cover
Contact Name
David Alinurdin
Contact Email
veritas@seabs.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
veritas@seabs.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota malang,
Jawa timur
INDONESIA
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan
ISSN : 14117649     EISSN : 26849194     DOI : -
Veritas: Jurnal Teologi dan Pelayanan is a peer-reviewed and open-access journal published semiannually (June and December) by Sekolah Tinggi Teologi SAAT (Southeast Asia Bible Seminary), Malang City, East Java, Indonesia. The journal specializes in evangelical theology that focuses on the novelty in biblical studies, systematic theology, and practical theology, contributing to theological studies and ecclesial ministry. Manuscripts submitted for publication in this journal include quantitative or qualitative field research findings, conceptual and critical studies, exegesis or exposition material, case studies, and other forms of original thought in the broad scope of theological research, supported with academic references that are adequate, robust, and accurate.
Articles 9 Documents
Search results for , issue " Vol 6 No 1 (2005)" : 9 Documents clear
Nama Ilahi dalam Alkitab: Diskusi mengenai Allah, ‘elôhîm, théos, TUHAN, YHWH, Tuhan, ‘adônaî, kúrios Hauw, Andreas
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 6 No 1 (2005)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (16.519 KB)

Abstract

Ada sementara kalangan, baik Kristen maupun non-Kristen, tidak menghendaki dipakainya kata Allah dalam Alkitab. Dari kalangan Kristen ada yang mengusulkan agar kata Allah diganti saja dengan ‘elôhîm dan TUHAN dengan Yahweh. Namun, jika kita bertanya kepada orang banyak, apakah mereka mengenal istilah ‘elôhîm atau Yahweh, maka dapat diperkirakan hanya sebagian kecil saja yang mengenalnya, sekalipun hal itu ditanyakan pada orang Kristen. Sebaliknya, ada banyak orang yang akan mengetahui istilah Allah dan TUHAN (juga Tuhan), walaupun definisi yang diberikan sangat sederhana. Fokus utama pembahasan adalah nama Allah dan ‘elôhîm, kemudian dimana perlu akan dibahas kata TUHAN, Tuhan, Yahweh, théos, kúrios, dlsb. Karena letak permasalahan ada pada kata Allah dan ‘elôhîm, maka bagian berikutnya akan membahas perluasan makna dari nama Allah serta pemakaiannya (Linguistik). Bagian akhir menyoroti dan menilai bagaimana usulan perubahan nama itu dilihat dalam tradisi penerjemahan Alkitab.
Kristologi Kitab Wahyu Santoso, David Iman
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 6 No 1 (2005)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (17.783 KB)

Abstract

Kitab Wahyu ditulis adalah untuk menghibur dan menguatkan orang Kristen dan gereja pada waktu itu, yang mengalami banyak kekecewaan, penderitaan dan penganiayaan di bawah pemerintahan Romawi. Kitab ini ditulis agar mereka membaca dan menjadi tabah dan tetap bertahan menghadapi segala penderitaan, tetap setia dan berpegang teguh pada iman mereka, serta selalu berharap dan memandang pada Kristus yang adalah Anak Domba Allah yang menang, sebab orang Kristen dan gereja pada waktu mengalami banyak penganiayaan di bawah pemerintahan Romawi, bahkan banyak yang mati syahid (6:9-11; 7:14.) Oleh sebab itu dalam kitab Wahyu ini ajaran tentang person Kristus sangat ditonjolkan, yang sering kali digambarkan penuh dengan kemenangan dan kemuliaan. Kristus sebagai Anak Domba Allah, sebagai Alfa dan Omega di dalam banyak hal bahkan dikisahkan setara dengan Allah. Rasul Yohanes bisa menulis semuanya ini karena memang Kristus menyatakan diri-Nya dan memberikan visi-Nya kepadanya. Dr. Walvoord mengatakan bahwa tujuan penulisa kitab Wahyu adalah “to reveal Jesus Christ as the glorified One in contrast to the Christ of the Gospels, who was seen in humiliation and suffering.” Oleh sebab itu dalam tulisan ini kami berusaha untuk memaparkan person Kristus yang begitu berkuasa dan mulia, namun yang juga begitu peduli dan memperhatikan gereja-Nya. Dan kemuliaan Kristus itu pada akhirnya akan dinyatakan sepenuhnya dalam parousia, suatu pengharapan yang terakhir dan yang selalu dinantikan oleh setiap orang yang percaya. Bagi kami, gereja dan orang Kristen di Indonesia hari ini perlu sekali banyak membaca dan merenungkan kitab Wahyu.
Ujian Tokoh Bileam (Bilangan 22:7-12; 23:1-6; 31:8) Gunadi, Paul
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 6 No 1 (2005)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (14.479 KB)

Abstract

Naskah Khotbah
Gereja Tionghoa dan Masalah Identitas Ke-Tionghoa-an Dawa, Markus Dominggus L.
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 6 No 1 (2005)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (21.068 KB)

Abstract

Beberapa waktu yang lalu, saya menerima sebuah surat dari seorang kawan yang melayani sebuah jemaat Tionghoa di suatu kota di luar pulau Jawa. Surat itu berisi pertanyaan tentang perayaan tahun baru imlek di gereja. Kawan ini rupanya satu dari sekian banyak orang yang tidak setuju imlek dirayakan oleh orang-orang Kristen Tionghoa. Alasan yang dikemukakannya adalah karena perayaan imlek adalah “perayaan tahun baru Cina” dan pada waktu itu “masyarakat Tionghoa pergi ke vihara-vihara untuk bersembahyang kepada ‘dewa-dewa’ untuk meminta berkat.” Masih dalam lingkungan sinode yang sama dengan gereja kawan saya itu, ada gereja-gereja lain yang merayakan tahun baru imlek di gerejanya. Mereka rupanya terbilang di antara yang setuju imlek dirayakan oleh orang Kristen Tionghoa. Bahkan sampai diadakan kebaktian dan perayaan khusus untuk itu, lengkap dengan berbagai pernik dan atribut yang melekat pada imlek tersebut. Waktu ditanya mengapa mereka merayakannya, temanteman yang merayakan ini berpendapat bahwa imlek merupakan bagian integral dari tradisi budaya orang Tionghoa. Jadi entah orang itu Kristen atau bukan, imlek dapat dirayakan oleh setiap orang Tionghoa. Selain itu ada tujuan lain yang lebih utama yaitu untuk penginjilan. Kawan saya di atas mengirimi saya surat dengan maksud meminta pendapat saya soal perayaan ini. Tetapi, dalam tulisan ini saya tidak ingin masuk ke dalam perdebatan setuju atau tidak setuju tentang imlek. Bagi saya, pro-kontra di kalangan orang Kristen Tionghoa tentang perayaan imlek hanyalah puncak kecil dari sebuah gunung es persoalan yang lebih besar yang selama ini tidak ditangani dengan serius oleh Gereja-gereja Tionghoa sendiri. Persoalan ini bukan hanya dihadapi oleh orang-orang Tionghoa yang Kristen saja, tetapi juga dihadapi oleh semua orang Tionghoa lainnya di negeri ini. Persoalan itu adalah masalah identitas diri orang Tionghoa di Indonesia. Apakah yang membuat seseorang mengenal dan dikenal sebagai orang Tionghoa di negeri ini? Persoalan ini menjadi lebih rumit bagi orang Kristen Tionghoa karena tidak hanya berhadapan dengan konstruksi sosial, budaya dan politik masyarakat Indonesia yang sudah dikondisikan sedemikian rupa, khususnya oleh pemerintahan Orde Baru di masa lalu, sehingga menghasilkan suatu pandangan tersendiri terhadap orang Tionghoa; tetapi juga karena sebagai orang Kristen, ada suatu pandangan teologis tertentu yang mempengaruhi pandangan orang Tionghoa Kristen tentang dirinya sendiri dan khususnya tentang kebudayaan yang diakui berperan penting bagi pembentukan identitas suatu kelompok masyarakat. Saya tidak bermaksud memberikan solusi menyeluruh untuk persoalan ini. Apa yang hendak saya angkat di sini lebih untuk membuat kita paham bahwa ada persoalan berkaitan dengan jati diri ke-Tionghoa-an orang-orang Tionghoa di Indonesia, termasuk juga dengan jati diri ke-Tionghoa-an orangorang Kristen Tionghoa. Selain itu, saya hendak kupas juga apa yang selama ini sudah dilakukan oleh orang-orang Tionghoa di Indonesia dalam menghadapi persoalan ini dan bagaimana sebaiknya orang Tionghoa Kristen menghadapinya.
Kekristenan dan Kebudayaan (Bagian 1) John, Frame
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 6 No 1 (2005)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (16.427 KB)

Abstract

Topik yang akan kita bahas adalah “Kekristenan dan Kebudayaan.” Topik ini akan dibagi menjadi lima bagian. Bagian pertama akan membahas “Apakah Kebudayaan itu?,” kemudian “Kristus dan Kebudayaan,” yang membahas tentang relasi Kristus dengan semua kebudayaan di dunia. Pada bagian ketiga, “Kristus dan Kebudayaan kita,” saya akan lebih mengkhususkan pada apa yang kita pelajari di kebudayaan Barat di mana manusia hidup. Bagian keempat adalah “Orang Kristen di dalam Kebudayaan Kita,” yaitu pembahasan yang berkaitan dengan manusia: bagaimana seharusnya menanggapi kebudayaan di sekeliling kita? Bagaimana orang Kristen seharusnya berinteraksi dengan kebudayaan masa kini: apakah kita harus lari darinya, memeranginya, membuat alternatif, atau apa? Bagian terakhir, “Kebudayaan di dalam Gereja,” membahas apa yang dapat diperbuat oleh gereja dengan kebudayaan di dalam pelayanannya: dalam penginjilan, penggembalaan pada orang percaya, dan ibadah.
Relevansi Konsep Spiritualitas Calvin dalam Konteks Masa Kini Pranoto, Irwan
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 6 No 1 (2005)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (18.813 KB)

Abstract

Di dalam perjalanan menghadapi berbagai tantangan zaman, gereja masa kini perlu melihat catatan lintasan sejarah gereja sebagai harta yang penting bagi pergumulan kehidupan orang Kristen. Karena itu gereja harus terus memikirkan usaha untuk mempelajari dan menggali makna yang terdalam dari sejarah tersebut, sehingga bisa mendapatkan motivasi yang kuat dalam segala bentuk perjuangannya. Salah satu bidang esensial yang digumulkan oleh gereja dalam sejarahnya adalah berkenaan dengan problematika spiritualitas. Bidang ini jelas bukan hanya sekadar suatu bahan pembicaraan masa lampau, tetapi juga suatu pergumulan yang sangat relevan untuk diperhatikan sampai saat ini. Sayangnya, warisan sejarah tentang spiritualitas Kristen kurang mendapat porsi perhatian yang tepat, bahkan tidak jarang justru diabaikan. Gereja lebih melihat keinginan manusia sebagai hal yang mendesak untuk dipuaskan sehingga atas dasar keinginan itulah konsep spiritualitas gereja dirumuskan. Sementara hal-hal yang esensial dalam warisan sejarah gereja justru ditinggalkan dan tidak dipandang sebagai hal berharga yang harus dipertahankan. Inilah fenomena yang tragis dalam kehidupan gereja, suatu hal yang harus segera disikapi dengan serius. Dalam kalangan injili sendiri sering kali juga dijumpai kurangnya pemahaman tentang warisan spiritual yang ada, padahal sejarah mencatat adanya konsep-konsep spiritualitas yang berharga dan teruji di dalam zamannya masing-masing. Salah satu konsep spiritualitas injili yang penting untuk dipelajari adalah yang diajarkan oleh John Calvin. Ia adalah seorang teolog dan gembala jemaat yang mencoba memikirkan konsep-konsep dasar bagi hidup Kristen atau spiritualitas Kristen pada zamannya, di mana pemikirannya telah menjadi harta yang berharga bagi zaman sesudahnya, termasuk masa kini. Artikel ini akan memperkenalkan salah satu prinsip dari konsep spiritualitas Calvin, juga salah satu dari tantangan spiritualitas kekinian yang ada, dan kemudian mencoba untuk menjawab tantangan itu dengan dasar konsep Calvin tersebut.
Pendidikan yang Bergumul untuk Shalom  Yang, Ferry
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 6 No 1 (2005)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (15.801 KB)

Abstract

Pendidikan ... memerlukan arah. Sebab jika hal itu tertuju kepada arah yang salah, maka semua persiapannya menjadi sia-sia. Nicholas Wolterstorff menyatakan bahwa pendidikan harus tertuju kepada hidup dan hidup harus tertuju pada shalom. Dasar dari argumentasinya adalah wahyu Allah, karena Allah telah menyingkapkan kebenaran mengenai kisah hidup, kisah kemanusiaan, dan di dalam kisah itu shalom adalah maksud utama dari Allah sang pencipta agar seluruh dunia menikmatinya. Shalom “is more genuinely the content that biblical writers give to destiny appointed to us by God; our appointed destiny incorporates living in human community in the midst of nature.”
Khotbah Perumpamaan : Suatu Penilaian terhadap Metode Khotbah Perumpamaan David Buttrick Solihin, Benny
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 6 No 1 (2005)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (19.233 KB)

Abstract

Perumpamaan mungkin, oleh kebanyakan pengkhotbah, dianggap sebagai genre Alkitab yang paling mudah dikhotbahkan. Namun bagi pengkhotbah-pengkhotbah yang serius mengkhotbahkan perumpamaan acap kali membingungkan. Sebab meskipun nampak sederhana, perumpamaan mengandung beberapa persoalan yang rumit. Persoalan-persoalan tersebut meliputi: (1) dari sudut manakah berita sebuah perumpamaan harus diambil? Dari sudut para pendengar pertama yang mendengar langsung ketika Yesus menceritakan perumpamaan-perumpaman-Nya atau dari perspektif para pembaca pertama Injil? (2) Dapatkah penafsiran alegori digunakan dalam khotbah perumpamaan? (3) Apakah bentuk atau model khotbah yang paling baik untuk mengkhotbahkan perumpamaan? Bentuk deduktif atau induktif? Satu poin, tiga poin, banyak poin, atau model khotbah narasi? Persoalanpersoalan di atas membuat banyak ketidakpastian dalam diri para pengkhotbah. Thomas G. Long menyimpulkannya dengan tepat, “Seorang pengkhotbah pemula mengkhotbahkan sebuah perumpamaan dengan keyakinan yang tinggi, melangkahkan kakinya dengan berani seolah berjalan pada suatu daerah yang sudah ia kenal. . . . Tetapi semakin kita mengenal perumpamaan, semakin kurang yakin apakah kita sungguh-sungguh memahaminya.” Ada banyak solusi yang ditawarkan oleh para ahli berkenaan dengan metode khotbah perumpamaan dan salah satunya adalah dari David Buttrick, seorang dosen homiletika dan liturgi dari Divinity School, Vanderbilt University. Di dalam bukunya, Speaking Parables: A Homiletic Guide, ia menawarkan model khotbah narasi untuk mengkhotbahkan perumpamaan. Tawaran ini sangat menarik dan bermanfaat, namun demikian ada beberapa dari pandangannya yang perlu dicermati secara kritis. Dalam tulisan ini penulis akan memaparkan dan mengevaluasi metode Buttrick tersebut. Tetapi sebelumnya, akan dibahas tentang definisi perumpamaan, kemudian menelusuri sejarah khotbah perumpamaan, dan model-model khotbah perumpamaan yang pada umumnya digunakan dalam sejarah sejak masa Bapa-bapa gereja mula-mula sampai kini. Ketiga hal itu akan menjadi dasar pijakan dalam menilai metode khotbah perumpamaan yang ditawarkan olehnya.
Teologi Pernikahan dan Keluarga Tanusaputra, Daniel Nugraha
Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan Vol 6 No 1 (2005)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi SAAT

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (15.919 KB)

Abstract

Sebuah pengertian alkitabiah tentang pernikahan dan keluarga tidak mungkin didapat tanpa kesadaran tentang keunikan kemanusiaan sebagaimana dirancang oleh Allah. Manusia dalam gambar dan rupa Allah diciptakan sebagai makhluk relasional. Dengan masuknya dosa, gambar ini telah tercemar dan membutuhkan pemulihan melalui Yesus Kristus. Hubungan yang baru antara Allah dan manusia tercermin dalam hubungan suami-istri dan orang tua-anak. Maksud artikel ini adalah untuk menggambarkan fondasi atau dasar yang di atasnya pelayanan terhadap pernikahan dan keluarga berdiri, dan untuk menunjukkan penerapannya dalam konteks umum dan Asia.

Page 1 of 1 | Total Record : 9