cover
Contact Name
Rutler Papianaung Masalamate
Contact Email
rutler.masalamate@gmail.com
Phone
+628114341184
Journal Mail Official
rutler.masalamate@gmail.com
Editorial Address
MANIBANG 2 MANIBANG 2
Location
Kota manado,
Sulawesi utara
INDONESIA
Jurnal Sinaps
ISSN : 26152002     EISSN : 26152002     DOI : -
Sinaps: Jurnal Neurologi Manado (Nomor ISSN online 2615-2002)adalah Jurnal terbitan dari Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Cabang Manado dan Bagian/KSM Neurologi FK Unsrat/RSUP Prof. Dr. R.D Kandou Manado
Arjuna Subject : Ilmu Syaraf - Neorologi
Articles 83 Documents
HUBUNGAN DISGLIKEMIA DENGAN LUARAN PASIEN KRITIS DI RUANG INTERMEDIATE CARE NEUROLOGI RSUP Prof. R. D. KANDOU MANADO: DISGLICEMIA RELATIONSHIP WITH CRITICAL PATIENT OUTSIDE IN ROOM INTERMEDIATE CARE NEUROLOGY RSUP Prof. R. D. KANDOU MANADO Mieke A. H. N. Kembuan
Jurnal Sinaps Vol. 1 No. 1 (2018): volume 1 Nomor 1, Februari 2018
Publisher : Neurologi Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (270.039 KB)

Abstract

Pendahuluan: kasus-kasus kritis yang onsetnya terjadi secara mendadak banyak dijumpai dalam bidang neurologik. Banyak kasus yang dirawat di ruang rawat intensif memiliki kelainan neurologik yang mendasarinya atau didapatkan pada saat dirawat. Monitoring kadar glukosa darah secara rutin sudah merupakan prosedur standar di berbagai ruang rawat intensif. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis hubungan antara disglikemia dengan luaran pasien penyakit kritis yang dirawat di ruang Intermediate Care/IMC neurologi RSUP Prof. dr. R. D. Kandou Manado. Metode: penelitian ini bersifat observasional dengan desain potong-lintang, selama Januari-Desember 2017, di ruang rawat IMC neurologi. Populasi penelitian adalah seluruh pasien penyakit kritis, sampel didapatkan dengan teknik total sampling. Disglikemia adalah apabila hasil kadar glukosa darah sewaktu <80 mmHg atau >200 mmHg. Luaran/outcome adalah keadaan pasien selama dalam perawatan di IMC yang secara dikotomik dibedakan atas “mati” atau “hidup”. Analisis statistik dilakukan dengan uji kai kuadrat dan rasio odd dengan nilai p<0,05 sebagai batas kemaknaan. Hasil: dari total populasi 263 pasien, didapatkan 217 kasus dengan data yang memenuhi kriteria penyertaan. Proporsi pasien laki-laki dan perempuan adalah sebesar 47,9% dan 52,1%. Mayoritas pasien yang dirawat berada pada rentang usia diatas 60 tahun. Sebagian besar pasien datang dengan keluhan utama penurunan kesadaran (96,3%). Mayoritas adalah kasus stroke (53,9%) dan tumor otak sebesar 10,6%. Proporsi kejadian disglikemia adalah sebesar 13,8%. Proporsi luaran berupa kematian adalah sebesar 32,3%. Terdapat perbedaan bermakna proporsi kematian pada kelompok dengan disglikemia (50%) dibandingkan tanpa disglikemia (29,4%). Simpulan: terdapat hubungan bermakna antara disglikemia dengan luaran pasien kritis yang dirawat di IMC neurologi Prof. dr. R. D. Kandou Manado. Kata kunci: Disglikemia, kadar glukosa, luaran, penyakit kritis ABSTRACT Introduction: acute critical illnesses are frequent in neurology, and most of severe illnesses in critical care setting were also have neurological problems as underlying diseases. It is imperative to monitor blood glucose level at intensive room due to reported problem of its negative impact on the outcome. The objective of this study was to analyze the association between dysglycemia and outcome of critical patient at neurological intermediate care (IMC) room of Prof. R. D. Kandou Hospital Manado. Method : this study was an observational study with cross-sectional design, from January-December 2017, at neurological intermediate care room. Population of research were all of the patients treated at the room, sample were obtained with total sampling technique. Dysglycemia was random blood glucose level less than 80 mmHg or above 200 mmHg. Patient’s outcome were dichotomized into “death” and “alive”. Chi square test and odd ratio were executed during statistical analysis, with p value < 0,05 as significant level. Result: there were 263 patients during time period of study, of which only 217 cases were analyzed. Male and female proportion were 47,9% and 52,1%. Majority of patients were in elderly age group (above 60 years old). Most of the patient admitted with unconsciousness as chief complaint (96,3%), majority of them were treated as stroke patients (53,9%) and intracranial mass (10,6%). Dysglycemia was 13,8%, the incidence of death was 32,3%. There is significant difference of mortality proportion between dysglycemic and non-dysglycemic group (5,00% vs 29,4%). Conclusion: there was a statistically significant association between dysglycemia and outcome of critical patients at neurological intermediate room of Prof. R. D. Kandou Hospital Manado. Keyword: Dysglycemia, blood glucose, critical illness, outcome, neurology
NILAI HEMATOKRIT PADA STROKE AKUT DI BAGIAN NEUROLOGI RSUP PROF. DR. R.D. KANDOU, MANADO PERIODE MEI 2013-MEI 2015: HEMATOCRIT LEVEL IN STROKE ACUTE IN THE NEUROLOGICAL DEPARTMENT OF NATIONAL HOSPITAL PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIOD MAY 2013 UNTIL MAY 2015 Merry Septemi Ekayanti; Muhammad Fandy Bachtiar; Mieke A.H.N Kembuan; Theresia Runtuwene; Melke Joanne Tumboimbela
Jurnal Sinaps Vol. 1 No. 1 (2018): volume 1 Nomor 1, Februari 2018
Publisher : Neurologi Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (288.115 KB)

Abstract

Pendahuluan: Perbedaan stroke iskemik dan stroke hemoragik biasanya dibedakan berdasarkan gejala klinis, skor strokedan pemeriksaan CT -Scan Kepala. Pada stroke iskemik dan stroke hemoragik akut juga terjadi perubahan nilai hematokrit. Tujuan: Penelitian ini bermaksud menemukan metode yang sederhana dalam membedakan stroke iskemik dan hemoragik berdasarkan perubahan nilai hematokrit. Metode: Penelitian ini bersifat deskriptif retrospektif dengan uji potong lintang. Pengambilan sampel memakai data sekunder di bagian neurologi RSUP Prof. R.D. Kandou, Manado periode Mei 2013-Mei 2015. Analisa data statistik memakai SPSS 22. Hasil: Pemeriksaan darah tepi dilakukan pada 130 penderita stroke akut yang terdiri dari 93 stroke iskemik dan 37 stroke hemoragik. Dari seluruh kasus hasil penelitian diperoleh laki – laki banding perempuan 1,9 : 1 dan rentan usia terbanyak 51 – 60 tahun ( 36% ). Diperoleh bahwa kadar hematokrit meningkat pada stroke iskemik secara bermakna ( p=0,02 ). Diskusi: Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kadar hematokrit mungkin dapat digunakan sebagai pemeriksaan tambahan dalam membedakan stroke iskemik dan stroke hemoragik akut ketika tidak ada pemeriksaan CT- Scan. Kata kunci: Hematokrit, stroke, stroke akut, stroke iskemik, stroke hemoragik ABSTRACT Introduction: The differentiation between hemorrhagic and ischemic stroke based on clinical examination, stroke scoring system and Brain CT-Scan examination. The change of hematocrit levels is occur in ischemic and hemorrhagic strokeacute. Aim: The objective of this study is to investigate hematocrit levels changes an ischemic and hemorrhagic strokee, in an attempt to find a simple method based on these blood change for differentiating the stroketypes. Methods: A descriptive – retrospective cross sectional study was conducted in the Neurological Department of National Hospital Prof. R. D.Kandou Manado from May 2013 until May 2015 by using secundary data. Result: 130 patiens with acute strokewere subjected to this study, comprising of 93 ischemic and 37 hemorrhagic strokePeripheral blood examinations were done within 3 days of acute strokehematocrit levels were measured in the laboratory. The data were analyzed using SPSS 22 statistical program. Sex ratio of strokebetween male and female 1,9 : 1. Highst age incidence for all strokewas 51 – 60 year age group ( 36% ). This study showed that hematocrit level higher significantly in ischemic stroke( p=0,02 ). Discussion: This finding suggests that hematocrit level change might be used as a mean for differentiating ischemic from hemorrhagic stroke when CT – Scan is not available. Keywords: Hematocrit, stroke, acute stroke, ischemic stroke, hemorrhagic stroke
HUBUNGAN MEDITASI DAN FUNGSI EKSEKUTIF: MEDITATION AND EXECUTIVE FUNCTION Anthonius Kurniadi; Rivan .; Junita Maja P S; Imelda Sumual
Jurnal Sinaps Vol. 1 No. 1 (2018): volume 1 Nomor 1, Februari 2018
Publisher : Neurologi Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (268.414 KB)

Abstract

Latar Belakang: Meditasi telah lama diketahui bermanfaat bagi peningkatan fungsi kognitif manusia, terlebih apabila dipraktekkan secara rutin dan teratur. Salah satu bagian dari fungsi kognitif yang memperoleh manfaat dari praktek meditasi adalah fungsi eksekutif. Walaupun demikian, penelitian-penelitian yang telah dilakukan belum berhasil membuktikan secara konsisten manfaat meditasi terhadap fungsi eksekutif. Penelitian ini berusaha untuk mengonfirmasi manfaat meditasi terhadap fungsi eksekutif. Tujuan: Mengetahui hubungan antara pola hidup meditatif dengan fungsi eksekutif pada populasi usia muda sehat. Cara Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang yang dilakukan terhadap 102 sampel penelitian yang berusia antara 20-30 tahun dan dibagi menjadi dua kelompok: pola hidup meditatif (50 sampel) dan pola hidup umum (52 sampel). Untuk menilai fungsi eksekutif dipergunakan Trail Making Test B (TMT-B). Data dikelompokkan menjadi meditasi dan non-meditasi, TMT-B normal dan tidak-normal; kemudian ditabulasikan dalam tabel 2x2; dan akhirnya dianalisis menggunakan uji chi square dalam perangkat lunak SPSS 17.0. Hasil: Kelompok pola hidup meditatif berjumlah 50 individu dan kelompok pola hidup umum berjumlah 52 individu. Sebanyak 17 (34%) dari kelompok pola hidup meditatif dan 20 (38,46%) dari kelompok pola hidup umum menyelesaikan TMT-B dalam batas waktu normal. Tidak ada perbedaan bermakna secara statistik hasil TMT-B kelompok pola hidup meditatif dengan pola hidup umum (p>0.05). Kesimpulan: Tidak ada hubungan bermakna antara pola hidup meditatif dengan fungsi eksekutif pada penelitian ini. Penggunaan pemeriksaan penunjang, seperti elektroensefalogram untuk menentukan kualitas meditasi secara objektif, disarankan untuk penelitian berikutnya. Kata Kunci: meditasi, kognitif, fungsi eksekutif, TMT-B. ABSTRACT Background: Meditation has been recognized as one of methods to improve human cognitive function. It has an even greater effect if practiced regularly on daily basis and can affect many domains in cognitive functions, including executive function. However, controversies do exist among researches on meditation and executive function. This study is an attempt to confirm the good effect of meditation on executive function. Objective: Determining the relationship between meditation and executive function in healthy young adult population. Method: This is a cross sectional study conducted among 102 participants aged 20-30. There were 50 participants who meditate regularly from a ministry training institute and 52 participants as control subjects. For assessment of executive function, Trail Making Test-B (TMT-B) has been used. All tests were performed at Memory Clinic in Kandou Hospital. Data were categorized into meditation and no-meditation, normal TMT-B and beyond normal TMT-B; then tabulated into 2x2 table; and finally, analyzed with chi-square test using SPSS 17.0 program. Result: Forty two (84%) subjects who meditate regularly and 40 (76.9%) control subject were able to finish the test within the normal time limit. There was no significant relationship between meditation and executive function (p>0.05). Conclusion: There was no significant relationship between meditation and executive function (p>0.05). Study using ancillary examination, such as electroencephalogram to determine the quality of meditation objectively, is suggested in the future. Keywords: meditation, cognitive, executive function, TMT-B.
MEDITASI DAN PERHATIAN PADA DEWASA MUDA SEHAT: MEDITATION AND ATTENTION IN HEALTHY YOUNG ADULT Herdy Johannes; Anthonius Kurniadi; Melke Tumboimbela; Sekplin A. S. Sekeon
Jurnal Sinaps Vol. 1 No. 1 (2018): volume 1 Nomor 1, Februari 2018
Publisher : Neurologi Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (379.415 KB)

Abstract

Latar Belakang: Meditasi memiliki reputasi yang terkenal untuk membawa efek yang baik bagi akal manusia. Ini memiliki efek yang lebih besar lagi jika dipraktekkan secara teratur setiap hari dan dapat mempengaruhi banyak domain dalam fungsi kognitif. Penelitian ini berfokus pada fungsi kognitif tertentu, fungsi perhatian. Tujuan: Menentukan hubungan antara meditasi dan perhatian pada populasi dewasa muda yang sehat. Metode: Ini adalah penelitian cross sectional yang dilakukan di antara 102 peserta berusia 20-30 tahun. Penilaian untuk perhatian menggunakan Stroop Color and Word Test (SCWT). Dalam metode ini, jumlah item yang diberi nama dengan benar di 45 s dalam setiap kondisi dihitung (yaitu, W, C, CW). Kemudian prediksi nilai CW (Pcw) dihitung dengan menggunakan rumus Pcw = (W × C) / (W + C) berikut. Kemudian, nilai Pcw dikurangkan dari jumlah item aktual yang diberi nama dengan benar dalam kondisi tidak sesuai (CW) (yaitu, IG = CW -Pcw): prosedur ini memungkinkan untuk memperoleh skor interferensi (IG) berdasarkan kinerja pada kedua W dan kondisi C. Dengan demikian, nilai IG negatif merupakan kemampuan patologis untuk menghambat interferensi, di mana nilai yang lebih rendah berarti lebih besar dalam menghambat interferensi. Hasilnya: Ada 50 peserta yang bermeditasi secara teratur dari Lembaga Pelatihan Kementerian Pineleng dan 52 peserta sebagai subjek kontrol. 28 (56%) subjek yang bermeditasi secara teratur dan 38 (73%) subjek kontrol dapat menyelesaikan tes. Tidak ada hubungan yang signifikan antara meditasi dan Perhatian (p> 0,05). Kesimpulan: Tidak ada hubungan yang signifikan antara meditasi dan perhatian (p> 0,05). Kata kunci: Meditasi, perhatian, Stroop Color and Word Test. ABSTRACT Background: Meditation has a well-known reputation for bringing a good effect for human mind. It has an even greater effect if practiced regularly on a daily basis and can affect many domains in cognitive functions. This research focuses on specific cognitive function, the attention functions. Objective: Determining the relationship between meditation and attention in healthy young adult population. Method: This is a cross sectional study conducted among 102 participants aged 20-30. Assessment for attention using Stroop Color and Word Test (SCWT). In this method, the number of items correctly named in 45 s in each conditions is calculated (i.e., W, C, CW). Then the predicted CW score (Pcw) is calculated using the following formula Pcw =(W ×C)/(W +C). Then, the Pcw value is subtracted from the actual number of items correctly named in the incongruous condition (CW) (i.e., IG =CW −Pcw): this procedure allows to obtain an interference score (IG) based on the performance in both W and C conditions. Thus, a negative IG value represents a pathological ability to inhibit interference, where a lower score means greater difficulty in inhibiting interference. Result: There were 50 participants who meditate regularly from Pineleng Ministry Training Institute and 52 participant as a control subject. 28 (56%) subjects who meditate regularly and 38 (73%) control subject can finish the test. There was no significant relationship between meditation and Attention (p>0,05). Conclusion: There was no significant relationship between meditation and attention (p>0,05). Keyword: Meditation, attention, Stroop Color and Word Test.
EVALUASI EFEKTIFITAS PROSEDUR CUCI TANGAN PADA OPERATOR PUNGSI LUMBAL DI BAGIAN NEUROLOGI RSUP R.D. KANDOU MANADO: EVALUATION OF EFFECTIVENESS OF WASHING PROCEDURE ON OPERATOR PUNGSI LUMBAL IN PART NEUROLOGY RSUP R.D. KANDOU MANADO Arthur H.P. Mawuntu; Janri Tumbal; Michelle Pontoh; Yanti Mewo
Jurnal Sinaps Vol. 1 No. 1 (2018): volume 1 Nomor 1, Februari 2018
Publisher : Neurologi Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (779.492 KB)

Abstract

Pendahuluan: Kebersihan tangan operator tindakan pungsi lumbal (lumbar puncture = LP) sangat penting. Edukasi prosedur cuci tangan operator LP di Bagian Neurologi RSUP Kandou Manado hanya dilakukan lewat sosialisasi dan pelatihan. Belum pernah dibuat evaluasi efektifitas prosedur yang dikerjakan tersebut. Tujuan: Penelitian ini ingin mengevaluasi apakah prosedur cuci tangan yang diajarkan selama ini memberikan hasil buruk, baik, atau sempurna. Metode: Kami mengembangkan cara evaluasi dengan sistem skoring. Komponen penilaian dibagi atas Kepatuhan Saat, Teknik, dan Efikasi. Selanjutnya dibuat Evaluasi Keseluruhan. Untuk Efikasi kami menggunakan simulasi kuman dengan losion fluoresen yang dapat dibilas air, Lumigerm® dan mengevaluasinya di bawah lampu ultraviolet oleh dua penilai. Diskusi: Didapatkan 28 subyek dengan 16 orang di antaranya perempuan (57,1%). Rerata usia 32,6 tahun (±SD 4,42). Paling banyak subyek duduk di semester 2 (7 orang, 25%). Seluruh subyek patuh melakukan cuci tangan sesuai saat, 22 subyek (78,6%) melakukan teknik cuci tangan dengan tepat, dan 21 subyek (75%) memiliki efikasi buruk. Daerah sela-sela jari dan punggung tangan kedua tangan adalah daerah yang paling tidak bersih setelah dicuci. Lamanya cuci tangan mungkin mempengaruhi efikasi. Kesimpulan: Untuk operator LP, prosedur cuci tangan dengan air mengalir perlu dimodifikasi dengan memperlama waktu cuci tangan dan memberi perhatian khusus pada daerah sela-sela jari dan punggung tangan. Kata kunci: kebersihan tangan, pungsi lumbal, prosedur. Abstract Background: Lumbar puncture (LP) operator’s hand hygiene is important. Handwashing procedure education in LP operators in Neurology Department Kandou Hospital was just conducted using dissemination and training. There was no evaluation been made for that procedure yet. Aims: This study wanted to evaluate whether the handwashing procedure taught provided poor, good, or perfect result. Methods: We developed a scoring system for the evaluation. The components to be evaluated were divided to Adherence, Technique, and Efficacy. After that we do the overall evaluation. For efficacy we used germ simulation with water-washable fluorescent lotion, Lumigerm®, and evaluated it under ultraviolet lamp by two evaluators. Result: We find 28 subjects and 16 are female (57.1%). Mean age is 32.6 years old (±SD 4.42). Mostly, they are on the 2-nd semester (7 persons, 25%). All of them adhere to wash their hand accordingly, 22 subjects (78.6%) perform the handwashing technique correctly, and 21 subjects (75%) have poor efficacy. Interdigital and dorsal part of both of the hands are the the most unclean region after handwashing. Duration of handwashing may influence the efficacy. Conclusion: For LP operators, handwashing procedure with running water needs to be modified by prolonging the handwashing time and pay special attention to the interdigital and dorsal part of the hands. Keywords: hand hygiene, lumbar puncture, procedure.
DIAGNOSIS DAN TERAPI DEEP BRAIN STIMULATION PADA PENYAKIT PARKINSON: DIAGNOSIS AND THERAPY DEEP BRAIN STIMULATION IN PARKINSON DISEASE Eudon Muliawan; Seilly Jehosua; Rizal Tumewah
Jurnal Sinaps Vol. 1 No. 1 (2018): volume 1 Nomor 1, Februari 2018
Publisher : Neurologi Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (776.523 KB)

Abstract

Seorang wanita berusia 44 tahun dengan penyakit Parkinson yang telah menunjukkan gejala yang lebih awal sejak 8 tahun yang lalu pada umur 36 tahun dan telah menjalani terapi Deep Brain Stimulation. Setelah menjalani terapi tersebut pasien menjukkan perbaikan klinis yang bermakna, begitu pula peningkatan kualitas hidup. Dengan terapi ini pula, pengobatan berkurang hingga 50-80%. Kata Kunci: Deep Brain Stimulation, penyakit Parkinson, terapi. ABSTRACT Female 44 years old with Parkinson disease that already shows symptom early since 8 years ago at 36 years old and already had Deep Brain Stimulation therapy. After that therapy patient shows clinical improvement, also increased patient’s quality of life. With this therapy, medication reduced to 50–80% Keywords: Deep Brain Stimulation, Parkinson disease, therapy.
ASOSIASI ANTARA PENGOLAHAN MEDITASI DAN KIMPITAN KECEPATAN PADA DEWASA MUDA DI MANADO: THE ASSOCIATION BETWEEN MEDITATION AND COGNITIVE PROCESSING SPEED IN YOUNG ADULT IN MANADO Yonathan Andrian; Anthonius Kurniadi; Junita Maja P.S; Finny Warouw
Jurnal Sinaps Vol. 1 No. 1 (2018): volume 1 Nomor 1, Februari 2018
Publisher : Neurologi Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (360.9 KB)

Abstract

Pendahuluan: Meditasi telah dikenal luas memiliki efek yang baik bagi fungsi berpikir seseorang dan dapat mempengaruhi berbagai aspek dari fungsi kognitif seseorang. Salah satu fungsi kognitif yang dapat diperiksa adalah kecepatan berpikir. Dewasa ini, tidak banyak ditemukan penelitian mengenai meditasi ataupun kecepatan berpikir di Indonesia. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai hubungan meditasi dengan kecepatan berpikir di Manado. Objektif: Menentukan hubungan antara meditasi dengan kecepatan berpikir kelompok usia dewasa muda di Manado. Metode: Ini adalah penelitian potong lintang terhadap 102 partisipan berusia 20-30 tahun. Pengukuran kecepatan berpikir menggunakan instrumen Trail Making Test-A (TMT-A). Subyek diambil dari Seminari Tinggi Pineleng dan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi pada bulan Juli-Agustus 2017. Data akan dianalisis menggunakan metode Chi-square. Hasilt: Terdapat 50 partisipan yang melakukan meditasi secara rutin dan 52 partisipan sebagai kelompok kontrol. Empat puluh enam (92%) subyek yang rutin bermeditasi dan 41 (78,8%) subyek kontrol dapat menyelesaikan tes tersebut dalam batas waktu yang ditentukan. Terdapat hubungan yang tidak bermakna antara meditasi dan kecepatan berpikir (p=0,092). Kesimpulan: Terdapat hubungan yang tidak bermakna antara meditasi dan kecepatan berpikir (p=0,092) Kata Kunci: Meditasi, kecepatan berpikir, fungsi kognitif ABSTRACT Background: Meditation has a well-known reputation for bringing a good effect for human mind and can affect many domains in cognitive functions. One of those cognitive functions is the cognitive processing speed (CPS). There were few studies conducted that talk about meditation and CPS in Indonesia. This study aims to improve our knowledge about the relationship between meditation and CPS in Manado. Objective: Determining the association between meditation and CPS in healthy young adult population in Manado. Method: This is a cross sectional study conducted among 102 participants aged 20-30. We assesses CPS using Trail Making Test–A (TMT-A). We recruited subjects form Pineleng Ministry Training Institute and Medical Faculty of Sam Ratulangi University on July-August 2017. We analyze the data using chi-square test. Result: There were 50 participants who meditate regularly and 52 participants as control subject. Forty-six (92%) subjects who meditate regularly and 41 (78,8%) control subject can finish the test within the time limit. There was no significant relationship between meditation and CPS (p=0,092). Conclusion: There was no significant relationship between meditation and CPS (p=0,092) Keywords: Meditation, cognitive processing speed, cognitive function
HUBUNGAN GANGGUAN KUALITAS TIDUR MENGGUNAKAN PSQI DENGAN FUNGSI KOGNITIF PADA PPDS PASCA JAGA MALAM: RELATIONSHIP BETWEEN SLEEP QUALITY DISABLED USING PSQI WITH COGNITIVE FUNCTION AT PASCA PPDS NIGHT PAPER Handojo M; Pertiwi J. M; Ngantung D
Jurnal Sinaps Vol. 1 No. 1 (2018): volume 1 Nomor 1, Februari 2018
Publisher : Neurologi Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (289.841 KB)

Abstract

Latar belakang: Tidur merupakan bagian penting dalam hidup untuk perbaikan tubuh dan pikiran. Gangguan tidur dan kurang tidur sering terjadi pada masyarakat modern saat ini. Gangguan tidur dapat disebabkan oleh berbagai macam penyebab salahsatunya gangguan tidur irama sirkadian tipe kerja. Gangguan tidur tersebut sering dialami pada orang yang bekerja dengan rotasi malam hari. Peserta Program Studi Dokter Spesialis (PPDS) sering bekerja mendapat giliran rotasi pada malam hari, Kurang tidur dan gangguan kualitas tidur merupakan hal yang umum sering terjadi pada seorang PPDS. Kurang tidur dalam program PPDS dapat menyebabkan gangguan kognitif, gangguan psikososial, kecelakaan dan berkurang kualitas hidup. Tujuan: Untuk mengetahui adanya hubungan antara kualitas tidur dengan fungsi kognitif. Metode: Penelitian menggunakan analitik potong lintang yang dilakukan di RSUP Prof. dr. R. D. Kandou Manado rentang waktu Agustus – Oktober 2017. Sebanyak 42 sampel penelitian dipilih dengan teknik consecutive sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Data dikumpulkan dari wawancara, dan pemeriksaan langsung terhadap Subjek penelitian lalu dianalisis menggunakan program SPSS. Hasil: Terdapat hubungan yang sangat bermakna antara gangguan kualitas tidur objektif dengan fungsi kognitif. (p=0,0000). Kesimpulan: Gangguan kualitas tidur objektif mempengaruhi fungsi kognitif pada PPDS pasca jaga. Kata kunci: Tidur, Kualitas tidur, PPDS, Gangguan kognitif. ABSTRACT Background: Sleep is an important part of life for the improvement of body and mind. Sleep disturbance and lack of sleep often occur in current modern society. Sleep disturbance may be caused by various causes such as the circadian rhythm sleep disorders of the work type. Sleep disturbance is often experienced in people who work night shifts. Residents often work in night shift, Sleep deprivation and sleep quality disorders are common to a Resident. Lack of sleep in Residency programs might cause cognitive impairment, psychosocial disorders, accidents and reduced quality of life. Aim: Finding the correlation between sleep quality and cognitive function. Method: A cross sectional analytical study was conducted in Prof. RSUP. dr. R. D. Kandou Manado in the period of August - October 2017. A total of 42 research samples were selected by consecutive sampling technique based on inclusion and exclusion criteria. Data was collected from interviews,and direct examination of research subjects followed by analyzing using SPSS program. Result: There is a very significant relationship between objective sleep quality disorder and cognitive function. (p = 0,0000). Conclusion: Impaired objective sleep quality affects cognitive function in after night shift resident. Keywords: Sleep, Sleep Quality, Residents, Cognitive Disorder
PRIMARY LATERAL SCLEROSIS: PRIMARY LATERAL SCLEROSIS Corry Novita Mahama; Bill Tanawal
Jurnal Sinaps Vol. 1 No. 1 (2018): volume 1 Nomor 1, Februari 2018
Publisher : Neurologi Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (601.822 KB)

Abstract

HUBUNGAN MEDITASI DAN FUNGSI EKSEKUTIF: MEDITATION AND EXECUTIVE FUNCTION Anthonius Kurniadi; Rivan .; Junita Maja P S; Imelda Sumual
Jurnal Sinaps Vol. 1 No. 2 (2018): volume 1 Nomor 2, Juni 2018
Publisher : Neurologi Manado

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (268.434 KB)

Abstract

Latar Belakang: Meditasi telah lama diketahui bermanfaat bagi peningkatan fungsi kognitif manusia, terlebih apabila dipraktekkan secara rutin dan teratur. Salah satu bagian dari fungsi kognitif yang memperoleh manfaat dari praktek meditasi adalah fungsi eksekutif. Walaupun demikian, penelitian-penelitian yang telah dilakukan belum berhasil membuktikan secara konsisten manfaat meditasi terhadap fungsi eksekutif. Penelitian ini berusaha untuk mengonfirmasi manfaat meditasi terhadap fungsi eksekutif. Tujuan: Mengetahui hubungan antara pola hidup meditatif dengan fungsi eksekutif pada populasi usia muda sehat. Cara Penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang yang dilakukan terhadap 102 sampel penelitian yang berusia antara 20-30 tahun dan dibagi menjadi dua kelompok: pola hidup meditatif (50 sampel) dan pola hidup umum (52 sampel). Untuk menilai fungsi eksekutif dipergunakan Trail Making Test B (TMT-B). Data dikelompokkan menjadi meditasi dan non-meditasi, TMT-B normal dan tidak-normal; kemudian ditabulasikan dalam tabel 2x2; dan akhirnya dianalisis menggunakan uji chi square dalam perangkat lunak SPSS 17.0. Hasil: Kelompok pola hidup meditatif berjumlah 50 individu dan kelompok pola hidup umum berjumlah 52 individu. Sebanyak 17 (34%) dari kelompok pola hidup meditatif dan 20 (38,46%) dari kelompok pola hidup umum menyelesaikan TMT-B dalam batas waktu normal. Tidak ada perbedaan bermakna secara statistik hasil TMT-B kelompok pola hidup meditatif dengan pola hidup umum (p>0.05). Kesimpulan: Tidak ada hubungan bermakna antara pola hidup meditatif dengan fungsi eksekutif pada penelitian ini. Penggunaan pemeriksaan penunjang, seperti elektroensefalogram untuk menentukan kualitas meditasi secara objektif, disarankan untuk penelitian berikutnya. Kata Kunci: meditasi, kognitif, fungsi eksekutif, TMT-B. ABSTRACT Background: Meditation has been recognized as one of methods to improve human cognitive function. It has an even greater effect if practiced regularly on daily basis and can affect many domains in cognitive functions, including executive function. However, controversies do exist among researches on meditation and executive function. This study is an attempt to confirm the good effect of meditation on executive function. Objective: Determining the relationship between meditation and executive function in healthy young adult population. Method: This is a cross sectional study conducted among 102 participants aged 20-30. There were 50 participants who meditate regularly from a ministry training institute and 52 participants as control subjects. For assessment of executive function, Trail Making Test-B (TMT-B) has been used. All tests were performed at Memory Clinic in Kandou Hospital. Data were categorized into meditation and no-meditation, normal TMT-B and beyond normal TMT-B; then tabulated into 2x2 table; and finally, analyzed with chi-square test using SPSS 17.0 program. Result: Forty two (84%) subjects who meditate regularly and 40 (76.9%) control subject were able to finish the test within the normal time limit. There was no significant relationship between meditation and executive function (p>0.05). Conclusion: There was no significant relationship between meditation and executive function (p>0.05). Study using ancillary examination, such as electroencephalogram to determine the quality of meditation objectively, is suggested in the future. Keywords: meditation, cognitive, executive function, TMT-B.