cover
Contact Name
Nur Izzah Jundiah
Contact Email
legalreasoning@univpancasila.ac.id
Phone
+62217872833
Journal Mail Official
legalreasoning@univpancasila.ac.id
Editorial Address
Jl. Lenteng Agung Raya No.56, RT.1/RW.3, Srengseng Sawah, Kec. Jagakarsa, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta - 12630
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Legal Reasoning
Published by Universitas Pancasila
ISSN : 26548747     EISSN : 26847108     DOI : https://doi.org/10.35814/jlr.v5i1
Core Subject : Social,
Bidang hukum, baik bidang hukum perdata, hukum pidata, hukum tata negara, hukum administrasi negara, hukum adat, hukum internasional, hukum islam, atau bidang hukum lainnya.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol 1 No 2 (2019): Juni" : 5 Documents clear
PANDANGAN HUKUM ISLAM TENTANG HIBAH, WASIAT DAN HIBAH WASIAT KAJIAN PUTUSAN NOMOR 0214/PDT.G/2017/PA.PBR Alfia Raudhatul Jannah; Zaitun Abdullah; Ricca Anggraeni
Jurnal Legal Reasoning Vol 1 No 2 (2019): Juni
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35814/jlr.v1i2.2179

Abstract

Abstrak Ketika seseorang meninggal dunia, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum harta peninggalan dibagikan antara lain adalah hibah, wasiat dan hibah wasiat. Namun ketiganya tidak harus selalu ada ketika pewaris meninggal dunia. Hibah sudah mulai berlaku saat pemberi hibah masih hidup sementara wasiat dan hibah wasiat baru akan berlaku setelah pewasiat atau pemberi hibah sudah meninggal dunia. Namun dalam beberapa kasus, pemberlakuan wasiat dan hibah wasiat terkadang tidak sesuai dengan aturan yang ada. Seperti dalam Putusan Pengadilan Agama Nomor 0214/Pdt.G/2017/PA.Pbr. Dalam kasus ini, pewasiat menuliskan surat wasiat yang berisikan hibah dengan memberikan seluruh hartanya kepada salah seorang anaknya saja, padahal pewasiat belum meninggal dunia. Dengan demikian, peristiwa ini tidak dapat digolongkan sebagai wasiat atau hibah wasiat. Dapat disimpulkan, bahwa seharusnya surat wasiat tersebut dibatalkan karena tidak sejalan dengan ketentuan yang telah diatur dalam hukum Islam dan surat wasiat tersebut tidak termasuk kedalam golongan hibah, wasiat maupun hibah wasiat karena tidak memenuhi unsur yang harus dipenuhi untuk dapat dikategorikan sebagai hibah karena surat tersebut bertuliskan surat wasiat dan tidak juga dapat dikategorikan sebagai wasiat maupun hibah wasiat karena surat wasiat tersebut sudah dilaksanakan langsung setelah surat wasiat tersebut dibuat sementara pewasiat masih hidup.
KAJIAN KEWENANGAN KEPALA DESA DALAM PENERBITAN SURAT KETERANGAN TANAH (STUDI KASUS PUTUSAN No.14/PDT.G/2017/PN.Lht) F. X. Arsin Lukman; Siska Riskiyanti
Jurnal Legal Reasoning Vol 1 No 2 (2019): Juni
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35814/jlr.v1i2.2180

Abstract

Suatu objek tanah yang terletak di 2 wilayah desa akan menimbulkan permasalahan kewenangan desa mana yang dapat memberikan Surat Keterangan Tanah (SKT) sebagai dokumen pendukung dalam proses pendaftaran tanah, seperti yang terjadi pada kasus putusan PN Lahat No.14/PDT.G/2017/PN.Lht. Dalam tulisan ini permasalahan yang diangkat ialah bagaimana pembuktian hak atas tanah bagi tanah yang belum terdaftar baik secara fiscal cadastre maupun rechtcadastre, bagaimana keabsahan dan kedudukan SKT yang digunakan untuk permohonan pendaftaran tanah berdasarkan undang-undang pokok agraria sebagai bentuk pelaksanaan pendaftaran tanah dan bagaimana ketentuan mengenai penetapan batas Desa Pagar Negara dengan Kelurahan Kota Baru yang digunakan sebagai dasar kewenangan desa dalam penerbitan SKT. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum normatif. Sehingga, didapat simpulan bahwa pembuktian hak atas tanah bagi tanah yang belum terdaftar baik secara fiscal cadastre maupun rechtscadastre akan sulit dibuktikan selama belum dilakukan pendaftaran tanah sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Pendaftaran Tanah 1997 terhadap hak atas tanah tersebut. Selanjutnya, keabsahan dan kedudukan SKT yang digunakan untuk permohonan pendaftaran tanah berdasarkan undang-undang pokok agraria sebagai bentuk pelaksanaan pendaftaran tanah belum dapat dibuktikan karena SKT telah dikeluarkan oleh 2 wilayah berbeda yang batasbatas desanya belum jelas. Terakhir perihal ketentuan mengenai penetapan batas Desa Pagar Negara dengan Kelurahan Kota Baru yang digunakan sebagai dasar kewenangan desa dalam penerbitan SKT masih belum jelas sehingga menimbulkan ketidakjelasan wewenang dalam penerbitan SKT di Indonesia dan menyebabkan tujuan dari penetapan dan penegasan batas desa belum tercapai.
MENYOAL DISPARITAS PRODUK HAKIM PENGADILAN AGAMA ANTARA KEADILAN DAN KEPASTIAN HUKUM Putri Ayu Maharani; Suryanto Siyo; Rizza Zia Agusty
Jurnal Legal Reasoning Vol 1 No 2 (2019): Juni
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35814/jlr.v1i2.2181

Abstract

Diterbitkannya Instruksi Presiden No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi hukum Islam yang ditujukan kepada Menteri Agama, sebagai acuan dalam penyelesaian sengketa di peradilan agama diharapakan dapat menyatukan perbedaan mahzab sehingga produk hakim pengadilan agama lebih seragam. Sementara ada perbedaan persepsi bagi sebagian Hakim Pengadilan Agama yang menganggap bahwa Kompilasi Hukum Islam bukan merupakan Sumber Hukum Formil yang mengikat karena berdasarkan Inpres yang bukan peraturan di bawah kewenangan yudikatif. Hal ini tentu bertentangan dengan teori positivisme hukum yang dirintis Auguste Comte tentang kepastian hukum, akan tetapi sejalan dengan usaha untuk mencari keadilan masyarakat sesuai teori hukum progresif yang dikemukan oleh Satjipto. Jenis penelitian dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, yakni metode penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan data sekunder melalui bahan hukum primer, sekunder, tersier dan untuk tambahan data dilakukan dengan wawancara hakim pengadilan agama. Hasil penelitian menunjukan penyebab utama terjadinya disparitas karena masih kuatnya pengaruh perbedaan mahzab masing-masing hakim, dan kebebasan hakim tidak dapat dibelenggu dalam mencari dan menemukan dasar hukum yang diyakini. Bagi para hakim Pengadilan Agama ada atau terjadinya disparitas putusan, bukan hal yang tabu, keliru atau menyesatkan, sepanjang putusan yang diambil tidak didasarkan atas paham private affair, dapat mewujudkan rasa keadilan masyarakat walaupun akan menciderai kepastian hukum.
PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN YANG DIBANGUN DI ATAS TANAH SEWA (KAJIAN TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN) Yoelianto Yoelianto
Jurnal Legal Reasoning Vol 1 No 2 (2019): Juni
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35814/jlr.v1i2.2183

Abstract

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun melakukan terobosan bahwa pembangunan rumah susun dapat menggunakan barang milik negara berupa tanah dan pendayagunaan tanah wakaf dengan cara sewa. Pembangunan rumah susun dengan pemanfaatan barang milik negara/daerah dan pendayagunaan tanah wakaf harus memperhatikan peraturan perundang-undangan lain yang terkait, namun ironisnya sampai sekarang Peraturan Pemerintah yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 belum dapat diterbitkan.
PEMBUKTIAN KEJAHATAN ASAL (PREDICATE CRIME) TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PADA PELAKU PASIF ( Ronny Oktahandika
Jurnal Legal Reasoning Vol 1 No 2 (2019): Juni
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35814/jlr.v1i2.2184

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses pembuktian terhadap pelaku pasif dan untuk mengetahui gambaran mengenai dasar pertimbangan hukum hakim dalam membuat putusan pemidanaan terhadap pelaku pasif. Selain itu, juga untuk mengetahui problem yuridis yang kemungkinan terjadi dari diterapkannya sistem pembuktian terbalik terbatas dalam pemberantasan tindak pidana pencucian uang. Pencucian uang merupakan proses yang mana seseorang menyembunyikan keberadaan, sumber ilegal, atau pemakaian ilegal dari pendapatan, dan kemudian menyamarkan pendapatan tersebut untuk membuatnya tampak sah. Beban pembuktian yang dibebankan kepada terdakwa ialah sebatas pada tahap persidangan dan terbatas pada pembuktian asal-usul harta kekayaan saja, sehingga sistem pembuktian ini dianggap tidak melanggar hak asasi manusia.

Page 1 of 1 | Total Record : 5