cover
Contact Name
Musleh
Contact Email
lehbajur@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
jurnaltafaqquhdafa@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota mataram,
Nusa tenggara barat
INDONESIA
TAFAQQUH: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah Dan Ahwal Syahsiyah
ISSN : 25283162     EISSN : 25804839     DOI : -
Core Subject : Economy, Education,
TAFAQQUH: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah dan Ahwal Syahsiah diterbitkan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Darul Falah Mataram (STIS DAFA). Jurnal ini memuat kajian-kajian tentang ilmu syariah yang meliputi sharî‘ah, pemikiran Islam, ekonomi, dan kajian Islam lainnya. Terbit dua kali dalam setahun, yaitu setiap bulan Juni dan bulan Desember.
Arjuna Subject : -
Articles 77 Documents
Investasi dalam Perspektif Islam Musleh Musleh
TAFAQQUH: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah Dan Ahwal Syahsiyah Vol. 1 No. 1 (2016): (Juni 2016)
Publisher : LP2M Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Darul Falah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (253.171 KB)

Abstract

Invetasi merupaka permasalahan global yang dihadapi ummat Islam saat ini. Ummat Islam beritraksi bisnis dengan denga non Islam dalam sebuah bisnis besar. Islam melihat permasalahan investasi dalam konteks company atau syrkah dengan mudharabah dan musyarakah. Mudharabah maupun musyarakah harus melakukan pembagian hasil keuntungan maupun kerugian secara proporsional sesuai dengan besarnya kontribusi dan negosiasi yang disepakati bersama.
Ketentuan Batas Usia Minimal Perkawinan dan Relevansinya Terhadap Kesadaran Hukum di Indonesia (Studi Terhadap UU No. 1 Tahun 1974) Ahmad Furqan Darajat
TAFAQQUH: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah Dan Ahwal Syahsiyah Vol. 1 No. 1 (2016): (Juni 2016)
Publisher : LP2M Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Darul Falah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perkawinan adalah hubungan antara dua orang berlainan jenis dengan tujuan membentuk keluarga bahagia. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu dibuat aturan diantaranya mengenai batas usia minimal perkawinan, dan hal ini telah dituangkan dalam uu No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Namun karena kerang dianggap bertolak belakang dengan ajaran agama maupun adat perlu untuk meluruskan permasalahan ini dengan mencari sumber hukum dan latar belakang terciptanya aturan batas usia minimal ini, berikut implikasinya bagi masyarakat indonesia pada masa-masa setelahnya. Dengan pendekatan sosiologis serta teori perubahan sosial ditemukan fakta bahwa dahulu semenjak kemerdekaan banyak sekali problema rumah tangga yang menumbuhkan masalah sosial. Masalah itu antara lain: meningkatnya perceraian, banyaknya perkawinan anak-anak, dan lain sebagainya, kemudian semenjak di undang-undangkan UU No. 1 tahun 1974 khususnya batas usia minimal perkawinan mampu mengurangi perkawinan pada usia muda dan mengubah cara pandang masyarakat dengan menekankan efek negatif perkawinan pada masa itu.
Hadits Teologi (Kajian Tentang Dosa Besar dalam Kitab Shahih Al-Bukhari Bab Al-Adab No. 5520) Retno sirnopati
TAFAQQUH: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah Dan Ahwal Syahsiyah Vol. 1 No. 1 (2016): (Juni 2016)
Publisher : LP2M Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Darul Falah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1122.106 KB)

Abstract

The Qur'an is the revelation that God revealed to humanity through Muhammad as His messenger, while the hadith of Muhammad himself comes in the form of words, actions, judgments or hammiyah (desire / aspiration) Muhammad himself an apostle for the people humans to the universe (Rahmatan lil 'alamin). The following study is the hadith about the great sin of shirk and include disobedience to parents along with an explanation bagimana relevance to other woods hadith which speaks about the great sin through different sanad. There was also a description in this paper will mengakaji hadith about Shirk by looking at the Koran that talk also about Shirk, then seek to see a contextual interpretation than the Qur'an and al-hadith talking about the great sin.
Praktek Tradisi Gantiran Dalam Perkawinan Persfektif Hukum Islam Lalu Yoga Vandita
TAFAQQUH: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah Dan Ahwal Syahsiyah Vol. 1 No. 1 (2016): (Juni 2016)
Publisher : LP2M Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Darul Falah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1448.035 KB)

Abstract

Disetiap daerah ternyata banyak cara dalam untuk melaksanakan institusi pernikahan. Di Lombok misalnya pernikahan begitu sacral dan penuh dengan muatan adat, sehingga untuk melangsungkan acara pernikahan harus berusaha keras untuk melewati rangkaian adat, salah satunya adalah gantiran, dimana keluarga laki-laki harus membayar sejumlah uang yang sudah ditentukan oleh keluarga perempuan sebagai tanda untuk bisa melangsungkan pernikahan.Untuk memudahkan pemahaman dalam penulisan ini, maka kami menggunakan metode-metode penelitian diantaranya; dengan memperbanyak menggali sumber data dari berbagai literaratur yang berkenaan dengan praktek gantiranSetelah membahas masalah yang sudah diteliti maka kami dapat tarik sebuah kesimpulan bahwa praktek gantiran diperbolehkan karena masih belum ditemukan dalam AL-Qur’an maupun hadist yang membahsa masalah gantiran itu sendiri, yang melakukan akad sudah jelas, barang yang diakadpun barang yang halal dan suci, maka dari itu gantiran dalam pandangan hukum islam diperbolehkan karena sudah terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak.
Fungsi Hukum dan Budaya dalam Pemanfaatan Ruang dan Tanah Humam Balya
TAFAQQUH: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah Dan Ahwal Syahsiyah Vol. 1 No. 1 (2016): (Juni 2016)
Publisher : LP2M Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Darul Falah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (722.693 KB)

Abstract

Dalam pemanfaatan tata ruang dan tanah seharusnya tidak boleh terpisah dari hukum dan budaya, seperti sebuah kepingan mata uang yang menyatu. Hubungan masyarakat dengan sebuah sistem pemanfaatan raung dan tanah bukan hanya memberikan manfaat, tapi menimbulkan sebuah dilema negatif. Sehingga peran hukum melalui fungsi mengatur dapat memberi sebuah kebahagian dalam setiap peraturan pemanfaatan ruang dan tanah tidak boleh meninggalkan budaya tempatan.
Konsep Khiyar ‘Aib dan Relevansinya dengan Garansi Mujiatun Ridawati
TAFAQQUH: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah Dan Ahwal Syahsiyah Vol. 1 No. 1 (2016): (Juni 2016)
Publisher : LP2M Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Darul Falah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (779.027 KB)

Abstract

Salah satu dari syarat sahnya melakukan akad jual beli yaitu adanya saling ridha keduanya (penjual dan pembeli), tidak sah bagi suatu jual beli apabila salah satu dari keduanya ada unsur terpaksa yang dikarenakan adanya cacat, sehingga jual beli dalam Islam mengatur adanya khiyar aib, yaitu Hak untuk membatalkan atau melangsungkan jual beli bagi kedua belah pihak yang berakad. Lalu Bagaimanakah konsep khiyar aib? Dan Bagaimana relevansinya dengan garansi?Ketetapan adanya khiyar ini dapat diketahui secara terang-terangan atau secara implisit. Dalam setiap transaksi, pihak yang terlibat secara implisit menghendaki agar barang dan penukarnya bebas dari cacat. Menurut ulama fiqih, khiyar ‘aib berlaku sejak diktehui cacat pada barang dagang dan dapat diwarisi untuk ahli waris pemilik hak khiyar dengan ketentuan bahwa cacat tersebut berupa unsur yang merusak objek jual beli dan mengurangi nilainya menurut tradisi para pedagang. Adapun cacat-cacat yang menyebabkan munculnya hak khiyar, menurut Ulama Hanafiyah dan Hanabilah adalah seluruh unsur yang merusak obyek jual beli dan mengurangi nilainya menurut tradisi para pedagang. Kata garansi berasal dari bahasa inggris Guarantee yang berarti jaminan atau tanggungan. Dalam kamus besar bahasa indonesia, garansi mempunyai arti tanggungan, sedang dalam ensiklopedia indonesia, garansi adalah bagian dari suatu perjanjian dalam jual beli, dimana penjual menanggung kebaikan atau keberesan barang yang dijual untuk jangka waktu yang ditentukan. Apabila barang tersebut mengalami kerusakan atau cacat, maka segala biaya perbaikannya di tanggung oleh penjual, sedang peraturan-peraturan garansi biasanya tertulis pada suatu surat garansi. Khiyar aib adalah hak untuk membatalkan atau meneruskan akad bila mana ditemukan aib (cacat), sedangkan garansi adalah bagian dari suatu perjanjian dalam jual beli, dimana penjual menanggung kebaikan atau keberesan barang yang dijual untuk jangka waktu yang ditentukan. Apabila barang tersebut mengalami kerusakan atau cacat, maka segala biaya perbaikannya di tanggung oleh penjual, Karena garansi merupakan perjanjian yang berupa penjaminan terhadap cacat yang tersembunyi oleh penjual kepada pembeli dalam jangka waktu tertentu, maka garansi merupakan implementasi dari salah satu hukum Islam yaitu tentang pembeli berhak menggunakan hak khiyarnya apabila terdapat cacat yang tidak diketahui sebelum transaksi oleh penjual dan pembeli. Hak khiyar yang dimaksud dalam hal ini adalah khiyar aib (cacat). Hal ini menunjukkan relevansi antara khiyar aib dengan garansi, karena kedua jenis penjaminan ini menitik beratkan pada adanya cacat pada barang yang memberikan hak khiyar pada pembeli untuk mendapatkan ganti rugi agar tidak terjadi ketidak relaan dalam transaksi jual beli.
Impelementasi Asas Tarâdin dalam Bisnis Online (Telaah Surat An-Nisa Ayat 29) Muzakkir S. Muzakkir S.
TAFAQQUH: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah Dan Ahwal Syahsiyah Vol. 1 No. 2 (2016): (Desember 2016)
Publisher : LP2M Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Darul Falah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (988.647 KB)

Abstract

Dinamika fenomena dan problematika yang dihadapi manusia abad ini sering kali dihadapkan pada pengujian keluasan dan kedalaman ajaran Islam. Semua tata ruang hidup manusia tidak lepas dari corak dan keragaman dinamika yang terus berkembang tanpa henti sementara finalisasi nash sudah terhenti di era Rasulullah. Bisnis dengan segela kreativitas dan inovasi yang berkembang mengambil andil dalam membaca ajaran Islam secara komprehensif dan menguji syumuliyah atau komplisitas Islam sebagai ajaran agung yang dibawa Muhammad saw. Fenomena E-Comerrce yang berkembang begitu pesat abad ini merupakan fenomena yang sedikit tidak membawa pada sikap re-thingking terhadap konsep muamalah klasikal konvensional atau mencari formulasi fikih konstruktif dan responsif terhadap persoalan bisnis modern. Kajian ini berusaha mengungkapkan implementasi dari salah satu konsep muamalah yang sangat urgen namun menentukan legalitas dari suatu muamalah yang dijalani, sehingga relevan dengan titah serta ajaran Islam yang sudah dipetakan dalam nash al-Qur’an dan hadits. Terlebih ketika hal itu disoroti dari aspek Dilalah Al-Nash yang ada dalam al-Qur’an, dan penelitian ini akan mengkaji fenomena E-Comerrce dari sudut pandang ayat al-Qur’an surat An-Nisa ayat 29. Secara yuridis, E-Comerrce masih relevan dengan rumusan fikih klasikal selama prinsip-prinsip syariah tidak dilanggar dan dihilangkan dari substansi kontrak yang dilakukan. Refleksi dari prinsip kerelaan bisa divisualisasikan dalam ucapan, tulisan dan isyarat, dan ketiga bentuk sikap ridho tersebut bisa diimplementasikan dan bisnis online.
Saddu Al-Dzari’ah dalam Hukum Islam Muaidi Muaidi
TAFAQQUH: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah Dan Ahwal Syahsiyah Vol. 1 No. 2 (2016): (Desember 2016)
Publisher : LP2M Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Darul Falah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (772.29 KB)

Abstract

Sebelum sampai pada perbuatan yang dituju, ada serentetan perbuatan yang mendahuluinya dan harus dilalui. Contoh, bila seseorang ingin menuntut ilmu, ia melalui beberapa fase kegiatan seperti mencari guru, menyiapkan tempat dan alat-alat belajarnya. Perbuatan pokok dalam hal ini adalah menuntut ilmu, sedangkan kegiatan lain yang disebutkan diatas merupakan perantara atau pendahuluan. perbuatan pendahuluan yang tidak ditetapkan hukumnya adalah kewajiban menuntut ilmu itu diwajibkan tetapi perbuatan perantara seperti mendirikan sekolah dan mencari guru itu tidak ada dalil hukumnya secara langsung. Dapatkah mendirikan sekolah dan mencari guru itu wajib sebagaimana wajibnya menuntut ilmu. Sehingga yang perlu dijawab dalam penelitian ini adalah apakah yang menjadi landasan sehingga saddu al-zai’ah bisa menjadi salah satu istimbat hukum? Dan Bagaimanakah proses pengambilan hukum dalam saddus zari’ah dalam mengantisispasi amoral di tengah masyarakat?Saddu Zara’i berasal dari kata sadd dan zara’i. Sadd artinya menutup atau menyumbat, sedangkan zara’i artinya pengantara. Pengertian zara’i sebagai wasilah dikemukakan oleh Abu Zahra dan Nasrun Harun mengartikannya sebagai jalan kepada sesuatu atau sesuatu yang membawa kepada sesuatu yang dilarang dan mengandung kemudaratan. Beberapa pendapat menyatakan bahwa Dzai’ah adalah washilah (jalan) yang menyampaikan kepada tujuan baik yang halal ataupun yang haram. Dalam hukum takhlifi diuraikan tentang sesuatu yang mendahului perbuatan wajib, yang disebut muqaddimah wajib. Karena muqaddimah merupakan washilah (perantara) kepada suatu yang dikenai hukum, maka ia juga disebut dzari’ah. Oleh karena itu para penulis dan ulama ushul fiqh memasukkan muqaddimah wajib kedalam pembahasan tentang dzari’ah, karena sama-sama sebagai perantara untuk melakukan sesuatu.Setiap perbuatan mengandung dua sisi: Sisi yang mendorong untuk berbuat dan Sasaran atau tujuan yang menjadi natijah (Kesimpulan/Akibat) dari perbuatan itu. Menurut natijahnya, perbuatan itu ada 2 bentuk : Natijahnya baik, maka segala sesuatu yang mengarah kepadanya adalah baik dan oleh karenanya dituntut untuk mengerjakannya. Kedua Natijahnya buruk, maka segala sesuatu yang mendorong kepadanya adalah juga buruk, dan karenannya dilarang. Untuk menetapkan hukum jalan (sarana) yang mengharamkan kepada tujuan, dalam saddu al-zari’ah, ada tiga hal yang perlu dipehatikan: Pertama Tujuan. Jika tujuannya dilarang, maka jalannya pun dilarang dan jika tujuannya wajib, maka jalannya pun diwajibkan. Kedua Niat (Motif). Jika niatnya untuk mencapai yang halal, maka hukum sarananya halal, dan jika niat yang ingin dicapai haram, maka sarananyapun haram. Ketiga Akibat dari suatu perbuatan.
Relationship Between Fiqih and Tasawuf Abrar Abrar
TAFAQQUH: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah Dan Ahwal Syahsiyah Vol. 1 No. 2 (2016): (Desember 2016)
Publisher : LP2M Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Darul Falah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (771.321 KB)

Abstract

Manusia terdiri daripada dua unsur yaitu unsur jasad dan ruh atau dhohir Batin oleh karena itu pentingnya integrasi amalan antara fiqih sebagai amalan dhohir dan tasawuf sebagai amalan batin oleh karena itu, tulisan ini memaparkan bagaimana hubungan antara Fiqih dan tasawwuf berdasrkan pandangan imam mazhab yang emapt yaitu imam Syafii, Imam Maliki, Imam Hambali, dan Imam Hanafi. Baerdasarkan hasil kajian bahwa hubungan antara fiqih dan tasawuf sangat erat sehingga dianjurkan untuk mengakji dan menggali dua ilmu tersebut tanpa harus memilih salah satu dari keduanya karena menuju Allah dibutuhkan amal dhohir dan batin.
Uang Kertas dan Kedudukannya dalam Islam Ahmad Lutfi Rijalul Fikri
TAFAQQUH: Jurnal Hukum Ekonomi Syariah Dan Ahwal Syahsiyah Vol. 1 No. 2 (2016): (Desember 2016)
Publisher : LP2M Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Darul Falah Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (723.055 KB)

Abstract

Penelitian ini meneliti tentang kedudukan uang kertas dalam pandangan islam. Tujuan dari penelitian ini adalah mencari perbedaan dan kesamaan mendasar antara uang kertas dan barang berharga lainnya (nuqud) yang dikenakan zakat dalam islam. Oleh karena itu metode yang digunakan adalah kajian pustaka. Permasalahan uang kertas menjadi masalah yang rumit yang dibahas para ekonom muslim ketika dikaitkan dengan zakat. Dari analisis data dapat disimpulkan bahwa Para Ulama menganalogikan uang kertas dengan nuqud sehingga apa yang berlaku pada harta nuqud akan berlaku pula pada uang kertas. Seperti pemberlakuan zakat mengikuti zakat nuqud tersebut.