cover
Contact Name
Arnis Duwita Purnama
Contact Email
jurnal@komisiyudisial.go.id
Phone
+628121368480
Journal Mail Official
jurnal@komisiyudisial.go.id
Editorial Address
Redaksi Jurnal Yudisial Gd. Komisi Yudisial RI Jl. Kramat Raya No. 57 Jakarta Pusat
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Yudisial
ISSN : 19786506     EISSN : 25794868     DOI : 10.29123
Core Subject : Social,
Jurnal Yudisial memuat hasil penelitian putusan hakim atas suatu kasus konkret yang memiliki aktualitas dan kompleksitas permasalahan hukum, baik dari pengadilan di Indonesia maupun luar negeri dan merupakan artikel asli (belum pernah dipublikasikan). Visi: Menjadikan Jurnal Yudisial sebagai jurnal berskala internasional. Misi: 1. Sebagai ruang kontribusi bagi komunitas hukum Indonesia dalam mendukung eksistensi peradilan yang akuntabel, jujur, dan adil. 2. Membantu tugas dan wewenang Komisi Yudisial Republik Indonesia dalam menjaga dan menegakkan kode etik dan pedoman perilaku hakim.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 6 Documents
Search results for , issue "Vol 8, No 3 (2015): IDEALITAS DAN REALITAS KEADILAN" : 6 Documents clear
KEADILAN PEMULIHAN BAGI SUBJEK HUKUM DALAM PERSPEKTIF HUKUM PROGRESIF Muhammad Junaidi
Jurnal Yudisial Vol 8, No 3 (2015): IDEALITAS DAN REALITAS KEADILAN
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v8i3.60

Abstract

ABSTRAKPenelitian ini mengkaji secara deskriptif analitis Putusan Mahkamah Agung Nomor 1262 K/Pid/2012 yang mengadili terdakwa SM. Melalui putusan tersebutSM dinyatakan tidak bersalah dan dibebaskan serta mendapat ganti rugi sebesar lima juta rupiah setelah menjalani hukuman kurungan selama tiga belas bulanatas perbuatan yang tidak dilakukannya. Pada putusan pengadilan di tingkat pertama dan banding ia dinyatakan bersalah dan menjalani hukuman. Nilai keadilan yang sesungguhnya harusnya memperhatikan kerugian moril maupun materiil yang dialami SM atas putusan-putusan hakim sebelumnya. SM selayaknya bukan hanya dibebaskan tetapi juga mendapat ganti rugi saatmenjalani proses hukum sesuai dengan ukuran kebutuhan hidup yang layak. Jika hal tersebut diterapkan maka hukum tidak hanya sekadar kata-kata hitam-putih dari peraturan melainkan menjalankan semangat dan makna lebih dalam dari undang-undang atau hukum. Untuk menguatkan kehadiran hukum progresif dalam putusan pengadilan maka harus mengacu pada norma dan asas dalam sila kelima Pancasila yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.Kata kunci: putusan pengadilan, keadilan, hukum progresif. ABSTRACTThis is a descriptive analysis examining the Supreme Court Decision Number 1262 K/Pid/2012 which adjudicate the defendant initials SM. Through this decision, SM has been proved innocent and released, then got a compensation of five million rupiahs, after serving thirteen months imprisonment for crimes she did not commit. In the court decision at first instance and the appellate she was found guilty and serving a sentence. The ultimate justice should take close consideration on the actual moral and material losses suffered by SM for the judges previous decisions against her. SM should not only be acquitted, but also be compensated during the legal process in accordance to the level of a decent living. If it is implemented, then the law would not just a black and white regulation, rather run the spirit and the meaning the statute or laws in greater depth. To reinforce the presence of progressive law in the courtdecision, it must refer to the norms and principles in the fifth principle of Pancasila, which is of social justice for all Indonesian people. Keywords: court decision, justice, progressive law.
PENERAPAN PERJANJIAN BERSAMA DALAM PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA Indi Nuroini
Jurnal Yudisial Vol 8, No 3 (2015): IDEALITAS DAN REALITAS KEADILAN
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v8i3.61

Abstract

ABSTRAKHubungan industrial merupakan suatu hubungan yang terbentuk antara para pemangku kepentingan di dalam proses produksi barang dan jasa yang memiliki dampak sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi negara, sehingga stablitasnya perlu dijaga dengan baik. Oleh karena itu setiap putusan pengadilan hubungan industrial haruslah tepat dan disertai rasa keadilan, akuntabilitas, dan kejujuran, untuk menghindari timbulnya gejolak dalam hubungan industrial. Putusan pengadilan hubungan industrial yang tidak akuntabel, tidak jujur, dan tidak mencerminkan rasa keadilan tentu akan berdampak pada stabilitas proses produksi barang dan jasa. Tulisan ini merupakan suatu kajian terhadap putusanperselisihan hubungan industrial mengenai pemutusan hubungan kerja yang telah diputus di tingkat kasasi oleh Mahkamah Agung dengan Putusan Nomor 237 K/Pdt.Sus/2012. Dalam putusan tersebut, majelis hakim dalam pertimbangan hukumnya hanya menggunakan perjanjian bersama yang telah dibuat oleh penggugat dan tergugat pada saat penyelesaian perselisihan di tingkat bipartit,padahal perjanjian bersama tersebut isinya bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Penulis berkesimpulan bahwa putusan hakim yang memeriksa perkara tersebut tidak tepat dalam menggunakan pertimbangan hukum. Putusan Nomor 237 K/Pdt.Sus/2012 tersebut belum mencerminkan adanya peradilan hubungan industrial yang akuntabel, jujur, dan adil. Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut tidak mencerminkan adanya kepastian hukum dan keadilan hukum.Kata kunci: perjanjian bersama, pemutusan hubungan kerja, hubungan industrial. ABSTRACTIndustrial relation is a relationship that is formed by stakeholders in the process of producing goods and services, which is so essential for national economic growth that its stability should be maintained properly. Therefore any court decisions related tocases of industrial relation dispute must be decided appropriately over and done with a high sense of justice, accountability, and reliability, to prevent a turmoil in the industrial relations. Such a court decision will influence the stability of the production process of goods and services. This article is an analysis of judge’s decision that discusses a case of industrial relations dispute concerning termination of employment, which was decided by cassation in the Supreme Court Decision Number 237 K/Pdt.Sus/2012. In the decision, the panel of judges in the legal considerations only uses the Joint Agreement agreed upon by the plaintiffs and defendant at the time of settlement of disputes at a bipartite level, though the contents are against the Law Number 13 of 2003 concerning Manpower. The result of discussion in this analysis concludes that the panel of judges ruling the case is not supposed to use the Joint Agreement as legal considerations. Court Decision Number 237 K/Pdt.Sus/2012 could not reflect an accountable, honest, and fair industrial relations judiciary. The fixed (inkracht) court decision has not yet provided legal certainty and legal justice.Keywords: joint agreement, termination of employment, industrial relation.
KEPASTIAN HUKUM, KEMANFAATAN, DAN KEADILAN TERHADAP PERKARA PIDANA ANAK Sulardi Sulardi; Yohana Puspitasari Wardoyo
Jurnal Yudisial Vol 8, No 3 (2015): IDEALITAS DAN REALITAS KEADILAN
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v8i3.57

Abstract

ABSTRAKPenelitian ini merupakan kajian Putusan Pengadilan Negeri Blitar Nomor 210/Pid.Sus/2014/PN.Blt mengenai tindakan asusila yang mana pelaku dankorban merupakan anak di bawah umur. Majelis hakim dalam putusan tersebut menjatuhkan hukuman pidana penjara kepada tiga terdakwa masing-masing selama dua tahun tiga bulan, denda masing-masing sebesar enam puluh juta rupiah, dengan ketentuan jika denda tersebut tidak dibayar maka digantikan dengan Wajib Latihan Kerja selama tiga bulan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa majelis hakim dalam menegakkan hukum mengutamakan tiga aspek yaituyuridis (kepastian hukum), sosiologis (kemanfaatan), dan filosofis (keadilan). Menurut majelis hakim penjatuhan pidana terhadap para terdakwa bukan untukpembalasan dendam melainkan suatu bentuk pemberian bimbingan dan pengayoman serta suatu terapi kejut. Melalui penjatuhan pidana tersebut diharapkan para terdakwa tidak mengulangi perbuatannya di masa datang dan perasaan malu yang dihadapi keluarga terdakwa dapat dimaknai sebagai sebuah sanksi moral. Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 penjatuhanpidana terhadap pelaku anak tidak berbeda dengan pelaku dewasa, salah satunya dengan pidana penjara. Namun, dalam kasus ini mengingat pelaku masih dibawah umur hendaknya perkara ini bisa diselesaikan di luar pengadilan yaitu melalui diversi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak.Kata kunci: sistem peradilan anak, keadilan, kepastian, kemanfaatan. ABSTRACTThis is an analysis of Court Decision Number 210/Pid.Sus/2014/PN.Blt concerning a crime of an immoral act where both defendant and victim are minors. The panelof judges, in the verdict, sentenced the three defendants 2 years and 3 months in prison respectively, and a total of sixty million in fines, which if not paid, the defendants would have to undergo Mandatory Work Activity for three months. This analysis employs the descriptive analytical method. The results show that the judges seemed to give emphasis to three aspects: the juridical (legal certainty), the sociological (purposiveness), and philosophical aspects (justice) in law enforcement efforts. According to the panel of judges, the sentence imposed on the defendants are not intended as vengeance for the criminal act but supposed to be a form of guidance and protection as well as a shock therapy. Through sentencing, the defendants hopefully would not repeat the wrongdoings in the future and the shame to their families should be regarded as a moral sanction. Pursuant to Law Number 3 of 1997, imposing criminal sentence to minors is no different from adult offenders, and one of the sentences is imprisonment. However the defendants are minors, and in this case, it should be resolved amicably out of court through a diversion as stipulated in Law Number 11 of 2012 concerning Juvenile Justice System. Keywords: juvenile justice system, justice, legal certainty, purposiveness.
URGENSI PROSES PERADILAN AFIRMATIf BAGI PEREMPUAN DIFABEL KORBAN PERKOSAAN Faiq Tobroni
Jurnal Yudisial Vol 8, No 3 (2015): IDEALITAS DAN REALITAS KEADILAN
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v8i3.62

Abstract

ABSTRAKPutusan Nomor 33/Pid.B/2013/PN.Kdl adalah mengenai kasus perkosaan yang melibatkan korban seorang perempuan tuna rungu berinisial SW. Berdasarkansalinan putusan, SW tidak mendapatkan penerjemah selama proses persidangan. Dari beberapa permasalahan yang ditemui, penelitian ini mengulas tiga rumusanmasalah. Pertama, apakah kerugian dari hasil peradilan yang diterima SW terkait akses atas keadilan? Kedua, bagaimanakah perlakuan yang seharusnya diterapkan bagi korban difabel seperti SW? Ketiga, apa yang harus dilakukan negara untuk menjamin proses peradilan affirmative bagi kaum difabel? Penelitianini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan data sekunder dan analisis kualitatif. Hasil penelitian memberikan beberapa kesimpulan. Pertama, tanpaadanya penerjemah atau bahkan pendamping, kerugian berkaitan hak akses atas keadilan yang dialami SW menyebabkan korban tidak bisa memanfaatkan jaminankeuntungan formil dari ketentuan Pasal 98 ayat (1) KUHAP. Kedua, perlakuan khusus dalam proses peradilan yang dibutuhkan difabel adalah proses affirmative. Proses ini bertujuan menghilangkan diskriminasi bagi kaum difabel. Ketiga, dalam merealisasikan jaminan perlakuan affirmative bagi kaum difabel, harus terdapat revisi terhadap peraturan hukum terkait dan penajaman wawasan penegak hukum mengenai isu difabilitas.Kata kunci: aksi afirmatif, diskriminasi hukum, difabel.ABSTRACTCourt Decision Number 33/Pid.B/2013/PN.Kdr is a ruling regarding a rape of a deaf woman initials SW. Based on the copy of the decision, court did not provide SW an interpreter during the trial process. Of the several issues came upon, there are three formulations of the problem in questions reviewed in this analysis. Firstly, regarding access to justice, what are the losses suffered by SW from such trial process? Secondly, how should the legal treatment in judicial process to victims or personswith different ability like SW? Thirdly, what should be through by the state to warrant a judicial affirmative action for the diffable? This study is done with the method of qualitative research using secondary data and qualitative analysis. The study results bring about several conclusions. First, in the absence of an interpreter or an assistant, the loss of the SW’s rights of access to justice has caused her inability to take advantage of the formal justice warranty on the provision of Article 98 Paragraph(1) of the Code of Criminal Procedure. Second, special treatment in the judicial process required by a diffable person is a judicial affirmative action. This action aims to eliminate discrimination for the difables. Third, in the realization of judicial affirmative action for the diffables, there should be revision of the relevant legal regulations and efforts to give insights and understanding to law enforcement authorities on the issue of diffability. Keywords: affirmative action, legal discrimination, diffable.
PENEGAKAN KEADILAN DALAM KEWARISAN BEDA AGAMA Muhamad Isna Wahyudi
Jurnal Yudisial Vol 8, No 3 (2015): IDEALITAS DAN REALITAS KEADILAN
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v8i3.58

Abstract

ABSTRAKPeradilan agama merupakan peradilan khusus bagi orang-orang Islam. Namun, dalam perkara waris yang ditangani oleh peradilan agama dapat melibatkan pihakmuslim dan nonmuslim. Hal ini karena masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk. Persoalan penegakan keadilan dalam perkara warisbeda agama di pengadilan agama menjadi menarik untuk diteliti. Penelitian ini mengkaji lima penetapan dan dua putusan pengadilan agama dalam perkara warisbeda agama dengan menggunakan pendekatan kasus. Perkara waris beda agama yang ditangani pengadilan agama dalam penelitian ini dibedakan dalam duakasus. Pertama, perkara waris yang terdiri dari pewaris nonmuslim dengan ahli waris muslim, atau ahli waris muslim dan nonmuslim. Kedua, perkara waris yangterdiri dari pewaris muslim dengan ahli waris muslim dan nonmuslim. Pada kasus pertama, penegakan keadilan oleh pengadilan agama masih terbatas bagiahli waris muslim, dan mengabaikan keadilan bagi ahli waris nonmuslim. Pertimbangan hukum hakim lebih mencerminkan bias keagamaan dan inkonsistensi dalam penggunaan logika hukum. Pada kasus kedua, pengadilan agama telah mampu menegakkan keadilan bagi semua, dengan memberikan bagian harta warisan kepada ahli waris nonmuslim melalui wasiat wajibah berdasarkan yurisprudensi. Hakim-hakim pengadilan agama menggunakan wasiat wajibah dalam perkara waris beda agama dari pada menyelidiki alasan hukum(ratio legis) hadis yang melarang waris beda agama.Kata kunci: keadilan, waris beda agama, wasiat wajibah, ‘illat.ABSTRACTReligious court is a special court for Muslims. However, the religious court can try cases of inheritance involving Muslims and non-Muslims. This is due to the diversity of Indonesian society. The arising problem at that point is how to enforce law in the case of inheritance involving the parties of different faiths tried in the religious court.This is an interesting issue to analyse. Employing a case-based approach, this analysis examines five court determinations and two court decisions on the case ofinterfaith inheritance. The cases of interfaith inheritance tried by the religious courts in this analysis are divided into two cases: first, the case of a Muslim child, or twoor more children of Muslim and non-Muslim, inherits from a non-Muslim father/testator; second, the case of a non-Muslim child, or two or more children of Muslim and non-Muslim, inherits from a Muslim father/testator. In the first case, the enforcement of law in the religious court is finite to Muslim heirs, and disregard those of non-Muslim. Judge’s considerations seem to reflect a religious bias and inconsistency in the legal logic application. In the second case, the religious court could enforce justice for all parties to divide all portions of the inheritance to the non-Muslim heirs by means of wassiyah wajibah based on the jurisprudence. Religious court judge would apply the wasiyah wajibah in deciding the case of interfaith inheritance rather than investigate the legal reasonings (ratio legis) of the hadith that prohibits the interfaith inheritance.Keywords: justice, interfaith inheritance, wassiyah wajibah, ‘illat.
IMPLEMENTASI HUKUM PROGRESIF DALAM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN EKOLOGIS Subarkah Subarkah
Jurnal Yudisial Vol 8, No 3 (2015): IDEALITAS DAN REALITAS KEADILAN
Publisher : Komisi Yudisial RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29123/jy.v8i3.59

Abstract

ABSTRAKKekayaan sumber daya alam di Indonesia mencakup keanekaragaman hayati yang terkandung di dalamnya merupakan anugerah Tuhan kepada bangsa Indonesia. Demikian juga dengan keanekaragaman suku, agama, dan ras, dari masyarakat Indonesia sehingga membentuk masyarakat plural, yang di dalamnya terdapat tata nilai, norma-norma adat yang berlaku dalam masyarakat, sehingga kebijakan penataannya secara luas melalui konsep berkelanjutan ekologis untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia. Kajian ini membahas Putusan Nomor 04/G/2009/PTUN.Smg jo. Putusan Nomor 103 K/TUN/2010 yang merupakan hasil perlawanan masyarakat Sedulur Sikep atas kebijakan pembangunan pabrik dari PT. SG yang dianggap akan merusak lingkungan hidup, merusak sistem ekologi, dan menghilangkan hak-hak hidup masyarakat Sedulur Sikep yang selama ini hanya bertani sehingga sangat tergantung pada tanah dan air. Kehidupan masyarakat Sedulur Sikep yang tersebar di Kecamatan SukoliloKabupaten Pati memiliki karakteristik yang unik. Oleh karena itu, hal ini sangatlah menarik untuk dikaji lebih mendalam baik secara doktrinal maupun non doktrinal. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah socio-legal study, yang dalam arti hukum tidak sekedar dikonsepsikan sebagai norma dan sekaligus memaknai hukum sebagai perilaku, sehingga penelusuran realitasyang sesungguhnya diharapkan akan dapat diketahui apakah hukum positif yang ada maupun hukum yang lahir dari pola-pola antar subjek dalam masyarakat itumerupakan hukum yang sudah adil atau tidak.Kata kunci: sumber daya alam, hukum progresif, hukum lingkungan, pembangunan berkelanjutan ekologis.ABSTRACTIndonesia is endowed with abundant natural resources and all of the biological diversity, along with the diversity of ethnicity, religion, and race that make up the plural society with prevailing values and customary norms, so that the development policy is through generally by the concept of ecologically sustainable developmentfor the welfare of the Indonesian People. This is an analysis of Court Decision Number 04/G/2009/PTUN.Smg jo. Number 103 K/TUN/2010, which is the result on opposition of the Sedulur Sikep society against the policy of factory construction of PT. SG, deemed to be harmful to the environment, ecological systems, and threaten the rights of the Sedulur Sikep society, who mostly live on farming, and are highly dependent on the soil and water. Community livelihood in Sedulur Sikep located in Sukolilo District of Pati Regency has unique characteristics. Therefore, it is interesting to do a profound analysis either doctrinally or non-doctrinally. The approach used in this analysis is a socio-legal study, which is in the sense that the law is not merely conceived as the norm and it necessarily interprets the law as a behavior. Thus, the exploration of the true reality, is expected to figure out if the existing positive law, as well the law originated from the pattern among the subjects in society has been impartial, or not. Keywords: natural resources, progressive law, environmental law, ecologically sustainable development.

Page 1 of 1 | Total Record : 6


Filter by Year

2015 2015


Filter By Issues
All Issue Vol. 16 No. 1 (2023): - Vol 15, No 3 (2022): BEST INTEREST OF THE CHILD Vol 15, No 2 (2022): HUKUM PROGRESIF Vol 15, No 1 (2022): ARBITRIO IUDICIS Vol 14, No 3 (2021): LOCUS STANDI Vol 14, No 2 (2021): SUMMUM IUS SUMMA INIURIA Vol 14, No 1 (2021): OPINIO JURIS SIVE NECESSITATIS Vol 13, No 3 (2020): DOCUMENTARY EVIDENCE Vol 13, No 2 (2020): VINCULUM JURIS Vol 13, No 1 (2020): REASON AND PASSION Vol 12, No 3 (2019): LOCI IMPERIA Vol 12, No 2 (2019): ACTA NON VERBA Vol 12, No 1 (2019): POLITIK DAN HUKUM Vol 11, No 3 (2018): PARI PASSU Vol 11, No 2 (2018): IN CAUSA POSITUM Vol 11, No 1 (2018): IUS BONUMQUE Vol 10, No 3 (2017): ALIENI JURIS Vol 10, No 2 (2017): EX FIDA BONA Vol 10, No 1 (2017): ABROGATIO LEGIS Vol 9, No 3 (2016): [DE]KONSTRUKSI HUKUM Vol 9, No 2 (2016): DINAMIKA "CORPUS JURIS" Vol 9, No 1 (2016): DIVERGENSI TAFSIR Vol 8, No 3 (2015): IDEALITAS DAN REALITAS KEADILAN Vol 8, No 2 (2015): FLEKSIBILITAS DAN RIGIDITAS BERHUKUM Vol 8, No 1 (2015): DIALEKTIKA HUKUM NEGARA DAN AGAMA Vol 7, No 3 (2014): LIBERTAS, JUSTITIA, VERITAS Vol 7, No 2 (2014): DISPARITAS YUDISIAL Vol 7, No 1 (2014): CONFLICTUS LEGEM Vol 6, No 3 (2013): PERTARUNGAN ANTARA KUASA DAN TAFSIR Vol 6, No 2 (2013): HAK DALAM KEMELUT HUKUM Vol 6, No 1 (2013): MENAKAR RES JUDICATA Vol 5, No 3 (2012): MERENGKUH PENGAKUAN Vol 5, No 2 (2012): KUASA PARA PENGUASA Vol 5, No 1 (2012): MENGUJI TAFSIR KEADILAN Vol 4, No 3 (2011): SIMULACRA KEADILAN Vol 4, No 2 (2011): ANTINOMI PENEGAKAN HUKUM Vol 4, No 1 (2011): INDEPENDENSI DAN RASIONALITAS Vol 3, No 3 (2010): PERGULATAN NALAR DAN NURANI Vol 3, No 2 (2010): KOMPLEKSITAS PUNITAS Vol 3, No 1 (2010): KORUPSI DAN LEGISLASI More Issue