cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Negara Hukum: Membangun Hukum untuk Keadilan dan Kesejahteraan
ISSN : 2087295X     EISSN : 26142813     DOI : -
Core Subject : Social,
Negara Hukum is a journal containing various documents, analyzes, studies, and research reports in the field of law. Jurnal Negara Hukum has been published since 2010 and frequently published twice a year.
Arjuna Subject : -
Articles 8 Documents
Search results for , issue "Vol 3, No 1 (2012)" : 8 Documents clear
PRINSIP DAN STANDAR HAK ASASI MANUSIA DALAM PENGAMANAN UNJUK RASA (PRINCIPLES AND STANDARDS OF HUMAN RIGHTS IN SECURING PROTEST) Prianter Jaya Hairi
Jurnal Negara Hukum: Membangun Hukum Untuk Keadilan Vol 3, No 1 (2012)
Publisher : Pusat Penelitian Badan Keahlian Setjen DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jnh.v3i1.227

Abstract

In the act of securing protest, police force has obligation to respect the principles and standards of human rights. This study specifically examining about that and also researching about the implementation of that principles and standards on the field. One of the conclusion from the research are that the principles and standards of human rights that has to be respected by the police force when securing protest interalia: freedom of expression principles, the principles in Code of Conduct for Law Enforcement Officials, and the Basic Principles on the Use of Force and Firearms by Law Enforcement Officials 1980.ABSTRAKDalam mengamankan unjuk rasa, kepolisian memiliki kewajiban untuk menghormati standar dan prinsip HAM. Kajian ini secara khusus membahas mengenai hal itu dan juga menelusuri tentang bagaimana pelaksanaan prinsip dan standar tersebut dalam praktiknya dilapangan. Salah satu kesimpulan dari kajian ini adalah bahwa prinsip dan standar HAM yang wajib dihormati oleh aparat kepolisian terkait pengamanan aksi unjuk rasa, antara lain yaitu: Prinsip kebebasan berpendapat, Prinsip-prinsip yang tertera dalam Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 34/169 tentang Ketentuan Berperilaku bagi Penegak Hukum, serta Prinsip-prinsip Dasar Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Penggunaan Kekuatan dan Senjata Api oleh Aparat Penegak Hukum Tahun 1980.
UPAYA PENGUATAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA TERKAIT DENGAN KLAUSULA BAKU (STRENGTHENING CONSUMER PROTECTION EFFORTS IN INDONESIA WITH RELEVANT CLAUSE OF STANDARD) Denico Doly
Jurnal Negara Hukum: Membangun Hukum Untuk Keadilan Vol 3, No 1 (2012)
Publisher : Pusat Penelitian Badan Keahlian Setjen DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jnh.v3i1.223

Abstract

Consumers have a right protected by laws and regulations. Consumers right are regulated in UUPK. Every thing related to the purchase of goods/service is set on the rights of consumers. Consumers need to be protected, this is to avoid any fraud committed by businesses. But in fact during these businesses do not pay attention to costumer rights. The amount of fraud committed businesses in running to the detriment of consumers. One form of fraud committed by businesses is a widespread standard clause used by businesses. The existence of weak consumer and also the presence of businesses which controls the various sectors of society to make an unbalanced position. Consumer protection in Indonesia is absolutely necessary to provide protection to community and create balance between businesses to consumer. Efforts to improve consumer protection by performing change UUPK, strengthening consumer protection agency, providing consumer education and commitment to the establishment of laws and regulations that protect consumers.ABSTRAKKonsumen mempunyai hak yang dilindungi oleh peraturan perundang-undangan. Hak konsumen ini diatur oleh UUPK. Segala sesuatu yang berkaitan dengan pembelian barang/jasa diatur mengenai hak konsumennya. Konsumen perlu dilindungi, hal ini untuk menghindari adanya kecurangan yang dilakukan oleh pelaku usaha. Akan tetapi dalam kenyataannya selama ini pelaku usaha tidak memperhatikan hak konsumen. Banyaknya kecurangan yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam menjalankan usahanya sehingga merugikan konsumen. Salah satu bentuk kecurangan yang dilakukan oleh pelaku usaha yaitu dengan memberlakukan klausula baku pada perjanjian antara konsumen dengan pelaku usaha. Keberadaan konsumen yang lemah dan juga keberadaan pelaku usaha yang menguasai berbagai sektor menjadikan kedudukan yang tidak seimbang. Perlindungan konsumen di Indonesia mutlak diperlukan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dan menciptakan keseimbangan antara pelaku usaha dengan konsumen. Upaya peningkatan perlindungan konsumen yaitu dengan melakukan perubahan UUPK, penguatan lembaga perlindungan konsumen, memberikan pendidikan konsumen dan komitmen terhadap pembentukan peraturan perundang-undangan yang melindungi konsumen.
KAJIAN HUKUM ATAS MERGER CDMA FLEXI DAN ESIA DALAM PERSAINGAN USAHA BISNIS TELEKOMUNIKASI SELULER (LEGAL REVIEW OF MERGER CDMA ESIA AND FLEXI BUSINESS COMPETITION IN TELECOMUNICATIONS CELLULAR) Trias Palupi Kurnianingrum
Jurnal Negara Hukum: Membangun Hukum Untuk Keadilan Vol 3, No 1 (2012)
Publisher : Pusat Penelitian Badan Keahlian Setjen DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jnh.v3i1.224

Abstract

Merger CDMA between Flexi and Esia are perceived to be potential for creating a pricing arrangement that could lead to market distortions and monopoly conditions that can harm consumers. That way KPPU’s role is very important as a watchdog. A legal protection for consumers is needed because the phenomenon of globalization has a significant impact to the mobile telecommunication business in Indonesia, which can create a competition gap in it. Therefore an in depth treatment is required so can prevent a monopolistic practices and unfair competition that can cause a damage for consumers.ABSTRAKWacana merger CDMA Flexi dan Esia dirasakan berpotensi untuk menciptakan pengaturan harga yang dapat mengarah kepada distorsi pasar sehingga menimbulkan praktek monopoli di dalamnya yang dapat merugikan konsumen. Peran KPPU sangat dibutuhkan sebagai lembaga pengawas mengingat perlindungan hukum diperlukan karena fenomena globalisasi telah memberikan dampak yang cukup signifikan bagi dunia bisnis khususnya telekomunikasi seluler di Indonesia sehingga tanpa sadar telah menciptakan adanya celah persaingan usaha di dalamnya, mengingat persaingan usaha pada dasarnya merupakan syarat mutlak (condition sine qua non) bagi terselenggaranya ekonomi pasar. Oleh karena itu diperlukan penanganan yang mendalam supaya tidak terjadi praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang nantinya dapat menimbulkan kerugian kepada konsumen.
PERMASALAHAN HUKUM DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERIKANAN (LEGAL ISSUES IN THE INVESTIGATION OF CRIMINAL OFFENSES IN THE FIELD OF FISHERY) Puteri Hikmawati
Jurnal Negara Hukum: Membangun Hukum Untuk Keadilan Vol 3, No 1 (2012)
Publisher : Pusat Penelitian Badan Keahlian Setjen DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jnh.v3i1.225

Abstract

Indonesia is one country with the wealth of the world’s largest marine. Marine resources has enormous economic potential that can be utilized for the welfare of the community. However, Indonesia lies between two continents and two oceans causes the Indonesia region prone to criminal acts in the field of fisheries. For the handling of crime, criminal law politics in the formulation of Act No. 31 of 2004 on Fisheries determined that fisheries investigation of criminal offenses committed by fisheries civil servant investigator, the investigator officer of the Navy, and Police. The legislation does not set strict limits to the authority for investigating of the three institutions but mandates the establishment of a coordination forum. Therefore, the performance of its duties arising out of conflict of authority. Meanwhile, coordination forum mandated by law has not been formed until at the local level. Based on that, this article suggests is necessary to revise the Act No. 31 of 2004 and effective coordination forum to the local level.ABSTRAKIndonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan laut terbesar di dunia. Sumber daya laut tersebut memiliki potensi ekonomi yang sangat besar yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat. Namun, letak Indonesia di antara dua benua dan dua samudra menyebabkan wilayah Indonesia rawan terjadi tindak pidana di bidang perikanan. Untuk penanganan tindak pidana tersebut, politik hukum pidana dalam tahap formulasi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menetapkan bahwa penyidikan tindak pidana di bidang perikanan dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan, Penyidik Perwira TNI AL, dan Kepolisian RI. Undang-undang tidak menetapkan batasan kewenangan secara tegas bagi tiga institusi penyidik tersebut, tetapi mengamanatkan dibentuknya forum koordinasi. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan tugasnya timbul konflik kewenangan. Sementara itu, forum koordinasi yang diamanatkan oleh undang-undang, belum terbentuk sampai di tingkat daerah. Berdasarkan hal itu, maka kajian ini menyarankan perlu dilakukan revisi terhadap Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 dan mengefektifkan forum koordinasi sampai ke tingkat daerah.
EKSISTENSI LEMBAGA PENILAI TANAH DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM (EXISTENCE OF THE LAND APPRAISER IN THE LAND ACQUSITION FOR PUBLIC INTEREST) Sulasi Rongiyati
Jurnal Negara Hukum: Membangun Hukum Untuk Keadilan Vol 3, No 1 (2012)
Publisher : Pusat Penelitian Badan Keahlian Setjen DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jnh.v3i1.221

Abstract

The land appraiser has an important role in determining the compensation of land rights, specially the land in acquisition for public interest. The assessment result of the land appraiser are used as the basis for calculating damages in the deliberations between the government and holders of land rights before the stipulated of compensation. Since the publishing of Act No. 2 of 2012 on Land Procurement for Development in the Public Interest, Land appraiser having stronger position and authority than previous regulation is The Presidential Regulation No. 65 of 2006. Act No. 2 of 2012 provides an independent and professional positions. The authority of the Land appraiser is not just limited to assess of land prices, but also the authority to judge things on the land or buildings, basements, and the losses as a result of land acquisition for development in public interest. However, some provisions in the Act opens up the possibility of intervention from the National Land Agency, so there is not transparency and legal uncertainty.ABSTRAKPenilai Pertanahan memiliki peran penting dalam menentukan ganti kerugian terhadap hak atas tanah, khususnya tanah bagi kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum. Hasil penilaian Penilai Pertanahan digunakan sebagai dasar perhitungan ganti kerugian dalam musyawarah antara Pemerintah dengan pemegang hak atas tanah sebelum ganti kerugian ditetapkan. Sejak pemberlakuan UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, Penilai Pertanahan memiliki kedudukan dan kewenangan yang lebih kuat dibandingkan dengan pegaturan sebelumnya dalam Perpres No. 65 Tahun 2006. UU memberikan kedudukan yang independen dan profesional. Sedangkan kewenangan Penilai Pertanahan tidak hanya terbatas pada menilai harga tanah, tetapi juga berwenang menilai benda atau bangunan di atas tanah, ruang di bawah tanah, serta kerugian-kerugian sebagai dampak pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Namun, beberapa ketentuan dalam UU tersebut membuka kemungkinan intervensi Lembaga Pertanahan sekaligus mencerminkan tidak adanya transparansi dan menimbulkan ketidakpastian hukum.
LEGALITAS KEWENANGAN JAKSA DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI (LEGAL AUTHORIY OF PROSECUTOR IN THE INVESTIGATION OF CORRUPTION) Marfuatul Latifah
Jurnal Negara Hukum: Membangun Hukum Untuk Keadilan Vol 3, No 1 (2012)
Publisher : Pusat Penelitian Badan Keahlian Setjen DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jnh.v3i1.226

Abstract

The investigation of corruption in Indonesia was conducted by Three different agencies, they are KPK, The Attorney and The Police. There is polemic about legality of corruption investigation holding by prosecutor. In conducting the investigation of corruption, the prosecutor based on two different regulations, they are The Transitional Provisions of KUHAP and The Explanation of the Attorney Act. It is interesting to review because, there are prevailing certain in transactional provisions, and there is still debate on the binding power of explanation of articles. This paper will examine the legality of prosecutor’s Authority on corruption investigation. It is used to assert a basic for prosecutor in running the investigation of corruption.ABSTRAKPenyidikan tindak pidana korupsi di Indonesia dilakukan oleh 3 instansi yang berbeda-beda yaitu, KPK, Kejaksaan dan Kepolisian. Terdapat perdebatan mengenai legalitas kewenangan penyidikan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Jaksa. Dalam melakukan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi, Jaksa berpatokan pada dua peraturan hukum yang berbeda, yaitu Ketentuan Peralihan KUHAP dan Penjelasan UU Kejaksaan. Hal tersebut menarik untuk dikaji sebab terdapat waktu berlaku terbatas untuk ketentuan peralihan, dan masih terdapat perdebatan mengenai ketentuan hukum mengikat dari sebuah penjelasan pasal. Artikel ini ditulis untuk mengkaji legalitas kewenangan jaksa melakukan penyidikan tindak pidana korupsi yang terletak pada dua peraturan hukum tersebut. Hal tersebut guna menegaskan pijakan yang digunakan jaksa dalam menjalankan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi.
PEMANFAATAN TANAH ADAT UNTUK KEPENTINGAN PENANAMAN MODAL DI BIDANG PERKEBUNAN (THE UTILITY OF THE CUSTOMARY LAND FOR INVESTMENT INTEREST IN THE PLANTATIONS FIELD) Dian Cahyaningrum
Jurnal Negara Hukum: Membangun Hukum Untuk Keadilan Vol 3, No 1 (2012)
Publisher : Pusat Penelitian Badan Keahlian Setjen DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jnh.v3i1.222

Abstract

Plantations need land as the main capital. Land used for plantations sometimes include those land held by indigenous peoples for generations. Customary land acquisition for plantations should be done in consultation with indigenous peoples. But a lot of intrigue occurs during deliberations so that the takeovers of customary lands cause financial loss to the indigenous people. Even there was customary land that was given directly by the apparatus to the investor because it is considered belongs to the state. This happened because there is no formal legal evidence for the existence of customary land. To overcome the problem of customary land acquisition, various efforts should be made, such as amendment of agrarian law, revise Act No. 18/2004, provide guidance on indigenous peoples, applying patterns that do not transfer lands to investors, and impose sanctions on any person who committed acts against the law.ABSTRAKPerkebunan membutuhkan tanah sebagai modal utama. Lahan yang digunakan untuk perkebunan kadang-kadang dimiliki oleh masyarakat adat selama beberapa generasi. Pembebasan tanah adat untuk perkebunan harus dilakukan dengan konsultasi bersama masyarakat adat. Tapi banyak intrik terjadi selama musyawarah sehingga pengambilalihan tanah adat menyebabkan kerugian finansial kepada masyarakat adat. Bahkan ada tanah adat yang diserahkan langsung oleh aparat kepada investor karena dianggap milik negara. Hal ini terjadi karena tidak ada bukti hukum formal atas keberadaan tanah adat. Untuk mengatasi masalah pembebasan tanah adat, berbagai upaya harus dilakukan, seperti perubahan hukum agraria, merevisi UU No. 18/2004, memberikan bimbingan terhadap masyarakat adat, menerapkan pola yang tidak menyerahkan tanah kepada investor, dan menjatuhkan sanksi terhadap setiap orang yang melakukan perbuatan melawan hukum.
URGENSI UNDANG-UNDANG TENTANG KEPERAWATAN (URGENCY THE LAW ON NURSING) Shanti Dwi Kartika
Jurnal Negara Hukum: Membangun Hukum Untuk Keadilan Vol 3, No 1 (2012)
Publisher : Pusat Penelitian Badan Keahlian Setjen DPR RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22212/jnh.v3i1.228

Abstract

Health as a development capital, require support from health professional staff, including nurse. Nursing staff is the greatest potential for health human resources, even though its existence has not supported by comprehensive legislation. Nursing staff have no legal certainty, legal protection, not recognizes internationally, and have no challenge to compete in free trade. These consequences caused of the lack of nursing act. The study was conducted to determine the urgency of nursing act and to know the rule of law needs to be regulated in nursing act. Data analysis and interpretation show that the substance of nursing act must be clear and unequivocal establish of nursing education system, the implementation of nursing practice, competence (registration and license), and institutional. Nursing act is indispensable for nursing in Indonesia, therefore the House of Representatives should immediately establish nursing act.ABSTRAKKesehatan sebagai modal pembangunan memerlukan dukungan dari tenaga kesehatan termasuk perawat. Tenaga keperawatan ini merupakan potensi terbesar bagi sumber daya manusia kesehatan, namun eksistensinya belum didukung oleh peraturan perundang-undangan secara komprehensif. Perawat tidak mempunyai jaminan kepastian hukum, perlindungan hukum, tidak diakui secara internasional, dan tidak dapat bersaing dalam perdagangan bebas. Hal ini merupakan konsekuensi belum adanya undang-undang keperawatan. Kajian ini dilakukan untuk mengetahui perlunya undang-undang keperawatan dan mengetahui norma hukum yang perlu diatur dalam undang-undang keperawatan. Analisis data dan interpretasi menunjukkan bahwa muatan materi undang-undang keperawatan harus jelas dan tegas mengatur sistem pendidikan keperawatan, penyelenggaraan praktik keperawatan, kompetensi (registrasi dan lisensi), serta kelembagaan. Undang-undang keperawatan sangat diperlukan bagi keperawatan di Indonesia, oleh karena itu Dewan Perwakilan Rakyat perlu segera membentuk undang-undang keperawatan.

Page 1 of 1 | Total Record : 8