cover
Contact Name
Muhammad Najib Habibie
Contact Email
najib.habibie@gmail.com
Phone
+6285693191211
Journal Mail Official
jurnal.mg@gmail.com
Editorial Address
Jl. Angkasa 1 No. 2 Kemayoran, Jakarta Pusat 10720
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA
ISSN : 14113082     EISSN : 25275372     DOI : https://www.doi.org/10.31172/jmg
Core Subject : Science,
Jurnal Meteorologi dan Geofisika (JMG) is a scientific research journal published by the Research and Development Center of the Meteorology, Climatology and Geophysics Agency (BMKG) as a means to publish research and development achievements in Meteorology, Climatology, Air Quality and Geophysics.
Articles 310 Documents
MODEL PREDIKSI AWAL MUSIM HUJAN DI SENTRA PADI PANTURA JABAR DENGAN PREDIKTOR REGIONAL DAN GLOBAL Erwin Eka Syahputra Makmur; Yonny Koesmaryono; Edvin Aldrian; Aji Hamim Wigena
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 14, No 3 (2013)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31172/jmg.v14i3.164

Abstract

Prediksi awal musim hujan merupakan suatu hal penting yang menunjang beberapa sektor di antaranya di sektor pertanian. Prediksi awal musim dipergunakan sebagai pertimbangan untuk menentukan kegiatan penanam padi khususnya penentuan awal musim tanam. Untuk menentukan awal musim hujan biasanya ditandai dengan perubahan sirkulasi atmosfer yang cukup signifikan misalnya perubahan arah angin, tekanan udara permukaan dan daerah liputan awan. Untuk penelitian ini dipergunakan 17 prediktor yang telah dipilih berdasarkan tes korelasi spasial antara prediktor dan awal musim. Penelitian ini difokuskan di daerah Pantura Jawa Barat yang terdiri dari Karawang, Subang, Indramayu dan Cirebon yang merupakan daerah sentra pangan khususnya beras. Wilayah Pantura memasok sekitar 30% kebutuhan beras untuk Jawa Barat. Dari 17 prediktor yang terpilih kemudian dimasukkan ke dalam model regresi dengan melakukan semua kemungkinan kombinasi sehingga didapatkan model yang terbaik dengan menggunakan indikator mean square error terkecil. Untuk semua model yang disimulasikan diperlihatkan bahwa hampir semua model menghasilkan hasil yang baik baik baik pada kondis tahun normal maupun pada saat terjdinya El Nino dan La Nina.The prediction of the onset of the rainy season is very important for many sectors especially for the agricultural sector to make the best planning for planting calendar to get optimum paddy yield. Monsoon onset is characterized by the change of significant atmospheric circulation such as changes in wind direction, intertropical convergence zone location, etc. This research used 17 predictors which have been selected using spatial correlation test. Pantura Jawa Barat is the main rice production center in West Java province and contributes about 35% of the total production of West Java Province. The selected predictors in the next process become indicators for the variability of rainy season onset and becoming predictors for climate statistical model. Through the many combinations, 4 models are resulted and 1 ensemble model. These models produce a better performance to predict the onset of the rainy season over the northern coastal area of West Java Province even for some extreme years during El Nino or La Nina events.
IDENTIFIKASI SUDUT PERGERAKAN SESAR SUMATRA DI SEGMEN MUSI KEPAHIANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK Ashar Muda Lubis; Devika Christina Butarbutar; Suhendra Suhendra
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 20, No 2 (2019)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31172/jmg.v20i2.543

Abstract

Salah satu segmen yang aktif di sesar Sumatra adalah segmen Musi yang berada di Kabupaten Kepahiang. Pada segmen ini telah terjadi gempa bumi yang besar pada tahun 1979 dengan kekuatan Mw = 6,0 dan tahun 1997 dengan kekuatan Mw = 5,0. Hal ini mungkin dapat terjadi dimasa yang akan datang, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk meneliti tingkat akumulasi energi di segmen ini. Tingkat akumulasi energi berhubungan dengan  geometri sesar, yang salah satu geometri sesar adalah sudut (dip) pergerakan sesar. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui sudut (dip) pergerakan sesar di segmen Musi menggunakan metode geolistrik tahanan jenis. Penelitian  dilakukan pada 4 lintasan, untuk setiap lintasan mempunyai panjang lintasan 480 m dengan jarak spasi antara  elektroda sepanjang 10 m dan menggunakan 48 buah elektroda. Setiap lintasan pada penampang dapat dilihat nilai kontras resistivity yang menunjukkan keberadaan sesar. Setiap lintasan diperoleh sudut (dip) yang terbentuk akibat pergerakan sesar sebesar  Tetapi, pada lintasan keempat diperoleh sudut  yang tidak signifikan, karena memperoleh kontras resistivity yang kurang jelas, sehingga sulit untuk menentukan sudut (dip) pergerakan sesar. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk menentukan sudut (dip) pergerakan sesar pada segmen Musi menggunakan seismik Refleksi. 
AKURASI PREDIKSI CURAH HUJAN HARIAN OPERASIONAL DI JABODETABEK : PERBANDINGAN DENGAN MODEL WRF Indra Gustari; Tri Wahyu Hadi; Safwan Hadi; Findy Renggono
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 13, No 2 (2012)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31172/jmg.v13i2.126

Abstract

Akurasi prakiraan curah hujan harian operasional yang dibuat oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dikaji dengan cara diverifikasi berdasarkan kategori hujan dikotomi, lebat dan sangat lebat terhadap data dari 25 titik pengamatan di Jakarta. Prosedur yang sama juga diterapkan pada prakiraan curah hujan model Weather Research and Forecasting (WRF) dengan teknik multi-nesting yang di-downscale dari keluaran Global Forecast System (GFS). Hasilnya memperlihatkan bahwa kedua metode prediksi tersebut memiliki akurasi yang baik untuk prediksi dikotomi tetapi hampir gagal dalam memprediksi curah hujan lebat dan sangat lebat. Khususnya, kegagalan prediksi operasional dalam mendeteksi tiga kejadian hujan sangat lebat dalam periode kajian. Dalam hal ini, model WRF yang cenderung menghasilkan false alarm memperlihatkan prospek yang bagus untuk pengembangan sistem prediksi cuaca skala lokal/regional yang lebih akurat di Indonesia. The accuracy of daily rainfall forecasts produced operationally by the Meteorological, Climatological, and Geophysical Agency (BMKG) has been assessed by verifying the prediction of dichotomous, heavy, and very heavy rain events against observed data at 25 stations in Jakarta. Similar procedure was applied to raw hindcasts performed  using the Weather Research and Forecasting (WRF) model with multi-nesting technique up to 3 km resolution downscaled from NOAA global forecast system (GFS) outputs.  The results show that both forecasts have quite favorable accuracy for dichotomous rain events but almost no meaningful score for the predictions of heavy and very heavy rain events was obtained. Particularly, none of as many as three observed very heavy rain events was predicted by the operational forecast. In this case, WRF tend produce false alarms indicating a better prospect for future development of more accurate local/regional weather forecasting system in Indonesia.
ESTIMASI KETINGGIAN PLANETARY BOUNDARY LAYER INDONESIA MENGGUNAKAN DATA ECMWF REANALYSIS ERA-INTERM Vivi Fitriani; Ahmad Bey; Tania June
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 18, No 1 (2017)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31172/jmg.v18i1.283

Abstract

Planetary Boundary Layer (PBL) merupakan bagian dari troposfer yang mendapat pengaruh secara langsung dari permukaan bumi, yang memiliki peranan penting dalam iklim, cuaca dan kualitas udara. PBL dikenal sangat sulit untuk diobservasi dari luar angkasa dikarenakan strukturnya yang sangat kompleks dan berubah-ubah. Salah satu properties yang paling relevan dan fundamental untuk diselidiki adalah ketinggian PBL. Ketinggian PBL dihitung menggunakan tujuh metode berbasis gradien dari kelembaban relatif (RH), temperatur virtual (Tv), temperatur potensial ( ), temperatur potensial virtual ( ), kelembaban spesifik (q), refraktiviti atmosfer (N), dan Kecepatan angin (V) yang diperoleh dari data ECMWF Reanalisis Era Interm selama enam bulan di wilayah 100LU–100LS, 900BT –1500BT dengan resolusi spasial 2.50 x 2.50. Beberapa metode menunjukkan hasil yang indentik untuk ketinggian PBL pada waktu dan tempat tertentu. Metode gradien  dan V konsisten memberikan ketinggian PBL yang tinggi, sementara metode q dan N menghasilkan ketinggian PBL terendah signifikan. Tingginya variasi bulanan dan harian umumnya ditemukan diseluruh wilayah daratan, sedangkan wilayah lautan relatif konstan. Beberapa sumber dari kedua parametrik dan struktur ketidakpastian dari nilai ketinggian PBL diestimasi secara statistik menggunakan lima uji statistik, yaitu uji Student’s t, Uji F, Uji Kormogoorv Sminorv, Uji Korelasi Pearson, dan Uji Korelasi NonParametrik Spearman. Ditemukan adanya perbedaan yang signifikan secara statistik antara ketujuh metode. Rata-rata median ketinggian PBL berbeda ratusan hingga ribuan meter untuk kebanyakan metode yang dibandingkan. Estimasi ketinggian PBL di Indonesia menggunakan metode RH berada di ketinggian 2000 m-4000m pada siang hari dan pada malam hari berada di bawah 2500  m.
PENGARUH INTENSITAS RADIASI SAAT GERHANA MATAHARI CINCIN TERHADAP BEBERAPA PARAMETER CUACA Wido Hanggoro
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 12, No 2 (2011)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31172/jmg.v12i2.94

Abstract

Pengamatan pengaruh kejadian gerhana matahari terhadap perubahan parameter-parameter cuaca seperti temperatur udara, kelembaban udara, kecepatan angin serta tekanan udara dilakukan di Gunung Sugih, Lampung pada tanggal 26 Januari 2009. Pengamatan dilakukan sebelum, selama dan sesudah kejadian gerhana matahari menggunakan stasiun pengamatan cuaca otomatis (AWS) secara periodik dengan interval pengamatan satu jam dan 10 detik-an. Dari data yang diperoleh, tekanan udara dan kelembaban udara meningkat selama kejadian gerhana. Namun dari beberapa faktor cuaca yang diamati, hanya suhu udara dan tekanan udara yang mempunyai hubungan yang cukup besar dengan gerhana matahari. Penurunan suhu sebesar 4-5°C terjadi selama kejadian gerhana dan mencapai titik minimum 5 menit setelah kejadian gerhana. The changes of meteorological parameters such as temperature, relative humidity, wind speed and barometric pressure observed during annular eclipse January 26, 2009 at Gunung Sugih, Lampung. Meteorological observation were made before, during and after the annular eclipse using Automatic Weather Station and periodically measured with hourly and ten seconds interval. From the data, both barometric pressure and relative humidity respectively increased during the annular eclipse but only air temperature and relative humidity have a strong relationship with annular eclipse. The air temperature decreased 4-5°C and reaches the minimum value just 5 minutes after annular eclipse.
PERBANDINGAN DATA SEISMOMETER TRILLIUM 120P RELATIF TERHADAP SEISMOMETER DS 04A DI STASIUN GEOFISIKA SANGLAH DENPASAR Pande Komang Gede Arta Negara; I Putu Dedy Pratama
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 17, No 2 (2016)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31172/jmg.v17i2.437

Abstract

Untuk mendukung Tahun Data 2016, dilakukan perbandingan data rekaman broadband (Trillium 120P) untuk melihat unjuk kerja seismometer tersebut. Seismometer ini berlokasi di Stasiun Geofisika Sanglah Denpasar yang posisinya berada di tengah kota. Oleh karena itu, diperlukan perbandingan data secara paralel dengan meletakan seismometer short-period (DS 04A) secara berdampingan sejak bulan April 2016 hingga Juli 2016. Hasil rekaman ini dibandingkan melalui korelasi sinyal untuk mengukur nilai kemiripan antara hasil rekaman Trillium 120P dan DS 04A. Sebelumnya kedua sinyal dihilangkan dari pengaruh respons instrumen menggunakan nilai poles, zeros, perbesaran, dan sensitivitas masing-masing sensor. Pengujian ini menggunakan empat data gempabumi yang terekam pada komponen vertikal kedua seismometer. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa rekaman sinyal dari seismometer broadband menunjukan nilai korelasi yang tinggi di atas 0,9 dengan data rekaman seismometer short-period. Hal ini menunjukan bahwa seismometer broadband masih bekerja dengan baik untuk mengukur kegempaan di wilayah Bali dan sekitarnya meskipun berada di wilayah perkotaan dan sudah terpasang selama 11 tahun. To support the data year of 2016, compared data recording Trillium 120P broadband seismometer to check their performance. This seismometer installed at Sanglah Denpasar Geophysical Station located in the city center. Therefore, data comparison is required in parallel with short-period (DS 04A) seismometers put side by side since April 2016 until July 2016. The signal recordings were compared to measure the signal correlation value between Trillium 120P and DS 04A. Previously the two signals are removed from the influence of the instrument response by their poles, zeros, gain, and sensitivity of each sensor. This study used four earthquakes which was recorded on the vertical component of both seismometers. The results of this study indicate that the recording signal from broadband seismometer shows a high corelation coefficient value above 0.9 with the data record from short-period seismometer. It shows that the broadband seismometer still works well for measuring the seismicity in the region of Bali and its surroundings despite being located in urban areas and have been installed for 11 years.
ANALISIS DAERAH ENDEMIK BENCANA AKIBAT CUACA EKSTRIM DI SUMATERA UTARA Asteria Satyaning Handayani
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 11, No 1 (2010)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31172/jmg.v11i1.62

Abstract

Bencana alam akibat cuaca ekstrim telah mengambil banyak korban jiwa dan menyebabkan kerusakan di seluruh wilayah Indonesia, salah satunya di Sumatera Utara. Peristiwa ini menarik perhatian masyarakat karena daya rusaknya yang besar terhadap kehidupan manusia. Analisis daerah bencana akibat cuaca ekstrim telah dilakukan terhadap Sumatera Utara. Dengan menggunakan statistik terhadap data dari Database Bencana Alam, dipetakan daerah yang memiliki intensitas tinggi bencana dengan tujuan membangun kesadaran pemerintah daerah setempat mengenai daerahnya. Diperoleh bahwa terdapat dua daerah yang memiliki resiko dampak terbesar terkena bencana. Daerah-daerah tersebut adalah Medan dan Deli Serdang. Natural disasters due to extreme weather have taken many casualties and caused damage throughout Indonesia, one of which is in North Sumatera. They drew people’s attention because of their catastrophic impact to human lives. Analyses of disaster regions due to these extreme weather events have been done in North Sumatera. Using statistic from Natural Disaster Database, we try to map which region has higher intensity imposed by disaster in order to build local authorities awareness to their region. Apparently, there are two regions which having high disaster risk. They are Medan and Deli Serdang.
STATISTICAL DOWNSCALING DENGAN PERGESERAN WAKTU BERDASARKAN KORELASI SILANG Aji Hamim Wigena
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 16, No 1 (2015)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31172/jmg.v16i1.259

Abstract

Pergeseran waktu (time lag) dalam analisis data deret waktu diperlukan terutama untuk analisis hubungan dua peubah (variable), seperti dalam statistical downscaling. Pergeseran waktu ini ditentukan berdasarkan korelasi silang tinggi yang setara dengan hubungan yang kuat antar kedua peubah tersebut sehingga dapat digunakan dalam pemodelan untuk prakiraan yang lebih akurat. Makalah ini mengenai statistical downscaling dengan memperhatikan korelasi silang antara data curah hujan dengan data presipitasi Global Circulation Model (GCM) dari Climate Model Inter Comparison Project (CMIP5). Salah satu syarat dalam statistical downscaling adalah peubah  skala lokal dan global berkorelasi tinggi. Kedua tipe peubah tersebut berupa data deret waktu sehingga fungsi korelasi silang diterapkan untuk memperoleh pergeseran waktu. Korelasi silang yang tinggi menentukan pergeseran waktu pada luaran GCM yang menghasilkan hubungan fungsional lebih kuat antara kedua tipe peubah. Model regresi komponen utama dan regresi kuadrat terkecil parsial digunakan dalam makalah ini. Model-model dengan pergeseran waktu menduga curah hujan lebih baik daripada model-model tanpa pergeseran waktu. Time lag in time series data analysis is required especially to analyze the relationship of two variables, such as in statistical downscaling. Time lag is determined based on high cross correlation which is equivalent to strong relationship between the two variables and can be used in modeling for a more accurate forecast. This paper is about  statistical downscaling by considering the cross correlation between rainfall data and precipitation data from Global Circulation Model (GCM) of Climate Model Inter Comparison Project (CMIP5). One of the conditions in statistical downscaling is that local scale and global scale variables are highly correlated. Both types of variables are time series data, thus cross correlation function is applied to find time lags. High cross correlation determines time lags in GCM output which was resulted in higher functional relation between both types of variables. Principal Component Regression and Partial Least Square Regression model were used in this paper. Models with time lags had forecasted rainfall better than those without time lags.Time lag in time series data analysis is required especially to analyze the relationship of two variables, such as in statistical downscaling. The time lag is determined based on high cross-correlation which is equivalent to a strong relationship between the two variables and can be used in modeling for a more accurate forecast. This paper is about statistical downscaling by considering the cross-correlation between rainfall data and precipitation data from the Global Circulation Model (GCM) of Climate Model Inter Comparison Project (CMIP5). One of the conditions in statistical downscaling is that local scale and global scale variables are highly correlated. Both types of variables are time series data, thus cross-correlation function is applied to find time lags. High cross-correlation determines time lags in GCM output which was resulted in higher functional relation between both types of variables. Principal Component Regression and Partial Least Square Regression model were used in this paper. Models with time lags had forecasted rainfall better than those without time lags. 
KARAKTERISTIK DAN PELAPISAN MASSA AIR DI PERAIRAN TELUK BUNGUS DAN BEBERAPA PULAU-PULAU KECIL DI KOTA PADANG Try Al Tanto; I Wayan Nurjaya; Indra Jaya; Tri Hartanto; Amir Yarkhasy; Akmala Dwi Nugraha; Soma Somantri
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 23, No 2 (2022)
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31172/jmg.v23i2.882

Abstract

Perairan Sumatera Barat merupakan tempat bertemunya massa air yang datang dari Samudera Hindia dan daratan. Kajian ini bertujuan untuk melihat distribusi, stratifikasi, kestabilan dan karakteristik massa air di wilayah kajian. Penelitian di perairan Sumatera Barat ini dilakukan menggunakan instrument CTD, berupa kedalaman, temperatur dan salinitas yang diakuisisi oleh Tim Survei IPB. Penelitian ini mencakup 2 wilayah kajian, wilayah Teluk Bungus dan pulau-pulau kecil (PPK). Terdapat 9 stasiun yang terbagi dalam 4 transek untuk dianalisis dalam kajian, yaitu transek Teluk Bungus 1 dan 2 yang berada di perairan Teluk Bungus dan transek PPK 1 dan 2 yang berada di sekitar PPK. Analisis dilakukan dengan metode DIVA dan Diagram TS menggunakan Ocean Data View dan bahasa pemrograman Python 3.8. Hasil kajian memperlihatkan bahwa di perairan Teluk Bungus memiliki karakteristik umum salinitas rendah dan temperatur yang tinggi sedangkan wilayah PPK memiliki karakteritik salinitas tinggi dan temperatur yang rendah. Teluk Bungus memiliki nilai rata-rata temperatur 29.738 oC ± 0.383, salinitas 32.784 ± 0.063 psu, densitas 20.155 Kg/m3 ± 0.175 dan Brunt Vaisala 8.62 cyc/h. PPK memiliki nilai rata-rata temperatur 29.142 oC ± 0.580, salinitas 32.973 psu ± 0.191, densitas 20.498 Kg/m3 ± 0.331 dan Brunt Vaisala 6.7 cyc/h. Daerah teluk dan dekat daratan cukup stabil sedangkan wilayah perairan dekat PPK kurang stabil. Karakteristik perairan di wilayah Teluk Bungus didominasi massa air dari daratan sedangkan wilayah PPK didominasi massa air dari samudera.
Turbulence analysis on the flight of Etihad airways in Bangka Island using the WRF case study May 4, 2016 Bayu Retna Tri Andari; Nurjanna Joko Trilaksono; Muhammad Arif Munandar
Jurnal Meteorologi dan Geofisika Vol 23, No 3 (2022): Special Issue
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31172/jmg.v23i3.912

Abstract

Accurate weather forecasts should support the increase in safety of aviation operations in Indonesia. This weather forecast is needed, especially in detecting turbulence, considering that geographically Indonesia has effective solar radiation resulting in convective cloud formation. Convective clouds can trigger turbulence then produce disruption and even accidents on flights. This research uses a case study on the Etihad Airways flight on Bangka Island on May 4, 2016. At the time of the incident, there was turbulence at 39,000 feet altitude, and the aircraft did not enter the cloudy area. The Weather Research and Forecasting (WRF) model is used to simulate the turbulence in this study, which is downscaled up to 3 km with a microphysics parameterization of WRF Single Moment 6 Class (WSM6). The results were then verified using correlation and linear regression for temperature, wind direction, wind speed, and pattern resemblance between cloud fraction and the convective nuclei distribution. The turbulence is analyzed from the south-north and west-east vertical airflow. The turbulence spotted at 06.40 UTC when there is a quite strong updraft which can cause turbulence. The turbulence parameters used, such as the eddy dissipation rate (EDR) parameter, which has a value of 0.05 , Richardson number with a value of less than 0.25, and turbulence index (TI 1) with a maximum value of 4 x 10-7 s-2 found that turbulence was in a strong category. The turbulence that occurs in this study is identified as near cloud turbulence (NCT) event due to cloud formation observed in the west of the turbulence and intense updraft activity at the location of turbulence.