cover
Contact Name
Sekretariat Jurnal Rechtsvinding
Contact Email
jurnal_rechtsvinding@bphn.go.id
Phone
+6221-8091908
Journal Mail Official
jurnal_rechtsvinding@bphn.go.id
Editorial Address
Jl. Mayjen Sutoyo No. 10 Cililitan Jakarta, Indonesia
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Rechts Vinding : Media Pembinaan Hukum Nasional
ISSN : 20899009     EISSN : 25802364     DOI : http://dx.doi.org/10.33331/rechtsvinding
Core Subject : Social,
Rechtsvinding Journal is an academic journal addressing the organization, structure, management and infrastructure of the legal developments of the common law and civil law world.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 9 Documents
Search results for , issue "Vol 11, No 2 (2022): Agustus 2022" : 9 Documents clear
REFORMULASI PENGATURAN DAN PENGUATAN KOMISI APARATUR SIPIL NEGARA (KASN) SEBAGAI PENGAWAS EKSTERNAL DALAM RANCANGAN UNDANG-UNDANG APARATUR SIPIL NEGARA Barus, Sonia Ivana
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 11, No 2 (2022): Agustus 2022
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v11i2.934

Abstract

KASN merupakan lembaga pengawas eksternal ASN yang perannya sangat dibutuhkan. Namun melalui RUU ASN, KASN malah berpotensi untuk dibubarkan. Pembubaran ini dianggap sebagai solusi perampingan lembaga dengan alasan bahwa tugas KASN dapat dilakukan oleh Instansi masing-masing. Alih-alih membubarkan KASN, ada lembaga lain yang mengurusi persoalan ASN mengalami overlapping fungsi. Salah satunya adalah tumpang tindih kewenangan mengawasi sistem manajerial ASN antara KemenPAN-RB dengan BKN. Untuk itu, penulis tertarik untuk membahas Bagaimana sistem pengawasan terhadap manajemen ASN dalam kerangka hukum kepegawaiandan Bagaimana formulasi pengaturan lembaga pengawas ASN yang tepat yang seharusnya dimuat dalam RUU ASN. Penelitian adalah penelitian normatif, yakni penelitian yang bertujuan untuk mencari jawaban atas permasalahan hukum dengan menggunakan teori hukum normatif yang sifatnya doktrinal. Penulis berkesimpulan bahawa KASN adalah lembaga pengawas eksternal yang tugas, fungsi dan wewenangnya harus diperkuat. Salah satu upaya memperkuat KASN adalah dengan cara menambah cakupan fungsi pengawasan. Adapun target pengawasan ideal yang harusnya diserahkan kepada KASN adalah pengawasan manajerial. Sebelumnya pengawasan manajerial ini dilakukan oleh dua lembaga sekaligus yakni KemenPAN-RB dan BKN. Hal ini tentu melanggar asas efektifitas dan efisiensi. KASN harusnya menangani permaslaahan jika terjadi dugaan kesalahan baik secara etik maupun prosedural terhadap jalannya mekanisme manajerial ASN.
REKONSTRUKSI PENGATURAN DAN SANKSI HUKUM BAGI PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA KORUPSI RECONSTRUCTION OF LEGAL REGULATING AND SANCTIONING THE EMPLOYEE OF STATE CIVIL APPARATUS WHO COMITS CORRUPTION CRIMINAL ACT Tohadi, Tohadi
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 11, No 2 (2022): Agustus 2022
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v11i2.931

Abstract

Pegawai Aparatur Sipilil Negara (ASN) memiliki posisi penting dalam mewujudkan adanya pemerintahan yang bersih (clean governance). Semangat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (selanjutnya: disebut UU ASN) sudah mengarah pada tujuan melahirkan pegawai ASN yang berintegritas dan bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), sebagai syarat penting terwujudnya clean governance tersebut. Namun demikian, konstruksi pengaturan hukum dan sanksi bagi pegawai ASN yang melakukan tindak pidana korupsi tidak tegas dan menimbulkan tafsir berbeda. Faktanya, bagi pegawai ASN yang telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi pada banyak kasus tidak dikenakan sanksi administrasi pemberhentian tidak dengan hormat. Penulis tertarik membedah, pertama, bagaimana pengaturan hukum bagi pegawai ASN yang melakukan tindak pidana korupsi dan penjatuhan sanksinya, dan kedua, bagaimana rekonstruksi pengaturan hukum bagi ASN yang melakukan tindak pidana korupsi dan penjatuhan sanksinya kedepan khususnya dalam UU ASN. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif berdasarkan sumber data sekunder terutama UU ASN. Penulis menyimpulkan, pertama, pengaturan hukum bagi pegawai ASN yang melakukan tindak pidana korupsi serta penjatuhan sanksinya tidak secara tegas diatur dalam UU ASN serta peraturan pelaksanaannya dalam hal ini PP No. 11 Tahun 2017 yang telah diubah dengan PP No. 17 Tahun 2020. Dalam peraturan perundang-undangan tersebut hanya mengatur dan menggunakan rumusan “tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan”, tidak ada rumusan “tindak pidana korupsi”.  Kedua, dalam UU ASN khususnya Pasal 87 ayat (4) huruf b perlu dilakukan rekonstruksi pengaturan hukum dan penjatuhan sanksi bagi pegawai ASN yang telah melakukan tindak pidana korupsi. Perlu dilakukan perubahan dan/atau penyempurnaan dengan mempertegas rumusan norma yang mengatur dan menyebutkan secara tersurat “tindak pidana korupsi”.
Revitalisasi Partisipasi Publik pada Seleksi Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) dalam Sistem Kepegawaian Aparatur Sipil Negara (ASN) di Indonesia SUDARWANTO, AL SENTOT
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 11, No 2 (2022): Agustus 2022
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v11i2.923

Abstract

Masyarakat memiliki peran penting pada seleksi jabatan pimpinan tinggi (JPT) dalam sistem kepegawaian aparatur sipil negara (ASN). Selain terkait dengan pelayanan publik, seleksi JPT yang akuntabel, transparan, dan professional merupakan wujud konkret penerapan good governance. Namun, banyaknya pejabat ASN yang terjerat kasus hukum dan banyaknya kepala daerah yang terjerat kasus jual beli jabatan menjadi indikasi minimnya partisipasi publik pada seleksi JPT.  Penelitian ini bertujuan untuk menjawab 2 (dua) rumusan masalah, yaitu: (1) Apakah partisipasi publik pada seleksi JPT saat ini sudah optimal? (2) Bagaimana seharusnya konsep revitalisasi partisipasi publik pada seleksi JPT dalam sistem kepegawaian ASN di Indonesia? Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum dengan pendekatan statute approach dan conseptual approach. Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan observasi dokumen. Analisis yang digunakan adalah analisis yuridis kualitatif.Hasil penelitian menyebutkan bahwa berdasarkan lima spektrum utama partisipasi publik, yaitu: inform, consult, involve, collaborate, dan empower, partisipasi masyarakat pada seleksi JPT saat ini belum optimal. Beberapa upaya revitalisasi partisipasi publik yang dapat dilakukan, yaitu: (1) mewajibkan uji publik bagi calon pejabat pimpinan tinggi pada seleksi JPT; (2) membangun komunikasi positif antara publik dengan panitia seleksi melalui media; dan (3) membangun sistem pengawasan yang terintegrasi antara publik, Komisi ASN, dan Lembaga Ombusman.
REKONSTRUKSI PENGATURAN HAK DIPILIH PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF MENURUT UUD 1945 Saifulloh, Putra Perdana Ahmad
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 11, No 2 (2022): Agustus 2022
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v11i2.920

Abstract

Hak Dipilih dalam Pemilihan Umum merupakan hak konstitusional warga negara yang dijamin UUD 1945. Akan tetapi, terdapat pengaturan yang diskriminatif di mana warga negara yang berprofesi Pegawai Negara Sipil harus mendurkan diri apabila ingin menggunakan hak dipilih dalam Pemilihan Umum Legislatif. Penelitian ini menggunakan menggunakan metode penelitian hukum normatif, dengan pendekatan perundang-undangan, historis, dan konseptual. Hasil penelitian ini: pertama, Pengaturan Larangan Hak Dipilih Pegawai Negeri Sipil dalam Pemilihan Umum, yaitu bertujuan untuk menjaga netralitas dan profesionalitas Pegawai Negara Sipil. Kedua,  Rekonstruksi Pengaturan Hak Dipilih Pegawai Negeri Sipil Dalam Pemilihan Umum Legislatif Menurut UUD 1945, 1). Pegawai Negeri Sipil tetap diperkenankan menjadi Anggota Lembaga Legislatif tanpa harus kehilangan statusnya sebagai Pegawai Negeri Sipil. Apabila terpilih, maka yang bersangkutan haruslah dalam status nonaktif atau cuti di luar tanggungan negara. Guna menghindari Pegawai Negeri Sipil digunakan sebagai mesin pemenangan dalam Pemilihan Umum, Pegawai Negeri Sipil yang mencalonkan diri disyaratkan mundur sementara dari Pegawai Negeri Sipil, tidak permanen. 2). diperlukan optimalisasi Hukum Positif mengenai pengawasan netralitas Pegawai Negeri Sipil dalam Pemilihan Umum melalui jalan kerja sama lintas lembaga agar pengawasan Pegawai Negeri Sipil bisa berjalan secara optimal.
PENYALAHGUNAAN WEWENANG OLEH PEGAWAI NEGERI SIPIL (Ratio Legis Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil) Anggoro, Firna Novi
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 11, No 2 (2022): Agustus 2022
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v11i2.936

Abstract

PP No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS memuat beberapa ketentuan baru yang belum pernah diatur dalam peraturan Disiplin PNS sebelumnya. Pasal 36 PP No. 94 Tahun 2021 mengatur mekanisme pemeriksaan PNS yang diduga menyalahgunaan wewenang dan berimplikasi terhadap kerugian keuangan negara. Penelitian ini berupaya mengkaji bagaimana ratio legis dari Pasal 36 PP No. 94 Tahun 2021. Penelitian ini adalah penelitian normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan konseptual. Pembacaan terhadap Pasal 36 PP No. 94 Tahun 2021 tidak berdiri sendiri. Diperlukan penafsiran hukum (legal interpretation) sistematis sehingga ketentuan Pasal 36 PP No. 94 Tahun 2021 memiliki keterkaitan erat dengan ketentuan Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Ratio Legis Pasal 36 PP No. 94 Tahun 2021 adalah bentuk perlindungan hukum PNS dalam menjalankan tugas dan kewenangannya agar tidak mudah terjadi overcriminalization. Pasal 36 PP No. 94 Tahun 2021 jo. Pasal 20 dan Pasal 21 UUAP memuat pengarusutamaan fungsi hukum administrasi sebagai primum remidium dan hukum pidana sebagai ultimum remidium dalam penyelesaian PNS yang diduga menyalahgunakan wewenang dan berindikasi kerugian keuangan negara. Hal tersebut sejalan dengan asas presumptio iustae causa (vermoeden van rechtmatigheid), prinsip persamaan dihadapan hukum (equality before the law) serta memberikan keadilan yang proporsional bagi PNS. Oleh karena itu, Perlu dilakukan sosialisasi dan internalisasi secara berkelanjutan terkait substansi ketentuan Pasal 36 PP No. 94 Tahun 2021 dan UUAP kepada Pejabat Pembina Kepegawaian, Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), Aparat Penegak Hukum dan setiap PNS.
LEGAL STANDING APPOINTED STATE CIVIL APPARATUS IN REPLACEMENT THE HEAD REGION OF REGION AUTONOMY POST CONSTITUTIONAL COURT VERDICT NO. 67/PUU-XIX/2021 APRIL 20, 2021 Tuanaya, Halimah Humayrah
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 11, No 2 (2022): Agustus 2022
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v11i2.928

Abstract

Appointed State Civil Apparatus (SCA) as replacement ended time of Head Region in year 2022 and 2023, for the Governor, Head Regent, Mayor, basicly those are pragmatic side made by the Central Government to accommodate several aspect. The discretion legitimate the appointment in range of moment until the new Head Region elected in gather election 2024. Meanwhile, the appointment potentially would causing new disputes and could be the SCA shall not focus on the on progress several program region government. Therefore, the appointment philosophically did not parallel in the spirit of democracy and region autonomy because of centralistic controlling not decentralistic system.
KEJAHATAN MEMPERKAYA DIRI SENDIRI SECARA MELAWAN HUKUM (ILLICIT ENRICHMENT) DAN APARATUR SIPIL NEGARA: SEBUAH KAJIAN KRITIS Herlambang, Herlambang; Fernando, Zico Junius; Rahmasari, Helda
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 11, No 2 (2022): Agustus 2022
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tindak pidana korupsi (TIPIKOR) di Negara Indonesia dilihat dari tren pelaku sampai tahun 2022, banyak berlatar belakang dari Aparatur Sipil Negara (ASN) walupun ada juga dari non ASN seperti pihak swasta. ASN sebenarnya dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi dibekali dengan nilai-nilai ANEKA (Akuntabilitas, Nasionalisme, Etika Publik, Komitmen Mutu, Anti Korupsi) dan BerAKHLAK (Berorientasi Pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif), namun masih banyak terjadi korupsi yang dilakukan oleh ASN terutama ketika menjabat sebagai pejabat publik dengan memperkaya diri sendiri secara melawan hukum (illicit enrichment) dan tidak mau melaporkan kekayaan yang dipunyai, padahal meningkat secara tajam. Kendalanya karena Illicit enrichment tidak bisa dikriminalisasi disebabkan belum diatur didalam aturan mengenai anti korupsi yang ada di Indonesia. Metode penelitian dipakai adalah metode pendekatan hukum doktrinal (normative) yang memakai bahan hukum, baik bahan primer, bahan sekunder maupun bahan hukum tersier. Pendekatan yang dipakai adalah statute approach, comparative approach, conceptual approach. Hasil dalam penelitian ini bahwa illicit enrichment adalah suatu perbuatan memperkaya secara melawan hukum, dilakukan dengan sengaja, yang menyebabkan kekayaan pejabat publik (ASN maupun non ASN) meningkat secara signifikan, di mana pelaku tidak dapat menjelaskan secara rasional terkait  dengan pendapatan sahnya dan untuk itu diperlukan upaya mencegah illicit enrichment dengan melakukan kebijakan formulasi terhadap illicit enrichment di Indonesia (dikriminalisasi) yang juga sejak awal diamanahkan oleh Konvensi UNCAC 2003 dan sesuai dengan Pancasila dan UUD NRI 1945.
REKONSTRUKSI POLITIK HUKUM PENGATURAN ASN DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA Gelora M, Ahmad
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 11, No 2 (2022): Agustus 2022
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v11i2.930

Abstract

Reformasi birokrasi yang dilakukan oleh Pemerintah sepatutnya sejalan dengan esensi reformasi birokrasi itu sendiri yaitu menciptakan birokrasi yang efektif dan efisien. Akan tetapi, pemberlakuan Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang menghapus jabatan administratif dan merubahnya menjadi jabatan fungsional justru kontradiktif dengan semangat reformasi birokrasi itu sendiri. Selain itu, penggunaan instrumen Peraturan Menteri dalam melakukan perubahan norma juga tidak selaras dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Oleh karena itulah, diperlukan politik hukum yang tepat baik secara formil maupun materiil untuk memastikan bahwa pengaturan ASN akan selaras dengan prinsip-prinsip untuk menciptakan birokrasi yang ideal dalam sistem hukum Indonesia. Metode penelitian dalam artike ini adalah bagaimanakah politik hukum yang tepat terkait pengaturan ASN dalam sistem hukum Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Hipotesis penelitian ini adalah diperlukan rekonstruksi politik hukum pengaturan aparatur sipil negara dalam sistem hukum Indonesia. 
Government Political Communication In Packaging the Policy Message for the Existence of Non-State Civil Apparatus Workers for Strengthening Public Service Hkikmat, Mahi Mamat
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 11, No 2 (2022): Agustus 2022
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v11i2.917

Abstract

AbstractOne of the problems of the government's staffing policy is political communication which is less relevant to the democratic political system between the political superstructure and political infrastructure. What is the reality of the Government's political communication in the non-state civil apparatus manpower management policy and what kind of political communication model can be developed in the non-state civil apparatus manpower management policy. By using an interpretive subjective approach, qualitative research methods, and descriptive research types, it was found that there were problems of political communication carried out by the Government as a political superstructure in issuing political policy messages in the form of legislation related to the management of Non-State Civil Apparatus. A sound political communication model is an option that must be developed by building positive interactions between the Government and employees, so as to get an explicit response regarding the pure aspirations of honorary workers and outsourcing workers.

Page 1 of 1 | Total Record : 9