cover
Contact Name
HM Rezky Pahlawan MP
Contact Email
dosen02082@unpam.ac.id
Phone
+6285692121798
Journal Mail Official
palrev_fh@unpam.ac.id
Editorial Address
Fakultas Hukum Universitas Pamulang Jl. Raya Puspiptek No.11, Serpong, Tangerang Selatan, 15310- Indonesia
Location
Kota tangerang selatan,
Banten
INDONESIA
Pamulang Law Review
Published by Universitas Pamulang
ISSN : 26228408     EISSN : 26228416     DOI : -
Jurnal ini dikelola oleh Fakultas Hukum Unpam dan diiterbitkan oleh Unpam Press. Jurnal Pamulang Law Review merupakan sebuah wadah bagi para akademisi dan peneliti serta masyarakat pada umumnya untuk menuangkan ide pemikiran dan gagasan yang kritis dan konstruktif pada bidang pengkajian Hukum sesuai dengan focus and scoupe. Terbit dua kali dalam setahun pada bulan Agustus dan November. Pamulang Law Review (PalRev) merupakan jurnal ilmiah di bidang hukum keperdataan dari berbagai sistem hukum yang terdapat dan berkembang di masyarakat tradisional dan modern yang disiapkan sebagai wadah dari pemikiran, penelitian dan gagasan para akademisi, peneliti dan praktisi dibidang hukum, atas fenomena hukum yang jamak terjadi di masyarakat. Yang menjadi ruang lingkup artikel yang diterbitkan dalam jurnal Pamulang Law Review ini membahas berkaitan dengan berbagai macam aspek hukum, ialah: Hukum Pidana; Hukum Perdata; Hukum Tata Negara; Hukum Administrasi Negara; Hukum Agraria; Hukum Ekonomi; Hukum Islam; Hukum Adat; Hukum Internasional.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 8 Documents
Search results for , issue "Vol 2, No 1 (2019): Agustus 2019" : 8 Documents clear
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBELI LELANG DALAM PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN Dea Mahara Saputri
Pamulang Law Review Vol 2, No 1 (2019): Agustus 2019
Publisher : Prodi Hukum S1 - Fakultas Hukum - Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (432.967 KB) | DOI: 10.32493/palrev.v2i1.5340

Abstract

Hak Tanggungan timbul karena adanya suatu perjanjian, yakni adanya kesepakatan antara para pihak. Perlindungan hukum terhadap pemenang lelang berarti adanya kepastian hukum atas hak pembeli/pemenang lelang atas obyek yang dibelinya melalui lelang. Dalam proses lelang yang telah dilakukan pada praktiknya akan menimbulkan akibat hukum yaitu peralihan hak obyek lelang dari penjual kepada pembeli/pemenang lelang sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Dalam peralihan hak obyek lelang tersebut ternyata tak jarang menimbulkan suatu permasalahan, seperti tidak dapat dikuasainya obyek lelang oleh pembeli/pemenang lelang, yang mana pemilik objek lelang tidak mau dengan sukarela untuk mengosongkan objek lelang tersebut.
EFETIVITAS HUKUM SISTEM E-PROCUREMENT DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA SECARA ELEKTRONIK Candra Nur Hidayat
Pamulang Law Review Vol 2, No 1 (2019): Agustus 2019
Publisher : Prodi Hukum S1 - Fakultas Hukum - Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (468.309 KB) | DOI: 10.32493/palrev.v2i1.5335

Abstract

Dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara, pemerintah senantiasa dituntut untuk memajukan kesejateraan umum. Karena tidak ada suatu Negara yang tidak mempunyai tujuan dan beranekaragam tujuan Negara itu. Untuk mengemban kewajiban ini, pemerintah mempunyai kewajiban menyediakan kebutuhan rakyat dalam berbagai bentuk baik berupa barang, jasa maupun pembangunan infrastruktur. di sisi lain, pemerintah juga memerlukan barang dan jasa itu dalam melaksanakan pemerintahan, untuk itu perlu pengadaan barang dan jasa. Pengadaan barang dan jasa pada hakikatnya merupakan upaya pihak pengguna untuk mendapatkan atau mewujudkan barang dan jasa yang diinginkannya dengan menggunkan metode dan proses tertentu agar dicapai kesepakatan harga, waktu dan kesepakatan lainnya. Agar hakikat dan esensi pengadaan barang dan jasa tersebut dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, maka kedua belah pihak yaitu pihak pengguna dan penyedia haruslah selalu berpatokan pada filosofi pengadaan barang dan jasa, tunduk kepada etika dan norma pengadaan barang dan jasa yang berlaku, mengikuti prinsip-prinsip, metode dan proses pengadaan barang dan jasa yang baku. Dalam sistem pengadaan barang dan jasa yang baik adalah sistem pengadaan barang dan jasa yang mampu menerapkan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik dan bersih (Good Governance and Clean Governance), mendorong efisiensi dan efektivitas belanja publik, serta penataan prilaku tiga pilar (pemerintah, swasta dan masyarakat).
THE ROLE OF WOMEN AS MEMBERS OF THE UNITED NATIONS SECURITY FORCES (Indonesian Women's Security Forces Recruitment Process) Fenny Wulandari; Abdul Azis
Pamulang Law Review Vol 2, No 1 (2019): Agustus 2019
Publisher : Prodi Hukum S1 - Fakultas Hukum - Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (432.613 KB) | DOI: 10.32493/palrev.v2i1.5342

Abstract

International organizations are formed by an agreement in which three or more countries are parties, or also called intergovernmental organizations because their members are state. The state as a party to the international organization must accept the obligations arising from the agreement. Countries incorporated in an international organization usually have the same interests and goals. Even in some difficulties and to help progress the member countries of the international organization did not hesitate to provide assistance. International organizations such as the United Nations have the aim of maintaining international peace and security. The establishment of the United Nations (UN) was set against the concerns of mankind for international peace and security based on the experience of the First World War and the Second World War. Indonesia's commitment to participate in carrying out world order based on independence, lasting peace and social justice is the mandate of paragraph IV of the Opening of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. This commitment is always realized through Indonesia's active participation and contribution in the UN Mission of Maintenance and Peace. In the international context, participation is an important and concrete indicator of the role of a country in contributing to maintaining international peace and security.
PENYELESAIAN KLAIM PERJANJIAN ASURANSI SECARA EX GRATIA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA RA Diah Irianti Permana Sari
Pamulang Law Review Vol 2, No 1 (2019): Agustus 2019
Publisher : Prodi Hukum S1 - Fakultas Hukum - Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (457.881 KB) | DOI: 10.32493/palrev.v2i1.5337

Abstract

Asuransi adalah perjanjian tanggung menanggung dimana penanggung bersedia memberikan ganti rugi kepada tertanggung jika terjadi kerugian terhadap objek pertanggungan sesuai dengan syarat dan ketentuan polis dan sebagai kompensasi atas tanggung jawab yang dipikul, penanggung berhak menerima pembayaran sejumlah uang dari tertanggung yang disebut dengan premi. Perjanjian antara tertanggung dan penanggung di tuangkan dalam suatu akta tertulis yang disebut polis. Polis asuransi harus memenuhi ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) Pasal 1320 yang menyatakan bahwa untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat yaitu, sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, cakap untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal. Jika timbul sengketa antara para pihak, penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui jalur pengadilan (litigasi) dan diluar pengadilan (non litigasi). Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa  penyelesaian klaim secara ex gratia tidak menyimpang dari ketentuan yang tercantum dalam kedua undang-undang tersebut,sehingga tidak ada pelanggaran hukum yang dilakukan oleh para pihak jika cara ini yang ditempuh.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN AKIBAT WANPRESTASI PENJUAL DALAM TRANSAKSI ELEKTRONIK Serena Ghean Niagara
Pamulang Law Review Vol 2, No 1 (2019): Agustus 2019
Publisher : Prodi Hukum S1 - Fakultas Hukum - Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (434.648 KB) | DOI: 10.32493/palrev.v2i1.5338

Abstract

Transaksi jual beli dalam transaksi elektronik ialah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan atau media elektronik lainnya. Pengaturan perjanjian mengenai jual beli dalam transaksi elektronik sama dengan jual beli pada umumnya, yakni Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen serta Undang-Undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau juga disebut dengan UU ITE. Pasal 1338 (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menjelaskan jika perjanjian yang di buat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya. Artinya, perjanjian tersebut berlaku dan mengikat bagi para pihak secara hukum. Namun dalam kenyataanya jual beli secara online pada pelaksanaan hak dan kewajiban para pihak tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan. Banyak terjadi wanprestasi yang umumnya dilakukan oleh pihak penjual.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM TRANSAKSI E-COMMERCE BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK BESERTA UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Indah Puspa Sari
Pamulang Law Review Vol 2, No 1 (2019): Agustus 2019
Publisher : Prodi Hukum S1 - Fakultas Hukum - Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (482.905 KB) | DOI: 10.32493/palrev.v2i1.5333

Abstract

E-commerce itu sendiri merupakan suatu proses perdagangan yang memiliki karakteristik sendiri dimana suatu perdagangan yang dapat melintasi batas Negara, bahkan tidak bertemunya antara sipenjual dan pembeli, dengan menggunakan media internet sebagai fasilitator. Situasi tersebut dalam satu sisi cukup menguntungkan pihak konsumen,kaerena memiliki banyak cara yang diplih untuk mendapatkan barang atau jasa akan tetapi dilihat dari sisi lain banyak kita lihat pelanggaran hak sebagai konsumen yang terjadi dalam e-commerce yang memang mempunyai karakteristik tersendiri. Oleh karena itu bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen dalam transaksi e-commerce sangat diperlukan. Perlindungan hukum pada pelaku bisnis baik penjual jasa atau barang juga konsumen diatur dalam Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan pembungkus proses terjadinya hal tersebut dalam transaksi dunia maya kita sebut e-commerce memiliki aturan juga yaitu dalam Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Metodologi dalam penelitian ini menggunakan normative, untuk normatif sendiri hal ini dibahas berdasarkan undang–undang yang diaplikasikan langsung kepada masyarakat umum. Berdasarkan hal – hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pertama,Undang-undang nomor 8 tahun 1999 dan Undang-undang nomor 11 tahun 2008 dapat melindungi dan meberikan aturan main dalam dunia bisnis online secara gamblang. kedua, dapat mengatur dari sisi konsumen maupun pelaku bisnis.
EKSISTENSI PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI MENURUT UNDANGUNDANG NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI TERHADAP PEMBERANTASAN KORUPSI Dian Eka Prastiwi
Pamulang Law Review Vol 2, No 1 (2019): Agustus 2019
Publisher : Prodi Hukum S1 - Fakultas Hukum - Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (459.259 KB) | DOI: 10.32493/palrev.v2i1.5339

Abstract

Korupsi merurupakan  faktor penghambat bagi perkembangan demokrasi, menghambat pelaksanaan tugas lembaga-lembaga public serta penyalahgunaan sumber daya yang dimiliki baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat. Perangkat hukum mulai dari Undang-Undang Anti Korupsi, Lembaga Anti Korupsi atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Pengadilan Khusu yang menangani kasus korupsi yang disebut dengan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Dari keseluruhan masalah yang ada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dibentuk untuk menyelesaikan kasus Tindak Pidana Korupsi yang termasuk dalam kejahatan ExtraOrdinary Crime. Kedudukan, kewenangan dan tujuan dibentuknya Pengadilan Tindak Pidana Korupsi ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Adanya pengadilanTindak Pidana Korupsi ini dapat membawa hal posistif karena dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat pada lembaga hukum yang ada di Indonesia.
PENERAPAN PASAL 27 AYAT 3 UNDANG-UNDANG NO 19 TAHUN 2016 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK TERHADAP TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK MELALUI INTERNET SEBAGAI CYBERCRIME DI HUBUNGKAN DENGAN KEBEBASAN BEREKSPRESI Supiyati Supiyati
Pamulang Law Review Vol 2, No 1 (2019): Agustus 2019
Publisher : Prodi Hukum S1 - Fakultas Hukum - Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (506.806 KB) | DOI: 10.32493/palrev.v2i1.5334

Abstract

Penerapan hukum pidana guna memberikan perlindungan dari cybercrime, Undang-undang ini semakin mempertegas keberadaan Indonesia sebagai salah satu Negara yang serius dalam melawan cybercrime. Dalam prakteknya, Undang-undang ini malah menjadi aturan yang membelenggu pelaksanaan kebebasan berekpresi. Hal ini terjadi karena keberadaan Pasal 27 ayat (3) yang mengatur tindak pidana penghinaan/pencemaran nama baik sebagai bagian dari cybercrime. Padahal perbuatan penghinaan sudah di atur secara jelas di dalam KUHPidana. Kebijakan hukum pidana terhadap tindak pidana penghinaan di dunia maya, sesungguhnya merupakan duplikasi terhadap ketentuan Penghinaan yang diatur dalam KUHP, hal ini jelas bertentangan dengan prinsip lex scricta, dan lex certa. Menjadikan tindak pidana penghinaan sebagai tindak pidana siber dengan pidana yang relatif lebih berat bukannya memberikan deterrent effect terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi. Menghapus Pasal 27 ayat (3) dalam UU ITE adalah pilihan yang perlu dilakukan oleh Pemerintah dengan menerapkan keseimbangan kondisi atas tindak pidana penghinaan berupa pemulihan nama baik serta menerapkan ganti kerugian perlu diasosiasikan dalam RUU KUHP terkait dengan pemidanaan terhadap perbuatan penghinaan.

Page 1 of 1 | Total Record : 8