cover
Contact Name
Dr. Ifrani, S.H., M.H
Contact Email
ifrani@ulm.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
jphi.scholarcenter@gmail.com
Editorial Address
Jl. Hasan Basri Komp. Polsek Banjarmasin Utara Jalur 3 No.9, Banjarmasin, Kalimantan Selatan 70125
Location
Kota banjarmasin,
Kalimantan selatan
INDONESIA
Jurnal Penegakan Hukum Indonesia (JPHI)
ISSN : -     EISSN : 27467406     DOI : -
Core Subject : Social,
Jurnal Penegakan Hukum Indonesia (JPHI) (E-ISSN: 2746-7406) is a Double Blind Review Scientific Journal first launched in 2020 by Scholar Center under the administration of PT. Borneo Development Project in collaboration with Law office of SAP. JPHI publishes three times a year on February, June and October, provides with open access publication to support the exchange of global knowledge. The submission shall follow the blind peer-reviewed policy which aims to publish new work of the highest caliber across the full range of legal scholarship, which includes but not limited to works in the Philosophy of Law, Theory of Law, Sociology of Law, Socio-Legal Studies, International Law, Environmental Law, Criminal Law, Private Law, Islamic Law, Agrarian Law, Administrative Law, Criminal Procedure Law, Business Law, Constitutional Law, Human Rights Law, Civil Procedure Law and Customary Law. All papers submitted to this journal can be written either in English or Indonesian.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol. 1 No. 1 (2020): Edisi Oktober 2020" : 5 Documents clear
Pertanggung Jawaban Rumah Sakit Terhadap Limbah Bahan Beracun Berbahaya (B3) Egi Agfira Noor
Jurnal Penegakan Hukum Indonesia Vol. 1 No. 1 (2020): Edisi Oktober 2020
Publisher : Scholar Center

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51749/jphi.v1i1.4

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah menganalisis tanggung jawab rumah sakit terhadap Limbah medis yang tergolong bahan beracun berbahaya sudah sesuai dengan Permen LH Nomor 56 tahun 2015, dan untuk menganalisis akibat hukum bagi rumah sakit apabila tidak melakukan pengolahan limbah medis yang tergolong bahan beracun berbahaya. Penelitian ini merupakan penelitian normatif. Hasil dari penelitian ini : Pertama Tanggung jawab rumah sakit terhadap limbah medis yang tergolong bahan beracun berbahaya sesuai dengan Permen LH Nomor 56 tahun 2015. Kedua, Akibat Hukum bagi Rumah Sakit apabila tidak melakukan pengolahan Limbah Medis yang tergolong Bahan beracun berbahaya adalah terkena pidana sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Penjatuhan Pidana Mati Sebagai Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Sam Renaldy
Jurnal Penegakan Hukum Indonesia Vol. 1 No. 1 (2020): Edisi Oktober 2020
Publisher : Scholar Center

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51749/jphi.v1i1.5

Abstract

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh tidak pernah diterapkannya atau tidak pernah dijatuhkannya pidana mati bagi pelaku tindak pidana korupsi di Indonesia. Tidak dijatuhkannya sanksi pidana maksimum bagi pelaku tindak pidana korupsi menjadikan salah satu faktor sulitnya memberantas korupsi di negara Indonesia. Rumusan masaah yang dikemukaan adalah, Pertama, Bagaimana pengaturan hukum tentang tindak pidana korupsi berdasarkan UU TIPIKOR, Kedua, Bagaimana Ketentuan hukum penjathuan pidana mati bagi pelaku tindak pidana korupsi berdasarkan UU TIPIKOR. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Dari hasil penelitian dapat dikemukakan bahwa: Pertama, pengaturan hukum tentang pemberantasan tindak pidana mati sebagai hukum pidana khusus banyak mengalami perubahan, hal ini bertujuan untuk lebih efektif dan memberikan hasil maksimal dalam menangani pemberantasan tindak pidana korupsi. Kedua, ketentuan mengenai penjatuhan pidana mati bagi pelaku tindak pidana korupsi di Indonesia hanya di atur didalam satu pasal yaitu Pasal 2 ayat (2) unsur dan penjelasan Pasal 2 ayat (2) sangat sulit dipenuhi karena tidak ada batas minimum dan batas maksimum dana-dana untuk penanggulangan bencana alam yang di korupsi oleh pelaku tindak pidana korupsi agar dapat dijatuhkannya pidana mati.
Implikasi Isbath Nikah Terhadap Status Istri, Anak Dan Harta Dalam Perkawinan Dibawah Tangan Muhammad Andri
Jurnal Penegakan Hukum Indonesia Vol. 1 No. 1 (2020): Edisi Oktober 2020
Publisher : Scholar Center

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51749/jphi.v1i1.11

Abstract

Undang undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 2 ayat (2) sangat jelas mengahruskan pencatatan perkawinan, namun kenyataan di kalangan masyarakat masih terdapat perkawinan yang tidak di catatkan hal ini terbukti dengan adanya sidang isbat nikah di indonesia seperti di pengadilan tinggi agama Jawa timur telah mengabulkan perkara permohonan (voluntair) sebesar 679 perkara yang dikabulkan sesuai dalam laporan kinerja Pengadilan Tinggi Agama tahun 2019. Adapun metode penelitian dalam penulisan artikelnya ini adalah metode penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Penelitian hukum yuridis normatif metodenya biasanya bersifat kualitatif (tidak berbentuk angka). Dalam temuannya bahwa implikasi isbath nikah terhadap status istri, anak dan harta perkawinan dalam perkawinan dibawah tangan, bahwa dengan adanya isbat nikah sesuai dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2015 memiliki akibat hukum apabila dilakukan permohonan pengesahan perkawinan yang berimplikasi jaminan hukum hubungan perkawinan suami dan istri, anak dan akte kelahirannya, harta dalam perkawinan dapat memperolah jaminan hukum.
HAKIM BUKAN CORONG UNDANG-UNDANG HAKIM BUKAN CORONG UNDANG-UNDANG, HAKIM BUKAN CORONG MASYARAKAT, DAN HAKIM ADALAH CORONG KEADILAN: HAKIM CORONG KEADILAN Ruby Falahadi; Victor Eric Fransiscus Gultom; Lucia Roida; Hendra Setiawan
Jurnal Penegakan Hukum Indonesia Vol. 1 No. 1 (2020): Edisi Oktober 2020
Publisher : Scholar Center

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51749/jphi.v1i1.15

Abstract

Banyak hakim dalam menangani perkara di pengadilan tidak memahami nomena di balik fenomena. Hakim yang tidak mempertimbangkan fakta metafisik di balik rasionalitas. Persoalannya, proses peradilan kita itu sudah terbiasa menghadirkan fakta sebagai barang bukti. Jadi, hanya berdasarkan apa yang dia lihat, dengar, dan pegang. Seorang hakim dalam memutuskan suatu perkara, melihat makna di balik fakta-fakta yang dimilikinya. Sebab, fakta-fakta di persidangan itu baru berupa barang mentah.  Dalam hal ini, rasa yang sesungguhnya diharapkan itu apa? Itu yang harus dipahami seorang hakim. Kita harus akui, banyak persoalan yang diselesaikan di negeri ini memang tidak pernah menyentuh pada wilayah nomena atau maknanya, sehingga hanya ada di wilayah permukaan saja. Jenis penelitian ini menggunakan penelitian pustaka (library research), yaitu penelitian yang menekankan sumber informasi dari buku-buku hukum, jurnal, makalah, surat kabar, serta literature-literatur yang berkaitan dan relevan dengan objek kajian. Data yang diperoleh kemudian diklarifikasi dan dikritisi dengan seksama sesuai dengan referensi yang ada. Menggunakan metode analisis deduktif, yaitu analisis data yang bertitik berat pada kaidah atau norma yang bersifat umum kemudian diambil kesimpulan khusus. Praktik tersebut hampir terjadi di semua peradilan di Indonesia. Sehingga keadilan yang diharapkan pun hanya bersifat formal dan keadilan yang dihasilkan hanya berdasarkan fakta dan rumusan pasal. Oleh karenanya hakim bukan corong peraturan perundang-undangan atau sekedar penerap hukum ibarat memainkan puzzle bongkar pasang mainan anak-anak. Kasus-kasus yang menimpa rakyat kecil menjadi bukti bahwa hakim-hakim kita lebih berperan sebagai penghukum bukan pengadil. Hakim-hakim kita dalam menjalankan rule of law sangat bersifat mekanistik-prosedural, jauh dari sensitifitas keadilan. Dari kasus-kasus tersebut menjadi bukti nyata pula bahwa hakim-hakim Indonesia dalam memeriksa perkara atau kasus selalu mendasarkan pada bukti-bukti formal, sedangkan bukti formal sangat mungkin direkayasa. Buktinya kasus pencurian merica di Sinjai, bukti yang semula setengah ons menjadi setengah kilogram. Kasus-kasus yang menimpa rakyat kecil menjadi bukti bahwa hakim-hakim kita lebih berperan sebagai penghukum bukan pengadil.   
ANALISIS YURIDIS HAK EX OFFICIO HAKIM DALAM PERKARA CERAI GUGAT (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Martapura Nomor 318/Pdt.G/2020/PA.Mtp) Ahmad Syarif Fuadi; Dadin Eka Saputra; Munajah Munajah
Jurnal Penegakan Hukum Indonesia Vol. 1 No. 1 (2020): Edisi Oktober 2020
Publisher : Scholar Center

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51749/jphi.v1i1.21

Abstract

Pasal 41 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur akibat putusnya perkawinan karena perceraian baik cerai talak maupun cerai gugat. Pasal 149 Kompilasi Hukum Islam secara khusus mengatur tentang akibat hukum perceraian yang diajukan oleh suami (cerai talak) saja. Berdasarkan Pasal 149 Kompilasi Hukum Islam tersebut pada umumnya hakim tidak menghukum suami untuk memberikan mut’ah dan nafkah iddah. Namun dalam putusan perkara nomor 318/Pdt.G/2020/PA.Mtp, Majelis Hakim mengadili putusan perkara cerai gugat menggunakan hak ex officio nya dan menghukum kepada tergugat (suami) untuk membayar nafkah Iddah dan mut’ah meskipun penggugat (istri) tidak menuntut hal tersebut dan tergugat tidak pernah hadir dalam persidangan. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pertimbangan hakim dalam pemberian mut’ah dan nafkah iddah dalam perkara cerai gugat dan mengetahui bagaimana analisis yuridis terhadap putusan perkara tersebut. Metodologi yang digunakan yakni yuridis normatif dengan membahas doktrin-doktrin atau asas-asas dalam ilmu hukum dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual kemudian dianalisa secara kualitatif yuridis sehingga dapat memberikan jawaban atas permasalahan tersebut. Adapun hasil analisanya antara lain : 1) Penerapan hak ex officio hakim dengan menghukum suami untuk membayar mut’ah dan nafkah iddah kepada mantan istri pada perkara 318/Pdt.G/2020/PA.Mtp tersebut telah sesuai berdasarkan ketentuan Pasal 41 huruf (c) UU No. 1 Tahun 1974 jo Pasal 149 huruf a Kompilasi Hukum Islam namun demikian hakim menjatuhkan putusan melebihi apa yang dituntut sehingga menyimpangi ketentuan yang diatur pada Pasal 178 ayat (3) HIR/ Pasal 189 ayat (3) RBg dan melanggar asas ultra petita.   2) Penjatuhan amar putusan dengan pembebanan terhadap tergugat untuk membayar nafkah iddah, mut’ah dan nafkah anak yang menimbulkan kewajiban kepada tergugat seharusnya mempertimbangkan kehadiran mantan suami dan kemampuan serta kebutuhan kehidupan yang layak bagi tergugat, sebagaimana asas audi et alteram partem dalam Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, sehingga tidak berakibat putusan tidak dapat dilaksanakan (illusoir).

Page 1 of 1 | Total Record : 5