cover
Contact Name
muchamad arif
Contact Email
muchamadarifunnar@gmail.com
Phone
+6282148131332
Journal Mail Official
muchamadarifunnar@gmail.com
Editorial Address
Kampus Universitas Narotama. Jl. Arif Rahman Hakim No. 51 Surabaya
Location
Kota surabaya,
Jawa timur
INDONESIA
HUKUM BISNIS
ISSN : -     EISSN : 24600105     DOI : https://doi.org/10.31090/hukumbisnis.v3i1.829
Core Subject : Social,
The Journal of Business Law contains scientific articles, research results and community service. The scope is in the fields of business law, sharia economic law, civil law, government law and notary law
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 103 Documents
ASAS PROPORSIONAL DALAM PERJANJIAN WARALABA (FRANCHISE) A. Yudha Harnoko; Ika Yunia Ratnawati
Jurnal HUKUM BISNIS Vol 1 No 1 (2015)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Narotama

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (329.762 KB) | DOI: 10.33121/hukumbisnis.v1i1.54

Abstract

Waralaba merupakan hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain. Pemanfaatan keahlian berbisnis oleh pihak lain dalam perjanjian waralaba yang tersebut, hari-hari ini banyak diminati oleh masyarakat Indonesia, hal ini sebagaimana kita ketahui bersama bahwa banyak didirikan rumah makan KFC, Mc. Donald, Bakso Kepala Sapi, swalayan : Indomaret, Alfamaret, AlfaExpres, Giant, Carrefour, dan sebagainya. Kemampuan berbisnis perusahaan-perusahaan tersebut terbukti berhasil, itu sebabnya sistem managemen perusahaan-perusahaan tersebut banyak diminati oleh warga masyarakat. Tipe penelitian dalam tesis ini menggunakan penelitian hukum normatif atau kepustakaan yang mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum dan penelitian terhadap sistematik hukum.1 Pendekatan dalam menyusun penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Perjanjian waralaba merupakan bentuk perjanjian, yang isinya memberikan hak dan kewenangan khusus kepada pihak penerima waralaba, untuk melakukan penjualan atas produk berupa barang dan/atau jasa dengan mempergunakan nama dagang atau merek dagang tertentu dan melakukan kegiatan usaha berdasarkan suatu format bisnis yang telah ditentukan oleh pemberi waralaba. Akibat hukum apabila pihak penerima waralaba tidak mentaati kontrak waralaba kewajiban memberikan ganti rugi berdasarkan wanprestasi.Kata Kunci : Azaz Proporsional, Waralaba
KEDUDUKAN, EKSISTENSI DAN INDEPENDENSI PENGADILAN PAJAK DALAM KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA Afdol Afdol; Sylvia Setjoatmadja
Jurnal HUKUM BISNIS Vol 1 No 1 (2015)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Narotama

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (261.737 KB) | DOI: 10.33121/hukumbisnis.v1i1.55

Abstract

Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan lembaga peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh Mahkamah Konstitusi, sebagaimana dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 25. Pada sisi lain kedudukan pengadilan pajak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, pasal 2 dinyatakan bahwa “pengadilan pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi wajib pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak. Terkait dengan kedudukan pengadilan pajak dalam kekuasaan kehakiman di Indonesia adalah, bahwa Pengadilan Pajak merupakan badan peradilan khusus di lingkungan peradilan Tata Usaha Negara, namun demikian tidak murni sebagai badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman, karena terdapat tugas-tugas eksekutif yang dilaksanakan oleh Pengadilan Pajak. Terkait dengan eksistensi dan independensi pengadilan pajak, bahwa Pengadilan Pajak yang merupakan pengadilan tingkat banding sesuai dengan Ilmu Hukum yang berlaku secara universal, sebagaimana dalam ketentuan Pasal 27 UU Kekuasaan Kehakiman ditegaskan dimana Pengadilan Pajak merupakan bagian dari Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), dan sebagai pengadilan yang bersifat khusus sudah selayaknya memiliki hukum acara tersendiri, dimana setiap badan pengadilan mempunyai hukum acara sendiri yang merupakan panduan bagi para penegak hukum dan hakim untuk menjalankan kekuasaan kehakiman, sedangkan indenpendensi jika dicermati beberapa pasal yang termuat di dalam UU 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, maka nampaknya Pengadilan Pajak memiliki sifat kemandirian yang berdiri sendiri terpisah dari Mahkamah Agung, hal ini dapat terlihat dari sifat dan jenis putusan serta rekrutmen para Hakim Pengadilan Pajak.Kata Kunci : Eksistensi, Pengadilan Pajak
MALPRAKTIK JASA PENILAI PADA BANK TENTANG HASIL LAPORAN YANG NILAINYA MELEBIHI HARGA PASAR YUNIAR RACHMAN
Jurnal HUKUM BISNIS Vol 1 No 1 (2015)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Narotama

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (238.244 KB) | DOI: 10.33121/hukumbisnis.v1i1.56

Abstract

Belum diaturnya jasa penilai dalam suatu peraturan perundang-undangan tidak menghalangi aktifitas perbankan dalam menjalankan usaha kreditnya. Dunia perbankan tetap menggunakan jasa penilai dalam memberikan kredit kepada calon debiturnya. Minimnya peraturan yang mengatur tentang jasa penilai dapat menimbulkan suatu permasalahan hukum yang serius apabila terjadi suatu perselisihan. Salah satu hal yang harus benar-benar difahami oleh masyarakat secara umum dan khususnya oleh debitur serta kreditur adalah sejauh mana penilaian benda yang akan dijadikan agunan oleh Penilai Publik mempunyai daya ikat. Hasil Laporan penilaian oleh Jasa Penilai Publik atas agunan dari calon debitor yang akan mengajukan fasilitas kredit kepada bank sifatnya tidak mengikat. Laporan penilaian tersebut hanya sebagai masukan bagi bank untuk mengetahui nilai agunan secara objektif untuk selanjutnya dipergunakan sebagai salah satu dasar untuk mempertimbangkan berapa jumlah kredit yang dianggap layak diberikan kepada calon debitor.Proses penilaian agunan oleh Penilai Publik harus didasarkan pada SEPI dan KEPI serta fakta-fakta yang ada secara objektif. Dilakukan tanpa adanya tendensi atas kepentingan pribadi ataupun pengaruh dari calon debitor. Apabila proses penilaian dilaksanakan tidak sesuai hal-hal tersebut maka Penilai Publik dapat dikatakan malpraktik. Apabila Bank merasa dirugikan akibat malpraktik tersebut maka Bank dapat mengajukan gugatan wanprestasi terhadap Penilai Publik untuk meminta ganti rugi.Kata Kunci : Malpraktek, Jasa Penilai
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMILIK OBJEK GADAI ATAS PELELANGAN OBJEK GADAI Habib Adjie; Emmy Haryono Saputro
Jurnal HUKUM BISNIS Vol 1 No 1 (2015)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Narotama

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (166.86 KB) | DOI: 10.33121/hukumbisnis.v1i1.57

Abstract

Untuk mengatasi kesulitan di mana kebutuhan dana dapat dipenuhi tanpa kehilangan barang-barang berharga, maka masyarakat dapat menjaminkan barang-barangnya ke lembaga tertentu. Barang yang dijaminkan tersebut pada waktu tertentu dapat ditebus kembali setelah masyarakat melunasi pinjamannya. Kegiatan meminjamkan barang-barang berharga untuk memperoleh sejumlah uang dan dapat ditebus kembali setelah jangka waktu tertentu tersebut disebut dengan nama usaha gadai. Tujuan utama usaha pegadaian adalah untuk mengatasi agar masyarakat yang sedang membutuhkan uang tidak jatuh ke tangan para pelepas uang atau tukang ijon atau tukang rentenir yang bunganya relatif tinggi. Tipe penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang beranjak pada hakikat keilmuan hukum.1 Dalam penelitian ini digunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Bahwa perjanjian gadai sebagai perjanjian tambahan keberadaannya ditujukan untuk mendukung perjanjian pokok, yakni perjanjian utang piutang, sehingga manakala pemberi gadai/debitor wanprestasi terhadap penerima gadai/kreditornya, maka berdasarkan parate executie yang dimiliki oleh penerima gadai, penerima gadai berhak melelang objek gadai. Perlindungan hukum bagi pemilik objek gadai yang sesungguhnya atas pelelangan objek gadai diberikan oleh hukum yakni, apabila terbukti bahwa pihak penerima gadai menerima gadainya secara beritikad tidak baik, maka pihak penerima gadai wajib mengembalikan barang yang digadaikan kepada pemilik yang sesungguhnya.Kata Kunci : Pegadaian, Lelang
KEDUDUKAN HUKUM PENYIDIK TERHADAP OBYEK PRAPERADILAN Arief Dwi Atmoko
Jurnal HUKUM BISNIS Vol 2 No 1 (2018): Jurnal Hukum Bisnis
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Narotama

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (114.367 KB) | DOI: 10.33121/hukumbisnis.v2i1.591

Abstract

The supreme court issued the principle of law number 4 in 2016 on prohibition of judicial decision for a review of pre judicial. Weighing of the award the constitutional court 21/PUU-XII/2014 IS the result a review article 77 KUHAP judicial, and the constitutional court number 65/PUU-IX/2011 is the result the state judicial to review the rate of article 83 verse 2 KUHAP. In shortcut number 4 years 2016 explained that phrase ‘ evidence ‘, beginning enough evidence is a minimum of two evidence any, as well as “the suspect”, “the seizure”, and “shake down”. Are including amongst the as an object pre judicial. As in the law and that there is no legal remedy again. Intended legal remedy was “for a review of the ban to the award pre judicial”. After shortcuts number 4 years 2016 former has been no longer legal remedy to a preliminary injuction, and now this pre judicial decisions really final.
PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG JAMINAN KEBENDAAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 67/PUU-XI/2013 Bintang Aulia Hutama; Tri Sadini Prasatinah Usanti
Jurnal HUKUM BISNIS Vol 2 No 1 (2018): Jurnal Hukum Bisnis
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Narotama

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (121.033 KB) | DOI: 10.33121/hukumbisnis.v2i1.593

Abstract

There is an adagium that the material guarantees holder have an absolute right to be enforced when juxtaposed with individual guarantees holder. Decision of the Constitutional Court number 67 / PUU-XII / 2013 laid down the payment of wages of workers should take precedence of payment when juxtaposed with the payment of creditors separatis and state claim rights. Based on the decision of the Constitutional Court above, it can be concluded that material rights are not always absolute. It is a big question about the existence of a material right that can be upheld when compared to individual guarantor holders.Keyword : Material Guarantees Holder, Constitutional Court Decision, labor wages
TANGGUNG GUGAT RUMAH SAKIT BM DAN TIM DOKTER ATAS TINDAKAN PEMBIUSAN TOTAL DI PERGELANGAN TANGAN TN YANG BERAKIBAT SYARAF JARINGAN TANGAN MATI DAN MEMBUSUK SEHINGGA DUA JARI HARUS DIAMPUTASI Stevie Maggie Santoso
Jurnal HUKUM BISNIS Vol 2 No 1 (2018): Jurnal Hukum Bisnis
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Narotama

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (75.88 KB) | DOI: 10.33121/hukumbisnis.v2i1.594

Abstract

When a person needs a medical action the person will go to the hospital or the doctor's office to ask for help in handling the health constraints he is facing. But if such medical action harms the patient for any mistakes, omissions or lack of prudence, then the need to provide legal protection against the patient who loses the medical treatment. The results of the study show BM Hospital and the team of doctors accountable to the TN, because: BM Hospital is legally responsible for all losses caused by negligence made by health personnel, ie doctors working in the hospital, based on Article 46 of the House Law Pain and Article 1367 KUHPer. The team of BM Hospital physicians is legally responsible for providing four injections of anesthesia that are not in accordance with professional standards, standard operating procedures, and not referring patients to other doctors who have better skills or abilities, pursuant to Article 51 of the Medical Practice Law.Keywords: Liability, Hospital, Medical Actions
PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DI BIDANG KESEHATAN KERJA SEBAGAI UPAYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BURUH Dimas Karnadi Sofian
Jurnal HUKUM BISNIS Vol 2 No 1 (2018): Jurnal Hukum Bisnis
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Narotama

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (92.59 KB) | DOI: 10.33121/hukumbisnis.v2i1.595

Abstract

The number of problems in the field of labor that is not completed ie one of them with the non-fulfillment of occupational health for workers by employers. As a result, labor is threatened with work-related diseases that are not experienced directly but gradually. In this regard, the government is obliged to provide protection to workers by conducting labor inspection in the field of occupational health. Thus, workers rights in occupational health can be met by employers. Occupational health is one of the important factors to create a conducive business world. In order to support it, the role of government is expected to be more leverage in conducting labor inspection in the field of occupational health. So that the government immediately issued the regulation of labor inspector in the field of occupational health in addition to providing adequate facilities in the supervision process.Keywords : Labor Inspection, Occupational Health, Legal Protection
ANALISIS PUTUSAN KPPU NOMOR 07/KPPU-I/2013 TENTANG DUGAAN PERSEKONGKOLAN PT. ANGKASA PURA II DAN PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA DALAM PENGADAAN LAYANAN E-POS DI BANDARA SOEKARNO-HATTA Anissa Sesio Julia Putri
Jurnal HUKUM BISNIS Vol 2 No 1 (2018): Jurnal Hukum Bisnis
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Narotama

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (81.669 KB) | DOI: 10.33121/hukumbisnis.v2i1.596

Abstract

Angkasa Pura II and PT. Telecommunications Indonesia, Tbk were suspected of doing violation of competition at Soekarno-Hatta Airport regarding the use of e-Post. PT. Telkom Tbk became the partner of Angkasa Pura II in running the system. According Angkasa Pura II as manager of Soekarno-Hatta, this business was performed to run the synergy between SOEs as instructed by the Minister of SOEs in which in its operation, Angkasa Pura II required Internet services for its tenants. Telkom proposed telecommunication services required by Angkasa Pura II in the form of e-Post. E-Post is a system to check the income of tenants (tenants) running their business in Soekarno-Hatta Airport. Angkasa Pura II was entitled to a percentage of tenants’ profit. This system was intended to ensure total royalties to be received by Angkasa Pura. Business Competition Supervisory Commission (KPPU), in the judge’s consideration outlined their decision in decision No. 07/KPPU -I/2013. Both companies are considered legally and convincingly violating Article 15 paragraph (2) of Law No. 5 of 1999 on Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Competition. Angkasa Pura II and Telkom declared that e-Post cooperation isin accordance with the rules and regulations prevailing in Indonesia. Having outlined the chronology of cases associated with the relevant regulations, it can be seen that Angkasa Pura II did not perform bid rigging or perform certain agreements with Telkom Indonesia, because it is part of SOEs synergy.Keywords: Conspiration, SOE, e-Post, Tender.
KEPAILITAN JOINT OPERATION DAN TANGGUNG JAWAB PARA PESERTA JOINT OPERATION Zukhruffiyah Rizqi Addinda; Hadi Shubhan
Jurnal HUKUM BISNIS Vol 2 No 1 (2018): Jurnal Hukum Bisnis
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Narotama

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (131.042 KB) | DOI: 10.33121/hukumbisnis.v2i1.597

Abstract

The Joint Venture bankruptcy which is a limited liability company has been regulated both in Law Number 40 of 2007 on Limited Liability Companies and Law Number 37 Year 2004 concerning Bankruptcy and Postponement of Obligation of Debt Payment. The form of a Joint Venture business entity has also been specified in several regulations. This is in contrast to the related Joint Operation rules which are a joint venture of two or more companies to run a project within a certain period of time and do not establish a new legal entity in accordance with Indonesian legislation. Lack of Joint Operation arrangements either in terms of definition, the form of the business entity or in the event of a bankruptcy petition against Joint Operation by a third party, it creates a legal void. Uncertainty in bankruptcy of Joint Operation is about the position of Joint Operation whether as the legal subject of bankruptcy and / PKPU, and result in responsibility for debt which is not paid by Joint Operation. Moreover, there have been cases of bankruptcy and PKPU against Joint Operation with Case Number 54 / PKPU / 2012 / PN. Jkt.Pst between PT. Putra Sejati Indomakmur to Joint Operating Body (JOB) Pertamina-Golden Spike Energy Indonesia Ltd.Keywords: bancrupty, business entity, Joint Operation

Page 1 of 11 | Total Record : 103