cover
Contact Name
Khoiruddin
Contact Email
khoiruddin@che.itb.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
jtki@cheitb.id
Editorial Address
https://www.aptekim.id/jtki/index.php/JTKI/about/contact
Location
Unknown,
Unknown
INDONESIA
Jurnal Teknik Kimia Indonesia
ISSN : 16939433     EISSN : 26864991     DOI : http://dx.doi.org/10.5614/jtki
Core Subject : Engineering,
Jurnal Teknik Kimia Indonesia (JTKI) merupakan majalah ilmiah yang diterbitkan oleh Asosiasi Pendidikan Tinggi Teknik Kimia Indonesia (APTEKIM). Versi cetak JTKI telah diterbitkan secara berkala sejak tahun 2001 (p-ISSN 1693-9433). Mulai Volume 18 No. 2 Agustus 2019, terbitan berkala versi daring telah memiliki no. ISSN 2686-4991 (SK ISSN: 0005.26864991/JI.3.1/SK.ISSN/2019.11, 4 November 2019). Seluruh artikel yang diterbitkan telah melalui proses penilaian. Proses ini dilakukan oleh para akademisi dan peneliti pada bidang terkait untuk menjaga dan meningkatkan kualitas penulisan artikel yang dimuat, pada skala nasional khususnya dan internasional umumnya.
Articles 226 Documents
Kinetika reaksi hidroksilasi epoksi minyak jarak pagar menggunakan katalis bentonit Ratni Ariatmi Nugrahani; Flora Elvistia Firdaus; Yeti Widyawati; Hana Firginia; Riris Purnama
Jurnal Teknik Kimia Indonesia Vol 11, No 5 (2013)
Publisher : ASOSIASI PENDIDIKAN TINGGI TEKNIK KIMIA INDONESIA (APTEKIM)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5614/jtki.2013.12.2.5

Abstract

Hydroxylation kinetics of jatropha oil epoxy using bentonite catalyst. Based on chemical properties such as fatty acid compositions and iodium value, jatropha curcas oil can potentially be applied as lubricant. Unsaturation of this oil decreases its  oxidative stability. Improvement of this property may be done by chemical modification involving epoxidation and oxirane ring opening with bentonite catalyst, forming polyol by hydroxylation. The purpose of this research is to characterize the products and kinetics of the oxirane ring opening reaction. The results of chemical analysis by titration for residual oxiranes and hydroxyl formed in the reaction system, was showed using ir spectroscopy. Their effects were to reduce epoxy groups at 824-842 cm−1 and appearance of hydroxyl groups at the oh characteristic absorption peak from 3450-3800 cm−1. The oxirane number of epoxidized jatropha oil was reduced from 4.7% to 0.05% by ring opening. The kinetics of the oxirane ring opening of epoxidized jatropha curcas oil by methanol with bentonite was studied at 50, 60, and 65 oc. The oxirane ring opening analyzed by the pseudo-homogeneous approach followed a pseudo-first order kinetics. From the temperature dependence of the  rate, reaction enthalpy (δh) and activation energy (δea) were found to be 8,27 kcal mol−1 and 7,63 kcal mol−1, respectively.Keywords: epoxidized jatropha curcas, hydroxyl, oxirane, bentonite, kinetic AbstrakBerdasarkan sifat-sifat komposisi asam lemak dan bilangan iodium, minyak jarak pagar (Jatropha curcas) berpotensi menjadi bahan dasar pelumas. Meskipun demikian, kandungan ikatan tidak jenuh minyak ini menurunkan kestabilan oksidasinya. Kestabilan oksidasi ini dapat diperbaiki melalui modifikasi kimiawi dengan reaksi epoksidasi yang menghilangkan ikatan rangkap.  Ini dilakukan melalui reaksi hidroksilasi dengan membuka ikatan gugus oksirana epoksi. Tujuan penelitian ini adalah mengkarakterisasi produk, serta mempelajari kinetika reaksi pembukaan cincin oksirana oleh metanol dengan katalis bentonit untuk membentuk poliol. Hasil analisis FTIR produk reaksi menunjukkan penurunan intensitas gugus epoksi pada bilangan gelombang 824-842 cm−1 dan munculnya gugus hidroksil pada bilangan gelombang 3450-3800 cm−1. Bilangan oksirana epoksi jarak pagar berkurang dari 4,7% menjadi 0,05% setelah pembukaan cincin. Bilangan hidroksil poliol adalah sebesar 165,77. Pengukuran kinetika pembukaan cincin pada gugus oksirana dari epoksi jarak pagar dilakukan pada 50, 60, dan 65oC. Analisis data laju reaksi yang dianalisis dengan pendekatan sistem pseudohomogen menunjukkan bahwa reaksi mengikut kinetika orde-1 semu. Dari perubahan laju reaksi terhadap temperatur diperoleh nilai entalpi reaksi dan energi aktivasi sebesar masing-masing 8,27 kkal mol-1 dan 7,63 kkal mol-1.Kata kunci: epoksi jarak pagar, hidroksil, oksirana, bentonit, kinetika
Front Matter Vol 3, No 2 (2004) Yazid Bindar
Jurnal Teknik Kimia Indonesia Vol 3, No 2 (2004)
Publisher : ASOSIASI PENDIDIKAN TINGGI TEKNIK KIMIA INDONESIA (APTEKIM)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5614/jtki.2004.3.2.fm

Abstract

Dehidrasi N-Butanol menjadi senyawa butena pada katalis molecular sieve 13X dalam reaktor unggun tetap Melia Laniwati Gunawan; Hendrik Susanto
Jurnal Teknik Kimia Indonesia Vol 6, No 2 (2007)
Publisher : ASOSIASI PENDIDIKAN TINGGI TEKNIK KIMIA INDONESIA (APTEKIM)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5614/jtki.2007.6.2.7

Abstract

One of the ways of producing butene compounds without relying on non-renewable resources involves the dehydration of n-butanol with the aid of acid catalysts. The dehydration of n­ butanol on molecular sieve 13 X catalyst has been undertaken in afvced bed, vertical glass pipe isothermal reactor. Reaction temperatures were varied between 300-450 °C. Reaction products were analyzed using a Gas Chromatograph (GC). The n-butanol dehydration was observed to have a reaction order of 1.95 with respect to n-butanol partial pressure, with an activation energy of 89.4 kJ/mol and an Arrhenius constant of 7.99 x 106 .To determine the effect of operating parameters (feed temperature, n-butanol flowrate, n-butanol to nitrogen feed ratio, and catalyst particle diameter), a simulation was undertaken based on the fvced bed, non­ adiabatic and non-isothermal reactor model. The reactor model used in the simulation was a 2- dimensional heterogeneous reactor. The validated model coefficient of correlation against the experimental data was very good, namely 0.98. Simulation results indicate that the increase in n-butanol concentration and feed temperature increase the conversion. Increase in catalyst particle diameter and feed flowrate decrease the conversion. The dehydration of n-butanol to butene is a mildly exothermic reaction. Therefore, to maintain an isothermal reaction condition, the reactor wall temperature may not exceed 10 °C below the feed temperature.Keywords: n-butanol dehydration, molecular sieve 13 X, simulation, fixed bed, kineticAbstrakSalah satu cara untuk mendapatkan senyawa butena tanpa mengandalkan sumber daya tak terbarukan adalah melalui dehidrasi n-butanol dengan bantuan katalis asam. Dehidrasi  n­ butanol pada katalis molecular sieve 13 X dilakukan di dalam reaktor unggun tetap terbuat dari pipa gelas tegak secara isotermal. Temperatur reaksi divariasikan antara 300 - 450" C. Komposisi produk dianalisa menggunakan Gas Chromatograph (GC). Dehidrasi n-butanol ini berorde 1,95 terhadap tekanan parsial n-butanol dengan nilai energi aktivasi 89,4 kJ/mol dan tetapan Arrhenius 7,99 x 106• Untuk mempelajari pengaruh  parameter  operasi  (temperatur umpan, laju alir n-butanol, rasio umpan n-butanol terhadap nitrogen, dan  diameter partikel katalis) terhadap konversi reaksi, distribusi produk, dan profil temperatur di sepanjang reaktor dilakukan simulasi dalam reaktor unggun tetap non adiabatik non isotermal berdasarkan data percobaan yang telah diperoleh. Model reaktor yang digunakan adalah model heterogen dua dimensi. Nilai koefisien korelasi model yang divalidasi dengan  data percobaan  menunjukkan harga yang baik yaitu 0,98. Hasil simulasi menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi n­ butanol atau temperatur umpan meningkatkan konversi. Peningkatan diameter partikel katalis atau peningkatan laju alir umpan, akan menurunkan konversi reaksi. Reaksi dehidrasi  n­ butanol menjadi senyawa buten merupakan reaksi yang sedikit eksoterm,  oleh karena itu untuk mempertahankan reaksi agar isotermal, temperatur dinding reaktor harus diusahakan tidak melebihi 10 °C di bawah temperatur umpan.Kata kunci: dehidrasi n-butanol, molecular sieve 13 X, simulasi, unggun tetap, kinetik
Matriks Pengontrol Pelepasan Urea Berbasis Karagenan: Pengaruh Konsentrasi Glutaraldehid Sperisa Distantina; Mujtahid Kaavessina; Fadilah Fadilah
Jurnal Teknik Kimia Indonesia Vol 18, No 1 (2019)
Publisher : ASOSIASI PENDIDIKAN TINGGI TEKNIK KIMIA INDONESIA (APTEKIM)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5614/jtki.2019.18.1.3

Abstract

Abstrak. Pada penelitian ini, matrik hidrogel berbasis karagenan dibuat dan diaplikasikan untuk mengontrol pelepasan urea. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh konsentrasi glutaraldehid terhadap kecepatan pelepasan urea dan menyusun model kecepatan pelepasan urea. Film karagenan dimodifikasi secara kimiawi menggunakan ikatan silang atau crosslinking dengan glutaraldehid. Larutan karagenan 7 g/100 mL dicetak menjadi lembaran dan kemudian dikeringkan sehingga diperoleh lapisan film. Film direndam dalam larutan glutaraldehid dengan konsentrasi tertentu selama 2 menit dan dilanjutkan dipanaskan pada suhu 110oC selama 20 menit. Film yang dihasilkan dicuci dengan etanol dan dikeringkan. Pengisian urea ke dalam matrik film menggunakan metode difusi. Film kering direndam dalam larutan urea 0,074 g/mL selama satu jam dan selanjutnya dikeringkan. Kecepatan pelepasan urea dari film ke dalam media air dievaluasi berdasarkan data konsentrasi urea dalam cairan sebagai fungsi waktu. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa semakin besar konsentrasi glutaraldehid (1-5%) menyebabkan urea yang tersimpan di dalam film semakin rendah. Model matematika yang diusulkan dapat mewakili peristiwa pelepasan urea dari film. Film berbasis karagenan yang dihasilkan berpotensi sebagai matrik pengontrol pelepasan urea. Kata kunci: crosslinking, glutaraldehid, hidrogel, karagenan, urea. Abstract. Controlled Release Matrices of Urea from Carrageenan: Effect of Glutaraldehyde Concentration. In this study, carrageenan-based hydrogel matrices were prepared and applied for urea controlled release. The aim of this work was to study the effect of glutaraldehyde concentration on the rate of urea release in water. Carrageenan films were chemically modified by crosslinking with glutaraldehyde. The films were prepared by casting the aqueous carrageenan 7 g/100 mL and then followed by drying. The films obtained were immersed in certain glutaraldehyde concentration for 2 min and then heated in the oven at 110oC for 20 min. The crosslinked films were washed using ethanol and then air-dried until the weight is constant. The dried films were immersed in a urea solution (0.074g/ml) for 1 hr and then dried. The rate of urea release was determined by measuring the urea concentration in water as a function of time of release. Results showed that higher glutaraldehyde concentration (1–5%) produced films with less urea content. The proposed mathematic model of urea release from the film can represent the rate of urea release. The prepared carrageenan-based film has the potential for controlling of urea release. Keywords: carrageenan, crosslinking, glutaraldehyde, hydrogel, urea. Graphical Abstract
Penyusunan model dan simulasi pembentukan besi karbid dan karbon bebas pada zona pendidingan reaktor HYLSA Bayu Alamsari; Aziz Trianto; Yazid Bindar
Jurnal Teknik Kimia Indonesia Vol 5, No 3 (2006)
Publisher : ASOSIASI PENDIDIKAN TINGGI TEKNIK KIMIA INDONESIA (APTEKIM)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5614/jtki.2006.5.3.5

Abstract

Modeling and simulation of iron carbide and carbon-free formation in cooling zone of reactor HYLSAThe sponge iron production rate increasing in iron ore reduction plant through the nsmg reduction gas temperature will cause more cooling gas flow rate. The objective of this research is to study the effect of cooling gas flow rate on iron carbide and carbon deposit formation through mathematical modelling arrangement and simulation on cooling zone of sponge iron reactor. The modeling is carried out by applying kinetics model. The equations were solved by finite element method. From this study, it was found that the decrease of methane concentration due to iron carbide and free carbon formation occurs when solid temperature reaches 448 oC and 505 oC, respectively. In addition, simulation results show that the cooling gas flow rate above 76000 NCMH is not profitable. On constant methane concentration, the rate of Fe3C and free carbon formation decrease with increasing cooling gas flow rate. However, increasing cooling gas flow rate on make-up gas concentration 95% will decrease total carbon formation. On constant cooling gas flow rate, the rate of Fe3C and free carbon formation increased proportionally with methane concentration.Keywords: Kinetics Simulation, Sponge Iron Reactor, Methane Decomposition, Iron CarbidedAbstrakPeningkatan kapasitas produksi besi span pada pabrik reduksi bijih besi melalui peningkatan temperatur gas pereduksi akan berakibat pada tingginya laju alir gas pendingin yang dibutuhkan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh laju gas pendingin terhadap pembentukan besi karbida dan total karbon pada besi span melalui penyusunan dan simulasi model matematika pada zona pendingin besi span. Pemodelan matematika dilakukan melalui penyusunan model berbasis kinetika dan diselesaikan secara numerik dengan menggunakan metode penghampiran selisih terhingga. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa konsentrasi CH<sub>4</sub> menurun akibat adanya pembentukan Fe3C dan dekomposisi met an masing-masing ketika temperatur padatan mencapai 449 oC dan 505 oC. Peningkatan laju alir gas pendingin sampai di alas 76000 NCMH pada kondisi perhitungan tidak akan menguntungkan karena temperatur produk tidak akan dapat mencapai nilai yang lebih rendah lagi. Selain itu, semakin tinggi laju alir gas pendingin, pada konsentrasi gas make-up yang dipertahankan sama dengan umpan, jumlah total karbon semakin sedikit. Sedangkan peningkatan laju alir gas pending in dengan konsentrasi gas make-up sebesar 95% akan meningkatkan jumlah total karbon. Peningkatan konsentrasi CH4 pada laju alir gas pendingin yang tetap, akan meningkatkanjumlah total karbon yang terbentuk.Kata Kunci: Simulasi Berbasis Kinetika, Reaktor Besi Spon, Dekomposisi Metan, Pembentukan Besi Karbid
Membran nonofiltrasi untuk penghilangan ion valensi tinggi dan senyawa organik dari sumber air salinitas tinggi Iman Ciptaraharja; Veronica S. Praptowidodo
Jurnal Teknik Kimia Indonesia Vol 5, No 3 (2006)
Publisher : ASOSIASI PENDIDIKAN TINGGI TEKNIK KIMIA INDONESIA (APTEKIM)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5614/jtki.2006.5.3.3

Abstract

Utilization of nanofiltration membrane for high valence ion and organic compound removing from high salinized water source.The influence of solvent selection to membrane morphology for cellulose acetate nanofiltration membrane preparation in mass transfer of a multistage reverse osmosis process is studied. Membrane is prepared via precipitation immersion technique. The polymer used in this study is cellulose acetate (CA) with a concentration of 25 %-w. The feed concentration of univalent ion solution (NaCl) is varied between 2000-16.000 mg/L. The operating pressure is adjusted such that the operating pressure is three times of the osmotic pressure of NaCl solution. The concentration of bivalent ion (CaCl2), trivalent ion (FeCl3), and organic substance (glucose) are 200 mg/L, 50 mg/L, and 100 mg/L, respectively. The morphology of the membrane is characterized using Scanning Electron Microscopy (SEM). Membrane CA-01 (CA/DMF/Water) is a nanofiltration membrane with a thinner active layer and a more porous support layer than membrane CA-02 (CA/Aceton/Watter) which is categorized as a reverse osmosis membrane. A reduced feed concentration (at a fixed operating pressure) gives an elevated flux however the rejection is decreased. Meanwhile, an elevated operating pressure (at a fixed feed concentration) gives an elevated flux and rejection. Membrane CA-01 has met the requirement as a nanofiltration membrane since it gives 66 % rejection for NaCl at 20 Bar. At the same operating pressure, membrane CA-01 gives rejection for CaCl2, FeCl3, and glucose of 80.45%, 82.14%, and 83.42%, respectively.Keywords: Cellulose Acetate, Membrane, Multistage, Nanotiltration, Reverse Osmosis, Saline WaterAbstrakPenelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh jenis pelarut dalam pembuatan membran nanofiltrasi dari polimer selulosa asetat terhadap struktur morfologi membran dalam peristiwa perpindahan massa pada proses pemisalan osmosis balik multitahap. Teknik pembuatan membran yang digunakan adalah presipitasi imersi. Polimer membran yang digunakan adalah seulosa asetat (CA) pada konsentrasi 25 %-berat. Umpan yang digunakan adalah larutan ion valensi satu (NaCl) dengan variasi konsentrasi antara 2000 hingga 16.000 mg/L. Tekanan operasi diatur sedemikian rupa sehingga nilai rekanan operasi adalah sekitar tiga kali tekanan osmotik larutan NaCl. Percobaan juga dilakukan untuk umpan larutan ion valensi dua (CaCl2), ion valensi tiga (FeCl3), dan senyawa organik (glukosa) dengan konsentrasi, berturut-turut, adalah 200 mg/L, 50 mg/L,  dan 100 mg/L. Struktur morfologi membran diuji menggunakan metoda Scanning Electron Microscopy (SEM). Membran CA-01 (CA/DMF/Air) merupakan membran nanofiltrasi dengan lapisan aktif yang lebih tipis dan ukuran pori lapisan penyangga yang lebih besar daripada membran CA-02 (CA/Aseton/Air), yang termasuk ke dalam membran osmosis balik. Penurunan konsentrasi umpan pada tekanan operasi yang tetap memberikan nilai fluks yang meningkat, namun memberikan nilai rejeksi yang menurun. Sementara itu, peningkatan tekanan operasi pada konsentrasi umpan yang tetap akan memberikan nilai fluks dan rejeksi yang meningkat. Membran CA-01 telah memenuhi persyaratan sebagai membran nanofiltrasi dengan rejeksi NaCl mencapai 66 % pada tekanan 20 Bar. Pada tekanan yang sama membran CA-01 memberikan nilai rejeksi untuk CaCl2, FeCl3, dan glukosa berturut-turut sebesar 80,45%, 82,14%, dan 83,42 %.Kata Kunci: Air Salinitas Tinggi, Membran, Multitahap, Nanofiltrasi, Osmosis Balik, Selulosa Asetat.
Peningkatan efisiensi penggunaan koagulan pada unit pengolahan air limbah batu bara Misri Gozan; Praswasti PDK Wulan; Hardi Putra
Jurnal Teknik Kimia Indonesia Vol 8, No 2 (2009)
Publisher : ASOSIASI PENDIDIKAN TINGGI TEKNIK KIMIA INDONESIA (APTEKIM)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5614/jtki.2009.8.2.2

Abstract

Coagulant efficiency improvement for coal waste water treatment.Wastewater from coal processing plant (CPP) might dissolve hazardous particles to the environment. Coagulant was used at wastewater treatment in Kalimantan coal industry in an open pond so that coagulation and precipitation were not optimal. This research was aimed to improve the coagulant performance. Wastewater samples taken from the field were tested by using Jar Tests to compare the performance of coagulants. Coagulant used were alum, Poly Aluminium Chloride (PAC) and Nalcolyte 8100 with the needs of 18.65 kg alum (50 ppm), 57.6 liters of PAC (150 ppm) and Nalcolyte 1.865 liter (5 ppm) at wastewater flow rate of 4.31 L/s. Jar Test results showed that the resulting sediment of alum and PAC were not stable and required substantial time to settle. Particle size sediment produced by using 8100 Nalcolyte was large enough so that the deposition process was faster and not easily susceptible to interference. Pool dredging or cleaning time for alum (50 ppm), PAC (150 ppm) and Nalcolyte 8100 (5 ppm) were 4, 4 and 6 days, respectively.Key words: precipitation, coagulant, wastewater treatment ponds, coal. AbstrakAir limbah dari proses pengolahan batubara berpotensi merusak lingkungan karena melarutkan partikel yang mengandung B3. Penggunaan koagulan dalam salah satu kolam pengolahan air limbah industri batubara di Kalimantan dibuat pada tanah galian terbuka sehingga koagulasi dan presipitasi tidak optimal. Penelitian ini bertujuan memperbaiki unjuk kerja penggunaan koagulan pada pengolahan air limbah dan modifikasi kolam pengolahan. Sampel air limbah diambil dari lapangan dan dilakukan Jar Tes untuk membandingkan kinerja koagulan. Koagulan yang digunakan adalah tawas, Poly Aluminium Chloride (PAC) dan Nalcolyte 8100 sebesar 18,65 kg tawas (50 ppm); 57,6 Liter PAC (150 ppm); dan 1,865 Liter Nalcolyte (5 ppm) pada laju alir air limbah 4,31 L/dtk. Hasil Jar Tes menunjukkan endapan yang dihasilkan tawas dan PAC bersifat tidak stabil dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengendap. Ukuran partikel endapan dengan Nalcolyte 8100 cukup besar sehingga proses pengendapan menjadi lebih cepat dan tidak mudah mengalami gangguan. Waktu pengerukan atau pembersihan kolam untuk koagulan tawas (50 ppm), PAC (150 ppm) dan Nalcolyte 8100 (5 ppm)  masing-masing adalah 4, 4 dan 6 hari sekali, secara berurutan.Kata kunci: pengendapan, koagulan, kolam pengolahan air limbah, batubara.
Chamois leather tanning accelerated by oxidizing agent of Hydrogen Peroxide Ono Suparno; E Gumbira Sa’id; Ika A Kartika; M Muslich; Shiva Amwaliya
Jurnal Teknik Kimia Indonesia Vol 11, No 1 (2012)
Publisher : ASOSIASI PENDIDIKAN TINGGI TEKNIK KIMIA INDONESIA (APTEKIM)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5614/jtki.2012.11.1.2

Abstract

A weakness of chamois leather production practiced nowadays is its oxidation process taking relatively long time, i.e. nine days to two weeks. The use of an oxidizing agent was reported to shorten the oxidation process of the tanning. Appropriate condition for the tanning needs to be applied in order to improve the process efficiency and to obtain satisfactory quality leather. In this study, the best oxidation times inside and outside the rotary drum of the tanning accelerated by hydrogen peroxide were investigated. The experiment was conducted by tanning of pickled goatskin for 4, 6, and 8 hours oxidation times inside the rotary drum and 1, 2, and 3 days of oxidation times outside the drum. The physical and organoleptic properties of the leathers were tested. The physical and organoleptic properties of the leathers resulted by this study met the quality requirements for the chamois leather. The best conditions for the tanning were oxidation times of eight hours inside the rotary drum and one day outside the rotary drum. Keywords: acceleration, chamois leather, hydrogen peroxide, oxidation time, rubber seed oil, tanningAbstrakKelemahan dari produksi kulit samoa yang dipraktekkan saat ini adalah proses oksidasinya yang memerlukan waktu yang relatif lama, yaitu sembilan hari sampai dua minggu. Penggunaan bahan pengoksidasi dilaporkan dapat mempersingkat proses oksidasi pada penyamakan tersebut. Kondisi yang sesuai untuk penyamakan tersebut diperlukan untuk meningkatkan efisiensi proses dan untuk mendapatkan kulit samak bermutu tinggi. Dalam studi ini, diteliti waktu oksidasi terbaik di dalam dan di luar drum berputar pada penyamakan kulit samoa yang dipercepat menggunakan hidrogen peroksida. Penelitian dilakukan dengan menyamak kulit pikel kambing selama 4, 6, dan 8 jam waktu oksidasi di dalam drum berputar dan 1, 2, dan 3 hari waktu oksidasi di luar drum. Sifat-sifat fisik dan organoleptik dari kulit samak diuji. Sifat-sifat fisik dan organoleptik dari kulit samoa yang dihasilkan dari peneltian ini memenuhi persyaratan mutu kulit samoa. Waktu oksidasi terbaik adalah delapan jam oksidasi di dalam drum berputar dan satu hari oksidasi di luar drum berputar.Kata kunci: percepatan, kulit samoa, hidrogen peroksida, waktu oksidasi, minyak biji karet, penyamakan
Pembuatan serbuk kering bermuatan jamur Phanerochaete chrysosporium Dwina Moentamaria
Jurnal Teknik Kimia Indonesia Vol 3, No 2 (2004)
Publisher : ASOSIASI PENDIDIKAN TINGGI TEKNIK KIMIA INDONESIA (APTEKIM)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5614/jtki.2004.3.2.5

Abstract

Have been learned influence of ability of carrier media of white rot fungus of Phanerochaete chrysosporium (P.chrysosporium) for degradation of textile waste. The objective of this research to make dry powder P.chrysosporium with low water content mixedly is containing liquid media of inoculum and carrier media of flour dried  cassava and maizena . This drying powder prevent growing other contaminant and used by media of carrier in order to facilitate distribution to consumer go together ability of white rot fungus kept in the form of dry powder for a long time relative. P.chrysosporium grown at liquid media of Nitrogen Limited Media (NLM) during 4 days is so that obtained by extracelluler enzyme obstetrically is its highest Lignin Peroxide (Lip) which personating of degradation of an organic matter especially synthethic dyes. Variable used is ratio of liquid media which have been growed by P.chrysosporium to solid media that is 1:0,8; 1:1; 1:1,2; 1:1,4; drying times 2,3,4,5 hours by freeze dryer. Result of research obtained, carrier media of cassava flour by ratio 1:0,8, drying time 5 hours, a period of keeping 1 month moon able to degradation concentration of waste of textile as much 57,58 %. Carrier media of mixture of cassava and maizena flour by ratio 1:1,4, drying time of 5 hours, a period of keeping 1 month; moon able to degradation concentration of waste of textile as much 29,55 %.Key Words: Phanerochaete chrysosporium, Carrier Media, Dry PowderAbstrakDalam penelitian sebelumnya telah dipelajari pengaruh kemampuan media pembawa (carrier) yang bermuatan jamur pelapuk putih Phanerochaete chrysosporium (P.chrysosporium) untuk mendegradasi limbah tekstil. Penelitian ini bertujuan untuk membuat serbuk kering P.chrysosporium kadar air rendah dengan mencampurkan media cair yang berisi inokulum dan media pembawa tepung gaplek dan jagung. Serbuk kering dengan kadar air rendah dapat menghindari tumbuhnya kontaminan lain sehingga dapat digunakan setelah penyimpanan yang relatif lama. Produk serbuk kering lebih efisien digunakan karena memudahkan pendistribusian ke pengguna. Inokulum P.chrysosporium ditumbuhkan pada media cair Nitrogen Limited Media (NLM) selama 4 hari sehingga diperoleh enzim ekstraseluler dengan kandungan terbesarnya Lignin Peroksida (LiP) yang berperan sebagai pendegradasi zat organik terutama warna sintetis. Variabel yang digunakan adalah ratio media cair yang telah ditumbuhi P.chrysosporium terhadap media padat yaitu 1:0,8; 1:1; 1:1,2; 1:1,4; lama pengeringan 2,3,4,5 jam dengan freeze dryer. Hasil penelitian menunjukkan media pembawa tepung gaplek (ubi kayu) dengan ratio 1:0,8, waktu pengeringan 5 jam, masa simpan 1 bulan mampu menurunkan konsentrasi limbah tekstil sebanyak 57,58 %. Sedang media pembawa campuran tepung gaplek dan jagung  dengan ratio 1:1,4, waktu pengeringan  5 jam,  masa simpan 1 bulan mampu menurunkan konsentrasi limbah tekstil sebanyak 29,55 %.Kata Kunci : Phanerochaete chrysosporium, Media Pembawa, Serbuk Kering
Combination of ozonation and absorption through membrane contactor to remove ammonia from waste water Sutrasno Kartohardjono; Milasari Herdiana Putri; Setijo Bismo
Jurnal Teknik Kimia Indonesia Vol 11, No 2 (2012)
Publisher : ASOSIASI PENDIDIKAN TINGGI TEKNIK KIMIA INDONESIA (APTEKIM)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.5614/jtki.2012.11.2.3

Abstract

Ammonia in waste water is a major pollutant produced in industrial and agricultural waste water. Ammonia is often removed by conventional technologies such as pack tower aeration, biological treatment or adsorption as ammonium ion onto zeolites. In many cases, conventional methods are very costly and inefficient, and therefore, there is a need for an alternative separation technique for more efficient removal of ammonia from waste waters. The aim of this study is to investigate the performance of the combination of ozonation and absorption through membrane processes to remove ammonia from wastewater using natural hot spring water (NHSW) as absorbent. Experimental results show that operating variables such as time and pH of absorbent solution are found to remarkably influence the removal process efficiency. Based on experimental results ozonation can improve ammonia removal efficiency through the hollow fiber membrane contactor. Ammonia removal efficiencies and overall mass transfer coefficients increase with decreasing pH of absorbent solution. Keywords: ammonia, mass transfer, membrane, ozonation, removal efficiencyAbstrak Amonia di dalam air limbah merupakan polutan utama yang berasal dari air limbah industri dan pertanian. Amonia kebanyak disisihkan dengan teknologi konvensional seperti aerasi di menara isian, pengolahan secara biologi atau penyerapan sebagai ion amonium pada zeolit. Dalam banyak hal, metode konvensional sangat mahal dan kurang efisien, sehingga diperlukan teknik separasi alternatif untuk proses penyisihan amonia dari air limbah yang lebih efisien. Tujuan dari studi ini adalah untuk menyelidiki kinerja kombinasi proses ozonasi dan proses absorbsi melalui membran untuk menyisihkan amonia dari air limbah menggunakan absorben berbahan dasar air dari sumber air panas. Hasil eksperimen memperlihatkan bahwa variabel operasi, seperti waktu dan pH larutan penyerap, sangat mempengaruhi efisiensi proses penyisihan amonia. Berdasarkan hasil eksperimen, ozonasi dapat meningkatkan efisiensi penyisihan ammonia melalui kontaktor membran serat berlubang. Efisiensi penyisihan amonia dan koefisien perpindahan massa keseluruhan naik dengan turunnya pH larutan penyerap.Kata kunci: amonia, perpindahan massa, membran, ozonasi, efisiensi penyisihan

Page 1 of 23 | Total Record : 226