cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Patrawidya: Seri Penerbitan Penelitian Sejarah dan Budaya
ISSN : 14115239     EISSN : 25984209     DOI : -
Core Subject : Art, Social,
The Patrawidya appears in a dark gray cover with a papyrus manuscript. The Patrawidya Journal is published three times a year in April, August and December. The study of the Patrawidya Journal article is on the family of history and culture. The Patrawidya name came from a combination of two words "patra" and "widya", derived from Sanskrit, and became an absorption word in Old Javanese. the word "patra" is derived from the word "pattra", from the root of the term pat = float, which is then interpreted by the wings of birds; fur, leaves; flower leaf; fragrant plants fragrant; leaves used for writing; letter; document; thin metal or gold leaf. The word "widya" comes from the word "vidya", from the root vid = know, which then means "science". Patrawidya is defined as "a sheet containing science" ISSN 1411-5239 (print) ISSN 2598-4209 (online).
Arjuna Subject : -
Articles 8 Documents
Search results for , issue "Vol. 18 No. 2 (2017)" : 8 Documents clear
MODEL WISATA BUDAYA BERBASIS CERITA PANJI (CULTURE TOURISM MODEL BASED ON PANJI STORIES) I Dewa Gde Satrya; Agoes Tinus Lis Indrianto
Patra Widya: Seri Penerbitan Penelitian Sejarah dan Budaya. Vol. 18 No. 2 (2017)
Publisher : Balai Pelestarian Nilai Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5655.962 KB) | DOI: 10.52829/pw.36

Abstract

Cerita Panji berkisah mengenai Kerajaan Kadiri, berkembang pesat pada masa Majapahit. Ragam ekspresi Budaya Panji dalam bentuk sastra oral, sastra visual, seni pertunjukan dan nilai-nilai kehidupan. Artikel ini menyajikan pengembangan ragam ekspresi Budaya Panji tersebut dalam kegiatan wisata. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana model wisata Budaya Panji? Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif sumber data primer diperoleh melalui wawancara dan eksperimen perjalanan wisata bertema Panji yang diselenggarakan oleh Lab of Tourism, data sekunder melalui studi literatur terkait. Kesimpulan penelitian ini adalah, model wisata Budaya Panji dapat diterapkan dalam tiga kegiatan wisata, pertama, memadukan ekspresi Budaya Panji dalam seni pertunjukan topeng dengan artefak. Kedua, menampilkan ekspresi Budaya Panji dalam seni pertunjukan dengan konsep Heritage Performing Art di situs atau candi. Ketiga, archaeological trail di Gunung Penanggungan, di mana gunung ini dikenal sebagai Gunung yang disucikan di masa Majapahit dengan nama Pawitra. Banyak situs dan punden berundak yang didirikan di lereng gunung, di antaranya Candi Kendallsodo yang berisi relief Cerita Panji dan Candi Selokelir tempat ditemukannya area Panji.Panji story that was growing rapidly at the time of Majapahit Empire, tells of the Kadiri kingdom. Variety of Panji cultural was expression in the form of oral literature, visual literature, performing arts and the values of life. This article reports the development of diverse expressions of Panji culture in tourism activities. The research problem is how the model of Panji Culture in tourism activities? The method used in this research is qualitative descriptive, where the source of primary data obtained through interviews and Panji thematic tour experiment held by Lab of Tourism, and secondary data through the study of related literature. The conclusion of this study are as follows, the model of PanjiCulture can be applied in three traveling activities. First, combining Panji Cultural expression in the performing arts of mask with artifacts. Second, watching Panji Cultural expression in the performing arts with the concept of Heritage Performing Art in the site or temple. Third, the archaeological trail at Mount Penanggungan, where the mountain is known as the Sanctified Mountain in Majapahit's time under the name Pawitra. Many sites and punden terraces are erected on the slopes, including Kendalisodo temple containing reliefs Story of Panji and Temple Selokelir where the discovery of Panji's statue.
PERTEMPURAN KARANG KEDAWUNG 1949: GUGURNYA LETNAN KOLONEL MOCHAMMAD SROEDJI Ratna Endang Widuatie
Patra Widya: Seri Penerbitan Penelitian Sejarah dan Budaya. Vol. 18 No. 2 (2017)
Publisher : Balai Pelestarian Nilai Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5844.954 KB) | DOI: 10.52829/pw.42

Abstract

Artikel ini memaparkan perjuangan Letnan Kolonel Mochammad Sroedji, Komandan Brigade III/Damarwulan pada masa Perang Kemerdekaan. Sroedji adalah mantan perwira pasukan sukarela Pembela Tanah Air pada masa pendudukan Jepang. Semangat perjuangan yang kuat pada masa awal kemerdekaan mendorong pemuda-pemuda seperti Sroedji bergabung dengan tentara Republik yang masih mencari format ideal sebagai angkatan bersenjata. Sebagai komandan satuan di tingkat brigade, peran Sroedji dalam perjuangan di front Jawa Timur memberikan kontribusi penting bagi kedaulatan Indonesia. Dua kali Agresi Militer Belanda menjadi ajang pembuktian kepemimpinan Sroedji menghadapi kesulitan persenjataan, isu profesionalisme prajurit, hubungan sipil-militer, dan kekurangan logistik. Letnan Kolonel Mochammad Sroedji gugur dalam Pertempuran Karang Kedawung, 8 Februari 1949.This article describes about struggle of Lieutenant Colonel Mochammad Sroedji, Commander, 3rd Brigade “Damarwulan” during the War of Independence. Sroedji was a former volunteer officer of Defenders of the Homeland during the Japanese occupation. The spirit of struggle in the early days of independence prompted youth like Sroedji to join the Republican armed forces, that were still looking for ideal format. As brigade-level commander, Sroedji has important role in East Java’s front that significantly contributed to Indonesian sovereignty. Twice Dutch Military Aggression showing Sroedji's great leadership under lack of weapons and ammunitions, soldier professionalism issue, civil-military relation, and logistical shortage. Lieutenant Colonel Mochammad Sroedji died in the Battle of Karang Kedawung, February 8, 1949.
(Politic) Dutch Flood Control in Surabaya 1906-1942 Erlita Tantri
Patra Widya: Seri Penerbitan Penelitian Sejarah dan Budaya. Vol. 18 No. 2 (2017)
Publisher : Balai Pelestarian Nilai Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (6433.974 KB) | DOI: 10.52829/pw.37

Abstract

Surabaya was one of the important cities in the Netherlands Indies since the nineteenth century. However as a coastal city, which had many potential plantations, busiest business districts & port, naval based, and defense area, Surabaya also faced annual flood problem in rainy season. So, what were the cause and the impact of the flood problem in Surabaya? What was the Dutch colonial government done to overcome flood and its impact? What was the Dutch’s motive on its efforts? This paper would like to know the Dutch colonial’s flood control in Surabaya city from 1906 to 1942 and its motivation. As a historical study, this paper uses literature study that is started from the colonial period. Finally, flood control was necessary for Surabaya where many ethnics and important economic activities based which needed good infrastructures and healthy environment. Therefore, flood as the source of diseases and inconvenience had to be eradicated from the influential city.Surabaya merupakan salah satu kota yang penting di Indonesia pada abad ke-19. Sebagai kota pesisir atau dekat dengan laut, Surabaya memiliki banyak perkebunan-perkebunan yang potensial, wilayah dan pelabuhan yang sibuk, serta sebagai basis angkatan dan wilayah pertahanan laut Belanda. Namun demikian, Surabaya juga menghadapi persoalan banjir yang sering terjadi pada musim penghujan. Kemudian, apa yang menjadi penyebab dan dampak dari banjir di Surabaya saat itu?Apa yang dilakukan oleh pemerintah Belanda untuk mengatasi banjir dan dampaknya? Apa yang menjadi maksud atau tujuan dari  pemerintah Belanda dalam mengatasi banjir? Tulisan ini mencoba untuk mengetahui upaya pemerintah Belanda dalam mengatasi persoalan banjir yang terjadi di Kota Surabaya pada tahun 1906 hingga tahun 1942 serta motif di balik usaha tersebut. Sebagai kajian sejarah, tulisan ini menggunakan studi literatur yang dimulai sejak masa kolonial Belanda. Pada akhirnya, penanganan banjir merupakan sebuah kebutuhan mendesak bagi kota Surabaya yang merupakan kota dengan beragam etnis dan kegiatan ekonomi yang sangat penting bagi kolonial Belanda di mana semuanya membutuhkan infrastruktur baik dan lingkungan sehat. Oleh sebab itu banjir sebagai sumber dari ketidaknyamanan dan penyakit haruslah dijauhkan dari kota Surabaya.
PENANGANAN BENCANA LETUSAN GUNUNG GALUNGGUNG PADA TAHUN 1982-1983 Gregorius Andika Ariwibowo
Patra Widya: Seri Penerbitan Penelitian Sejarah dan Budaya. Vol. 18 No. 2 (2017)
Publisher : Balai Pelestarian Nilai Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5992.433 KB) | DOI: 10.52829/pw.38

Abstract

Letusan Galunggung merupakan salah satu bencana besar di Indonesia. Meskipun letusan ini tidak menelan jumlah korban jiwa yang besar, namun letusan yang berlangsung selama sekitar delapan bulan ini telah mempengaruhi kehidupa sehari-hari penduduk di tiga kabupaten di Jawa Barat. Kajian ini mencoba menjabarkan mengenai upaya pemerintah, terutama pemerintahan orde baru dalam penanganan bencana letusan Galunggung. Penanganan bencana merupakan upaya penanganan langsung terhadap para korban sesaat setelah bencana terjadi. Kajian ini menggunakan metodologi sejarah dengan menggali pada sumber-sumber yang merekam dan mendokumentasikan peristiwa ini. Kesimpulan dari kajian ini adalah bahwapemerintah orde baru menggunakan perangkat sipil dan militer dalam upaya penanganan bencana. Pengaruh dari konsolidasi penanganan yang dilakukan secara sistematik in berjalan dengan sangat baik antara aparat pemerintah, peneliti, militer, dan tim SAR dalam menangani para pengungsi dan dampak bencana yang lain.Galunggung eruption was one of the enormous disaster in Indonesia. Although not killed so many people, Galunggung eruption hit continuously around eight months and crackdown in a most density population area in three regency areas in West Java province. This chapter point is want observe the roles of government to manage disaster relief, especially during Galunggung eruption disaster by the New Order regime. Disaster relief refers to interventions aimed at meeting the immediate needs of the victims of a disastrous event. This studies used a historiography methodology to reconstruct disaster relief event of Galunggung eruption. Conclusion of this study underlines that New Order used their civil and military power to manage the situation in Galunggung. The impact was so good because they used a systematic order to consolidate many organization from local government, researcher, and Save and Rescue (SAR) to handle the situation.
INDUSTRI BATIK KENONGODI MADIUN : EKSPLORASI DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH MELALUI DISCOVERY LEARNING Laili Masithoh Hamdiyah; Nunuk Suryani; Akhmad Arif Musadad
Patra Widya: Seri Penerbitan Penelitian Sejarah dan Budaya. Vol. 18 No. 2 (2017)
Publisher : Balai Pelestarian Nilai Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4944.183 KB) | DOI: 10.52829/pw.39

Abstract

Artikel ini didasarkan pada hasilpenelitian dengan tujnan untuk mendeskripsikan bagaimana penggunaan model discovery learning dalam proses pembelajaran untuk mengeksplorasi materi sejarah lokal tentang industri Batik Kenongo di Madiun. Metode yang digunakan adalah kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sejarah industri Batik Kenongo merupakan bagian dari sejarah lokal yang harus diekplorasi dalam pembelajaran sejarah dengan menggunakan salah satu model pembelajaran yakni discovery learning. Selain untuk memperkenalkan Batik Kenongo pada siswa (khususnya di Madiun), eksplorasi juga bisa meningkatkan kecintaan mereka terhadap kebudayaan lokal. Hal ini terlihat saat ada siswa melakukan penelitian di Desa Kenongorejo, Kabupaten Madiun yang merupakan tempat industri batik tersebut. Eksplorasi sejarah industri Batik Kenongo dalam pembelajaran sejarah melalui model discovery learning mampu membangkitkan antusiasme siswa terhadap informasi kesejarahan dari Batik Kenongo. Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa model discovery learning mampu memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada siswa untuk mengkonstruksi pemahaman sejarah mereka terhadap Sejarah Industri Batik Kenongo di Madiun.This article is based on research results with a purpose to describe how to use the model of discovery learning in process of learning to explore the local historical material about industry of Batik Kenongo in Madiun.This research used qualitative method. The results showed that the history ofBatik Kenongo industryis part of local history that should be explored in the history teaching using one of the learning models, that is Discovery Learning. In addition to introducing Batik Kenongo on students (particularly in Madiun), exploration can also increase their love of local culture. This is seen when there are students doing research in the Village Kenongorejo, Madiun district which is where thebatik industry. Exploring the history of Batik Kenongo industry in learning history through the model of discovery learning can generate students' enthusiasm for the historical Information of Batik Kenongo.Thus it can be said that the model of Discovery Learning is able to provide the widest opportunity to students to construct their historical understanding of the History of Kenongo Batik Industry in Madiun.
KAJIAN NILAI BUDAYA DALAM SERAT WULANG PANDHITA TEKAWARDI Titi Mumfangati
Patra Widya: Seri Penerbitan Penelitian Sejarah dan Budaya. Vol. 18 No. 2 (2017)
Publisher : Balai Pelestarian Nilai Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5877.37 KB) | DOI: 10.52829/pw.40

Abstract

Serat Wulang Pandhita Tekawardi merupakan salah satu karya sastra Jawa yang berisi piwulang atau ajaran. Piwulang atau ajaran tersebut pada dasarnya berupa nilai-nilai luhur hasil pemikiran nenek moyang pada lampau. Kehidupan masa lampau tercermin dalam karya sastra kuna, khususnya Serat Wulang Pandhita Tekawardi.Naskah ini sesuai dengan judulnya berisi piwulang atau ajaran, terdiri dari dua bagian; bagian pertama adalah ajaran atau piwulang yang diberikan oleh Pendeta Purwaduksina kepada isterinya; bagian kedua berisi ajaran pendeta Tekawardi yang berada di Gunung Malinggeretna kepada para muridnya.Permasalahan dalam kajian ini adalah apa saja kandungan nilai budaya dalam Serat Wulang Pandhita Tekawardi. Selain itu,akan dilihat relevansinya dalam kehidupan masyarakat sekarang.Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengungkap nilai-nilai budaya dalam Serat Wulang Pandhita Tekawardi. Pengumpulan data menggunakan metode kepustakaan. Selanjutnya data yang telah terkumpul dianalisis secara deskriptif analitis.Hasil kajian menunjukkan bahwa Serat Wulang Pandhita Tekawardi berisi nilai-nilai yang masih dapat dimanfaatkan dan diterapkan dalam kehidupan masa sekarang. Nilai-nilai tersebut yaitu nilai religius, nilai kesetiaan, nilai moral, nilai etika, dan nilai didaktis.Oleh karena itu, mempelajari, mengungkapkan, dan melaksanakan ajaran-ajaran yang ada teks tersebut merupakan tindakan yang tepat. Hal ini dimaksudkan agar nilai-nilai luhur tersebut tidak lenyap begitu saja bahkan mampu menjadi ciri jati diri bangsa Indonesia pada umumnya, masyarakat Jawa pada khususnya.Serat Wulang Pandhita Tekawardi (literally translated as Pastor Tekarwadi’s boof of teaching) is a Javanese classical literature containing piwulang or teachings of ancestor views about life and culture value. This literature consist of 2 section. The first section tell the teachings of Pastor Tekarwadi himself to his wife, while the second section contains his teachings to his appretince in Mountain Malinggeretna. This study will explore the moral values that contained in Serat Wulang Pandhita Tekarwadi. The goal of this research is to reveal the contents of culture value teachings inside Serat Wulang Pandhita Tekarwadi, which could became example for behavourial and characters attitude. Data is collected through means of literature method. Then, the collected data is analyzed further through descriptive analysis process. The study show that the culture teaching inside Serat Wulang Pandhita Tekarwardi is still relevant to today way of lives. Those culture value of religious, moral, loyalty, ethics, and didactic value could still be implemented in current generation. This is intended to avoid the culture value of ancestor to simply dissapear and even could became the characteristic of Indonesian, especially Javanese people.
PERGESERAN FUNGSI RITUAL RUWATAN LAKON SUDHAMALA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT MODERN Tatik Harpawati
Patra Widya: Seri Penerbitan Penelitian Sejarah dan Budaya. Vol. 18 No. 2 (2017)
Publisher : Balai Pelestarian Nilai Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5974.468 KB) | DOI: 10.52829/pw.35

Abstract

Ruwatan dengan lakon Sudhamala pada mulanya digunakan untuk meruwat sukerta, peristiwa bersih desa, khitanan, dan pernikahan. Akan tetapi, pada era modern ruwatan dengan lakon itu juga difungsikan untuk kegiatan yang terkait dengan kehidupan masyarakat modern, misalnya ulang tahun, peresmian perusahaan, dan lain-lain. Permasalahan dalam penelitian ini, yaitu bagaimana pergeseran fungsi ritual ruwatan Sudhamala dan faktor-faktor apa yang menyebabkannya. Pendekatan fungsi  digunakan untuk mencari jawaban atas permasalahan tersebut. Metode pengumpulan data didapat dari observasi langsung, yaitu melihat pertunjukan wayang lakon Sudhamala, merekam, dan mentranskripsikannya. Wawancara dan studi pustaka juga dilakukan guna melengkapi data. Berdasarkan penelitian diperoleh hasil, bahwa fungsi ritual lakon Sudhamala bergeser karena sumber cerita berasal dari teks hasil karya masyarakat “pinggiran” dan menjadi seni ritual yang bersifat kerakyatan sehingga mudah mencair seiring dengan dinamika masyarakat. Pergeseran fungsi ritual disebabkan oleh faktor internal (pendidikan, pengalaman, agama) dan eksternal (kekuasaan, teknologi, ekonomi).Ruwatan with lakon Sudhamala, previously, is committed for sukerta, bersih desa (purifying a village from evil spirits), circumsicion and wedding party. In this modern era, eventhough, ruwatan is also functioned for the life of modern society for example birthday party, business ceremony, and others. Problem of this research covers how the change of ritual function of ruwatan Sudhamala is  and whatever factors that cause the change is. The function approach is executed to solve the problems. The method of data collecting is executed through direct observation by looking at the wayang performance lakon Sudhamala, recording, and then transcripting it. Interview and library study are also committed to complete the data. The research finding shows that the ritual function of lakon Sudhamala has changed for the story source comes from "marginal" text and becomes a populist ritual art so that it easily melt along with the social dynamics. The shift of ritual function is caused by internal factors (education, experience, religion) and external factors (power, technology, economy). 
PERDAGANGAN ORANG BUGIS DI KAWASAN TELUK TOMINI MASA KOLONIAL BELANDA Hasanuddin Anwar
Patra Widya: Seri Penerbitan Penelitian Sejarah dan Budaya. Vol. 18 No. 2 (2017)
Publisher : Balai Pelestarian Nilai Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5798.685 KB) | DOI: 10.52829/pw.41

Abstract

Perdagangan orang Bugis di kawasan Teluk Tomini didorong karena tradisi yang kuat tentang sompeq (merantau). Pedagang dan perantauan Bugis keluar mencari kekayaan dan kejayaan di kawasan Teluk Tomini. Mereka dengan perahu tradisionalnya menjadi urat nadi bagi kehidupan perekonomian di kawasan Teluk Tomini, sampai di pedalaman melalui pelayaran pantai dan sungai. Komoditas utama adalah emas, bijih besi, budak, sisik penyu, teripang, kayu cendana, kopra, damar, dan rotan. Barang dagangan tersebut dipasarkan ke Ternate, Singapura, dan Makassar. Masa kekuasaan VOC kemudian Pemerintah Hindia Belanda telah menjadi persaingan pedagang Bugis untuk memperebutkan produk emas dan budak, walaupun dikeluarkan kebijakan untuk mempersempit usahanya tetapi pedagang Bugis tetap menguasai perdagangan, utamanya emas dan budak. Faktor ini menyebabkan munculnya perkampungan-perkampungan Bugis, dan beberapa di antaranya berhasil dikuasainya. Secara de facto pedagang Bugis memegang hegemoni politik dan ekonomi di kawasan Teluk Tomini. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode sejarah yaitu studi pustaka dengan mengumpulkan data-data sejarah, dengan menguraikan suatu peristiwa ke dalam bagian-bagiannya dalam rangka memahami peranan pedagang Bugis dalam jalur perdagangan dan kekuasaannya di kawasan Teluk Tomini.Bugis trading in Tomini bay region was done in supporting of tight tradition about sompeq (wander about). Merchant and sompeq of Bugis leave their land to seek for welfare and glory in Tomini Bay. They used traditional ship that became the core of economical life in Tomini Bay through beach and river sailing. The importance commodity was produced mostly by merchant communities such as gold, slave, and scale of turtle, tripang, yellow sandalwood, copra, resin, and rattan. Those commodities were marketed to Ternate, Singapore, and Makassar. VOC reign and then Dutch Indies had been rivals for Bugis merchants in selling gold and slave. Although there was a policy for Bugis traders to limit their activities, but Bugis traders still held and mastered in trading, particularly for gold and slave. This factor stimulated emerge of Bugis districts and some of them were colonized. Bugis traders held political hegemony de facto and economy in Tomini Bay. This research was conducted using library research and analytical description method by describing events to their parts in understanding the role of Bugis traders in trading line and their power in Tomini Bay.

Page 1 of 1 | Total Record : 8