cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
JURNAL PANGAN
ISSN : 08520607     EISSN : 25276239     DOI : -
Core Subject : Agriculture, Social,
PANGAN merupakan sebuah jurnal ilmiah yang dipublikasikan oleh Pusat Riset dan Perencanaan Strategis Perum BULOG, terbit secara berkala tiga kali dalam setahun pada bulan April, Agustus, dan Desember.
Arjuna Subject : -
Articles 9 Documents
Search results for , issue " Vol 17, No 1 (2008): PANGAN" : 9 Documents clear
SITUASI HARGA & PASAR PANGAN DALAM PERSPEKTIF PEMERINTAH Krisnamurthi, Bayu
JURNAL PANGAN Vol 17, No 1 (2008): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (969.634 KB) | DOI: 10.33964/jp.v17i1.232

Abstract

Perkembangan situasi pangan akhir-akhir ini direspon secara beragam oleh banyakkalangan. Bagaimana pemerintah menyikapi wacana tersebut dan kebijakan apa yang telah dan akan diterapkan oleh pemerintah, tergambar di dalam wawancara Redaktur MASALAH PANGAN (MP) dengan Deputi Menko Perekonomian Rl Bidang Pertanian & Kelautan, DR. Bayu Krisnamurthi (BK), pada akhir April 2008
SITUASI PERBERASAN NASIONAL DAN PROSPER TAHUN 2008 Masyhuri, Masyhuri
JURNAL PANGAN Vol 17, No 1 (2008): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (518.093 KB) | DOI: 10.33964/jp.v17i1.228

Abstract

Produksi beras dari tahun ke tahun masih menunjukan kenaikan. Meskipun terjadi alih lahan dari sawah ke nonsawah dan non pertanian. Denganperdagangan bebas, harga dasar tidak harus dicerminkan dengan HPP tetapi dengan mekanisme penerapan tariff dan atau quota, harga dalam negeri dapat diatur. Harga sepanjang tahun 2007 relatif stabil, ketersediaan terjamin sehingga tidak terdapat permasalahan perberasan yang berarti. Konsumsi beras per kapita Indonesia masih tinggi. Menurut FAO-OECD, konsumsi beras per kapita Indonesia tertinggi ketiga setelah Vietnam dan Bangladesh. Perkembangan harga beras dunia ini membantu pemerintah dalam mempertahankan harga, sehingga harga beras tidak terlalu rendah. Keadaan ini sebenarnya merupakan momentum yang tepat untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani. Konsumsi beras per kapita masih sangat tinggi, tertinggi nomor tiga di dunia, karena itu program diversifikasi pangan perlu ditingkatkan. Diversifikasi pangan tidak hanya untuk makanan pokok saja tetapi juga untuk lauk pauk dan makanan ringan. Oleh karena itu Perum Bulog perlu memperkuat Devisi Regionalnya agar dapat menjalankan fungsi privat dan publiknya secara dinamis dan smart.
STRATEGI INDONESIA MENGHADAPI ESKALASI HARGA PANGAN DUNIA Arifin, Bustanul
JURNAL PANGAN Vol 17, No 1 (2008): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (575.766 KB) | DOI: 10.33964/jp.v17i1.224

Abstract

Dunia saat ini, para analis hampir sepakat bahwa era harga pangan murah sudah lewat, karena sejak tahun 2005 harga pangan berbasis biji-bijian mulai menunjukkan trend peningkatan. Sejarah ekonomi pangan berbasis biji-bijian memang diwamai oleh penurunan harga riil secara signifikan selama 100 tahun terakhir, sehingga nyaris semua kebijakan seakan terperangkap untuk menghasilkan pangan murah. Trend penurunan harga riil tidak terjadi sejak tahun 2005, yang akhirnya semakin nyata terlihat sejak tahun 2007 yang lalu. Implikasi penting dari titik balik ekonomi pangan iniadalah betapa strategis dan pentingnya sektor pangan dan pertanian bagi pembangunan ekonomi Indonesia. Apabila negara-negara ini (tepatnya, pelaku ekonomi skala besar di Amerika Serikat dan Rusia) menahan produksi untuk tidak dilempar ke pasar dunia, maka harga keseimbangan akan bergolak. Dari beberapa penjelasan di atas, maka dapat semakin kuatlah proposisi yang menyebutkan bahwa pola kenaikan harga komoditas pangan (dan pertanian) yang berkait erat dengan peningkatan harga minyak dunia ini telah membentuk pola.Tidak mustahil untuk disimpulkan bahwa tahun 2008 ini adalah titik balik ekonomi pangan karena pola eskalasi harga pangan telah menciptakan keseimbangan baru perdagangan dunia. Jika Bulog tidak main-main, sulit bagi spekulan swasta untuk menandingi kemampuannya mengelola beras, terutama karena kelengkapan infrastruktur dan sumberdaya manusia (SDM) sampai ke kota kabupaten. Manajemen logistik pangan pokok ala Perum Bulog sedang ditiru oleh Thailand, Filipina, Malaysia dan India. Bahwa komoditas pangan adalah primadona investasi saat ini dan beberapa tahun ke depan jelas tidak diragukan lagi. Sesuatu yang harus diperhatikan adalah bahwa komoditas pangan (dan pertanian). Tidak harus ditulis lagi, betapa besar dampak perubahan "politik global" ekonomi pangan berbasis biji-bijian tersebut bagi Indonesia, jika para perumus kebijakan di negeri ini tidak serius meningkatkan produksi dan produktivitas pangan di dalam negeri. Mungkin tidak pada tempatnya apabila saat ini, energi bangsa banyak dihabiskan hanya untuk berdebat sesuatu yang tidak terlalu produktif, misalnya tentang perubahan status Perum Bulog menjadi lembaga pemerintah non-departemen (LPND) seperti masa lalu. Polapikir ad-hoc seperti itu tidak akan mampu menjawab tantangan perubahan ekonomi pangan berbasis biji-bijian ke depan, apalagi jika terdapat agenda lain yang bersifat elitis. Masyarakat hanya menuntut keseriusan para elit untuk melalukan pemihakan kepada 25 juta rumah tangga petani sebagai stakeholders terbesar sektor ini. Sejarah bangsa-bangsa besar di dunia memulai pembangunan ekonominya dengan landasan pembangunan pertanian yang tangguh. Tidak mungkin melakukan lompatan besar (leap frogging) kebijakan yang tiba-tiba mampu mengangkat rakyat dari kemiskinan jika tidak ada terobosan dalam sektor pangan dan pertanian.
MENJADIKAN BULOG LEMBAGA PANGAN YANG HANDAL Bantacut, Tajuddin Bantacut
JURNAL PANGAN Vol 17, No 1 (2008): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (508.222 KB) | DOI: 10.33964/jp.v17i1.229

Abstract

Indonesia mempunyai masalah yang kompleks di bidang pangan khususnya beras, mulai dari ketidakseimbangan pasokan-permintaan, ketidakstabilan perdagangan, irasionalitas pasar, kerentanan logistik, kesulitan distribusi sampai pada daya beli konsumen yang rendah. Banyak faktor penyebab yang menjadikan beras komoditas yang melampaui ranah perdagangan, menyeruak ke daiam wilayah politik, sosial dan ekonomi. Faktor tersebut sangat beragam seperti produktivitas dan produksi dalam negeri yang tidak handal, penyelenggara pemerintahan yang belum bebas dari belenggu KKN sampai pada ketiadaan lembaga pangan yang dipercaya oleh masyarakat luas. Tulisan ini membahas perlunya lembagapangan yang kuat sebagai satu prasyarat pemecahan masalah pangan nasional dan diakhiri dengan usulan menjadikan Bulog sebagai lembaga yang dimaksud.
PERUM BULOG DALAM INPRES PERBERASAN NO. 3/2007: EVALUASI KEBIJAKAN DAN IMPLEMENTASINYA Sawit, M. Husein
JURNAL PANGAN Vol 17, No 1 (2008): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1767.857 KB) | DOI: 10.33964/jp.v17i1.225

Abstract

Pemerintah telah menerbitkan lagi Inpres tentang Kebijakan Perberasan 3/2007 pada akhir Maret 2007. Tujuan inpres ini tidak banyak berubah dibandingkan dengan Inpres yang serupa tahun-tahun sebelumnya, kecuali tentang stabilisasi harga beras. Khusus tentang stabilisasi harga beras, pemerintah telah menempuh berbagai belit baru, yaitu monopoli impor beras diserahkan kembali ke Perum BULOG, dimana Operasi Stabilisasi Harga Beras (OSHB) dipakai sebagai salah satu instrumen untuk stabilisasi harga, disamping Operasi Pasar (OP) sesuai dengan ketentuan Cadangan Beras Pemerintah (CBP). Tujuan tulisan ini adalah untuk Perum BULOG mengevaluasi dan menganalisa kebijakan perberasan mulai dari diktum vi sampai dengan diktum xi, yang terkait dengan tugas-tugas Perum BULOG Itu mencakup kebijakan stabilisasi harga konsumen dan produsen Harga Pembelian Pemerintah (HPP), kebijakan beberapa ketentuan impor beras, pengadaan beras Dalam Negeri (DN), stok dan CBP, dan beras untuk rakyat miskin (Raskin). Hasil utama dari evaluasi ini terlihat bahwa volume pengadaan DN meningkat dan HPP naik, namun kualitas beras pengadaan DN merosot dari standarkualitas Perum BULOG tahun-tahun sebelumnya. Perum BULOG akan kelebihan stok sekitar 0,6 juta ton, dan hal ini akan berpengaruh negatif terhadap efisiensi dan kualitasnya. Dianjurkan agar komponen kualitas beras ditetapkan sesuai dengan SNI (IV atau III). Kenaikan HPP sebaiknya terkait dengan perbaikan kualitas beras/gabah. HPP yang ditetapkan telah terlalu tinggi, hampir 50% lebih tinggi dari harga beras di pasar dunia. Disarankan agar HPP tidak dinaikkan pada 2008, kecuali ada justifikasi khusus. Stok cadangan CBP sebaiknya ditingkatkan minimal menjadi 750 ribu ton pada 2009. OSHB sebagai instrumen stabilisasi harga disarankan agar dipakai sebagai instrumen jangka menengah, bukan bersifat ad hoc. Dengan cara itu, diharapkan bahwa lembaga pelaksana dapat membangun jaringan kerja dan infrastruktur untuk mendukungnya. Pengadaan DN sebaiknya dibuka secara luas, diumumkan persyaratannya di koran lokal atau website.Kata kunci: stabilisasi harga beras, stok cadangan beras pemerintah, kualitas stok, pengadaan dalam negeri, impor beras,Perum BULOG.
ARAH KEBIJAKAN PENYEDIAAN PANGAN DALAM NEGERI Nainggolan, Kaman
JURNAL PANGAN Vol 17, No 1 (2008): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1117.079 KB) | DOI: 10.33964/jp.v17i1.230

Abstract

Ketahanan pangan pada tingkat nasional diartikan sebagai kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan yang cukup, mutu yang layak, aman; yang didasarkan pada optimalisasi pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumberdaya lokal (Dewan Ketahanan Pangan, 2006). Dari pengertian tersebut, idealnya kemampuan dalam menyediakan pangan bersumber dari dalam negeri sendiri, yaitu yang dihasilkan petani. Sedangkan impor pangan dilakukan sebagai altematif terakhir untuk mengisikesenjangan antara produksi dan kebutuhan pangan dalam negeri, serta diatur sedemikian rupa agar tidak merugikan kepentingan para produsen pangan di dalam negeri, yang mayoritas petani skala kecil, juga kepentingan konsumen khususnya kelompok miskin. Produksi pangan strategis pada tahun 2007 (ASEM BPS) mencukupi yaitu : produksi padi sebesar 57,05 juta ton GKG; jagung sebesar 13,29 juta ton; kedelai sebesar 698,94 ribu ton; daging sapi sebesar 464 ribu ton; ubi kayu sebesar 19,803 juta ton; kacang tanah sebesar 788,53 ribu ton; kacang hijau sebesar 322,17 ribu ton; ubi jalar sebesar 1,88 juta ton; dan daging ayam 1,33 juta ton ton. Pembangunan ketahanan pangan dunia akhir-akhir inimenghadapi tiga masalah utama, yaitu: 1) meningkatnya harga pangan dunia, 2) meningkatnya harga BBM, sehingga meningkatkan permintaan atas bio energi, dan 3) masalah global warming yang memicu terjadinya bencana alam seperti banjir dan tanah longsor di beberapa wilayah. Secara mikro, terwujudnya kemandirian pangan dicirikan oleh indikator sebagai berikut: (a) dipertahankan ketersediaan energi perkapita minimal 2.200 Kilokalori/hari, dan penyediaan protein perkapita minimal 57 gram/hari, (b) meningkatnya kemampuan pemanfaatan dan konsumsi pangan perkapita untuk memenuhi kecukupan energi meminimal 2.000 Kilokalori/hari dan protein sebesar 52 gram/hari, (c) meningkatnya kualitas konsumsi pangan masyarakat dengan skor Pola Pangan Harapan (PPH) minimal 80. Sedangkan secara makro/nasional, dicirikan oleh indikator meningkatnya produksi pangan dalam negeri yang berbasis pada sumberdaya lokal, yang diwujudkan melalui pemantapan swasembada beras berkelanjutan; swasembada jagung pada 2007; swasembada kedele pada 2012; swasembada gula pada 2009 dan swasembada daging sapi pada 2010 ; serta membatasi impor pangan utama di bawah 10 persen dari kebutuhan pangan nasional. Berdasarkan hal tersebut, strategi umum untuk mewujudkan ketahanan pangan yang akan dilaksanakan adalah pendekatan jalur ganda (twin-track approach), yaitu: (a) membangun ekonomi berbasis pertanian dan pedesaan untuk menyediakan lapangan kerja dan pendapatan; dan (b) memenuhi pangan bagi kelompok masyarakat miskin dan rawan pangan melalui pemberian bantuan langsung agar tidak semakin terpuruk, sertapemberdayaan agar mereka semakin mampu mewujudkan ketahanan pangannya secara mandiri.
PENGARUH PEMOTONGAN BANTUAN DOMESTIK DI NEGARA MAJU TERHADAP EKONOMI PANGAN INDONESIA Hutabarat, Budiman; K. Dermoredjo, Saktyanu
JURNAL PANGAN Vol 17, No 1 (2008): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1626.852 KB) | DOI: 10.33964/jp.v17i1.226

Abstract

Perundingan pertanian di OPD hampir tidak mengalami kemajuan sejak dihasilkannya kerangka kerja Paket Juli (July Package) pada tahun 2004. Perundingan sektor pertanian tetap berjalan sulit, bahkan sampai saat Konferensi Tingkat Menteri (KTM) VI di Hongkong yang telah berlangsung pada Desember 2005 yang lalu. Semua negara masih ingin melindungi pertaniannya dengan berbagai cara dengan Bantuan Domestik/BD, Subsidi Ekspor/SE atau menaikkan tarif. Makalah ini ditujukan untuk menganalisis (ex anfe) pengaruh pemotongan atau bahkan penghapusan BD yang dilakukan NM terhadap kinerja komoditas pangan Indonesia melalui teknik simulasi. Hasil simulasi menunjukkan perbedaan yang jelas dalam perubahan harga-harga masukan antara NM(yang diwakiliAS dan UE) dan NB (yang diwakili Indonesia dan K33) akibat pemotongan subsidi domestik di NM. Hal ini ditunjukkan oleh semua skenario yang dicoba. Sementara harga lahan dan upah tenaga kerja/TK tak terampil menurun di NM, keadaan sebaliknya justru terjadi.di NB. Bagi faktor produksi modal, pemotongan BD di NM memberi pengaruh yang jelas berbeda juga antara di AS di satu fihak dan di UE, Indonesia dan K22 di fihak lain untuk semua usulan. Dalam hal ini NB mengalami penurunan PDB, tetapi dengan persentase yang kecil sekali, sementara NM mengalami peningkatan PDB yang juga relatif kecil. Indonesia sendiri diprakirakan mengalami penurunan sebesar 0,003 persen. Tingkat penurunan PDB Indonesia ini relatif sangat kecil. Seiring dengan indikator PDB, pemotongan BD di NM memberi dampak pada penurunan kesejahteraan, yaitu sebesar 18-28 juta dolar AS di Indonesia dan 460-650 juta dolar AS di K33, sementara di AS dan UE tetap meningkat. Peningkatan kesejahteraan meskipun pemotongan bantuan domestik diNM berpotensi menurunkan tingkat kesejahteraan dan PDB Indonesia, tetapi beberapa produksi dan harga-harga komoditas pertanian pangan dan harga-harga masukan pertanian dapat meningkat, sehingga pendapatan petani komoditas-komoditas dan pemilik sumberdaya pertanian ini dapat meningkat. Peningkatan pendapatan petani iniselanjutnya berpotensi meningkatkan pendapatan pedesaan dan pertumbuhan ekonomi pedesaaan. Oleh karena itu, Indonesia, seyogyanya aktif dalam perundingan bilateral dan multilateral untuk mendesak agar bantuan domestik di NM ini dihapus.
MODIFIED CASSAVA FLOUR (MOCAL): SEBUAH MASA DEPAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL BERBASIS POTENSI LOKAL Subagio, Achmad
JURNAL PANGAN Vol 17, No 1 (2008): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (894.624 KB) | DOI: 10.33964/jp.v17i1.231

Abstract

Sampai saat ini pemanfaatan ubi kayu di Indonesia masih sangat terbatas. Pemanfaatan ubi kayu sebagian besar diolah menjadi produk setengah jadi berupa pati (tapioka), tepung ubi kayu, gaplek dan chips. Produk olahan yang lain adalah bahan baku pembuatan tape, getuk dan lain-lain. Padahal, kandungan pati dari ubi kayu yang tinggi merupakan potensi yang besar untuk dikembangkan menjadi produk yang lebih bernilai tinggi. MOCAL adalah produk turunan dan tepung ubi kayu yang menggunakan prinsip memodifikasi sel ubi kayu secara fermentasi. Mikroba yang tumbuh akan menghasilkan enzim pektinolitik dan sellulolitik yang dapat menghancurkan dinding sel singkong, sedemikian rupa sehingga terjadi liberasi granula pati. Proses liberalisasi ini akan menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi, dan kemudahan melarut.MOCAL dapat digunakan sebagai food ingredient dengan penggunaan yang sangat luas. Hasil uji coba menunjukkan bahwa MOCAL dapat digunakan sebagai bahan baku untukberbagai jenis makanan, mulai dari mie, bakery,cookies hingga makanan semi basah. Namun demikian, yang perlu dicatat adalah bahwa produk ini tidak sama persis karakteristiknya dengan tepung terigu, beras atau yang lainnya. Sehingga dalam aplikasinya diperlukan sedikit perubahan dalam formula, atau prosesnya sehingga akan dihasilkan produk yang bermutu optimal. MOCAL mempunyai potensi pasar yang sangat besar. Karena mempunyai spektrum aplikasi yang mirip dengan tepung terigu, beras dan tepung-tepungan lainnya, maka dimisal bahwa produk ini bisa menempatkan 15% dari pasar terigu, maka proyeksi kebutuhan konsumsi tepung terigu nasional pada tahun 2005 dapat mencapai 1,824,837 per tahun dengan pertumbuhan per tahun sebesar 5.84%, maka potensi pasar MOCAL sebesar 289,711 ton per tahun. Potensi ini akan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan penduduk Indonesia.
PRODUKSI KEDELAI DI DAERAH PRODUSEN DAN RANTAI PEMASARANNYA Soepanto, Achmad
JURNAL PANGAN Vol 17, No 1 (2008): PANGAN
Publisher : Perum BULOG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1341.026 KB) | DOI: 10.33964/jp.v17i1.227

Abstract

Pemahaman rantai pasokan (supply chain) kedelai dari hulu sampai ke hilir merupakan prasyarat bagi pelaku pasar agar mampu menguasai perdagangan kedelai. Dengan pemahaman tersebut, pelaku akan lebih mampu bersaing di pasar lokal, antar pulau maupun perdagangan internasional. Beberapa faktor perlu dikenali yaitu : karakter pelaku perdagangan kedelai (petani, pedagang kecil/ besar); faktor-faktor yang mempengaruhi pemasaran seperti kualitas kedelai, harga jual, margin usaha, dan peran setiap kawasan sentra produksi dalam memasok pasar kedelai nasional. Sistem pemasaran kedelai berkembang karena dipengaruhi oleh perilaku pedagang besar, pedagang kecil maupun pengrajin. Kekuatan pelaku pasar tertentu sering menyulitkan berkembangnya sistem perdagangan yang adil dan merata. Rantai pasokan kedelai diidentifikasi untuk mengetahui peluang usaha bagi pelaku baru dan untuk membantu konsumen tertentu, industri kecil dan pengrajin yang dirugikan akibat lonjakan harga atas permainan oknum pelaku tertentu. Pelaku pasar yang bermoral akan senantiasa memberikan harga yang terjangkau dengan kualitas yang memenuhi persyaratan usaha industri. Pelaku baru akan berhasil apabila memahami supply chain komoditas kedelai di sentra produksi Jatim, Jateng, dan NTB yang merupakan penghasil utama kedelai lokal dan sekaligus pasar utama kedelai nasional. Tulisan pertama ini berupaya memotret rantai pasokan kedelai di Jatim untuk memberikan gambaran tentang praktek perdagangan kedelai yang terjadi di pasar. Daerah produsen tersebut disurvei untuk mengetahui sejauh mana mampu mencukupi kebutuhan konsumsi dan perlunya tambahan kedelai dari daerah lain atau impor. Margin pemasaran juga disinggung untuk melihat besaran yang diterima oleh setiap pelaku dalam rantai pasokan komoditas kedelai sebagai acuan pengembangan usaha.

Page 1 of 1 | Total Record : 9


Filter by Year

2008 2008


Filter By Issues
All Issue Vol. 32 No. 1 (2023): PANGAN Vol. 31 No. 3 (2022): PANGAN Vol. 31 No. 2 (2022): PANGAN Vol. 31 No. 1 (2022): PANGAN Vol. 30 No. 3 (2021): PANGAN Vol. 30 No. 2 (2021): PANGAN Vol. 30 No. 1 (2021): PANGAN Vol. 29 No. 3 (2020): PANGAN Vol. 29 No. 2 (2020): PANGAN Vol. 29 No. 1 (2020): PANGAN Vol 29, No 1 (2020): PANGAN Vol. 28 No. 3 (2019): PANGAN Vol 28, No 3 (2019): PANGAN Vol 28, No 2 (2019): PANGAN Vol. 28 No. 2 (2019): PANGAN Vol 28, No 1 (2019): PANGAN Vol. 28 No. 1 (2019): PANGAN Vol 28, No 1 (2019): PANGAN Vol 27, No 3 (2018): Vol 27, No 3 (2018): PANGAN Vol. 27 No. 3 (2018): PANGAN Vol. 27 No. 2 (2018): PANGAN Vol 27, No 2 (2018): PANGAN Vol. 27 No. 1 (2018): PANGAN Vol 27, No 1 (2018): PANGAN Vol 26, No 3 (2017): PANGAN Vol. 26 No. 3 (2017): PANGAN Vol. 26 No. 2 (2017): PANGAN Vol 26, No 2 (2017): PANGAN Vol. 26 No. 1 (2017): PANGAN Vol 26, No 1 (2017): PANGAN Vol 25, No 3 (2016): PANGAN Vol. 25 No. 3 (2016): PANGAN Vol 25, No 3 (2016): PANGAN Vol 25, No 2 (2016): PANGAN Vol. 25 No. 2 (2016): PANGAN Vol 25, No 1 (2016): PANGAN Vol. 25 No. 1 (2016): PANGAN Vol 24, No 3 (2015): PANGAN Vol. 24 No. 3 (2015): PANGAN Vol 24, No 2 (2015): PANGAN Vol. 24 No. 2 (2015): PANGAN Vol 24, No 1 (2015): PANGAN Vol. 24 No. 1 (2015): PANGAN Vol 23, No 3 (2014): PANGAN Vol. 23 No. 3 (2014): PANGAN Vol 23, No 3 (2014): PANGAN Vol 23, No 2 (2014): PANGAN Vol. 23 No. 2 (2014): PANGAN Vol 23, No 1 (2014): PANGAN Vol. 23 No. 1 (2014): PANGAN Vol. 22 No. 4 (2013): PANGAN Vol 22, No 4 (2013): PANGAN Vol. 22 No. 3 (2013): PANGAN Vol 22, No 3 (2013): PANGAN Vol 22, No 2 (2013): PANGAN Vol 22, No 2 (2013): PANGAN Vol. 22 No. 2 (2013): PANGAN Vol. 22 No. 1 (2013): PANGAN Vol 22, No 1 (2013): PANGAN Vol 21, No 4 (2012): PANGAN Vol 21, No 4 (2012): PANGAN Vol. 21 No. 4 (2012): PANGAN Vol 21, No 3 (2012): PANGAN Vol. 21 No. 3 (2012): PANGAN Vol. 21 No. 2 (2012): PANGAN Vol 21, No 2 (2012): PANGAN Vol. 21 No. 1 (2012): PANGAN Vol 21, No 1 (2012): PANGAN Vol 20, No 4 (2011): PANGAN Vol. 20 No. 4 (2011): PANGAN Vol. 20 No. 3 (2011): PANGAN Vol 20, No 3 (2011): PANGAN Vol. 20 No. 2 (2011): PANGAN Vol 20, No 2 (2011): PANGAN Vol. 20 No. 1 (2011): PANGAN Vol 20, No 1 (2011): PANGAN Vol. 19 No. 4 (2010): PANGAN Vol 19, No 4 (2010): PANGAN Vol. 19 No. 3 (2010): PANGAN Vol 19, No 3 (2010): PANGAN Vol 19, No 2 (2010): PANGAN Vol. 19 No. 2 (2010): PANGAN Vol 19, No 1 (2010): PANGAN Vol. 19 No. 1 (2010): PANGAN Vol. 18 No. 4 (2009): PANGAN Vol 18, No 4 (2009): PANGAN Vol 18, No 3 (2009): PANGAN Vol. 18 No. 3 (2009): PANGAN Vol 18, No 2 (2009): PANGAN Vol. 18 No. 2 (2009): PANGAN Vol 18, No 1 (2009): PANGAN Vol. 18 No. 1 (2009): PANGAN Vol 17, No 3 (2008): PANGAN Vol. 17 No. 3 (2008): PANGAN Vol. 17 No. 2 (2008): PANGAN Vol 17, No 2 (2008): PANGAN Vol 17, No 2 (2008): PANGAN Vol 17, No 1 (2008): PANGAN Vol. 17 No. 1 (2008): PANGAN Vol. 16 No. 1 (2007): PANGAN Vol 16, No 1 (2007): PANGAN Vol. 15 No. 2 (2006): PANGAN Vol 15, No 2 (2006): PANGAN Vol 15, No 1 (2006): PANGAN Vol. 15 No. 1 (2006): PANGAN More Issue