cover
Contact Name
Khoiruddin
Contact Email
khoiruddin@che.itb.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
jtki@cheitb.id
Editorial Address
https://www.aptekim.id/jtki/index.php/JTKI/about/contact
Location
Unknown,
Unknown
INDONESIA
Jurnal Teknik Kimia Indonesia
ISSN : 16939433     EISSN : 26864991     DOI : http://dx.doi.org/10.5614/jtki
Core Subject : Engineering,
Jurnal Teknik Kimia Indonesia (JTKI) merupakan majalah ilmiah yang diterbitkan oleh Asosiasi Pendidikan Tinggi Teknik Kimia Indonesia (APTEKIM). Versi cetak JTKI telah diterbitkan secara berkala sejak tahun 2001 (p-ISSN 1693-9433). Mulai Volume 18 No. 2 Agustus 2019, terbitan berkala versi daring telah memiliki no. ISSN 2686-4991 (SK ISSN: 0005.26864991/JI.3.1/SK.ISSN/2019.11, 4 November 2019). Seluruh artikel yang diterbitkan telah melalui proses penilaian. Proses ini dilakukan oleh para akademisi dan peneliti pada bidang terkait untuk menjaga dan meningkatkan kualitas penulisan artikel yang dimuat, pada skala nasional khususnya dan internasional umumnya.
Articles 6 Documents
Search results for , issue "Vol 7, No 3 (2008)" : 6 Documents clear
Front Matter Vol 7, No 3 (2008) Yazid Bindar
Jurnal Teknik Kimia Indonesia Vol 7, No 3 (2008)
Publisher : ASOSIASI PENDIDIKAN TINGGI TEKNIK KIMIA INDONESIA (APTEKIM)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pembakaran ulang abu bawah batubara Tjokorde Walmiki Samadhi; Tishi T Daulay; M Firmansyah; Tjandra Setiadi
Jurnal Teknik Kimia Indonesia Vol 7, No 3 (2008)
Publisher : ASOSIASI PENDIDIKAN TINGGI TEKNIK KIMIA INDONESIA (APTEKIM)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5614/jtki.2008.7.3.1

Abstract

The high carbon content of coal bottom ashes collected from several textile manufacturing plants in the Bandung area is indicative of an opportunity for energy utilization efficiency improvement by re-combustion of the bottom ashes. This research examines the technical feasibility of bottom ash utilization as a raw material for solid fuel briquette manufacturing. This paper discusses the measurement of the impact of bottom ash content on ignition time and crushing strength of the briquette. Bottom ash content is varied in the 0-50 %-weight range (binder and moisture-free basis). The ignition time of the briquette varies in the 4.4 – 9.9 minutes range. The ignition time of the briquette is proportional to its bottom ash content, due to the decrease in its volatile matter content. The crushing strength of the briquette varies in the 13.4 – 27.1 kgf/cm2 range, which is comparable to that of typical bulk sub-bituminous coals. A 10 %-weight addition of fresh coal powder to the briquette significantly increases its crushing strength, while further adition of coal powder does not significantly increase the crushing strength.Keywords : bottom ash, briquette, coal, energy efficiencyAbstrakTingginya kadar karbon dalam abu bawah batubara yang dihasilkan oleh boiler unggun tetap di sejumlah pabrik tekstil di wilayah Bandung mengisyaratkan peluang untuk meningkatkan efisiensi pembangkitan energi melalui pembakaran ulang abu bawah tersebut. Penelitian ini mengkaji kelayakan teknis pemanfaatan abu bawah sebagai bahan baku briket bahan bakar padat. Percobaan yang dilaksanakan bertujuan mengukur pengaruh kadar abu bawah dalam briket terhadap waktu penyalaan dan kekuatan mekanik produk briket. Kadar abu bawah divariasikan pada rentang 0-50 %-berat (basis bebas aditif perekat dan air). Waktu penyalaan briket berkisar pada 4,4 – 9,9 menit. Waktu penyalaan berbanding lurus dengan  kadar abu bawah  karena berkurangnya kadar zat terbang briket. Kuat remuk (crushing strength) briket berkisar pada  13,4-27,1 kgf/cm2, yang sepadan dengan kuat remuk batubara sub-bituminus bongkahan. Penambahan serbuk batubara segar sebesar 10 %-berat memberikan peningkatan kuat remuk yang signifikan, sementara penambahan lebih lanjut serbuk batubara segar tidak meningkatkan kuat remuk briket.Kata kunci : abu bawah, briket, batubara, efisiensi energi
Kajian ulang transfer massa disertai reaksi kimia pada absorpsi reaktif gas CO2 pada packed column Ali Altway; S Susianto; K Kuswandi; K Kusnaryo
Jurnal Teknik Kimia Indonesia Vol 7, No 3 (2008)
Publisher : ASOSIASI PENDIDIKAN TINGGI TEKNIK KIMIA INDONESIA (APTEKIM)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5614/jtki.2008.7.3.2

Abstract

This article reviewed researches have been carried out concerning simulation of enhancement factor for absorption accompanied by second order chemical reaction under non-isothermal condition and modeling of packed column for CO2 absorption in K2CO3 solution. The value of enhancement factor was predicted using eddy diffusivity model (King model) for describing interface mass transfer phenomena. System of differential equations developed in this modeling was solved with Orthogonal Collocation method. The value of E predicted from this research agrees very well with that predicted using Penetration model (Higbie model) by Vas Bhat (1997). The researches concerning packed column modeling was carried out experimentally and theoretically. Experimental works were carried out to validate theoretical prediction. Material studied in this research was CO2 –air mixture and potassium carbonate solution. Potassium carbonate solution was fed into top of the column and the solution was contacted counter currently with rising CO2-air mixture stream. The liquid leaving the column was analyzed by titration. Theoretical studies were carried out by developing microscopic mass and energy balance model on the packed column. The resulted system of first order differential equations were solved using Forth order Runge Kutta method. The solution of this model requires information concerning rate of gas-liquid interface mass transfer where King model was used in this study. Mass transfer, CO2, solubility, kinetics, and reaction equilibrium data required in this theoretical study were obtained from literatures (Danckwertz, 1970; Kohl and Riesenfeld,1985; and Treyball, 1981). In this research, the effect of absorbent flow rate and the concentration of  K2CO3 in the inlet absorbent on percent recovery of CO2  gas was studied.Deviation between simulation prediction results and experimental data was below  10%  for absorbent flow rate of 3 to  5 liter/menit and for absorbent flow rate of 5 to  7 liter/ menit the deviation was between 10 and 30%. Key words: mass transfer, eddy diffusivity, absorption, non-isotermal, packed column AbstrakArtikel ini mengkaji ulang penelitian-penelitian yang telah dilakukan mengenai simulasi enhancement factor absorpsi disertai reaksi reversible order dua kondisi non-isotermal dan pemodelan packed column untuk absorpsi gas CO2 kedalam larutan K2CO3 pada packed column. Harga enhancement factor diprediksi dengan menggunakan model eddy diffusivity (model King untuk perpindahan massa antar fasanya). Sistim persamaan diferensial yang dibentuk dari pemodelan ini diselesaikan dengan metoda Kolokasdi Ortogonal. Hasil prediksi harga E dari penelitian ini sangat mendekati hasil prediksi menggunakan model Penetrasi oleh Vas Bhat (1997). Penelitian pemodelan packed column dilaksanakan secara eksperimen dan simulasi. Penelitian secara eksperimen dilaksanakan untuk validasi hasil simulasi. Bahan yang digunakan adalah campuran CO2 dan udara serta larutan potasium karbonat. Larutan potasium karbonat dialirkan kedalam packed column dari atas dan dikontakkan secara berlawanan arah dengan aliran campuran CO2-udara dari bawah. Cairan keluar kolom dianalisa dengan titrasi. Sedangkan percobaan simulasi dilaksanakan dengan mengembangkan model neraca massa dan energy mikroskopik pada kolom. Sistim persamaan diferensial order satu yang dihasilkan diselesaikan dengan metoda Rung Kutta order empat. Solusi model ini memerlukan informasi mengenai laju transfer massa antar fasa gas-liquid yang dalam hal ini menggunakan model King. Data kelarutan CO2, data perpindahan massa, data kinetika dan kesetimbangan reaksi yang diperlukan pada penelitian ini diperoleh dari literatur (Danckwertz, 1970; Kohl and Riesenfeld,1985; dan Treyball, 1981). Pada penelitian ini dipelajari pengaruh laju alir absorben dan konsentrasi K2CO3 dalam larutan absorben masuk terhadap persen penyisihan gas CO2. Deviasi antara hasil prediksi simulasi dan data percobaan pada penelitian ini dibawah 10% untuk laju alir absorben dari 3 sampai dengan 5 liter/menit dan untuk laju alir 5 sampai dengan 7 liter menit deviasi nya antara 10-30%.Kata kunci: perpindahan massa, eddy diffusivity, absorpsi, non-isotermal, packed column
Adsorpsi zat organik nitrobenzene dari larutan dengan menggunakan bubuk daun intaran Wijaya, Yentaria Juli; Rinita, R; Soetaredjo, Felycia Edi; Ismadji, Suryadi
Jurnal Teknik Kimia Indonesia Vol 7, No 3 (2008)
Publisher : ASOSIASI PENDIDIKAN TINGGI TEKNIK KIMIA INDONESIA (APTEKIM)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5614/jtki.2008.7.3.5

Abstract

Nitrobenzene is one of organic compound that usually contained in industrial wastewater, which is toxic. Nitrobenzene can be found in the chemical and pesticides industry. Nitrobenzene, which also known as nitrobenzol, is dangerous organic chemical for organism because can cause death. Organic waste in aqueous solution are usually removed by adsorption. In the adsorption process, adsorbent that usually used are carbon active and organic adsorbent. Neem leaf one of organic adsorbent that effective used in the adsorption process because it has a low cost dan easy to get. In this adsorption process, neem leaf used as a adsorbent. Neem leaf powder characterization with Boehm’s titration and proxymate analysis, which contain moisture content, water content, carbon, and volatile matter. Isoterm adsorption process of  nitrobenzene is appropriated with Freundlich equation and Langmuir equation. And the result of kinetic adsorption is appropriated with pseudo first order and pseudo second order. From the experimenal result, it can be seen that adsorption of nitrobenzene by neem leaf powder is using Langmuir equation in isoterm adsorption and follow pseudo first order in kinetic adsorption.Keywords : Adsorption, neem leaf powder, nitrobenzeneAbstrakNitrobenzene merupakan salah satu zat organik yang biasanya terkandung dalam limbah industri dimana Nitrobenzene sangat sulit diolah sebelum dibuang karena sifatnya yang sangat kompleks. Limbah yang mengandung nitrobenzene ini dapat ditemukan pada industri pestisida, sabun, dan farmasi. Nitrobenzene yang juga disebut nitrobenzol, merupakan bahan kimia organik yang berbahaya bagi mahluk hidup karena dapat menyebabkan kematian. Adsorpsi adalah salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi limbah nitrobenzene ini. Dalam proses adsorpsi, bahan penyerap yang umum digunakan adalah karbon aktif dan bahan penyerap organik. Daun intaran merupakan salah satu dari bahan penyerap organik yang efektif digunakan dalam proses adsorpsi karena biayanya yang murah dan mudah didapat. Pada penelitian ini, daun intaran digunakan untuk menyerap zat organik nitrobenzene. Karakterisasi bubuk daun intaran sendiri dilakukan dengan titrasi Boehm dan analisa proximat yang meliputi kandungan abu, air, karbon, dan volatile matter. Proses isoterm adsorpsi nitrobenzene ini disesuaikan dengan persamaan Freundlich dan persamaan Langmuir, sedangkan hasil kinetika adsorpsi disesuaikan dengan menggunakan pseudo first order dan pseudo second order. Dari hasil percobaan, didapatkan hasil bahwa proses adsorpsi nitrobenzene dengan menggunakan bubuk daun intaran ini mengikuti persamaan Langmuir pada isoterm adsorpsinya dan mengikuti persamaan pseudo first order pada kinetika adsorpsinya.Kata Kunci : Adsorpsi, bubuk daun intaran, nitrobenzene
Kinerja kalium metavanadat sebagai inhibitor korosi baja karbon rendah dalam lingkungan klorida dan sulfida Isdiriayani Nurdin; R Asri Pratiwi; Aditya Farhan A; Fikri Anggara P; Rennie Sari
Jurnal Teknik Kimia Indonesia Vol 7, No 3 (2008)
Publisher : ASOSIASI PENDIDIKAN TINGGI TEKNIK KIMIA INDONESIA (APTEKIM)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5614/jtki.2008.7.3.3

Abstract

Inhibitor addition is one of the common corrosion control methods. Potassium metavanadate (KVO3) is the common corrosion inhibitor for Benfield solution in CO2 absorber. Former research shows that KVO3 is also able to inhibit the corrosion in seawater containing Sulphate Reducing Bacteria (SRB) due to its capacity as biocide. Chloride and Sulfide are common corrosive ions found in process fluids in industries. Therefore, this research is carried out to study the performance of KVO3 as a corrosion inhibitor for low- carbon steel in chloride and sulfide contaminated environment. The objective of this research was achieved by measuring low-carbon steel corrosion rate in various concentrations of contaminants. The corrosion rate was measured by Tafel method. The corrosion inhibition mechanisms were studied using cyclic voltammetry method. Meanwhile the corrosion products were identified by X - ray diffraction spectrometry (XRD). This research results that KVO3 is an effective corrosion inhibitor in chloride environment when the chloride concentration ranges between 20 g/L and 30 g/L. In this range of concentration, KVO3 performs more than 99% efficiency. While in sulfide environment, KVO3 is an ineffective corrosion inhibitor. On the other hand, the addition of KVO3 reduces the corrosion rate of carbon steel in seawater containing sulfide, although its performance does not meet the effective inhibitor criteria. Higher concentration of sulfide results the higher inhibition efficiency of KVO3.Keywords: Potassium metavanadate, low - carbon steel, corrosion inhibitor AbstrakPenambahan inhibitor merupakan salah satu metode pengendalian korosi. Kalium metavanadat (KVO3) sering digunakan sebagai inhibitor korosi pada absorber CO2 yang menggunakan larutan Benfield. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa KVO3 mampu menginhibisi korosi baja karbon rendah dalam air laut yang mengandung bakteri pereduksi sulfat (SRB) dengan bertindak sebagai biosida. Klorida dan sulfida merupakan ion-ion korosif yang umum ditemui dalam fluida proses di industri. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari kinerja KVO3 sebagai inhibitor korosi baja karbon rendah dalam lingkungan akuatik yang terkontaminasi klorida, ataupun sulfida. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan pengukuran laju korosi baja karbon rendah dengan jenis dan konsentrasi kontaminan bervariasi. Pengukuran laju korosi dilakukan dengan metode Tafel. Mekanisme inhibisi diprediksi dengan metode voltametri siklik. Sedangkan produk korosi diidentifikasi dengan menggunakan spektrometri difraksi sinar X (XRD). Dari penelitian ini, diperoleh hasil bahwa KVO3 efektif sebagai inhibitor korosi baja karbon rendah pada lingkungan klorida berkonsentrasi antara 20 g/L hingga 30 g/L dengan efisiensi di atas 99%. Pada lingkungan sulfida, KVO3 kurang efektif menginhibisi korosi baja karbon rendah. Sedangkan pada air laut sintetik yang mengandung sulfida, walaupun belum termasuk kategori inhibitor efektif, namun KVO3 dapat menurunkan laju korosi baja karbon dengan efisiensi inhibisi yang meningkat seiring dengan kenaikan konsentrasi sulfida.Kata kunci: kalium metavanadat, baja karbon rendah, inhibitor korosi
Karakteristik pati sagu dengan metode modifikasi asetilasi dan cross-linking Albert Teja W; Ignatius Sindi P; Aning Ayucitra; Laurentia E.K. Setiawan
Jurnal Teknik Kimia Indonesia Vol 7, No 3 (2008)
Publisher : ASOSIASI PENDIDIKAN TINGGI TEKNIK KIMIA INDONESIA (APTEKIM)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5614/jtki.2008.7.3.4

Abstract

Sago, one of the main sources of carbohydrate, is commonly used as a substitute material of rice especially in Eastern Indonesia. Sago starch is now finding increasing application in various food products such as sago meals, biscuits, noodles, and desserts. Native sago starch exhibits relatively retrogradation resulting in the formation of a long cohesive gel with increased syneresis. In order to overcome drawbacks of native sago starch, chemical modifications can be carried out to improve its properties. Many types of chemical modification have been applied to starches of various plant sources, including cross-linking and acetylation. The purpose of this research was to study the effect of cross-linking and acetylation modifications to the properties of the sago starch before and after modification. As results, the acetylated starches showed higher swelling power (e.g. increased from 8,3245 to 38,6066 g wet sediment/g initial dry starch) and solubility (e.g. 14,3467 to 33,1876% w/w) and dereased in retrogradation tendencies (16,7399 to 1,3847% separated water) when compared with cross-linking starches and the corresponding native starch. It was observed that the changes in these properties were proportional to the DS achieved by each modification. As for paste clarity, native sago starch showed better characteristic amongst all starches which was shown by the lowest value of absorbance i.e. 0.142.Keywords: acetylation; cross-linking; characteristics; sago starchAbstrakSagu yang memiliki sumber karbohidrat yang cukup besar dapat digunakan sebagai bahan pangan alternatif. Untuk memperoleh kualitas produk yang diinginkan, karakteristik pati sagu dapat dimodifikasi. Metode modifikasi pati yang digunakan dalam penelitian ini adalah asetilasi dan cross-linking. Prinsip kedua modifikasi ini hampir sama, yaitu mensubstitusi gugus hidroksil pada pati; substitusi dengan gugus asetil pada asetilasi dan substitusi dengan gugus fosfat pada cross-linking. Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan karakteristik pati sagu (solubility, swelling power, freeze-thaw stability, dan paste clarity) yang telah dimodifikasi secara      asetilasi dan cross-linking pada berbagai variasi waktu reaksi serta terhadap pati yang tidak dimodifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik swelling power, solubility, dan freeze-thaw stability dari pati sagu yang mengalami modifikasi secara asetilasi cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan pati sagu yang mengalami modifikasi secara cross-linking maupun pati sagu yang tidak mengalami modifikasi. Karakteristik pati sagu mengalami peningkatan dari 8,3245 g/g menjadi 38,6066 g/g untuk swelling power dan 14,3467% menjadi 33,1876% untuk solubilty. Karakteristik freeze-thaw stability juga mengalami peningkatan yang ditunjukkan oleh semakin sedikitnya jumlah air yang terpisahkan yaitu dari 16,7399 menjadi 1,3847%. Peningkatan ini sebanding dengan kenaikan harga derajat substitusi (DS) untuk masing-masing modifikasi. Untuk karakteristik paste clarity, pati sagu yang tidak mengalami modifikasi menunjukkan karakteristik yang lebih baik dibandingkan pati yang telah mengalami modifikasi; absorbansi untuk pati sagu non-modifikasi adalah 0,142, untuk asetilasi adalah 0,483, dan untuk crosslinking adalah 0,334.Kata kunci: asetilasi, cross-linking, karakterisasi, pati sagu

Page 1 of 1 | Total Record : 6