cover
Contact Name
Pantjar Simatupang
Contact Email
jae.psekp@gmail.com
Phone
+62251-8333964
Journal Mail Official
jae.psekp@gmail.com
Editorial Address
Lt. III Gedung A. Kawasan Inovasi Pertanian Cimanggu Jl. Tentara Pelajar No. 3B, Kota Bogor 16111
Location
Kota bogor,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Agro Ekonomi
ISSN : 02169053     EISSN : 25411527     DOI : http://dx.doi.org/10.21082/
Core Subject : Agriculture,
Ruang lingkup dari Jurnal Agro Ekonomi adalah sosial ekonomi pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol 29, No 2 (2011): Jurnal Agro Ekonomi" : 5 Documents clear
Aplikasi Teori Permainan pada Perancangan Pola Kerja Sama yang Adil dalam Pengelolaan Irigasi di Tingkat Petani Juanda, Bambang; Suciati, Luh Putu
Jurnal Agro Ekonomi Vol 29, No 2 (2011): Jurnal Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (295.561 KB) | DOI: 10.21082/jae.v29n2.2011.217-236

Abstract

EnglishAn appropriate incentive structure is an incentive for farmers. It is intended to encourage farmers to do something with a specific purpose, such as farm land management using the SRI (System of Rice Intensification) method. SRI application is encouraged method is through the application of fair irrigation water tariff (ipair) based on a remuneration system (reward and punishment) by taking into account the conditions of irrigation channels, synchronized date of planting, and water-saving cultivation methods. The fair ipair in Cianjur Regency ranges from Rp 96,667 to Rp 110,000 per hectare per planting season, and that in Karawang Regency varies from Rp 41,667 to Rp 48,333 per hectare per planting season.  The highest payoffs are achieved when Perum Jasa Tirta (PJT) II, Regency Governments, and farmers apply water-saving strategy. This strategy in the long-term can save water availability which is potential to improve food yields and food security.IndonesianPenerapan struktur Insentif yang tepat dimaksudkan sebagai rangsangan bagi petani. Tujuannya adalah untuk mendorong agar bertindak dan berbuat sesuatu untuk tujuan tertentu seperti mendorong pengelolaan lahan dengan metode SRI (System of Rice Intensification). Sistem insentif kelembagaan agar mendukung metode SRI adalah melalui penerapan tarif ipair yang fair berdasarkan sistem remunerasi (reward dan punishment) dengan mempertimbangkan aspek kondisi saluran irigasi, keserempakan tanam, dan penerapan metode budidaya hemat air. Tarif ipair yang fair di Kabupaten Cianjur berkisar antara Rp 96.667 sampai 110.000 per hektar per musim tanam dan di Kabupaten Karawang berkisar antara Rp 41.667 sampai 48.333 per hektar per musim tanam. Kerja sama yang saling menguntungkan dengan hasil perolehan tertinggi (payoffs nash equilibrium) terjadi ketika PJT II (Perum Jasa Tirta II), Pemerintah Kabupaten dan petani menerapkan strategi hemat air (intermitten). Penggunaan metode irigasi intermiten yang hemat air pada jangka panjang selain mengatasi kelangkaan air juga berpotensi meningkatkan produktivitas dan ketahanan pangan.
Impact of Infrastructure and Government Support on Corn Production in Indonesia: A Case on Integrated Crop Management Farmer Field School I Ketut Kariyasa
Jurnal Agro Ekonomi Vol 29, No 2 (2011): Jurnal Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (297.344 KB) | DOI: 10.21082/jae.v29n2.2011.147-168

Abstract

EnglishCorn is the second most important food crop after rice in Indonesia. It is a versatile crop and also the second biggest contributor to crop sector’s GDP. However, domestic supply of corn has not been able to meet demand satisfactorily. To address this problem, the Indonesian government since 2009 has implemented the Farmers’ Field School of Integrated Crop Management (ICM-FFS) program on corn production. But, the success of this program is also dependent on the infrastructure available and government support where the program is implemented. The study found that good infrastructure and government support increased ICM-FFS corn farms productivity by 9.81%, with 5.62% as a direct impact and 4.19% as an indirect impact. The production difference due to infrastructure and government support was contributed by pure yield effect (52.85%) and pure area effect (42.73%). The income per corn farmer differential of Rp 1.50 million arising from good infrastructure and government support was attributed to yield effect (36.79%), area effect (29.75%), and price effect (25.42%).  Road conditions and market infrastructure improvement, government support enhancement and provision of competitive input and output markets could be considered as policy directions to improve corn production in Indonesia.ABSTRAKDi Indonesia, jagung merupakan komoditas terpenting kedua setelah padi. Selain mempunyai banyak fungsi, jagung juga sebagai penyumbang terbesar kedua terhadap PDB sektor tanaman pangan. Namun demikian, produksi jagung dalam negeri belum mampu memenuhi permintaannya secara memuaskan. Untuk mengatasi permasalahan ini, Pemerintah Indonesia sejak 2009 melaksanakan SLPTT jagung. Namun demikian, keberhasilan program ini juga ditentukan oleh ketersediaan infrastruktur dan dukungan pemerintah dimana program ini dikembangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa infrastruktur dan dukungan pemerintah yang bagus mampu meningkatkan produktivitas SLPTT jagung sebesar 9,81persen dimana 5,62 persensebagai dampak langsung dan 4,19 persen sebagai dampak tidak langsung dari  infrastruktur dan dukungan pemerintah. Mereka juga mampu meningkatkan produksi jagung, dimana 52,85 persen berasal dari kontribusi produktivitas dan 42,73 persen berasal dari kontribusi lahan. Selain itu, mereka meningkatkan pendapatan petani sekitar Rp 1,5 juta, dimana masing-masing 36,79, 29,75, dan 25,42 persen berasal dari kontribusi produktivitas, lahan, dan harga jagung. Kondisi jalan dan dukungan pemerintah yang semakin baik serta penyediaan pasar input dan output yang lebih bersaing diharapkan mampu meningkatkan kinerja SLPTT jagung ke depan.
Penguatan Aspek Kelembagaan Program Revitalisasi Perkebunan Peremajaan Perkebunan Kelapa Sawit Plasma nFN Andriati; I Gusti Putu Wigena
Jurnal Agro Ekonomi Vol 29, No 2 (2011): Jurnal Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (160.591 KB) | DOI: 10.21082/jae.v29n2.2011.169-190

Abstract

EnglishAt present, most of smallholders’ oil palm plantation surpasses their economical age. The smallholding oil palm plantation needs replanting, but it was constrained by institutional, technical, financial, and socio-economic aspects. The research was carried out at Sei Pagar, Kampar District, Riau Province from January-December 2007 using an Analytical Hierarchy Process (AHP) approach. Data collection was conducted through a Focus Group Discussion (FGD) method of 14 selected respondents. The data was analyzed using the software of Criterium Decision Plus (CDP). The results show that that natural resources conservation, human resources skill, and local government policies are the influencing factors for implementing of the replanting program. The key actors that need roles improvement are farmers’ groups (POKTAN), local government (PEMDA), and non government organization (NGO). Increasing their roles should go along with farmers’ and local government’s incomes improvement and job creation. Smallholding oil palm plantation management should be based on establishment of farmers’ groups and federation of farmers’ groups (GAPOKTAN). Based on the stakeholders’ role and link, Smallholders’ Self-Reliance Initiative (PRIMATAMA) is an alternative approach in accordance with actual conditions. IndonesianSaat ini, sebagian besar kelapa sawit plasma sudah melewati umur ekonomis dan diperlukan peremajaan dengan kendala seperti aspek kelembagaan, teknis, finansial, dan sosial ekonomi. Untuk itu, dilakukan penelitian lapang yang bertujuan untuk mempelajari aspek kelembagaan melalui penguatan peranan dan keterkaitan pemangku kepentingan dalam Program Revitalisasi Perkebunan untuk peremajaan kebun kelapa sawit plasma. Penelitian dilakukan di Sei Pagar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau dari bulan Januari-Desember 2007 dengan pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP). Pengumpulan data dilakukan dengan metode Focus Group Discussion (FGD) dari 14 responden yang diambil secara purposif (purposive sampling). Data yang terkumpul dianalisis dengan perangkat lunak program Criterium Decission Plus (CDP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelestarian sumber daya alam (SDA), keterampilan sumber daya manusia (SDM), dan kebijakan pemerintah sebagai faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam implementasi program tersebut. Aktor kunci yang perlu ditingkatkan peranannya adalah kelompok tani (Poktan), pemerintah daerah (PEMDA), dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Peningkatan peranan aktor tersebut harus diiringi dengan peningkatan pendapatan petani, pendapatan asli daerah (PAD), dan penciptaan lapangan kerja sebagai tujuan dari alur kelembagaan yang dibangun. Pengelolaan perkebunan kelapa sawit plasma yang berpijak pada peningkatan peranan petani melalui pembentukan Poktan atau gabungan kelompok tani (Gapoktan) sebagai alternatif yang berpeluang tertinggi untuk keberhasilan perkebunan kelapa sawit plasma. Berdasarkan peran dan keterkaitan stakeholders, alur kelembagaan model Perintisan Kemandirian Petani Plasma (PRIMATAMA) merupakan alternatif  yang cukup sesuai dengan kondisi di lapangan.
Kelembagaan Pemasaran Kakao Biji di Tingkat Petani Kabupaten Parigi Moutong Provinsi Sulawesi Tengah Sisfahyuni, nFN; Saleh, M. S.; Yantu, M. R.
Jurnal Agro Ekonomi Vol 29, No 2 (2011): Jurnal Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jae.v29n2.2011.191-216

Abstract

EnglishObjectives of this study are: (i) ) to identify and to analyze characteristics of farmers and their cocoa farms; (ii) to identify and to analyze market structure and conduct of cocoa beans at farm level; and (iii) to analyze the factors affecting farmers in selecting the principal–agent institution. This study uses a descriptive analysis and a logit model using primary data.  The average trained farmers’ age is older than those untrained.  Involvement of trained farmers in the principal-agent institution is less than the untrained farmers.  Farmers’ characteristics are the important factor in determining their opportunity in selecting principal-agent institution. Cocoa yields are relatively low and tend to be constant. Relatively low cocoa yields make the farmers’ income low and they have to select a principal-agent institution requiring a high-cost contract. Farm size is elastic and has a negative sign indicating an increase in farm area will reduce an opportunity in selecting a principal-agent institution. Many farmers as cocoa bean producers are risk avert and the cocoa traders are double-rent seekers and, thus, the market structure is oligopsony. The factors significantly affecting farmers in selecting a principal-agent institution are farmers’ land area size, credit value from the bank, farmers’ experiences,  total of farmers’ households members, farmers perception on price information and cocoa beans quality, banks’ credit procedures, land tax, production factors’ values (except urea value), cocoa farm-business income, and  other farm incomes. Some programs to revitalize cocoa beans marketing at farm level are: farmers’ land legalization; farmers’ cooperation improvement within groups and federations; motivating cocoa farmers to develop other farm business, banks’ credit procedure socialization, and improving farmers’ access to market information.IndonesianTujuan penelitian ini ialah (i) mengidentifikasi dan menganalisis karakteristik petani dan  usahatani kakao; (ii) mengidentifikasi dan menganalisis struktur dan perilaku pasar kakao biji di tingkat petani; dan (iii) mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam memilih kelembagaan prinsipal–agen. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan model logit. Data yang digunakan adalah data primer yang diambil dengan teknik purposive dan un-proportional stratified random sampling.  Ada sebanyak 120 petani kakao dan 24 pedagang di berbagai tingkatan telah diwawancarai. Rata-rata petani kakao responden memiliki umur produktif di mana rata-rata petani PSL lebih tua daripada rata-rata petani PBSL, namun keterlibatan kelompok petani PSL dalam kelembagaan prinsipal–agen  kurang dibandingkan dengan kelompok petani PBSL. Karakteristik petani merupakan faktor penting yang menentukan peluang petani dalam memilih kelembagaan prinsipal–agen. Produktivitas usahatani kakao tergolong rendah dan cenderung konstan. Rendahnya produktivitas usahatani kakao berdampak pada rendahnya pendapatan usahatani, sehingga dalam rangka mendapatkan dana untuk usahatani, petani terlibat dalam kelembagaan prinsipal–agen yang memiliki biaya kontrak yang tinggi.  Luas lahan UTK adalah elastis dan bertanda negatif, sehingga penambahan luas areal tanam mengurangi peluang petani dalam memilih kelembagaan prinsipal–agen. Petani dengan perilaku aji mumpung (pasrah dan menghindari risiko) sebagai pemasok kakao biji tergolong banyak, sementara pedagang pengumpul dengan perilaku double-rent seeking sebagai pembeli kakao biji tergolong sedikit dan bermitra dengan pedagang di atasnya secara vertikal, sehingga struktur pasar kakao biji di tingkat petani adalah oligopsoni.  Faktor-faktor yang berpengaruh nyata dalam pilihan petani terhadap kelembagaan prinsipal–agen adalah luas lahan usahatani, jumlah kredit bank, lama pengalaman petani dalam berusahatani, jumlah anggota keluarga petani, persepsi petani tentang informasi harga dan kualitas kakao biji yang dikehendaki pasar dunia; persepsi petani tentang prosedur peminjaman kredit bank, nilah pajak lahan usahatani, nilai-nilai faktor produksi (kecuali nilai pupuk urea), pendapatan usahatani kakao, dan pendapatan usahatani lainnya. Beberapa program yang perlu dilakukan dalam revitalisasi kelembagaan pemasaran kakao biji di tingkat petani, yaitu legalisasi aset lahan, peningkatan kerja sama petani dalam kelompok tani dan gapoktan, motivasi petani dalam mengembangkan cabang usahatani lain, sosialisasi prosedur peminjaman kredit bank, dan pemberdayaan petani dalam aspek informasi pasar.
Penetapan Luas Lahan Optimum Usahatani Padi Sawah Mendukung Kemandirian Pangan Berkelanjutan di Nusa Tenggara Barat Nazam M.; S. Sabiham; B. Pramudya; nFN Widiatmaka; I Wayan Rusastra
Jurnal Agro Ekonomi Vol 29, No 2 (2011): Jurnal Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jae.v29n2.2011.113-145

Abstract

ABSTRAKMencukupi kebutuhan pangan masih merupakan masalah yang kompleks, sehingga tidak bisa dipecahkan secara parsial. Penetapan luas lahan optimum usahatani padi sawah adalah langkah strategis untuk mencapai kemandirian pangan secara berkelanjutan. Penelitian bertujuan menetapkan luas lahan optimum usahatani padi sawah mendukung kemandirian pangan berkelanjutan di NTB. Analisis yang digunakan meliputi analisis indeks dan status keberlanjutan dengan metode Multi-dimensional Scaling, analisis prospektif, analisis kebutuhan hidup layak petani, dan formulasi struktur model dinamik menggunakan Powersim 2.5d yang divalidasi uji MAPE. Hasil analisis menunjukkan nilai indeks sistem produksi padi sawah di NTB 54,53 persen dengan status cukup berkelanjutan. Faktor yang paling berpengaruh adalah konversi lahan sawah, pertumbuhan penduduk, luas baku sawah, harga gabah, kebijakan pemerintah, luas panen, jaringan irigasi, modal, dan pendapatan petani. Luas lahan minimal untuk memenuhi kebutuhan hidup layak petani 0,73 ha KK-1 sedangkan luas lahan garapan rata-rata 0,48 ha KK-1. Kontribusi pendapatan usahatani padi sawah terhadap kebutuhan hidup layak sebesar 55,73 persen. Hasil simulasi kinerja skenario menunjukkan bahwa provinsi NTB akan mengalami defisit produksi padi tahun 2017 apabila menjalankan skenario pesimis. Berdasarkan potensi, kendala, dan peluang keberhasilan setiap skenario, dapat disimpulkan bahwa skenario intervensi yang paling rasional adalah skenario moderat dengan luas lahan sawah yang harus dipertahankan untuk mencapai kemandirian pangan tahun 2023 minimal seluas 196.330 ha dari 239.127 ha tahun 2010, pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Page 1 of 1 | Total Record : 5


Filter by Year

2011 2011


Filter By Issues
All Issue Vol 39, No 2 (2021): Jurnal Agro Ekonomi: IN PRESS Vol 39, No 1 (2021): Jurnal Agro Ekonomi Vol 38, No 2 (2020): Jurnal Agro Ekonomi Vol 38, No 1 (2020): Jurnal Agro Ekonomi Vol 37, No 2 (2019): Jurnal Agro Ekonomi Vol 37, No 1 (2019): Jurnal Agro Ekonomi Vol 36, No 2 (2018): Jurnal Agro Ekonomi Vol 36, No 1 (2018): Jurnal Agro Ekonomi Vol 35, No 2 (2017): Jurnal Agro Ekonomi Vol 35, No 1 (2017): Jurnal Agro Ekonomi Vol 34, No 2 (2016): Jurnal Agro Ekonomi Vol 34, No 1 (2016): Jurnal Agro Ekonomi Vol 33, No 2 (2015): Jurnal Agro Ekonomi Vol 33, No 1 (2015): Jurnal Agro Ekonomi Vol 32, No 2 (2014): Jurnal Agro Ekonomi Vol 32, No 1 (2014): Jurnal Agro Ekonomi Vol 31, No 2 (2013): Jurnal Agro Ekonomi Vol 31, No 1 (2013): Jurnal Agro Ekonomi Vol 30, No 2 (2012): Jurnal Agro Ekonomi Vol 30, No 1 (2012): Jurnal Agro Ekonomi Vol 29, No 2 (2011): Jurnal Agro Ekonomi Vol 29, No 1 (2011): Jurnal Agro Ekonomi Vol 28, No 2 (2010): Jurnal Agro Ekonomi Vol 28, No 1 (2010): Jurnal Agro Ekonomi Vol 27, No 2 (2009): Jurnal Agro Ekonomi Vol 27, No 1 (2009): Jurnal Agro Ekonomi Vol 26, No 2 (2008): Jurnal Agro Ekonomi Vol 26, No 1 (2008): Jurnal Agro Ekonomi Vol 25, No 2 (2007): Jurnal Agro Ekonomi Vol 25, No 1 (2007): Jurnal Agro Ekonomi Vol 24, No 2 (2006): Jurnal Agro Ekonomi Vol 24, No 1 (2006): Jurnal Agro Ekonomi Vol 23, No 2 (2005): Jurnal Agro Ekonomi Vol 23, No 1 (2005): Jurnal Agro Ekonomi Vol 22, No 2 (2004): Jurnal Agro Ekonomi Vol 22, No 1 (2004): Jurnal Agro Ekonomi Vol 21, No 2 (2003): Jurnal Agro Ekonomi Vol 21, No 1 (2003): Jurnal Agro Ekonomi Vol 20, No 2 (2002): Jurnal Agro Ekonomi Vol 20, No 1 (2002): Jurnal Agro Ekonomi Vol 19, No 2 (2001): Jurnal Agro Ekonomi Vol 19, No 1 (2001): Jurnal Agro Ekonomi Vol 18, No 2 (1999): Jurnal Agro Ekonomi Vol 18, No 1 (1999): Jurnal Agro Ekonomi Vol 17, No 2 (1998): Jurnal Agro Ekonomi Vol 17, No 1 (1998): Jurnal Agro Ekonomi Vol 16, No 1-2 (1997): Jurnal Agro Ekonomi Vol 15, No 2 (1996): Jurnal Agro Ekonomi Vol 15, No 1 (1996): Jurnal Agro Ekonomi Vol 14, No 2 (1995): Jurnal Agro Ekonomi Vol 14, No 1 (1995): Jurnal Agro Ekonomi Vol 13, No 2 (1994): Jurnal Agro Ekonomi Vol 13, No 1 (1994): Jurnal Agro Ekonomi Vol 12, No 2 (1993): Jurnal Agro Ekonomi Vol 12, No 1 (1993): Jurnal Agro Ekonomi Vol 11, No 2 (1992): Jurnal Agro Ekonomi Vol 11, No 1 (1992): Jurnal Agro Ekonomi Vol 10, No 1-2 (1991): Jurnal Agro Ekonomi Vol 9, No 2 (1990): Jurnal Agro Ekonomi Vol 9, No 1 (1990): Jurnal Agro Ekonomi Vol 8, No 2 (1989): Jurnal Agro Ekonomi Vol 8, No 1 (1989): Jurnal Agro Ekonomi Vol 7, No 2 (1988): Jurnal Agro Ekonomi Vol 7, No 1 (1988): Jurnal Agro Ekonomi Vol 6, No 1-2 (1987): Jurnal Agro Ekonomi Vol 5, No 2 (1986): Jurnal Agro Ekonomi Vol 5, No 1 (1986): Jurnal Agro Ekonomi Vol 4, No 2 (1985): Jurnal Agro Ekonomi Vol 4, No 1 (1985): Jurnal Agro Ekonomi Vol 3, No 2 (1984): Jurnal Agro Ekonomi Vol 3, No 1 (1983): Jurnal Agro Ekonomi Vol 2, No 1 (1982): Jurnal Agro Ekonomi Vol 1, No 2 (1982): Jurnal Agro Ekonomi Vol 1, No 1 (1981): Jurnal Agro Ekonomi More Issue