipta Kirana; Fitra Nur Fadhilah
AMERTA Vol. 37 No. 2 (2019)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/amt.v37i2.109-122

Abstract

Abstract, The existence of Gaja-Lakșmī sculpture at Sonobudoyo Museum is interesting because it is rarely found in Indonesia. The figure of Gaja-Lakșmī is depicted in a sitting position. There are two elephants that carved on the right and left side of goddess. The elephants lift their trunks and showed that they are pouring water on the goddess. Certainly, the sculpture has a specific purpose, especially, because it was carved on media that indicated as the upper (dorpal) entrance of a temple building. The aim of disclosure of the sculpture is to find out the purpose and function of the depiction of the Gaja-Lakșmī  character in the past. Through the process of identifying iconography and literature studies, the purpose and function of the depiction of the Gaja-Lakșmī  figure is as a protector of people's welfare. Abstrak, Keberadaan relief tokoh Gaja-Lakșmī di Museum Sonobudoyo merupakan salah satu hal menarik mengingat gambaran ini sangat jarang ditemukan di Indonesia. Tokoh Gaja-Lakșmī tersebut digambarkan dalam posisi duduk yang pada sisi kanan dan kirinya terdapat dua ekor gajah yang mengangkat belalai seolah-olah menuangkan air kepada sang dewi. Tentunya penggambaran tokoh dewi ini memiliki maksud tertentu, terlebih, karena tokoh ini diletakkan di tempat yang diindikasikan sebagai bagian atas (dorpal) pintu masuk suatu bangunan candi. Pengungkapan makna penggambaran ini adalah untuk mengetahui tujuan dan fungsi tokoh Gaja-Lakșmī pada masa Matarām Kuno. Melalui proses identifikasi ikonografi dan kajian pustaka, diperoleh informasi bahwa tujuan dan fungsi penggambaran tokoh Gaja-Lakșmī adalah sebagai pelindung kesejahteraan masyarakat.
Lanskap Hunian Prasejarah di Kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Karama, Mamuju, Sulawesi Barat Citra Iqliyah Darojah; Anggraeni Anggraeni
AMERTA Vol. 37 No. 2 (2019)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/amt.v37i2.71-92

Abstract

Abstract, Researches at Karama River Basin sites have been conducted for years which gave indication of intensive human occupation during Prehistoric period. Hence, it is necessary to reveal and to understand the reason behind this human occupation based on the correlation between morphology, site characteristics, and site distributions. Scientific method was applied to obtain data from the field and to conduct spatial analysis. Disturbance caused by erosion and morphologic changes led to archaeological data transformation and also affected physical environment of archaeological sites. However, that kind of disturbance did not reduce the the importance of physical environment as spatial analysis data. Spatial analysis of sites along the main stem of Karama River both in downstream region and upstream region indicates occupation landscape characteristics. These characteristics can be seen from the location of the occupation which was close to waterway alluvial morphology (hilltop, hill terrace, and river terrace), at relatively flat surface area, and along the riverside or river confluence. There are two highlighted factors from landscape characteristics to support human occupation: accessibility and protection. Accessibility means there is no difficulties to access natural resources and there is possible access to secure interaction between communities. Protection means the location is relatively safe or less affected by both natural and human hazards. Those factors were probably the main reasons to choose Karama River Basin for human settlement.Abstrak, Penelitian situs di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Karama, Sulawesi Barat, telah dilakukan selama bertahun-tahun dan menghasilkan indikasi aktivitas hunian yang intensif pada masa Prasejarah. Dengan demikian, perlu diupayakan mencari alasan di balik penghunian manusia di DAS Karama berdasarkan korelasi antara morfologi, karakteristik situs, dan distribusi situs. Metode saintifik diterapkan untuk mendapatkan data dari lapangan dan melakukan analisis spasial. Perubahan morfologi lokasi situs dan erosi di kawasan DAS Karama menyebabkan transformasi data arkeologi serta memengaruhi lingkungan fisik lokasi situs. Meskipun demikian, pengaruh tersebut tidak lantas mengurangi pentingnya komponen fisik lokasi situs sebagai data analisis spasial. Analisis korelasi data dari situs, baik di sepanjang aliran utama Sungai Karama di kawasan muara maupun di kawasan pedalaman, mengindikasikan karakteristik lanskap hunian. Karakteristik tersebut menunjukkan lokasi hunian berada pada morfologi aluvial sungai (puncak bukit, teras bukit, dan teras sungai), berada pada topografi lahan yang relatif datar dan berlokasi di tepi aliran utama sungai atau di tepi pertemuan sungai (confluence). Ada dua faktor utama yang mendukung kawasan DAS Karama sebagai lokasi hunian, yakni aksesibilitas dan keamanan. Faktor aksesibilitas meliputi kemudahan akses terhadap sumber daya alam dan akses yang memungkinkan terjadinya interaksi antarkomunitas. Faktor keamanan menunjukkan bahwa lokasi situs relatif terlindungi dari ancaman bencana alam dan manusia. Kedua faktor tersebut kemungkinan besar menjadi alasan utama manusia memilih kawasan DAS Karama sebagai lokasi hunian.
Aktivitas Masa Lalu Masyarakat Pendukung Situs Doro Mpana, Dompu Ni Putu Eka Juliawati; Sonny Chr. Wibisono; Luh Suwita Utami; Ati Rati Hidayah; Nyoman Rema
AMERTA Vol. 37 No. 2 (2019)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/amt.v37i2.139-149

Abstract

Abstract, Research at Doro Mpana Site started with a report from the Head of Kandai Satu Village about the findings of a number of objects which are suspected of being archaeological remains in the form of earthenware fragments, ceramics, metal objects, human bone fragments, and Batu Dimpa. Batu Dimpa is a term given by the community for flat stones which are believed to be ancient grave markers. The purpose of this study was to determine the activities carried out by the community of Doro Mpana Site in the past. Data was collected through excavation, survey, and interview methods. Data were analyzed using specific analysis that focused on the physical characteristics of artifacts and contextual analysis related to the connection between archeological data. Three excavation squares were opened in this first phase of research. The results of excavation are earthenware fragments, foreign ceramic fragments, andesite stones, Batu Dimpa, brick structures, and human bone fragments. In the past, Doro Mpana site was once used for burial. Foreign ceramics findings show that the community in the past had been in contact with the outside world in trade relations. Utilization of Doro Mpana as a settlement in more recent time is supported by brick findings and some historical records. Abstrak, Penelitian di Situs Doro Mpana diawali dengan laporan Lurah Kandai Satu tentang temuan sejumlah benda yang diduga merupakan tinggalan arkeologi berupa fragmen gerabah, keramik, benda logam, fragmen rangka individu manusia, dan Batu Dimpa. Batu Dimpa adalah sebutan masyarakat untuk batu pipih yang dipercaya merupakan penanda kubur kuno. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas masyarakat pendukung Situs Doro Mpana pada masa lalu. Pengumpulan data dilakukan dengan metode ekskavasi, survei, dan wawancara. Data dianalisis dengan menggunakan analisis khusus yang menitikberatkan ciri fisik artefak dan analisis kontekstual yang berkaitan dengan hubungan antardata arkeologi. Tiga buah kotak ekskavasi dibuka dalam penelitian tahap pertama ini. Adapun hasil ekskavasi adalah berupa fragmen gerabah, fragmen keramik asing, batu andesit, Batu Dimpa, struktur bata, dan fragmen tulang individu manusia. Pada masa lalu Situs Doro Mpana pernah dimanfaatkan untuk penguburan. Temuan keramik asing menunjukkan bahwa masyarakat pada masa lalu telah mengadakan kontak dengan dunia luar dalam hubungan perdagangan. Pemanfaatan Doro Mpana sebagai permukiman pada masa yang lebih muda didukung temuan bata dan catatan sejarah.
Pertimbangan Pemilihan Lokasi Kompleks Candi Dieng Harriyadi Harriyadi
AMERTA Vol. 37 No. 2 (2019)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/amt.v37i2.123-138

Abstract

Abstract, Dieng Plateau is a highland area with an elevation between 2.000-2.100 meters above sea levels and has been used by people since the Hindu Buddhist period to carry out religious rituals. Its location has extreme weather conditions, complicated accessibility, and the threat of eruption from its volcanic mountains. Nevertheless, the conditions do not deter people to build temple compounds in Dieng Plateau. This research conduct to determine the factors underlying the Dieng Plateau as an area to build temple compounds. This research uses locational analysis which emphasizes two aspects are physical landscape and religious conceptual data. Both data are analyzed and synthesized to get factors regarding sacred and profane spaces that have considered in site selection. The results showed that although the Dieng Plateau provides a variety of natural resources that can be used to people’s needs. The physical landscape of the Dieng plateau is an embodiment of the concept of tirtha or the journey from \profane to sacred space. A journey that has the meaning of self-purification to achieve moksha. Elevation of location is a symbol of the axis mundi or intersection between the human world and the world of god. Religious factors seem to be quite dominant in the consideration of choosing the location of the Dieng Temple Complex. Abstrak, Dataran tinggi Dieng merupakan kawasan dataran tinggi dengan elevasi antara 2.000-2100 m.dpl. dan telah digunakan oleh masyarakat sejak masa Hindu Buddha untuk melakukan ritual keagamaan. Kawasan ini memiliki kondisi cuaca ekstrim, aksesbilitas rumit, dan ancaman bencana erupsi dari pegunungan api Dieng. Meskipun demikian, kondisi alam tersebut tidak menghalangi masyarakat untuk mendirikan kompleks bangunan suci di dataran tinggi Dieng. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor–faktor yang melatarbelakangi dipilihnya dataran tinggi Dieng sebagai tempat untuk melakukan ritual keagamaan. pendekatan yang dipakai adalah analisis lokasional yang menekankan pada dua variabel, yaitu lanskap fisik dan konsep keagamaan. Kedua data dari variabel kemudian dianalisis dan disintesiskan untuk mendapat faktor yang dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dataran tinggi Dieng merupakan perwujudan dari konsep lokasi, ruang, dan tempat sakral dalam agama Hindu. Lanskap fisik dataran tinggi Dieng merupakan perwujudan dari konsep tirtha atau perjalanan dari dunia profan menuju dunia sakral. Perjalanan yang memiliki makna penyucian diri untuk mencapai moksha. Lokasinya yang tinggi merupakan lambang dari axis mundi atau persinggungan antara dunia manusia dan dunia kedewataan. Faktor keagamaan nampaknya menjadi faktor yang cukup dominan dalam pertimbangan pemilihan lokasi Kompleks Candi Dieng.
Cover Amerta Vol.37, No.2, 2019 Puslit Arkenas
AMERTA Vol. 37 No. 2 (2019)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Preface Amerta Volume 37, Nomor 2, Tahun 2019 Redaksi Puslit Arkenas
AMERTA Vol. 37 No. 2 (2019)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Appendix Amerta Volume 37, Nomor 2, Tahun 2019 Redaksi Puslit Arkenas
AMERTA Vol. 37 No. 2 (2019)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Back Cover Amerta Volume 37, Nomor 2, Tahun 2019 Redaksi Puslit Arkenas
AMERTA Vol. 37 No. 2 (2019)
Publisher : Pusat Penelitian Arkeologi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Page 1 of 1 | Total Record : 9