cover
Contact Name
Pukovisa
Contact Email
jetikakediokteran@gmail.com
Phone
+62811139043
Journal Mail Official
jeki@ilmiah.id
Editorial Address
Jl. Dr. GSSJ Ratulangi No.29, RT.2/RW.3, Gondangdia, Kec. Menteng, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10350
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
JURNAL ETIKA KEDOKTERAN INDONESIA
ISSN : 2598179X     EISSN : 2598053X     DOI : http://dx.doi.org/10.26880/jeki.v4i1.39
Core Subject : Health,
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia focuses on the consideration and implementation of medical ethics in the medical profession in Indonesia.
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol 5, No 1 (2021): VOL 5, NO 1 (2021)" : 5 Documents clear
Konsekuensi Disinformasi Medis di Era Literasi Kesehatan Digital terhadap Integritas Bangsa Indonesia Irandi Putra Pratomo; Gatut Priyonugroho; Aris Ramdhani; Ratna Suryani Gandana
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 5, No 1 (2021): VOL 5, NO 1 (2021)
Publisher : Majelis Kehormatan Etik Indonesia PBIDI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26880/jeki.v5i1.53

Abstract

Perkembangan pesat teknologi informasi digital telah menjamah seluruh negara di dunia, tidak terkecuali Indonesia. Informasi dengan jumlah yang sangat besar, disebut juga sebagai mahadata, yang kini tersimpan di berbagai sudut dunia maya telah dapat diperoleh dalam sekejap dengan hanya menuliskan kata kunci menggunakan gawai. Mahadata informasi ini merupakan pisau bermata dua yang dapat mempengaruhi pola pikir dan tingkah laku masyarakat di suatu negara, khususnya informasi kedokteran dan kesehatan. Masa wabah COVID-19, suatu penyakit baru yang masih belum memiliki fakta keilmuan yang definitif pada saat tulisan ini dibuat, merupakan contoh situasi nyata yang telah mengakibatkan disrupsi atau ketidakteraturan informasi masif yang simpang siur melewati layar gawai. Kondisi ini mengakibatkan kekuatiran dan ketidakpastian masyarakat untuk menghadapi wabah. Tulisan ini membahas konsekuensi disinformasi medis terhadap integritas bangsa Indonesia, sehingga diharapkan dapat menjadi sumber introspeksi profesional kesehatan dalam menghadapi disrupsi informasi di era literasi kesehatan digital ini.
Hak Pendampingan Spiritual pada Pasien dengan Penyakit Terminal Hadjat S Digdowirogo; Bachtiar Husein; Itsna Arifatuz Zulfiyah
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 5, No 1 (2021): VOL 5, NO 1 (2021)
Publisher : Majelis Kehormatan Etik Indonesia PBIDI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26880/jeki.v5i1.54

Abstract

Penanganan pasien di rumah sakit seharusnya melibatkan fisik, sosial, psikologis, dan spiritual pasien. Akan tetapi, dokter dan PPA lainnya biasanya hanya berfokus kepada penanganan fisik pasien, padahal pasien, terutama pasien dengan penyakit terminal, juga membutuhkan pendampingan spiritual. Pendampingan spiritual ini juga termasuk ke dalam hak pasien yang harus dipenuhi oleh rumah sakit. Dokter dan PPA lainnya harus menyediakan pendampingan yang sesuai dengan kondisi masing-masing pasien (tailor made). Tidak jarang, pendampingan spiritual ini berhubungan erat dengan agama. Dengan melakukan pendampingan spiritual yang adekuat, kualitas hidup pasien dapat meningkat, yang pada akhirnya akan berdampak pada kebutuhan pasien akan perawatan fisik dan obat-obatan yang menurun.
Etika Mengakhiri Hubungan Dokter-Pasien Pukovisa Prawiroharjo; Rizky Rafiqoh Afdin; Wiji Lestari
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 5, No 1 (2021): VOL 5, NO 1 (2021)
Publisher : Majelis Kehormatan Etik Indonesia PBIDI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26880/jeki.v5i1.55

Abstract

Hubungan dokter-pasien dan keluarga pasien dilandasi asas kepercayaan antar pihak. Landasan kepercayaan antar pihak ini dapat rusak oleh berbagai faktor. Hubungan dokter-pasien mencakup kewajiban dokter untuk memberikan keberlangsungan perawatan terhadap pasien. Pengakhiran hubungan dokter-pasien merupakan suatu kesepakatan bersama dengan tanpa paksaan, mungkin tidak menjadi masalah. Namun di luar kesepakatan antara dokter dan pasien, maka pengakhiran hubungan dokter-pasien ini dapat ditinjau dari sisi pasien maupun dari sisi dokter. Dari sisi pasien, mengakhiri hubungan dokter- pasien dan fasilitas layanan kesehatan baik yang bersifat sementara lalu kembali lagi, atau untuk seterusnya merupakan bagian dari hak pasien. Pengakhiran hubungan dokter-pasien dari sisi dokter adalah intimidasi, kekerasan, serta perilaku merusak hubungan saling percaya tanpa alasan dari pasien.
Relasi Etika, Disiplin, dan Hukum Kedokteran Pukovisa Prawiroharjo; Rizky Rafiqoh Afdin; Agus Purwadianto
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 5, No 1 (2021): VOL 5, NO 1 (2021)
Publisher : Majelis Kehormatan Etik Indonesia PBIDI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26880/jeki.v5i1.56

Abstract

Etika kedokteran sangat berhubungan dengan hukum. Hampir di semua negara ada hukum yang secara khusus mengatur bagaimana dokter harus bertindak berhubungan dengan masalah etika dalam perawatan pasien dan penelitian. Namun etika dan hukum tidaklah sama.Etika berkaitan dengan pilihan perilaku yang tepat dengan mempertimbangkan semua keadaan. Hukum kedokteran adalah suatu disiplin hukum, suatu bidang hukum yang dibatasi subjeknya, yang mengatur hubungan antara pasien dan staf medis. Selain terikat oleh norma etika dan hukum, profesi kedokteran juga terikat oleh Disiplin Profesi Kedokteran yakni ketaatan terhadap aturan - aturan dan/atau ketentuan penerapan keilmuan dalam pelaksanaan praktik kedokteran.
Autopsi Virtual (Virtopsy): Tinjauan Etik, Bioetika, Sosial, Budaya, Agama, dan Medikolegal Muhammad Habiburrahman; Aria Yudhistira
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 5, No 1 (2021): VOL 5, NO 1 (2021)
Publisher : Majelis Kehormatan Etik Indonesia PBIDI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26880/jeki.v5i1.52

Abstract

ABSTRAKPerkembangan ilmu forensik telah memunculkan gagasan metode autopsi virtual (Virtopsy) sebagai jawaban atas hambatan praktik autopsi konvensional yang invasif. Perspektif keilmuan forensik medis dan radiologi memandang bahwa melalui kombinasi modalitas radiologi utama Computed Tomography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) dengan tambahan metode minimal invasif biopsi menunjukkan nilai sensitivitas, spesifisitas, dan akurasi yang tinggi dalam pembuktian dan rekonstruksi sebab kematian. Meskipun demikian, masih sedikit literatur yang membahas tinjauan Virtopsy dari aspek etik, bioetika, medikolegal, sosial, budaya, dan agama. Melalui penelusuran pustaka secara daring dari empat database jurnal besar yang dilanjutkan dengan telaah keabsahan studi, maka diketahui bahwa secara etik, Virtopsy sebagai temuan baru memerlukan perhatian khusus pada kerahasiaan data digital yang dihasilkan. Selain itu profesionalisme tenaga medis yang berperan dan kerjasama multidisiplin terbentuk menjadi aspek etik yang baik dari Virtopsy. Adapun tinjauan bioetika, memandang Virtopsy melalui pertimbangan manfaat dan kerugiannya dalam praktik medikolegal. Dokter wajib memberikan informasi atas prosedur autopsi ini pada keluarga pasien termasuk pilihan alternatifnya. Kemudian, Virtopsy juga mampu menjawab tantangan penolakan pasien karena alasan sosial, budaya, dan agama sehingga jumlah pembuktian sebab kematian dapat meningkat. Namun sayangnya, Indonesia masih berhadapan pada dasar hukum yang belum kuat terkait penerapan Virtopsy dan keabsahan bukti yang diproduksi pada meja pengadilan. Dengan demikian dibutuhkan analisis komprehensif terkait potensi regulasi hukum yang jelas agar Virtopsy dapat bermanfaat bagi kemajuan ilmu kedokteran di masa depan.ABSTRACTThe development of forensic science has led to the idea of a virtual autopsy (Virtopsy) as an answer to the obstacles of conventional autopsy. Medical forensics and radiology view that through the combination of computed tomography (CT) and magnetic resonance imaging (MRI) modalities and minimally invasive biopsy, high sensitivity, specificity, and accuracy in proving and reconstructing the cause of death can be obtained without being invasive. Even so, there is still lack of literature that discusses virtopsy from the aspects of ethics, bioethics, medicolegal, social, culture, and religion. Through online literature searches from the four big journal databases and followed by a review of the validity of the study, it is known that ethically, virtopsy requires special attention to the confidentiality of the digital data generated. Also, the professionalism of medical personnel who play a role and multidisciplinary collaboration are important ethical basis. As for the bioethics review, looking at Virtopsy through consideration of its benefits and disadvantages in medicolegal practice, the doctor is obliged to provide information on this autopsy procedure to the patient’s family, including alternative options. Then, Virtopsy is also able to answer the challenge of patient rejection for social, cultural, and religious reasons so that the number of proofs for the cause of death can increase. Unfortunately, Indonesia is still faced with an inadequate legal basis regarding the application of Virtopsy and the validity of evidence produced in court. Thus, a comprehensive analysis is needed regarding the potential for clear legal regulation so that Virtopsy can be useful for the advancement of medical science in the future.

Page 1 of 1 | Total Record : 5