cover
Contact Name
Sekretariat Jurnal Rechtsvinding
Contact Email
jurnal_rechtsvinding@bphn.go.id
Phone
+6221-8091908
Journal Mail Official
jurnal_rechtsvinding@bphn.go.id
Editorial Address
Jl. Mayjen Sutoyo No. 10 Cililitan Jakarta, Indonesia
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Rechts Vinding : Media Pembinaan Hukum Nasional
ISSN : 20899009     EISSN : 25802364     DOI : http://dx.doi.org/10.33331/rechtsvinding
Core Subject : Social,
Rechtsvinding Journal is an academic journal addressing the organization, structure, management and infrastructure of the legal developments of the common law and civil law world.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 320 Documents
PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH, DAN PENERAPAN SANKSI PIDANA SERTA PROBLEMATIKANYA Suharyo Suharyo
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 4, No 3 (2015): December 2015
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (479.191 KB) | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v4i3.15

Abstract

Era Otonomi Daerah secara nyata, jelas dan tegas dilaksanakan di Indonesia sejak adanya reformasi di segala bidang, hal ini merupakan perwujudan pelaksanaan demokrasi lokal diseluruh Indonesia, dengan berbagai kemandirian dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang tetap pada koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan otonomi daerah di wilayahnya tiap daerah memiliki kewenangan pembentukan Peraturan Daerah (Perda), selain mengatur hubungan sosial kemasyarakatan yang berisi kewajiban dan larangan, Perda acapkali dilengkapi dengan sanksi pidana. Berangkat dari hal tersebut penelitian ini bermaksud mencari bentuk pembentukan Perda yang ideal dan aspiratif dan melihat efektivitas penerapan sanksi pidana dalam produk Perda di tengah masyarakat. Dengan menggunakan metode yuridis normatif dapat disimpulkan bahwa diperlukan pelibatan warga masyarakat mulai dari pembentukan Raperda termasuk dalam pembahasan penetapan sanksi pidana. Terhadap perumusan sanksi pidana di dalam Perda harus menghindari adanya pengaturan pidana kurungan. Oleh sebab itu guna efektifitas pelaksanaan Perda diperlukan sosialisasi yang intensif dengan cara-cara kekeluargaan dan perlunya strategi persuasif, preventif, akomodatif, dan simpatik dalam penegakan Perda.The Regional Autonomy era is tangibly, clearly and firmly held in Indonesia since reformasi period (reform) in all fields, this is the manifestation of the implementation of local democracy throughout Indonesia, with a variety of self-reliance in the context of the Unitary State of the Republic of Indonesia (NKRI), which remained at the corridor of applicable law. In implementing regional autonomy, each region has the authority to establish the Regional Regulation (Perda) that regulates social relationships which isstated obligations and prohibition. It is also often comes with criminal sanctions. Toward those facts, this research intends to seek the ideal form to establish regional regulation and to observe the effectiveness ofenforcing criminal sanctions in society as a product of regional regulation. Using normative-jurist method can be concluded that it needs the involvement of citizens in making draft regional regulations (Raperda) and also in establishing criminal sanctions. While developing a formula for criminal sanctions in regional regulation, it should avoid an imprisonment. Therefore, for the implementation of the regional regulation to be effective, there should be an intensive dissemination in relationship way and the need for persuasive strategies, preventive, accommodating and sympathetic in enforcing the regional regulation.
PEMILIHAN KEPALA DAERAH DALAM KONTEKS UUD NRI TAHUN 1945 Sodikin Sodikin
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 4, No 1 (2015): April 2015
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1335.383 KB) | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v4i1.47

Abstract

Pemilihan kepala daerah merupakan salah satu proses politik yang dapat dikatakan proses yang sangat demokratis, sehingga pemilihan kepala daerah perlu terus diupayakan agar proses demokrasi itu menjadi bagian dalam sistem pemerintahan pada tingkat daerah. Pelaksanaan pemilihan kepala daerah setelah amandemen UUD 1945 dilakukan secara melalui pemilihan umum. Akan tetapi, pelaksanaannya menimbulkan permasalahan,terutama adalah konflik sosial secara horizontal di masyarakat dan juga kepala daerah yang dipilih tidak menghasilkan kepala daerah apa yang diidealkan dari pemilihan kepala daerah secara langsung. Dengan menggunakan metode deskriptif normatif dapat disimpulkan Pemilihan kepala daerah yang sekarang dilaksanakan secara langsung dan akan terus dilaksanakan secara langsung dan serentak, tidaklah sesuai dengan apa yang dikehendaki dalam Pasal 18 ayat (4) khususnya dan umumnya UUD NRI 1945. Penulis merekomendasikan agar pembentuk undang-undang (DPR dan Pemerintah) dalam membuat undang-undang untuk mengatur pemilihan kepala daerah disesuaikan dengan UUD NRI 1945, untuk menghindari kemungkinan diujimaterialkan ke Mahkamah Konstitusi. Hal ini termasuk undang-undang Pemilihan Kepala Daerah yang sekarang sudah diundangkan.Local election for regional leaders is one of the political process that can be said to be a very democratic process, so that the local elections should be fostered so that it becomes part of the democratic process in the system of governance at the regional level. Implementation of local elections after the amendments of the 1945 Constitution is conducted through elections. However, its implementation has caused problems, particularly horizontally social conflict in the society and moreover the elected regional leaders are not what is idealized by the direct election of local leaders. By using descriptive- normative method, it can be concluded that the current implementation of local election for regional leaders which will be conducted directly and simultaneously, is not correspond with what the Article 18 paragraph (4) stipulates and generely with the 1945 Constitution. Therefore, legislators (House of Representatives and Government) in making laws- especially one that regulated the local elections for regional leaders, need to seek the conformity with the 1945 Constitution, to avoid the possibilty it being submitted to the Constitutional Court for judicial review. This includes the law on local election for regional leaders which has been enacted.
EFEKTIFITAS POS BANTUAN HUKUM DI PENGADILAN ( Studi Pada Posbakum Pengadilan Agama Sleman Tahun 2011-2012) Thalis Noor Cahyadi
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 2, No 1 (2013): April 2013
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (360.697 KB) | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v2i1.79

Abstract

Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 10 Tahun 2010 mengamanahkan tentang pembentukan Pos Bantuan Hukum (Posbakum) di setiap pengadilan di bawah Mahkamah Agung (MA). Pengadilan Agama (PA) Sleman menjadi salah satu pilot project dalam pembentukan Posbakum, yang dimulai sejak 2011 dan berakhir 2012. Penyelenggaraan Posbakum di PA Sleman dirasakan sangat membantu masyarakat miskin dan bagi mereka yang tidak dapat memahami birokrasi pengadilan dan bagaimana memecahkan persoalan hukum. Namun, keberadaan Posbakum perlu diteli Ɵ mengenai bagaimana penyelenggaraan Posbakum di PA Sleman dan sejauhmana efek Ɵ fi tasnya dalam membantu masyarakat miskin untuk mengakses keadilan? Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyelenggaraan Posbakum di PA Sleman selama 2011 hingga 2012 dapat berjalan dengan baik dan efek tif. Data dari DPW APSI DIY dan LSBH UIN Yogyakarta menunjukkan bahwa lebih dari 1000 orang (1.272 orang) yang datang ke Posbakum PA Sleman mendapatkan layanan jasa bantuan hukum yang mereka butuhkan. Penelitian ini merekomendasikan untuk penyediaan anggaran bantuan yang lebih besar yang digunakan Ɵ dak hanya sebatas pemberian advis dan pembuatan berkas gugatan/permohonan saja, tetapi juga pada pendampingan perkara terutama perkara-perkara tertentu yang urgen seperti Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan Perlindungan Anak. Selain itu penyelenggaraan bantuan hukum harus ditunjang oleh aturan main yang jelas yang tidak membuka tafsir liar sehingga membuat potensi adanya pemberian bantuan hukum yang salah sasaran.The mandate Seth forth in SEMA No. 10 Year 2010 is establishing legal aid centre (Posbakum) in any court which under the Supreme Court authority. Religious Court (PA) of Sleman becomes one of the pilot projects in the establishment POSBAKUM, which started since Year 2011 and ended in Year 2012. Implementation POSBAKUM in Religious Court Sleman is extremely helpful for poor society and those who could not understand how bureaucracy of court and how to resolve legal issues. Nevertheless, the existence of Posbakum needs to be researched as to how the implementation of Posbakum in PA Sleman and how far its effectiveness in helping the poor to access justice. The result of research showing that implementation of POSBAKUM at religious court Sleman during year 2011-2012 runs properly and effectively. Data from DPW APSI DIY and LSBH UIN Jogjakarta showing that more than 1000 people (1272 people) comes into POSBAKUM Religious court Sleman and obtain legal assistance services which they needed. This research recommends providing a larger aid budgets are used not only limited to giving advice and making the lawsuit/petition but also on mentoring cases, especially in certain ma Ʃ ers such as domestic violence which urgent and child protection. Besides, implementations of legal aid have to support by clear rules that do not open to multi interpretation so that make a potential misdirected for legal assistance.
Volume 1 Nomor 1, April 2012 157 Perlindungan terhadap Tenaga Kerja Indonesia Irregular di Luar Negeri ( Adharinalti ) PERLINDUNGAN TERHADAP TENAGA KERJA INDONESIA IRREGULAR DI LUAR NEGERI Adharinalti Adharinalti
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 1, No 1 (2012): April 2012
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (334.702 KB) | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v1i1.111

Abstract

Indonesia merupakan salah satu negara terbesar yang mengirimkan warga negaranya bekerja ke luar negeri, namun banyak diantaranya tidak memiliki dokumen yang sah (dalam kondisi irregular). Dengan statusnya tersebut, hak-hak mereka beserta keluarganya banyak yang tidak tertunaikan dan diperlakukan tidak semestinya. Bagaimana perlindungan terhadap mereka merupakan permasalahan yang harus diberikan solusinya. Dalam penelitian yang menggunakan pendekatan normatif ini memperlihatkan bahwa tenaga kerja Indonesia yang tidak berdokumen (irregular situation) beserta keluarganya secara hukum mendapatkan perlindungan. Perlindungan tersebut terlihat dalam International Convention 1990 on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families, meskipun hingga saat ini pemerintah belum meratifikasi konvensi tersebut. Untuk mendapatkan perlindungan terhadap worker irregular perlu diupayakan ratifikasi atas konvensi tenaga kerja Indonesia yang tidak berdokumen (irregular situation) beserta keluarganya .Indonesia is one of the largest countries that send their citizens to work in a foreign country, but many of them do not have valid documents (in the irregular condition). With such status, their rights and their families many of which are not guaranteed and should not be treated. How to protect against them is a problem that should be the solution. In a study using a normative approach shows that Indonesian workers are undocumented (irregular situation) and their families are legally protected. Protection is seen in the 1990 International Convention on the Protection of the Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families, although until now the government has not ratified the convention. To obtain the protection of irregular workers have sought ratification of the Convention of Indonesian workers are undocumented (irregular situation) and his family.
PROBLEMATIKA PENEGAKAN HUKUM PENATAAN RUANG DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH Suharyo Suharyo
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 6, No 2 (2017): Agustus 2017
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2040.47 KB) | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v6i2.185

Abstract

Dalam dinamika kehidupan masyarakat yang semakin berkembang pesat dan maju dengan perekonomian yang membaik, tata ruang menjadi hal yang sangat strategis untuk menccapai ketertiban, keserasian, kesejahteraan, dan ketenteraman masyarakat. Sebagai kebijakan negara telah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Dalam era otonomi daerah juga telah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah jo Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, dan undang-undang lainnya. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana implementasi undang-undang penataan ruang  serta bagaimana pula implementasi undang-undang pemerintahan daerah yang di dalamnya terdapat juga pengaturan tata ruang, serta bagaimana strategi penegakan hukumnya. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Kesimpulan tulisan ini adalah bahwa penataan ruang harus selaras dengan kepentingan pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah kabupaten kota, mengacu pada berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan saling berkaitan. Penegakan hukum sangat dimungkinkan melalui berbagai sanksi termasuk sanksi pidana jika terdapat/memenuhi unsur pidana. 
PEMBARUAN HUKUM ANTAR TATAHUKUM INDONESIA DALAM RANGKA MENDUKUNG PERKEMBANGAN EKONOMI DI ERA GLOBALISASI Basuki Rekso Wibowo
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 7, No 2 (2018): Agustus 2018
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5001.029 KB) | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v7i2.261

Abstract

Keterlibatan Indonesia dalam hubungan perdagangan dengan negara negara lain telah berlangsung cukup lama. Hal yang tidak lepas dan terkait dengan hubungan perdagangan adalah dokumen kontrak, terlebih lagi kontrak dagang internasional yang mana terdapat perbedaan latar belakang status dan kedudukan hukum dari masing masing pihak yang terlibat. Tulisan ini menyoroti akibat hukum yang timbul dengan adanya klausula pilihan hukum dan pilihan forum dalam kontrak dagang internasional dan arah pembaruan hukum perdata internasional ke depan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif melalui pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual didapati hasil bahwa dalam setiap perumusan kontrak dagang internasional diperlukan kehati-hatian dan kecermatan dari para pihak terhadap segala rumusan klausula dan substansi yang akan dimuat di dalamnya. Hal yang sangat penting untuk diperhatikan yaitu yang menyangkut pilihan hukum dan pilihan forum. Ketepatan melakukan pilihan hukum akan menentukan keabsahan kontrak dan penerapan hukum yang berlaku terhadap kontrak. Dan terhadap penyelesaian sengketa kontrak dagang internasional lebih tepat apabila dilakukan melalui forum arbitrase internasional yang disepakati, dimana arbitrase internasional tersebut dinilai memiliki reputasi tinggi serta putusannya dapat dimintakan pengakuan dan pelaksanaan di negara dari pihak yang menandatangani kontrak dagang internasional tesebut. Dan terhadap politik hukum yang menyangkut pembaruan hukum merupakan kebutuhan mendesak dalam rangka meningkatkan perekonomian sehingga perlu segera menyempurnakan RUU Hukum Perdata Internasional yang sudah ada untuk dimasukkan ke dalam prioritas Prolegnas. 
MENDUDUKKAN KASULTANAN DAN KADIPATEN SEBAGAI SUBYEK HAK MILIK ATAS TANAH KASULTANAN DAN TANAH KADIPATEN DALAM KEISTIMEWAAN YOGYAKARTA Dian Agung Wicaksono; Ananda Prima Yurista; Almonika Cindy Fatika Sari
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 8, No 3 (2019): Desember 2019
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (494.272 KB) | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v8i3.342

Abstract

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (UU KDIY) menetapkan Kasultanan dan Kadipaten sebagai badan hukum pemegang hak milik atas tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten. Penetapan tersebut menjadi diskursus dalam konteks hukum pertanahan di Indonesia, karena badan hukum yang diperkenankan menjadi pemegang hak milik atas tanah secara definitif disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-Badan Hukum yang Dapat Mempunyai Hak Milik atas Tanah (PP 38/1963). Pengaturan dalam PP a quo menimbulkan persepsi seolah-olah Kasultanan dan Kadipaten tidak dapat menjadi pemegang hak milik atas tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten. Penelitian ini mencoba melihat dari perspektif kajian hukum pemerintahan daerah dan hukum agraria dalam kerangka menjernihkan kedudukan hukum Kasultanan dan Kadipaten sebagai pemegang hak milik atas tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan menganalisis data sekunder berupa peraturan perundang-undangan dan pustaka yang terkait dengan keistimewaan Yogyakarta dan hukum pertanahan di Indonesia. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Kasultanan dan Kadipaten merupakan salah satu badan hukum khusus yang terlepas dari ketentuan-ketentuan yang melekat bagi badan hukum publik atau privat secara an sich.
PENUNDAAN PEMILIHAN KEPALA DAERAH PADA MASA PANDEMI COVID-19 DALAM PERSPEKTIF HUKUM ADMINISTRASI NEGARA Wicipto Setiadi
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 9, No 3 (2020): Desember 2020
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (495.653 KB) | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v9i3.514

Abstract

Pemilihan umum merupakan cara untuk memilih wakil-wakil rakyat secara demokratis. Dengan adanya pandemi covid-19 maka pemilihan kepala daerah tahun 2020 ditunda. Hal ini diatur dalam  Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2020  dan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor: 179/PL.02-Kpt/01/KPU/III/2020 tentang Penundaan Tahapan Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur , Bupati Dan Wakil Bupati, Dan / Atau Walikota Dan Wakil Walikota Tahun 2020 Dalam Upaya Pencegahan Penyebaran Covid-19. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan analisis.  Asas dan Norma Hukum Administrasi Negara dalam Pembuatan Instrumen Pemerintahan dalam tulisan ini menyimpulkan Penundaan  Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2020 dengan instrumen yuridis Undang – Undang Nomor 6 Tahun 2020 maupun Keputusan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor: 179 /PL.02-Kpt/01/ KPU/III/2020  memenuhi unsur Pasal 5 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan baik dari segi asas legalitas, asas perlindungan terhadap hak asasi manusia dan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB). Dalam pembahasan ada kesesuaian AUPB dengan Penundaan  Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2020 berdasarkan asas kepastian hukum dan asas kecermatan yang biasa digunakan dalam yurisprudensi ataupun doktrin.
KESINAMBUNGAN POLITIK HUKUM PEMBERANTASAN KORUPSI Muh. Risnain
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 3, No 3 (2014): December 2014
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (517.805 KB) | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v3i3.28

Abstract

Kesinambungan politik hukum pemberantasan korupsi merupakan hal penting yang akan dihadapi oleh pemerintah dalam melaksanakan program-program pemberantasan korupsi pada masa yang akan datang. Oleh karena itu penting dibahas apakah instrumen politik hukum pemberantasan korupsi yang telah ada akan mengikat pemerintahan yang baru dan bagaimana konsep keberlanjutan pemberantasan korupsi yang tepat bagi rezim pemerintahan yang baru. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dapat dipaparkan bahwa politik pemberantasan korupsi yang telah dituangkan dalam Tap MPR No.VIII/ MPR/ RI Tahun 2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJP dan Perpres Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014 merupakan instrumen hukum yang mengikat pemerintahan Jokowi pada 2014-2019. Konsep yang akan menjamin kesinambungan pemberantasan korupsi pemerintahan Jokowi adalah dengan melakukan sinkronisasi peraturan perundang-undangan di bidang politik hukum pemberantasan korupsi. Untuk menjamin konsep tersebut berjalan dengan baik maka Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Sekretariat Negara dan Kementerian Hukum dan HAM hendaknya melakukan koordinasi dalam penyusunan rancangan RPJMN 2014-2019.Sustainability of legal policy concerning eradication of corruption is urgent problem faced by government in conducting corruption eradicating programs in the future. Therefore, it is important to discuss wether existing legal policy instruments of corruption eradication laws have binding power to rule new government and how the concept of sustainability to eradicate corruption that is suitable for the new regime. By using normative juridical research method can be described that the eradication of corruption policy has been outlined in the People Consultative Council Decree Number VIII/MPR/RI year 2001 regarding Recommendations of policy’s direction on prevention and eradication of corruption, collusion and nepotism. Law Number 17 year 2007 regarding Long term National Development Plan and Presidential Regulations Number 55 year 2012 regarding National Strategy for the Prevention and Eradication of Corruption Long Term year 2012-2025 and Medium Term year 2012-2014 is a binding legal instrument for President Jokowi’s governance reign 2014-2019. The legal concept that guarantees the continuity of eradication of corruption President Jokowi’s governance eradication of corruption programs is by doing synchronization of legislation in corruption eradication legal policy. In order to guarantee that those concepts running well thus the ministry of national development planning, ministry of state secretary, and the ministry of law and human rights should be coordinating in promulgation of national medium term national development planning’s draft.
PERUBAHAN SISTEM PEMILIHAN KEPALA DAERAH DALAM DINAMIKA PELAKSANAAN DEMOKRASI M. Lutfi Chakim
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 3, No 1 (2014): April 2014
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (506.563 KB) | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v3i1.60

Abstract

Pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung adalah suatu mekanisme yang berfungsi sebagai pelaksanaan demokrasi. Namun, dalam perjalanannya muncul ketidakpuasan berbagai pihak untuk tidak lagi menggunakan sistem pemilihan gubernur secara langsung. Hal itulah yang menjadi dasar bagi Pemerintah untuk mengusulkan sistem pemilihan gubernur oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) melalui Rancangan Undang-undang tentang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada). Usulan perubahan sistem tersebut merupakan topik yang sangat serius, karena berpotensi mengingkari kedaulatan rakyat yang dijamin dalam UUD 1945. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dapat disimpulkan bahwa, pertama , pemilihan secara langsung merupakan satu-satunya cara yang paling efektif untuk memaknai frasa ”dipilih secara demokratis” sebagaimana dimuat dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945. Kedua , sejarah pemilihan kepala daerah ditandai dengan diberlakukannya berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan pemerintahan daerah mulai sejak masa kolonial hingga reformasi. Ketiga , sistem pemilihan gubernur secara perwakilan oleh DPRD merupakan kemunduran bagi demokrasi. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengambil pelajaran dari sejarah sistem pemilihan kepala daerah. Setelah itu, diharapkan pemerintah dapat meninjau kembali kebijakannya tentang sistem pemilihan kepala daerah oleh DPRD yang tertuang dalam RUU Pilkada.Local government election directly is a mechanism of democracy implementation. However, it doesn’t work as expectation while disappointing parties urge to not use governor election system directly anymore. That’s the basis for the Government to propose Governor election system by House of representatives through Draft Law About the local government elections. The proposal to change the system of the local government elections is a very serious topic, because it has to deny the sovereignty of the people in the Republic of Indonesia’s 1945 Constitution potentially. Using normative legal research method approach, it could be concluded that, first, government election directly is the most effective way to interpretate the phrase ”democratically elected” as mentioned in article 18 verse (4) of the Republic of Indonesia’s 1945 Constitution. Second, the history of local government elections marked by the enactment of various regulations on Local Government since the colonial era to the reform. Third, the Governor election system by House of representatives is a setback for democracy. Therefore, the Government needs to learn from the history of local government election. After all, the government expected to review its policy about local government election system by House of representatives in draft Law About the local government elections.

Page 1 of 32 | Total Record : 320