Claim Missing Document
Check
Articles

Found 21 Documents
Search

Penugasan Pemerintah pada Badan Usaha Milik Negara Sektor Ketenagalistrikan Dalam Perspektif Hukum Korporasi Ansari, Muhammad Insa
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 4, No 3 (2017): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Padjadjaran University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (332.9 KB)

Abstract

Pemerintah akan mengeluarkan revisi Peraturan Pemerintah tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara. Melalui aturan ini pemerintah dapat memberikan penugasan khusus bagi BUMN. Fokus pembahasan artikel ini merupakan bidang ketenagalistrikan dan akan membahas mengenai penugasan apa saja yang diberikan oleh pemerintah kepada BUMN sektor ketenagalistrikan, selanjutnya, bagaimana penugasan pemerintah tersebut dalam perspektif hukum korporasi? Penulis berpendapat bahwa penugasan tersebut tidak sejalan dengan perspektif hukum korporasi. Penugasan pemerintah seharusnya diemban oleh BUMN dengan entitas perusahaan umum. Dalam praktik penugasan pemerintah diemban oleh perusahaan perseroan, padahal Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN secara tegas dibatasi entitas BUMN berdasarkan maksud dan tujuan, entitas Perum ditujukan untuk mengemban kemanfaatan dan entitas Persero untuk mencari keuntungan.Government Assignment on State-Owned Enterprise on Electricity Sector in Corporate Law PerspectiveAbstractThe Government will soon publish the revision of Ministerial Decree about Establishment, Arrangement, Supervision, and Dismission of State-owned and State-run Enterprises (SOEs). Through this regulation, the government is able to implement special assignments towards SOEs. This article focuses on the field of electrical energy and will describe what kind of assignments that the government ordered to SOEs in electricity sector, and moreover how are the given assignments implied through the prespective of corporate law. The writer argues the special assignments given by the government are not in line with corporate law prespective. The assignments shall be conducted by SOEs under the entity of public companies. In practice, the government assignments are implemented by limited liability companies, even though according to the Law Number 19 Year 2003 about SOEs, it is well-said that SOEs’ functions are limited based on specific purposes, whereas the public company entity is aimed to create advantages for public interests and limited liability company entity is aimed to create profits. 
Implikasi Pengaturan Lingkungan Hidup terhadap Peraturan Perundang-Undangan dalam Kegiatan Bisnis (Perspektif Konstitusi) Muhammad Insa Ansari
Jurnal Konstitusi Vol 11, No 2 (2014)
Publisher : The Constitutional Court of the Republic of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (209.061 KB) | DOI: 10.31078/jk1124

Abstract

In the Act of 1945 (before amendment) environment is part and Chapter XIV of the National Economy and Social Welfare, precisely in Article 33 paragraph (3). After the amendment, the environment gets the settings in Chapter XA of Human Rights, which in Article 28H (1) and Chapter XIV of the National Economy and Social Welfare, which in Article 33 paragraph (3) and (4). Environmental settings  in the constitution of course have implications for legislation, including legislation business activities. There are a number of regulations of business activities that have included environmental material in it. Law No. 40 of 2007 on Limited Company is a business law institutions that have incorporated environmental material. While the laws governing business activities have included environmental material of which   is Law No. 25 of 2007 on Investment, Law No. 10 of 1998, and a number of other legislative business activities.
BUMN dan Penguasaan Negara di Bidang Ketenagalistrikan Muhammad Insa Ansari
Jurnal Konstitusi Vol 14, No 1 (2017)
Publisher : The Constitutional Court of the Republic of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (500.481 KB) | DOI: 10.31078/jk1415

Abstract

Tenaga listrik merupakan salah satu kebutuhan penting bagi masyarakat dewasa ini. Kebutuhan terhadap tenaga listrik terus meningkat dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan sumber daya manusia. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) penguasaan ketenagalistrikan berada dalam penguasaan negara. Dimana dalam pasal 33 ayat (2) UUD 1945 dinyatakan: "Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak dikuasai oleh negara." Namun sebagian penguasaan negara terhadap energi kelistrikan dianulir oleh Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, misalnya dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan menyatakan: "Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dilaksanakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha swasta, koperasi, dan swadaya masyarakat yang berusaha di bidang penyediaan tenaga listrik." Namun dengan ditetapkan putusan Mahkamah Konstitusi perkara nomor: 111/PUU-XIII/2015, penguasaan negara dan BUMN di bidang ketenagalistrikan kembali dikukuhkan dan dikuatkan dengan putusan tersebut.Electric power is one important requirement for today's society. The need for power is growing from time to time in accordance with developments in science, technology, and human resources. In the Constitution of 1945 (UUD 1945) mastery of electricity in the possession of the state. Where in the Article 33 paragraph (2) of the 1945 Constitution states: "The branches of production that are important to the state and which are controlled by the state." But most of the state's control of the electrical energy annulled by Act Number 30 of 2009 on Electricity, for example in Article 11 paragraph (1) of Law Number 30 Year 2009 on electricity states: "enterprises electricity supply to the public interest as referred to in Article 10 paragraph (1) conducted by state-owned enterprises, local owned enterprises, entities private enterprises, cooperatives, and non-government organizations are endeavoring in the field of electricity supply." But with the Constitutional Court decision determined case number: 111/PUU-XIII/2015, control of the state and state-owned electricity sector re-confirmed and strengthened by the decision.
Penugasan Pemerintah pada Badan Usaha Milik Negara Sektor Ketenagalistrikan Dalam Perspektif Hukum Korporasi Muhammad Insa Ansari
PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law) Vol 4, No 3 (2017): PADJADJARAN Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (87.552 KB)

Abstract

Pemerintah akan mengeluarkan revisi Peraturan Pemerintah tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara. Melalui aturan ini pemerintah dapat memberikan penugasan khusus bagi BUMN. Fokus pembahasan artikel ini merupakan bidang ketenagalistrikan dan akan membahas mengenai penugasan apa saja yang diberikan oleh pemerintah kepada BUMN sektor ketenagalistrikan, selanjutnya, bagaimana penugasan pemerintah tersebut dalam perspektif hukum korporasi? Penulis berpendapat bahwa penugasan tersebut tidak sejalan dengan perspektif hukum korporasi. Penugasan pemerintah seharusnya diemban oleh BUMN dengan entitas perusahaan umum. Dalam praktik penugasan pemerintah diemban oleh perusahaan perseroan, padahal Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN secara tegas dibatasi entitas BUMN berdasarkan maksud dan tujuan, entitas Perum ditujukan untuk mengemban kemanfaatan dan entitas Persero untuk mencari keuntungan.Government Assignment on State-Owned Enterprise on Electricity Sector in Corporate Law PerspectiveAbstractThe Government will soon publish the revision of Ministerial Decree about Establishment, Arrangement, Supervision, and Dismission of State-owned and State-run Enterprises (SOEs). Through this regulation, the government is able to implement special assignments towards SOEs. This article focuses on the field of electrical energy and will describe what kind of assignments that the government ordered to SOEs in electricity sector, and moreover how are the given assignments implied through the prespective of corporate law. The writer argues the special assignments given by the government are not in line with corporate law prespective. The assignments shall be conducted by SOEs under the entity of public companies. In practice, the government assignments are implemented by limited liability companies, even though according to the Law Number 19 Year 2003 about SOEs, it is well-said that SOEs’ functions are limited based on specific purposes, whereas the public company entity is aimed to create advantages for public interests and limited liability company entity is aimed to create profits. 
BUMN dan Penguasaan Negara di Sektor Pos [SOEs and State Authority in Postal Sector] Muhammad Insa Ansari
Buletin Pos dan Telekomunikasi Vol 15, No 2 (2017): December 2017
Publisher : Centre for Research and Development on Resources, Equipment, and Operations of Posts and I

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (424.281 KB) | DOI: 10.17933/bpostel.2017.150203

Abstract

This paper discusses the study of SOEs and state control of the postal sector. The study was conducted using normative legal research methods. In this normative legal research used primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. The results of the study indicate that the state's control of postal activities is changing according to the economic system adopted by the government in power. In the old order of state control of the postal activity is very dominant, even the Postal Service, Telegram and Telephone have the authority to conduct a monopoly. In the new order era of state control of the postal sector began to decrease even during the order of reform of state control of the postal sector only as a regulator only. However, during the reform order period there were a number of state obligations carried by SOEs in the form of public service obligations to organize posts in remote areas.*****Naskah ini membahas kajian terhadap BUMN dan penguasaan negara pada sektor pos. Kajian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif. Dalam penelitian hukum normatif ini digunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Hasil kajian menunjukkan bahwa penguasaan negara terhadap kegiatan pos berubah sesuai dengan sistem perekonomian yang dianut oleh pemerintah yang berkuasa. Pada masa orde lama penguasaan negara terhadap kegiatan pos sangat dominan, bahkan Jawatan Pos, Telegram dan Telepon memiliki kewenangan untuk melakukan monopoli. Pada masa orde baru penguasaan negara terhadap sektor pos mulai berkurang bahkan pada masa orde reformasi penguasaan negara terhadap sektor pos hanya sebagai regulator saja. Namun demikian pada masa orde reformasi ada sejumlah kewajiban negara yang diemban oleh BUMN dalam bentuk kewajiban pelayanan umum untuk menyelenggarakan pos di daerah-daerah terpencil. 
PENGALIHAN HAK TANGGUNGAN DARI BANK KONVENSIONAL KE BANK SYARIAH (Suatu Penelitian Pada PT. BNI dan PT. BNI Syariah Cabang Lhokseumawe) Yulia Sarah; Muhammad Insa Ansari
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Keperdataan Vol 5, No 3: Agustus 2021
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak - Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah. Ini adalah hak khusus Aceh untuk perkembangan perbankan syariah Aceh. Sejumlah bank konvensional di Aceh diwajibkan beralih ke bank Syariah. Tujuan penelitian ini Untuk mengetahui pengalihan hak tanggungan kredit dari PT. BNI ke pembiayaan PT. BNI Syariah Cabang Lhokseumawe. Guna memperoleh data dalam penulisan skripsi ini dilakukan penelitian penelitian yuridis normatif. Dalam pengalihan kredit hak tanggungan pata PT. BNI dan PT. BNI Syariah ada sepuluh tahapan proses yang harus di lakukan. Pengalihan perjanjian dari bank konvensional ke bank syariah harus melalui sepuluh prosedur terlebih dahulu. Bank konvensional memutuskan perjanjiannya setelah ada permintaan tertulis dari bank BNI syariah beserta kiriman saldo yang akan dilunaskan pada bank BNI konvensional sebesar baki debet, maka bank syariah mengikat akad yang baru dengan nasabah. Dalam pengalihan perjanjian kredit ada delapan tahapan, para pihak telah menyetujui dan sepakat bahwa fasilitas pengalihan pembiayaan yang diberikan oleh bank dimaksudkan sebagai sarana melunasi kredit penerima pembiayaan kepada sebuah bank konvensional. Fasilitas pengalihan pembiayaan dilakukan dengan mekanisme bank syariah membayar sisa hutang nasabah pada bank konvensional sehingga perjanjian kredit di bank konvensional putus dan diikat kembali pada akad bank Syariah.Kata Kunci : Jaminan, Pengalihan, Hak Tanggungan
PERANAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DALAM PEMBANGUNAN KEMARITIMAN Muhammad Insa Ansari
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 8, No 2 (2019): Agustus 2019
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (45.31 KB) | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v8i2.315

Abstract

Pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh negara meliputi seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk pembangunan kemaritiman. Dalam melaksanakan pembangunan kemaritiman, negara mendayagunakan seluruh komponen yang dimiliki, termasuk mendayagunakan Badan Usaha Milik Negara. Artikel ini membahas kedudukan Negara di bidang pelayaran dalam kaitannya dengan pembangunan kemaritiman dan peranan Badan Usaha Milik Negara bidang pelayaran dalam pembangunan kemaritiman. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif. Dalam penelitian hukum normatif ini digunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Hasil penelitian menunjukan penguasaan negara atas pelayaran diperankan oleh pemerintah dalam bentuk pengaturan, pengendalian, dan pengawasan. Selain itu pemerintah memberikan penugasan kewajiban pelayanan umum kepada Badan Usaha Milik Negara. Penugasan yang diemban Badan Usaha Milik Negara tersebut memiliki arti penting dalam pembangunan kemaritiman. Menariknya, kewajiban pelayanan umum yang diemban Badan Usaha Milik Negara bidang pelayaran berkorelasi positif dengan maksud dan tujuan mengejar keuntungan.
OMNIBUS LAW UNTUK MENATA REGULASI PENANAMAN MODAL Muhammad Insa Ansari
Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional Vol 9, No 1 (2020): April 2020
Publisher : Badan Pembinaan Hukum Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33331/rechtsvinding.v9i1.378

Abstract

Salah satu pertimbangan penanam modal melakukan penanaman modal di suatu negara adalah kepastian hukum. Kepastian hukum meliputi kepastian pengaturan dalam peraturan perundang-undangan dan kepastian atas penegakan hukum. Omnibus Law merupakan salah satu konsep menata beberapa regulasi yang saling tumpang tindih dengan membuat satu regulasi baru. Omnibus law diperuntukkan untuk menata regulasi demi adanya kepastian pengaturan dalam peraturan perundang-undangan. Artikel ini membahas bagaimana menata regulasi penanaman modal dengan omnibus law dan bagaimana pengaruh penataan regulasi terhadap pertumbuhan penanaman modal. Untuk menjawab permasalahan tersebut, maka penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif. Dalam penelitian hukum normatif ini digunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Hasil penelitian menunjuk penataan regulasi penanaman modal dimulai sejak diundangkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan penataan melalui omnibus law akan disiapkan pada tahun 2020. Penataan regulasi penanaman modal  dapat memberikan kepastian hukum dari perspektif pengaturan, namun belum tentu memberikan kepastian hukum dari perspektif penegakan hukum. Pertumbuhan penanaman modal tidak hanya ditentukan oleh penataan regulasi, namun dipengaruhi oleh iklim yang kondusif untuk penanaman modal, termasuk keamanan, kemudahan berusaha, insentif, dan kondisi perekonomian suatu negara.
STATEOWNED ENTERPRISE AND PUBLIC SERVICE OBLIGATION IN THE SECTOR OF OIL AND GAS Muhammad Insa Ansari
Mimbar Hukum - Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Vol 29, No 3 (2017)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (458.314 KB) | DOI: 10.22146/jmh.23643

Abstract

AbstractThe 1945 Constitution of the Republic of Indonesia regulates natural recources in its particular article. Then, the Energy Law and the Oil and Gas Law regulate the state’s control of oil and natural gas. In the sectoral regulations of oil and gas, there is a public service obligation (PSO) which must be assumed by the Government and State Owned Enterprises (SOE). Meanwhile, in the SOE Law introduced entity Perum and Persero. Where in Perum entities carrying out public service, while the Persero entity to assume the role for profit. But in practice found a PSO on the oil and gas sector carried by state-run entities Persero. IntisariDalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 diatur penguasaan negara terhadap sumber daya alam. Kemudian UU Enegi dan UU Minyak dan Gas Bumi mengatur penguasaan negara terhadap minyak dan gas bumi. Dalam pengaturan sektoral di bidang tersebut juga mengatur kewajiban pelayanan umum yang harus diemban oleh pemerintah dan BUMN. Sementara itu dalam UU BUMN diperkenalkan  entitas Perusahaan Umum (Perum) dan Perseroan Terbatas (Persero). Dimana entitas Perum mengemban peran pelayanan umum (public service), sementara entitas Persero mengemban peran mencari keuntungan (profit oriented). Namun dalam praktek ditemukan kewajiban pelayanan umum pada sektor minyak dan gas bumi diemban oleh BUMN dengan entitas Persero. 
BUMN dan Penguasaan Negara di Bidang Ketenagalistrikan Muhammad Insa Ansari
Jurnal Konstitusi Vol 14, No 1 (2017)
Publisher : The Constitutional Court of the Republic of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (500.481 KB) | DOI: 10.31078/jk1415

Abstract

Tenaga listrik merupakan salah satu kebutuhan penting bagi masyarakat dewasa ini. Kebutuhan terhadap tenaga listrik terus meningkat dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan sumber daya manusia. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) penguasaan ketenagalistrikan berada dalam penguasaan negara. Dimana dalam pasal 33 ayat (2) UUD 1945 dinyatakan: "Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak dikuasai oleh negara." Namun sebagian penguasaan negara terhadap energi kelistrikan dianulir oleh Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, misalnya dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan menyatakan: "Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dilaksanakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha swasta, koperasi, dan swadaya masyarakat yang berusaha di bidang penyediaan tenaga listrik." Namun dengan ditetapkan putusan Mahkamah Konstitusi perkara nomor: 111/PUU-XIII/2015, penguasaan negara dan BUMN di bidang ketenagalistrikan kembali dikukuhkan dan dikuatkan dengan putusan tersebut.Electric power is one important requirement for today's society. The need for power is growing from time to time in accordance with developments in science, technology, and human resources. In the Constitution of 1945 (UUD 1945) mastery of electricity in the possession of the state. Where in the Article 33 paragraph (2) of the 1945 Constitution states: "The branches of production that are important to the state and which are controlled by the state." But most of the state's control of the electrical energy annulled by Act Number 30 of 2009 on Electricity, for example in Article 11 paragraph (1) of Law Number 30 Year 2009 on electricity states: "enterprises electricity supply to the public interest as referred to in Article 10 paragraph (1) conducted by state-owned enterprises, local owned enterprises, entities private enterprises, cooperatives, and non-government organizations are endeavoring in the field of electricity supply." But with the Constitutional Court decision determined case number: 111/PUU-XIII/2015, control of the state and state-owned electricity sector re-confirmed and strengthened by the decision.