cover
Contact Name
Sekretariat Jurnal Rechtsvinding
Contact Email
jurnal_rechtsvinding@bphn.go.id
Phone
+6221-8091908
Journal Mail Official
jurnal_rechtsvinding@bphn.go.id
Editorial Address
Jl. Mayjen Sutoyo No. 10 Cililitan Jakarta, Indonesia
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Rechts Vinding : Media Pembinaan Hukum Nasional
ISSN : 20899009     EISSN : 25802364     DOI : http://dx.doi.org/10.33331/rechtsvinding
Core Subject : Social,
Rechtsvinding Journal is an academic journal addressing the organization, structure, management and infrastructure of the legal developments of the common law and civil law world.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 9 Documents
Search results for , issue "Vol 8, No 2 (2019): Agustus 2019" : 9 Documents clear
INTEGRASI TATA KELOLA KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KELAUTAN BERKELANJUTAN Diah Apriani Atika Sari
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 8, No 2 (2019): Agustus 2019
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3772.263 KB) | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v8i2.320

Abstract

Wilayah laut Indonesia memiliki makna yang sangat penting untuk pembangunan nasional. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan mencatat potensi ekonomi kelautan mencapai Rp. 3000 triliun sementara yang baru digarap baru Rp. 291,8 triliun. Artinya, potensi nilai ekonomi kelautan belum dimanfaatkan dan dikelola secara maksimal. Pembangunan kelautan harus tepat sasaran berdasarkan pada pendekatan pembangunan yang berkelanjutan agar pemanfaatan lautdapat mencapai tujuannya yaitu untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran seluruh rakyat. Dengan demikian, diperlukan tata kelola yang baik dan berkelanjutan dari sektor ekonomi, sosial-budaya, serta politik, pertahanan dan keamanan untuk mendukung program pembangunan kelautan. Untuk mencapai tujuan tersebut, Pemerintah merumuskan dalam kebijakan kelautan Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2017 Tentang Kebijakan Kelautan Indonesia. Langkah penting selanjutnya adalah membuat program-program pembangunan kelautan Indonesia yang komprehensif dan terintegrasi untuk mewujudkan cita-cita Indonesia sebagai Poros Kelautan Dunia.
RESTRUKTURISASI KEWENANGAN GUNA MENDUKUNG PENGELOLAAN RUANG LAUT YANG BERDAULAT DAN BERKELANJUTAN yerrico - kasworo
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 8, No 2 (2019): Agustus 2019
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3772.232 KB) | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v8i2.326

Abstract

Indonesia memiliki visi menjadi negara poros maritim dunia yang berdaulat, maju, mandiri, dan kuat, serta memberikan kontribusi positif bagi keamanan dan perdamaian kawasan dunia. Dalam rangka mewujudkan visi tersebut maka di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015 – 2019 terkait dengan pengeloaan sumber daya kelautan dan kemaritiman menjadi program penting bagi bangsa Indonesia. Tulisan ini mencoba mengangkat permasalahan tumpang tindih kewenangan instansi terkait di dalam pengelolaan ruang laut, melalui metode penelitian yuridis normatif maka diperoleh kesimpulan bahwa tedapat tumpang tindih kewenangan antar instansi berdasarkan regulasi yang ada dalam hal penegakan hukum di laut Indonesia. Tidak hanya itu, koordinasi antar penegak hukum juga lemah sehingga seringkali terjad benturan kewenangan. Ada juga kebijakan masing-masing instansi yang menimbulkan konflik kepentingan. Oleh sebab itu maka koordinasi antar berbagai instansi akan sangat menentukan keberhasilan dalam penegakan hukum di laut Indonesia.
KOHERENSI PENGATURAN ILLEGAL, UNREPORTED, AND UNREGULATED FISHING DI INDONESIA Muhammad Fatahillah Akbar
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 8, No 2 (2019): Agustus 2019
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3772.289 KB) | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v8i2.319

Abstract

Sumber daya hayati perikanan adalah sumber daya yang perlu dilindungi dan dioptimalkan pengolahannya, namun kejahatan di bidang perikanan semakin meningkat. Hukum internasional kemudian mengklasifikasikan kejahatan perikanan ke dalamIllegal, Unreported, and Unregulated Fishing. Pertanyaan dalam penelitian ini adalah bagaimana koherensi hukum nasional Indonesia di bidang perikanan dengan hukum internasional. Hal ini penting karena kejahatan di bidang perikanan memiliki banyak aspek internasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji koherensi hukum nasional dan internasional dalam menanggulangi kejahatan di bidang perikanan, serta mengusulkan reformulasi peraturan perundang-undangan dalam menangani permasalahan tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah normatif-yuridis dengan membandingkan peraturan hukum nasional dan peraturan hukum internasional di bidang perikanan. Penelitian ini menunjukkan bahwa koherensi hukum nasional dan internasional di bidang perikanan ini cukup baik. Namun, terdapat beberapa kelemahan berupa tidak adanya pengaturan unreported fishing, pertanggungjawaban korporasi yang lemah, pengaturan di laut lepas, dan kerjasama dengan WCPFC. Dalam hal ini reformulasi ditujukan untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan tersebut untuk mengoptimalkan perlindungan dan pemanfaatan sumber daya hayati perikanan.
KONSTITUSIONALITAS UNDANG-UNDANG PELAYARAN Luthfi Widagdo Eddyono
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 8, No 2 (2019): Agustus 2019
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3772.31 KB) | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v8i2.322

Abstract

Hingga kini Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (UU Pelayaran) merupakan salah satu undang-undang yang paling sedikit di uji oleh Mahkamah Konstitusi. Tercatat tiga permohonan telah diajukan ke Mahkamah Konstitusi. Hasilnya, dua perkara yaitu 65/PUU-XII/2014 dan 64/PUU-XIII/2015 tidak dapat diterima, dan satu perkara, yaitu perkara Nomor 74/PUU-VIII/2010 ditolak. Tulisan ini akan menjawab pertanyaan terkait konstitusionalitas UU Pelayaran dengan melakukan kajian terhadap putusan yang ditolak saja, yaitu pada perkara 74/PUU-VIII/2010 mengingat putusan yang menyatakan permohonan tidak dapat diterima pada prinsipnya merupakan penolakan gugatan di luar pokok perkara/ permohonan. Tulisan ini merupakan penelitian hukum normatif dengan cara meneliti bahan hukum primer yaitu putusan Mahkamah Konstitusi dan bahan pustaka lainnya sebagai bahan sekunder. Kesimpulannya, putusan tersebut menjadi penting dalam pengembangan hukum maritim karena terdapat penegasan pemaknaan atas diskriminasi dalam konteks hukum, termasuk dalam kaitannya dengan hukum maritim. Mahkamah Konstitusi juga secara tegas membatasi dirinya untuk melakukan aktivisme yudisial (judicial activism) terhadap norma yang bersifat kebijakan hukum terbuka (open legal policy) di bidang pelayaran dan maritim. Mahkamah Konstitusi malah melakukan pembatasan yudisial (judicial restraint) dan berhati-hati untuk tidak masuk ke ranah pembentukan hukum dalam UU Pelayaran. Terakhir, Mahkamah Konstitusi menjawab tudingan monopoli dalam UU Pelayaran dan nilai-nilai ekonomis maritim lainnya.
KEDAULATAN WILAYAH UDARA DI ATAS ALUR LAUT KEPULAUAN INDONESIA (ALKI) Danang Risdiarto
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 8, No 2 (2019): Agustus 2019
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v8i2.318

Abstract

Sesuai dengan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982 Indonesia memiliki 3 (tiga) ALKI (Alur Laut Kepulauan Indonesia). UNCLOS Tahun 1982 menegaskan bahwa negara kepulauan seperti Indonesia dapat menentukan ALKI dan rute penerbangan di atasnya. Persoalan yang terjadi adalah dalam ALKI tersebut ternyata oleh rezim hukum laut diberikan hak terbang melintas “bebas” bagi pesawat terbang yang melintasi wilayah udara tersebut. Sedangkan menurut hukum udara internasional tidak mengenal adanya jalur lintas bebas karena dalam Konvensi Chicago kedaulatan negara di ruang udara bersifat komplit dan eksklusif. Penelitian ini akan membahas mengenai permasalahan yang terjadi akibat perbedaan antara rezim hukum laut dengan hukum udara yang terjadi di atas ALKI. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dalam PP No. 4 Tahun 2018 tentang Pamwilud secara khusus telah mengatur mengenai unsur-unsur pelanggaran termasuk sanksi serta siapa yang mempunyai kewenangan untuk melaksanakan penegakan hukum jika terjadi pelanggaran oleh pesawat udara tidak berizin di ruang udara di atas ALKI. Untuk mendukung pengamanan di ruang udara di atas ALKI perlu menetapkan Zona Identifikasi Pertahanan Udara (ADIZ) melalui Keputusan Presiden (Keppres).
TINJAUAN REGULASI TOL LAUT BERDASARKAN TEORI REINVENTING GOVERNMENT Ali Mashuda; Ade Irawan Taufik; Ridha Nurul Ihsan
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 8, No 2 (2019): Agustus 2019
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3772.313 KB) | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v8i2.321

Abstract

Pemerintah sebagai penyelenggara negara harus mampu menjadi alat pendorong untuk melakukan reformasi birokrasi terhadap konsep pelayanan publik. Merancang reformasi birokrasi tidak sekedar menyederhanakan struktur birokrasi, tetapi mengubah pola pikir (mind set) dan pola budaya (cultural set) birokrasi untuk berbagi peran dengan peran aktor non-negara dalam tata kelola Pemerintahan yang baik. Oleh karena itu strategi Reinventing Government diaplikasikan didalam birokrasi Pemerintah melalui pendekatan integral yakni menggabungkan pendekatan stuktural dan kultural. Untuk mengonfirmasi penerapan Reinventing Government di Indonesia, perlu ditelisik dari kebijakan yang diaplikasikan dalam hal ini Tol Laut. Bagaimana penerapan dan tantangan Reinventing Government dapat dilakukan melalui kebijakan Pemerintahdalam kebijakan Tol Laut tersebut dan bagaimana penerapan dan tantangan Reinventing Government dapat dilakukandalam konteks Kebijakan Tol Laut oleh Pemerintah. Dengan menggunakan metode menggunakan pendekatan konsep secara normatif didapatkan kesimpulan Tol Laut telah menerapkan sebagian besar prinsip-prinsip Reinventing Governmentnamun terdapat tarik menarik antara konsepsi peraturan dan misi. Tol Laut terlihat banyak digerakkan melalui peraturan dari pada oleh misi, sehingga diharapkan nantinya terdapat harmonisasi antara misi dengan peraturan.
IMPLEMENTASI KETENTUAN PASAL 50 UNCLOS DI WILAYAH NEGARA KEPULAUAN Sigit Sutadi Nugroho
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 8, No 2 (2019): Agustus 2019
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3772.265 KB) | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v8i2.314

Abstract

United Nations Convention on the Law of the Sea telah mendapat pengakuan sebagai a Constitution for the Oceans, yang mengatur mengenai negara kepulauan. Ketentuan mengenai negara kepulauan diatur dalam bab sendiri pada Bab IV yakni Pasal 46 sampai dengan Pasal 54. Tulisan ini mencoba untuk mengkaji bagaimana praktik negara-negara kepulauan dalam menerapkan ketentuan Pasal 50 UNCLOS. Penelitian ini adalah penelitian normatif, alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui studi dokumen, sehingga data yang digunakan adalah data sekunder dan teknik analisis yang digunakan adalah analisis isi (content analysis). Dari tulisan ini dapat disimpulkan bahwa terdapat negara kepulauan yang telah mengakomodir Pasal 50 UNCLOS dalam perundang-undangan nasionalnya dan telah mengimplentasikannya, terdapat negara yang telah mengakomodir dalam perundang-undangan nasionalnya, namun belum mengimplementasikan ketentuan tersebut. Selain itu, terdapat pula negara kepulauan yang berpandangan lain terhadap perairan pedalamannya. Indonesia termasuk negara kepulauan yang telah mengakomodir ketentuan Pasal 50 UNCLOS pada ketentuan nasionalnya, tetapi belum mengimplementasikannya. Perkembangan terkini Pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini Kementerian Kordinator Bidang Kemaritiman telah menginisiasi penetapan batas perairan pedalaman Indonesia dengan melibatkan Badan Informasi Gesopasial, Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut dan ahli teknis di bidang Geodesi.
PERANAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DALAM PEMBANGUNAN KEMARITIMAN Muhammad Insa Ansari
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 8, No 2 (2019): Agustus 2019
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (45.31 KB) | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v8i2.315

Abstract

Pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh negara meliputi seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk pembangunan kemaritiman. Dalam melaksanakan pembangunan kemaritiman, negara mendayagunakan seluruh komponen yang dimiliki, termasuk mendayagunakan Badan Usaha Milik Negara. Artikel ini membahas kedudukan Negara di bidang pelayaran dalam kaitannya dengan pembangunan kemaritiman dan peranan Badan Usaha Milik Negara bidang pelayaran dalam pembangunan kemaritiman. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif. Dalam penelitian hukum normatif ini digunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Hasil penelitian menunjukan penguasaan negara atas pelayaran diperankan oleh pemerintah dalam bentuk pengaturan, pengendalian, dan pengawasan. Selain itu pemerintah memberikan penugasan kewajiban pelayanan umum kepada Badan Usaha Milik Negara. Penugasan yang diemban Badan Usaha Milik Negara tersebut memiliki arti penting dalam pembangunan kemaritiman. Menariknya, kewajiban pelayanan umum yang diemban Badan Usaha Milik Negara bidang pelayaran berkorelasi positif dengan maksud dan tujuan mengejar keuntungan.
URGENSI PENGATURAN MENGENAI EKSPLORASI DAN EKSPLOITASI PERTAMBANGAN DI AREA DASAR LAUT INTERNASIONAL (INTERNATIONAL SEA BED AREA) ilham putuhena
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 8, No 2 (2019): Agustus 2019
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v8i2.316

Abstract

Potensi kekayaan yang terkandung di laut Indonesia bisa dijadikan modal dasar meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain potensi laut yang terdapat di dalam wilayah kedaulatannya, Indonesia juga memiliki hak untuk mengelola dan memanfaatkan kekayaan laut di Area Dasar laut internasional berdasarkan United Nations Convention on the Law of theSea 1982 (UNCLOS 1982). Kegiatan di Area Dasar laut internasional dilaksanakan berdasarkan prinsip warisan bersama umat manusia (Common Heritage of Mankind) dan diatur oleh International Seabed Authority (ISA). Kegiatan tersebut berbentuk eksplorasi dan eksploitasi tambang mineral dan dalam melakukan kegiatan tersebut perlu keberadaan negara sponsor. Saat ini belum ada pengaturan yang mengatur mengenai pertambangan yang dilakukan Indonesia di kawasan Area dasar laut tersebut, Oleh karena itu penting untuk melihat bagaimana urgensi pengaturan Indonesia mengenai haltersebut.

Page 1 of 1 | Total Record : 9