cover
Contact Name
Nurbaiti
Contact Email
jurnal.tunasmedika@gmail.com
Phone
+62811243530
Journal Mail Official
jurnal.tunasmedika@gmail.com
Editorial Address
Jl. Terusan Pemuda no 1 A
Location
Kota cirebon,
Jawa barat
INDONESIA
Tunas Medika Jurnal Kedokteran & Kesehatan
ISSN : 20896042     EISSN : 25797514     DOI : -
Core Subject : Health, Science,
Tunas Medika : Jurnal Kedokteran & Kesehatan adalah jurnal Ilmiah yang memuat naskah publikasi Ilmiah di bidang Kedokteran dan Kesehatan yang meliputi bidang Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, Biomedis serta Pendidikan Kedokteran.Tunas Medika : Jurnal Kedokteran & Kesehatan merupakan memuat publikasi ilmiah Dosen, Mahasiswa dan peneliti lainnya di bidang Kedokteran dan Kesehatan dan diharapkan daptat memperkaya khazanah Pendidikan dan pengetahuan Indonesia
Articles 6 Documents
Search results for , issue "Vol 1, No 2 (2014): Tunas Medika Jurnal Kedokteran " : 6 Documents clear
Hubungan antara Kondisi Lingkungan, Status Gizi terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Pasien Dewasa (Studi Kasus di Puskesmas Jagasatru Kota Cirebon) Kati Sriwiyati; Faiz Tegar Pratita
Tunas Medika Jurnal Kedokteran & Kesehatan Vol 1, No 2 (2014): Tunas Medika Jurnal Kedokteran & Kesehatan
Publisher : Tunas Medika Jurnal Kedokteran & Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar Belakang: Prevalensi ISPA di negara yang sedang berkembang sekitar 98% pada populasi umum. ISPAjuga merupakan penyakit tersering di Kabupaten Cirebon dan rata–rata menjadi 5 penyakit terbesar diPuskesmas yang berada di Kota Cirebon sebanyak 10,9%. Salah satunya di Puskesmas Jagasatru yang angkakejadian penyakit ISPA menduduki peringkat pertama dari sepuluh penyakit tersering di wilayah kerjanyadikarenakan banyaknya faktor resiko timbulnya ISPA. Tujuan: Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakahterdapat hubungan antara kondisi lingkungan dan status gizi dengan kejadian infeksi saluran pernafasan akutpada dewasa. Metode: Desain penelitian adalah observasional yang dilakukan dengan cara studi Case control.Data dikumpulkan dengan wawancara menggunakan kuesioner. Populasi dimbil di Puskesmas Jagasatru KotaCirebon dengan sampel pasien yang menderita ISPA (80 sampel) maupun tidak menderita ISPA sebagai kontrol(80 sampel). Hasil: Setelah dilakukan uji statistik didapatkan bahwa ada hubungan antara kondisi lingkungandengan kejadian ISPA (p=0,029), ada hubungan antara status gizi dengan kejadian ISPA (p=0,031).Kesimpulan: Ada hubungan bermakna antara kondisi lingkungan dan status gizi dengan kejadian ISPA.Kata Kunci: Kondisi Lingkungan, Status Gizi, ISPABackground: The prevalence of acute respiratory infection in developing countries around 98% in the generalpopulation. ARI is also the most common diseases in Cirebon and averaged into 5 biggest disease in the healthcenter in the city of Cirebon as much as 10.9%. One of them at the Puskesmas Jagasatru that the incidence ofrespiratory disease tops the list of the ten most common diseases in the working area due to many risk factorsfor the onset of ARI. Aim: The purpose of this study was to the correlation between environmental condition andnutritonal status in the incidence of acute respiratory infection among the adult. Methods: The study designwas observational and use of case control approach. Data were collected by interview using a questionnaire.Population taked from Puskesmas Jagasatru in Cirebon with patients suffering from ARI samples (80 samples)and does not suffer from ARI as a control (80 samples). Results: This study found there were tests found thatthere correlation between the incidence of acute respiratory infection environmental condition (p = 0,029),there was correlation between the incidence of acute respiratory infection nutritional status (p = 0,031).Conclusion: There was significant correlation between environmental condition and nutritional status with theincidence of acute respiratory infection.Ker words: Environmental condition, nutritonal status, acute respiratory infection
Identifikasi Persentase Kandungan Formalin pada Tahu di Pasar Kecamatan Palimanan Kabupaten Cirebon Rose Indriyani; Iin Nurindahsari
Tunas Medika Jurnal Kedokteran & Kesehatan Vol 1, No 2 (2014): Tunas Medika Jurnal Kedokteran & Kesehatan
Publisher : Tunas Medika Jurnal Kedokteran & Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar Belakang Formalin adalah bahan pengawet yang masih sering digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk mengawetkan makanan, padahal formalin merupakan zat yang berbahaya bagi kesehatan manusia karena beracun, karsinogenik, mutagenic, korosif dan iritatif. Formalin berpengaruh negatif terhadap sauran pernapasan, mata, saluran pencernaan, saraf, dan lain-lain. Oleh karena itu, dalam Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88, formalin merupakan salah satu bahan yang dilarang digunakan sebagai pengawet. Bawang putih bisa dijadikan pengawet makanan karena mengandung daya antimikroba yang bisa menekan pertumbuhan mikroba pada makanan, sehingga bawang putih bisa dijadikan sebagai pengawet pengganti formalin. sebagai pengawet makanan khususnya pada tahu. Metode Jenis penelitian survei. Metode yang digunakan adalah pemeriksaan laboratorium  pada  30 tahu dijual oleh 15 pedagang tahu dengan pabrik yang berbeda dengan menggunakan alat ukur destilat serta wawancara menggunakan kuesioner kepada 15 pedagang tahu di pasar Kecamatan Palimanan Kabupaten Cirebon. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan Total sampling. Hasil Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium UPTD Kesehatan Lingkungan menunjukan bahwa semua (100%) dari 30 sampel  yang diperiksa, 15 tahu putih dan 15 tahu kuning tidak mengandung zat pengawet formalin. Hasil penelitian kuesioner menunjukan bahwa pengetahuan pedagang dengan kategori baik sebanyak 4 responden (26,7%), untuk kategori sedang 7 responden (46,7%) dan kategori kurang 4 responden (26,7%). Kesimpulan Tidak di temukan kandungan formalin pada tahu Kata kunci: Identifikasi, Kandungan Formalin, Tahu Background        Background Formaldehyde is a preservative that is commonly used by the people of Indonesia to preserve food, whereas formaldehyde is a substance that is harmful to human health due to toxic, carcinogenic, mutagenic, corrosive and irritating. Formalin sauran negatively affect the respiratory, eye, gastrointestinal, neurological, and others. Therefore, the Minister of Health of Republic of. 722/Menkes/Per/IX/88, formaldehyde is one of the prohibited substance is used as a preservative. Garlic can be used as a food preservative because it contains antimicrobial power that can suppress the growth of microbes in food, so the garlic can be used as a substitute for formalin preservative. as a food preservative, especially in the tofu. Method Type of survey research methods. The method used is a laboratory examination in 30 out sold by 15 vendors tofu the different factories using measuring devices distillate and interviews using questionnaires to 15 traders tofu the market Palimanan District Cirebon. Sampling technique using total sampling.  Results Based on the results of laboratory test results UPTD Kesehatan Lingkungan showed that all (100%) of the 30 samples tested, 15 out of white and yellow 15 tofu not contain formaldehyde preservatives. The results of the questionnaire study showed that both categories of tofuledge traders with as many as 4 respondents (26.7%), for the medium category 7 respondents (46.7%) and less than 4 categories of respondents (26.7%).  Conclusion  laboratory tests found no formaldehyde content in the tofuKey words Identification, Content Formalin, Tofu
Hubungan Pengetahuan Masyarakat tentang Obat Anti Nyeri Terhadap Pengobatan Sendiri pada Nyeri Akut (Studi Di Kelurahan Wadowetan Kecamatan Bantarujeg Majalengka) Catur Setiya Sulistiyana; Yogi Irawan
Tunas Medika Jurnal Kedokteran & Kesehatan Vol 1, No 2 (2014): Tunas Medika Jurnal Kedokteran & Kesehatan
Publisher : Tunas Medika Jurnal Kedokteran & Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pengobatan sendiri merupakan upaya yang dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan atau gejala penyakit. Apabila dilakukan dengan benar, maka pengobatan sendiri merupakan sumbangan yang sangat besar bagi pemerintah dalam hal pemeliharaan kesehatan secara nasional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pengetahuan masyarakat tentang obat anti nyeri terhadap pengobatan sendiri pada nyeri akut. Penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dengan menggunakan desain potong lintang (cross sectional study) yang dilakukan terhadap masyarakat RW 07 Kelurahan Wadowetan Kecamatan Bantarujeg Majalengka. Variabel yang diteliti yaitu pengetahuan masyarakat tentang obat anti nyeri dan pengobatan sendiri pada nyeri akut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 80 kuesioner yang disebar, hanya 45 orang yang memilih melakukan pengobatan sendiri, yang sering melakukannya sebanyak 25 orang (55.6%), dan yang kadang-kadang sebanyak 20 orang (44.4%). Sedangkan, berdasarkan pengetahuan tentang obat anti nyeri sebagian besar responden berpengetahuan kurang yaitu sebanyak 47 orang (58.8%), yang berpengetahuan cukup sebanyak 15 orang (18.8%), dan yang berpengetahuan baik sebanyak 18 orang (22.5%). Selain itu, berdasarkan hasil uji korelasi diperoleh hasil rs = 0,27 dengan tingkat kemaknaan p = 0,02.  Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan positif yang lemah dan bermakna antara pengetahuan masyarakat tentang obat anti nyeri dengan pengobatan sendiri pada nyeri akut.Kata kunci      : Tingkat Pendidikan, Pengetahuan, Kepatuhan Antenatal Care. Self Treatment is the efforts of community to resolve complaints or symptoms of disease. If it’s done correctly, self treatment give major contribution for national health care. The aims of this study is  analyzing the correlation of community knowledge about analgesic with self treatment in acute pain.The design of this study is analytic survey study using cross sectional design, which were conducted in the area on society of Rw.07 Village Wadowetan sub-district Bantarujeg Majalengka. The variables studied were community knowledge about analgesic and self treatment in acute pain. The conclusion of this study is based on knowledge about analgesic, from 80 respondents 47 (58.8%) have low knowledge, average 15 (18.8%), and high 18 (22.5%). Forty five (45) people choose to self-treatment, which 25 did very often, and 20 occasionally. Spearman correlation test rs = 0.27, with a significance level of p = 0.02. Therefore, it can be concluded that there was a weak correlation and significant between the community knowledge about analgesic with self treatment in acute pain. Keywords        : Community knowledge about the analgesic, self-treatment in acute pain.
Faktor-Faktor Penyebab terjadinya Autisme pada Anak Di Kota Cirebon Affandi Affandi; Unique Hardiyanti Pratiwi
Tunas Medika Jurnal Kedokteran & Kesehatan Vol 1, No 2 (2014): Tunas Medika Jurnal Kedokteran & Kesehatan
Publisher : Tunas Medika Jurnal Kedokteran & Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Autisme merupakan gangguan perkembangan dalam komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku yang tampak sebelum anak berusia 3 tahun. Gangguan  autisme terdapat pada kira-kira 5 dari 10.000 anak. Beberapa ahli menyatakan Gangguan perkembangan  berhubungan dengan faktor sosioekonomi, pola asuh, faktor prenatal, faktor perinatal, dan faktor postnatal. Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui faktor-faktor peyebab terjadinya autisme pada anak terutama faktor prenatal, perinatal, dan postnatal yang meliputi paparan zat toksik, infeksi TORCH, perdarahan selama kehamilan, asfiksia neonatorum, aspirasi mekonium, BBLR, kejang demam, dan penggunaan vaksin pada anak. Metode penelitian menggunakan studi observasional analitik dengan desain case control study, sampel penelitian sebanyak 29 anak autisme sebagai kelompok kasus dan 29 anak normal sebagai kontrol. Instrumen penelitian yang digunakan yaitu kuesioner dan panduan wawancara. Data hasil penelitian diolah secara statistik menggunakan uji Chi-Square. Hasil pengolahan data menggunakan uji Chi-Square menyatakan hubungan antara kejadian autisme dengan faktor-faktor penyebab autisme adalah p=1,000 untuk paparan rokok, p=0,160 untuk paparan obat, p=0,023 untuk infeksi TORCH, p=0,640 untuk perdarahan maternal, p=0,005 untuk asfiksia neonatorum, p=0,134 untuk aspirasi mekonium, p=0,014 untuk BBLR, p=0,019 untuk kejang demam, dan p=0,078 untuk penggunaan vaksin. Hasil inimenunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara infeksi TORCH, asfiksia neonatorum, BBLR, dan kejang demam terhadap kejadian autisme. Kata kunci : autisme, faktor resiko Autism is a developmental disorder in terms of communication, social interaction, and behavior that appear before the age of 3 years. This developmental disorder can be associated with socioeconomic factor, parenting factors, prenatal factor, perinatal factor, and postnatal factor. The aim of research is To describe factors that cause the occurrence of autism in children, especially prenatal, perinatal, and postnatal factors including the exposure of toxic subtances during pregnancy, TORCH infection, maternal bleeding, asphixia neonatorum, meconium aspiration, low birth weight, febrile seizure, and vaccine usage in child. Methods :  Study including 29 child with autism as a case group and 29 normal child as a control group, using analitic study with case control method. Factor that cause autism was determined by questionnaire and interview. Analysis were performed using Chi-Square test.. the Result is Corellation analysis between autism and factors that cause autism using Chi-Square test show p=1,000 for tobacco smoke exposure, p=0,160 for drugs exposure, p=0,023 for TORCH infection, p=0,640 for maternal bleeding, p=0,005 for asphyxia neonatorum, p=0,134 for meconium aspiration, p=0,014 for low birth weight, p=0,019 for febrile seizure, andp=0,078 for vaccine usage. Conclusion : There was a significant relationship between TORCH infection, asphyxia neonatorum, low birth weight, and febrile seizure with autism. Key words : autism, risk factor
Hubungan antara Jumlah, Jenis dan Durasi Merokok denganLingkar Pinggang Pria Perokok Aktif (Studi di Desa Ujungsemi Cirebon) Dini Sapardini Warsodoedi; Yuliana Yuliana
Tunas Medika Jurnal Kedokteran & Kesehatan Vol 1, No 2 (2014): Tunas Medika Jurnal Kedokteran & Kesehatan
Publisher : Tunas Medika Jurnal Kedokteran & Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKLATAR BELAKANG: Jumlah perokok di Indonesia meningkat secara signifikan sejak tahun 1995-2011. Prevalensi merokok di kabupaten Cirebon pada penduduk usia 10 tahun ke atas adalah 20,6%. Merokok dengan frekuensi yang tinggi dan durasi yang lama dapat menjadi faktor risiko peningkatan ukuran lingkar pinggang yang merupakan salah satu indikator peningkatan lemak viseral pada tubuh. Penelitian-penelitian tersebut sebagian besar dilakukan di negara barat.TUJUAN: Menganalisis hubungan antara jumlah, jenis dan durasi merokok dengan lingkar pinggang pada pria perokok aktif di pedesaan. METODE: observasional analitik dengan desain cross-sectional, pengambilan sampel dengan metode simple random sampling. Subjek penelitian adalah pria perokok aktif yang berusia 20-29 tahun, terdiri dari 60 responden. Karakteristik merokok didapatkan dari kuesioner, dan lingkar pinggang diukur menggunakan pita ukur (cm). Uji analisis bivariat antara jumlah rokok yang dikonsumsi dan durasi merokok dengan lingkar pinggang menggunakan Pearson, sedangkan antara jenis rokok dengan lingkar pinggang menggunakan RankSpearman. Analisis multivariat menggunakan regresi linier. HASIL: Terdapat hubungan antara jumlah rokok yang dikonsumsi perhari dengan lingkar pinggang (r= 0,837 dan p= 0,000) dan terdapat hubungan antara frekuensi merokok dengan lingkar pinggang (r= 0,852 dan p= 0,000), sedangkan antara jenis rokok dengan lingkar pinggang tidak ada hubungan (rs= 0,095 dan p= 0,434). Pada uji multivariat antara durasi dan jumlah rokok yang dikonsumsi dengan lingkar pinggang didapatkan bahwa durasi merokok memiliki pengaruh yang lebih bermakna dan signifikan terhadap lingkar pinggang (r= 0,802 dan p= 0,000). SIMPULAN: Semakin banyak jumlah rokok yang dihisap semakin besar lingkar pinggangnya dan semakin lama durasi merokok maka semakin besar pula lingkar pinggangnya.Kata kunci: Durasi merokok, Jumlah rokok yang dikonsumsi perhari, Jenis rokok, Lingkar pinggang.ABSTRACTBACKGROUND: The number of smokers in Indonesia raised significantly from 1995 to 2001. Smoking prevalence in Cirebon among 10 years old and over is 20,6%. High frequent and long term smoking are risk factor which raised the waist circumference is one indicator of increased visceral fat in the body . Most of these researches was conducted in western country. On the other hand, Indonesia smokers population and consumer raised significantly in countryside AIM OF RESEARCH: To analyze the relation of amount, type, and smoking duration toward waist circumference of active male smokers in countryside. METHOD: This research used cross sectional study one of analytical observational study, in which random sample was drawn with simple random sampling. Subjects of this research were 60 respondents who are active male smokers aged 20-29. The questioner was analyzed to find smoking behaviors and waist circumference was measured with measuring tape (cm). Bivariate analysis between amount of cigarette and smoking durations, and waist circumference was analyzed using Pearson, whereas the analysis between type of cigarette and waist circumference was analyzed using RankSpearman. RESULT: There is a relation between the amount of cigarette per day with waist circumference (r= 0,837 and p= 0,000) and there is a relation between the frequency of cigarette with waist circumference (r= 0,852 andp=0,000). Otherwise, there is no relation between the type of cigarette and the waist circumference frequency (rs= 0,095 and p=0,434). The multivariate analysis between smoking duration and the amount of consumed cigarette toward waist circumference frequency found that the smoking duration has more effect on waist circumference than the type of cigarette(r= 0,802 dan p= 0,000). CONCLUSION: The more amount of cigarettes smoked the greater the waist circumference and the longer duration of smoking the greater the waist circumference.Keyword: Smoking duration, The amount of consumed cigarette per day, Type of cigarette, Waist circumference.
Karakteristik Individu yang Berhubungan dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Balita di Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Kota Cirebon Tissa Octavira Permatasari; Muhammad Hasbi Trijati
Tunas Medika Jurnal Kedokteran & Kesehatan Vol 1, No 2 (2014): Tunas Medika Jurnal Kedokteran & Kesehatan
Publisher : Tunas Medika Jurnal Kedokteran & Kesehatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK  Latar Belakang : Menurut WHO pada tahun 2003, angka kejadian Tuberkulosis atau TB (batuk lebih dari 3 bulan) di Indonesia adalah 271/100.000 penduduk kendati jumlah penderita per tahunnya 587.000 orang, peringkat ketiga di bawah India dengan jumlah penderita 1.820.369 orang dan Cina dengan 1.447.947 orang per tahun.. Penyakit TB menyerang segala umur dan yang paling rawan adalah usia 1-5 tahun, ini dikarenakan usia 1-5 tahun masih rentan terhadap penularan penyakit. Tujuan       : Untuk menganalisis karakteristik individu yang berhubungan dengan kejadian TB paru balita. Metode : Merupakan penelitian observasional analitik dengan menggunakan studi cross sectional. Sampel yaitu 46 pasien balita yang diduga mengidap TB paru di Balai Kesehatan Paru Masyarakat Kota Cirebon. Uji statistik menggunakan uji Chi-Square. Hasil : Hasil analisis dari hubungan pendidikan ibu dengan kejadian TB paru balita (p-value 0,222), tingkat perilaku ibu dengan kejadian TB paru balita (p-value 0,000), pekerjaan ibu dengan kejadian TB paru balita (p-value 0,007), tingkat ekonomi dengan kejadian TB paru balita (p-value 0,147), riwayat kontak dengan kejadian TB paru balita (p-value 0,000), imunisasi BCG dengan kejadian TB paru balita (p-value 0,246), status gizi dengan kejadian TB paru balita (p-value 0,001), riwayat kehamilan ibu TB dengan kejadian TB paru balita (p-value 0,116), pemberian ASI eksklusif dengan kejadian TB paru balita (p-value 0,027). Simpulan : Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pendidikan ibu, tingkat ekonomi, imunisasi BCG, riwayat kehamilan ibu TB dengan kejadian TB paru balita dan terdapat hubungan antara tingkat perilaku, pekerjaan ibu, riwayat kontak, status gizi, pemberian ASI eksklusif dengan kejadian TB paru balita.Kata Kunci          : Karakteristik individu, tuberkulosis paru, anak balita. ABSTRACT Background : According to the WHO in 2003, the incidence of tuberculosis or TB  (coughing more than 3 months) in Indonesia is 271/100.000 people although the number of patients reach 587,000 people per year, the third ranking after India with 1,820,369 patients and China with 1,447,947 patients per year. TB disease attacks all ages and the most vulnerable group is 1-5 years old children because they are susceptible to the disease transmission. Aim: To analyze the individual characteristics associated with the incidence of pulmonary tuberculosis at toddlers. Methods: An observational analytic research using a cross sectional study. The samples consist of 46 toddler patients of suspected pulmonary TB in Community Lung Health Center Cirebon City. The statistical test uses Chi-Square. Results: The analysis results are as follow: relationship of maternal education with toddlers pulmonary TB incidence (p-value 0.222), the level of maternal behavior with toddlers pulmonary TB incidence (p-value 0.000), mother’s occupation with toddlers pulmonary TB incidence (p-value 0.007), the level of economy with toddlers pulmonary TB incidence (p-value 0.147), contact history with toddlers pulmonary TB incidence (p-value 0.000), BCG immunization with toddlers pulmonary TB incidence (p-value 0.246), the nutritional status with toddlers pulmonary TB incidence (p-value 0.001), maternal history of mother suffering TB with toddlers pulmonary TB incidence (p-value 0.116) and exclusive breastfeeding with toddlers pulmonary TB incidence (p-value 0.027). Conclusion   : The results of the bivariate analysis show that there is no correlation between maternal education, economic level, BCG immunization and maternal history of TB with toddlers pulmonary TB incidence and there is a correlation between the level of maternal behavior, maternal occupation, contact history, nutritional status and exclusive breastfeeding with toddlers pulmonary TB incidence.Keywords              : individual characteristics, pulmonary tuberculosis, toddlers.

Page 1 of 1 | Total Record : 6