cover
Contact Name
Muhammad Nur Salim
Contact Email
denmassalim88@gmail.com
Phone
+6281392727084
Journal Mail Official
keteg@isi-ska.ac.id
Editorial Address
Jl. Ki Hajar Dewantara No.19, Jebres, Kec. Jebres, Kota Surakarta, Jawa Tengah 57126, Indonesia
Location
Kota surakarta,
Jawa tengah
INDONESIA
Keteg : Jurnal Pengetahuan, Pemikiran dan Kajian Tentang Bunyi
ISSN : 14122065     EISSN : 27146367     DOI : https://doi.org/10.33153/ktg
Core Subject : Art,
The journal is invited to the original article and has never been published in conjunction with another journal or conference. The publication of scientific articles is the result of research from both the external and internal academic communities of the Surakarta Indonesian Art Institute in the Karawitanologi discipline. The scope of distribution, Karawitan Education and Learning; Historical Study and Development of Karawitan; Study on Karawitan; Karawitan Organology Study; Karawitan Aesthetic Study; Karawitan Composition Study.
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol 17, No 2 (2017)" : 5 Documents clear
MELACAK GELAR KARAWITAN PUJANGGA LARAS TAHUN 2001-2009 (Upaya Pendokumentasian Ragam Gending) Suraji Suraji
Keteg: Jurnal Pengetahuan, Pemikiran dan Kajian Tentang Bunyi Vol 17, No 2 (2017)
Publisher : Institut Seni Indonesia Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (487.817 KB) | DOI: 10.33153/keteg.v17i2.2391

Abstract

AbstractThis research entitled Tracing the Performance of Karawitan Pujangga Laras from 2001 - 2009 is concerned with both textual and contextual issues. One issue that continues to appear up to the present time is that whenever the same gending is played by different musicians, the result will also be different. In the Surakarta karaton, the existence of Javanese karawitan in Surakarta style has undergone significant developments from one era to another. The increasing number of gending klenèngan in the repertoire has led to a variety of different treatment or interpretational style (garap). Treatment that had not previously been used has been reinterpreted and subsequently influenced the development of interpretational style in the present day.This research aims to document the repertoire of gending klenèngan performed by the karawitan group Pujangga Laras. In the performance of these gending, the Pujangga Laras group is not restricted to classical gending from the karaton. Instead, musicians are given the opportunity to perform other works, including new works composed by musicians or pesindhèn (female vocalists) who are active in the group, or gending composed by Ki Nartosabda. The results of this research show that during an 8 year period, Pujangga Laras performed over 400 gending in various forms. Although there is frequent repetition of certain gending, the outcome or result is always different. These differences are caused by a number of factors, including the venue, the musicians’ ability to interpret the gending, and so on.  Keywords: Pujangga Laras, Repertoire, Gendhing. AbstrakPenelitian Melacak Gelar Karawitan Pujangga Laras Tahun 2001 - 2009 menyangkut persoalan tekstual dan kontekstual. Permasalahan yang muncul hingga kini adalah setiap gending yang sama bila disajikan oleh penggarap yang berbeda hasilnya juga berbeda. Di karaton Surakarta dari masa ke masa, keberadaan karawitan Jawa gaya Surakarta secara bertahap telah mengalami perkembangngan yang cukup signifikan. Makin banyaknya repertoar gending-gending klenèngan berdampak terhadap keragaman garap. Garap yang belum muncul sebelumnya, kemudian ditafsir kembali dan selanjutnya mempengaruhi perkembangan garap saat ini.Penelitian ini berupaya untuk mendokumentasi repertoar gending-gending klenèngan yang disajikan oleh kelompok karawitan Pujangga Laras. Dalam menyajikan gending-gending, kelompok karawitan Pujangga Laras tidak dibatasi pada gending klasik karaton, melainkan para pengrawit diberi kesempatan untuk menyajikan karya lain, baik karya baru hasil susunan pengrawit dan atau pesindhèn yang aktif dalam pergelaran tersebut, atau gending karya Ki Nartosabda. Hasil penelitian ini, dalam kurun waktu 8 tahun, ditemukan bahwa karawitan Pujangga laras telah menyajikan lebih dari 400 gending dalam berbagai bentuk.Kendatipun setiap pergelaran sering terjadi pengulangan gending yang sama, akan tetapi hasilnya tetap beerbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain: tempat penyelenggaraan, kemampuan pengrawit dalam tafsir garap dan lain lain. Kata Kunci: Pujangga Laras, Repertoar, Gendhing.
EKSISTENSI KELOMPOK KARAWITAN CAKRA BASKARA DI KABUPATEN KARANGANYAR Mega Ayu Suryowati; I Nyoman Sukerna
Keteg: Jurnal Pengetahuan, Pemikiran dan Kajian Tentang Bunyi Vol 17, No 2 (2017)
Publisher : Institut Seni Indonesia Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (383.795 KB) | DOI: 10.33153/keteg.v17i2.2386

Abstract

AbstractThe background to this research is the existence of a karawitan group that began in 2008 when its members were young children and has continued up to the time when they are already young men and women. The involvement of young people, the way in which performances are packaged, and the role of the community have all influenced the development of the Cakra Baskara karawitan group’s existence. The role of this group in the community and its ability to connect with the community are amongst the reasons for its continued existence. Various efforts have been made to preserve the existence of the Cakra Baskara karawitan group. Based on this background, the problems addressed in this research are the form of activities of the Cakra Baskara karawitan group and the factors that have caused the group to exist in its present form. A qualitative research method is used with an analytical descriptive approach. The writer uses Marx’s ideas about sociology, Sedyawati’s ideas of development. Using this method of approach, a picture was obtained about the existence of the Cakra Baskara karawitan group in the Karanganyar Regency and the factors that have caused the continued existence of this group.The involvement of young people in the Cakra Baskara karawitan group and the efforts (series of activities) that have been made to ensure the continued existence of the group include developments to the way in which performances are packaged in the supporting community. These activities include planning, organization, implementation, and management. The efforts to preserve the existence of the Cakra Baskara karawitan group through these activities are based on the motivation of members and stimulation from outside. The members’ motivation includes their desire to express their enjoyment of karawitan, to get together with people with a similar interest in the arts, and to increase their income. External stimulation which influences the continued existence of the Cakra Baskara karawitan group includes the support of the community and the community’s need for the presence of the Cakra Baskara karawitan group. Keywords: Existence, Cakra Baskara, Activities, Young People. AbstrakPenelitian ini dilatarbelakangi oleh keberadaan kelompok karawitan sejak tahun 2008 yang anggotanya masih anak-anak hingga tumbuh menjadi pemuda. Keterlibatan pemuda, kemasan pertunjukan yang disajikan dan peran masyarakat menyebabkan perkembangan terhadap eksitensi kelompok karawitan Cakra Baskara. Peran kelompok karawitan tersebut dalam masyarakat dan menyatu dengan masyarakat menjadikan kelompok tersebut tetap hidup. Upaya-upaya dilakukan untuk tetap mempertahankan eksistensi kelompok karawitan Cakra Baskara. Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang diungkap adalah mengenai bentuk aktivitas kelompok karawitan Cakra Baskara serta faktor yang menyebabkan kelompok karawitan Cakra Baskara dapat menjadi bentuk seperti sekarang.Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode deskriptik analitik. Penulis menggunakan pemikiran Marx mengenai sosiologi, Sedyawati mengenai perkembangan. Melalui pendekatan tersebut, didapatkan gambaran mengenai eksistensi kelompok karawitan Cakra Baskara di Kabupaten Karanganyar dan faktor yang menyebabkan kelompok tersebut tetap eksis.Keterlibatan pemuda di dalam kelompok karawitan Cakra Baskara dan upaya-upaya (serangkaian aktivitas) dilakukan untuk menjaga keeksisan kelompok karawitan tersebut melalui perkembangan kemasan pementasan di masyarakat pendukungnya. Aktivitas tersebut meliputi kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian. Upaya-upaya yang dilakukan untuk mempertahankan eksistensi kelompok karawitan Cakra Baskara melalui aktivitas yang didasari oleh motivasi anggota dan stimulasi dari luar. Motivasi anggota tersebut berupa keinginan untuk mengungkapkan rasa senang terhadap karawitan, berkumpul dengan orang-orang yang mempunyai minat sama dalam bidang seni, dan menambah penghasilan (keuangan). Stimulasi yang berpengaruh terhadap eksistensi karawitan Cakra Baskara tetap berupa dukungan masyarakat dan kebutuhan masyarakat akan kehidaran kelompok karawitan Cakra Baskara. Kata Kunci: Eksistensi, Cakra Baskara, Aktivitas, Pemuda
GARAP GENDING JULA-JULI LANTARAN GAYA MALANG Iska Aditya Pamuji; darsono darsono
Keteg: Jurnal Pengetahuan, Pemikiran dan Kajian Tentang Bunyi Vol 17, No 2 (2017)
Publisher : Institut Seni Indonesia Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (364.581 KB) | DOI: 10.33153/keteg.v17i2.2387

Abstract

AbstractThe research on Gending Jula-juli Lantaran in Malang style is based on the writer’s interest in the emergence of a new gending. This gending is treated in a different way from the general interpretation of gending in East Javanese style karawitan. The presence of this gending forms the background to the two problems addressed in this research. First, the role of Malang style tembang macapat in the interpretation of gending Jula-juli; second, the interpretation of Gending Jula-juli in Malang style. This research uses a qualitative method with emphasis on an analytical descriptive and interpretative approach. The concept of garap (interpretation / treatment) is used to examine the problems related to the interpretation of gending Jula-juli in Malang style.Gending Jula-juli Lantaran is a development of the general gending Jula-juli and uses a variety of treatment not commonly found in gending Jula-juli. The gending places emphasis on the interpretation of tembang macapat (sung verse) in Malang style. The composition of this gending brings alignment or balance between the development of gending and tembang macapat. This phenomenon presents a new model of interpretation of Malang style gending and provides new knowledge about Malang style karawitan and East Javanese karawitan in general.   Keywords: Interpretation, Gending, Jula-juli Lantaran. AbstrakPenelitian tentang Gending Jula-juli Lantaran gaya Malang didasari atas ketertarikan peneliti terhadap kemunculan gending baru. Gending tersebut memiliki garap yang berbeda dari gending secara umum pada karawitan gaya Jawa Timuran. Kehadiran gending tersebut melatarbelakangi munculnya dua permasalahan. Pertama adalah mengenai peran tembang macapat gaya Malang dalam garap gending Jula-juli. Permasalahan kedua berkaitan dengan garap gending Jula-juli Lantaran gaya Malang. Gending Jula-juli Lantaran merupakan pengembangan dari gending Jula-juli secara umum serta memilki garap yang beragam dan tidak ditemukan dalam gending Jula-juli secara umum. Gending tersebut memberikan penekanan terhadap kemunculan garap yang terletak pada tembang macapat gaya Malang. Terciptanya gending tesebut membawa kesejajaran atau keseimbangan antara perkembangan gending dan tembang macapat. Fenomena ini bisa menjadi suatu model garap baru pada gending - gending gaya Malang, memberi pengetahuan baru pada karawitan gaya Malang serta karawitan Jawa Timuran pada umumnya. Kata Kunci: Garap, Gending, Jula-juli Lantaran.
KEBERADAAN SALAHAN DALAM KARAWITAN GAYA SURAKARTA Kartika Ngesti Handono Warih; Hadi Boediono
Keteg: Jurnal Pengetahuan, Pemikiran dan Kajian Tentang Bunyi Vol 17, No 2 (2017)
Publisher : Institut Seni Indonesia Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (651.12 KB) | DOI: 10.33153/keteg.v17i2.2388

Abstract

Abstract“The Presence of Salahan in Surakarta Style Karawitan” is the result of a research study that not only discusses salahan in terms of the aspect of treatment or garap in karawitan but also analyzes aspects outside karawitan. The writer is interested in the use of the term salahan in karawitan because salahan is a phenomenon that is wrong or incorrect (salah) but is intentionally presented in a performance. Musicians from the past had a particular goal and reason for using the term salahan. There is still ambiguity about certain patterns as to whether or not they can be classed as salahan or should be identified using a different term. Based on this interest, the writer formulated two problems to be addressed: first, why is salahan present in the performance of Surakarta style karawitan, and second, what identifies a pattern as salahan or distinguishes it from banggen or other similar patterns. In order to obtain data to support this paper, a number of stages were followed: data collection, data validation, data reduction, and data analysis. The data was collected from several sources, including interviews, observation, a library study, and recording transcripts. This article investigates the object of the study, namely salahan, in more depth. It adopts Hussrel’s concept of phenomenology, in which a phenomenon should not only be viewed from outside but should also be explored in more depth to see what exists behind the outer layer.The meaning of salahan in a karawitan performance is a symbol of the imperfectness of human beings as they pass through their journey of life, a representation of the form of a balanced life, and a representation of the phenomenon of current development. In a karawitan performance itself, salahan functions as a sign or ater on the approach to the gong stroke, or the lowest point of a melody. It also marks the end of a repetition and merely enhances the aesthetics of a performance, emphasizing the sense of seleh, yet not influencing the course of performance of a gending. Keywords: meaning, ater, salahan.Abstrak“Keberadaan Salahan dalam Karawitan Gaya Surakarta” merupakan hasil penelitian yang tidak hanya membahas mengenai salahan dari aspek garap karawitan saja melainkan juga mengupas hal yang berada di luar karawitan. Penulis tertarik dengan keberadaan istilah salahan dalam karawitan, karena salahan adalah suatu fenomena yang salah tetapi secara sengaja dihadirkan dalam sajian. Para pengrawit terdahulu memiliki alasan dan tujuan khusus dalam memberikan istilah salahan. Selain itu juga masih terdapat kerancuan mengenai suatu pola apakah termasuk salahan atau terdapat istilah lain. Berdasarkan ketertarikan tersebut penulis merumuskan dua rumusan masalah yaitu pertama mengapa terdapat salahan dalam sajian karawitan gaya Surakarta, dan yang kedua apakah yang dapat dijadikan pembeda atau yang dapat mengidentifikasikan salahan dengan banggen atau pola-pola lain yang hampir menyerupai.Guna mendapat data yang dapat mendukung tulisan ini maka digunakan beberapa tahapan metode meliputi; tahap pengumpulan data, validasi data, reduksi data, dan analisis data. Data yang diperoleh berasal dari berbagai sumber diantaranya; wawancara, observasi, studi pustaka, dan transkip rekaman. Tulisan ini mengkaji obyek yaitu salahan secara lebih mendalam. Sejalan dengan pemahaman fenomenologi menurut Hussrel yaitu suatu fenomena tidak hanya dilihat dari kulit luarnya saja, akan tetapi yang lebih mendalam adalah melihat apa yang ada di balik yang tampak.Makna keberadaan salahan dalam sajian karawitan yaitu sebagai simbol ketidaksempurnaan manusia dalam menjalani proses kehidupan, sebagai gambaran wujud keseimbangan hidup, dan suatu gambaran fenomena perkembangan zaman. Dalam sajian karawitan sendiri salahan berfungsi sebagai penanda atau ater menjelang gong, atau titik melodi terrendah. Selain itu juga sebagai tanda batas pengulangan yang keberadaannya hanya sebatas menambah rasa estetik atau penekanan rasa seleh, dan sama sekali tidak mempengaruhi jalannya sajian gendhing. Kata Kunci: makna, ater, salahan.
KONDISI KLENÈNGAN GAYA SURAKATA DI WILAYAH SOLO RAYA (2000-2017) Suyoto suyoto
Keteg: Jurnal Pengetahuan, Pemikiran dan Kajian Tentang Bunyi Vol 17, No 2 (2017)
Publisher : Institut Seni Indonesia Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (782.765 KB) | DOI: 10.33153/keteg.v17i2.2390

Abstract

AbstractThis research focuses on the condition of Surakarta style karawitan that is performed independently, also known as klenèngan, in the Greater Solo district. The research uses a musicological perspective and analyzes various aspects related to an ideal klenèngan performance. In accordance with the developments in the present era, the condition of klenèngan in the Greater Solo district has experienced a significant development in terms of its quantity. From the point of view of quality, aspects such as form, packaging of gending, and concept of patet are given insufficient attention in the performance of klenèngan in the Greater Solo district, and as a result, an ideal klenèngan performance has not been achieved. The results of this research show that in order to achieve an ideal klenèngan performance, there are a number of determining criteria, such as: (1) condition of the gamelan, (2) place and position of the gamelan, (3) sufficient number of musicians, (4) time, (5) continuity of performance, and (6) weather.  Keywords: gamelan, klenèngan, ideal. Abstrak Penelitian ini difokuskan pada kondisi karawitan gaya Surakarta yang bersifat mandiri yang disebut klenèngan, di wilayah Solo Raya. Penelitian ini  menggunakan perspektif musikologis, dengan menganalisis berbagai aspek berkaitan dengan penyajian klenèngan yang ideal. Sesuai dengan perkembangan zaman kondisi sajian klenèngan di wilayah Solo Raya dalam kehidupannya dari tahun ke tahun secara kuantitas telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan.  Sajian klenèngan di wilayah Solo Raya,  pada umumnya secara kualitas terutama bentuk, kemasan gending, konsep patet kurang diperhatikan, sehingga  tidak  dicapai sajian klenèngan yang ideal.  Hasil penelitian ini ditemukan bahwa untuk mencapai sajian klenèngan yang ideal terdapat beberapa kreteria antara lain, (1) kondisi gamelan, (2) tempat dan posisi gamelan, (3) kelengkapan pengrawit, (4) waktu, (5) kelancaran sajian, dan (6) cuaca. Kata Kunci: gamelan, klenèngan, ideal

Page 1 of 1 | Total Record : 5