cover
Contact Name
Fritz Humphrey Silalahi
Contact Email
fritz.humphrey11@gmail.com
Phone
+628111897169
Journal Mail Official
ksmpmisentris@gmail.com
Editorial Address
Jl. Ciumbuleuit No.94, Hegarmanah, Kec. Cidadap, Kota Bandung, Jawa Barat 40141
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Sentris
Core Subject : Economy, Education,
International Politics and Security International Politics and Economy International Organizations and Regime Politics, Media, and Transnational Society
Articles 13 Documents
Search results for , issue "Vol. 1 No. 1 (2019): Regionalism" : 13 Documents clear
Hegemony and Regionalism: Brazil’s Subordination of Argentina through the Formation of Mercosur Aditya Pratama
Jurnal Sentris Vol. 1 No. 1 (2019): Regionalism
Publisher : Kelompok Studi Mahasiswa Pengkaji Masalah Internasional Unpar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26593/sentris.v1i1.4161.1-21

Abstract

Rivalitas strategis antara Brazil dan Argentina di masa Perang Dingin membuat kawasan Amerika Latin relatif tidak kohesif dan tidak terintegrasi. Ketidakbersatuan ini dimanfaatkan oleh Amerika Serikat (AS) dalam rangka mengimplementasikan doktrin Monroe-nya di mana AS perlu fokus atas situasi di Amerika Latin. Sehingga AS pada masa itu dapat membangun hegemoninya di kawasan tersebut misalnya dengan adanya otoritas moral AS atas junta-junta militer di Brazil, Argentina, dan Bolivia. Namun demikian, pasca Perang Dingin AS disibukkan dengan situasi di Timur-Tengah dan Indo-Pasifik, oleh sebab itu prioritasnya terhadap Amerika Latin relatif berkurang. Peristiwa ini dimanfaatkan oleh Brazil dalam rangka mengaktualisasikan keinginannya menjadi kekuatan regional di kawasan tersebut melalui pendirian Mercosur dan memarginalkan kekuatan regional berpotensi lainnya seperti Meksiko dari sebuah kawasan baru yang bernama Amerika Selatan. Penelitian ini berpendapat bahwa tujuan Brazil dibalik pendirian Mercosur adalah tidak hanya untuk kepentingan ekonomi tetapi juga guna menenangkan Argentina dan memasukkan Argentina ke dalam hegemoninya. Dengan menggunakan metode kualitatif, tulisan ini menganalisis upaya-upaya Brazil melalui perspektif sub-sistem regional di mana harus terdapat sebuah pemimpin kawasan dalam proses membangun suatu kawasan baru.
The ASEAN Way to Asia-Pacific Security Community Aloysius Efraim Leonard
Jurnal Sentris Vol. 1 No. 1 (2019): Regionalism
Publisher : Kelompok Studi Mahasiswa Pengkaji Masalah Internasional Unpar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26593/sentris.v1i1.4162.22-31

Abstract

ASEAN oleh banyak pihak telah dianggap sebagai salah satu dari organisasi regional di dunia yang dapat mempertahankan stabilitas dan keamanan wilayahnya dengan menggunakan nilai – nilai Asia mereka, yang dikenal oleh banyak orang sebagai ‘The ASEAN Way’. Dengan menggunakan konsep pembentukan komunitas keamanan oleh Adler dan Barnett, tulisan ini menjelaskan bagaimanakah peran the ASEAN Way dapat membentuk komunitas kemanan Asia – Pasifik, ASEAN Regional Forum (ARF). Proses pembentukan komunitas keamanan dibagi menjadi tiga: adanya faktor internal dan eksternal; kekuatan dan kesamaan persepsi serta hubungan yang terus berlanjut; dan rasa percaya serta identitas bersama. Dalam pembentukannya, ARF didasari oleh keinginan ASEAN untuk menjaga stabilitas di Asia – Pasifik setelah Perang Dingin dan juga mempromosikan nilai – nilai ASEAN ke cakupan yang lebih luas. Kemudian, the ASEAN Way juga sangat berperan sebagai soft power dan persepsi yang menjadi dasar hubungan antarpartisipan ARF. Sehingga, sebuah rasa saling percaya dapat dimiliki oleh partisipan ARF dan juga ARF memiliki identitas bersama yaitu sebagai komunitas keamanan Asia-Pasifik beranggotakan negara besar dan kecil yang membawa prinsip – prinsip the ASEAN Way
The Role of Africa Union to Dissolve Boko Haram Threat through Coordination Arinaldo Habib Pratama
Jurnal Sentris Vol. 1 No. 1 (2019): Regionalism
Publisher : Kelompok Studi Mahasiswa Pengkaji Masalah Internasional Unpar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26593/sentris.v1i1.4163.32-38

Abstract

Benua Afrika saat ini memiliki ancaman bersenjata yang bernama Boko Haram. Dibentuk pada tahun 2002, gerakan ini menjadi perhatian dunia pada tahun 2014 karena aksi mereka menculik 278 orang anak perempuan di kota Chibok, Nigeria dan menginspirasi munculnya tagar #BringBackOurGirls. Gerakan ini menganut ideologi Khawarij yang secara tegas ingin menegakkan hukum syariah secara menyeluruh di Nigeria, negara gerakan tersebut beroperasi. Artikel ini akan menjelaskan bagaimana regionalisme, melalui Uni Afrika, berupaya menghentikan ancaman dari Boko Haram dan menghentikan upaya mereka dari mempersenjatai diri sendiri. Penelitian akan dilakukan dengan pendekatan kualitatif, melalui studi pustaka. Hasil penelitian yang bisa ditemukan adalah koordinasi negara-negara Afrika melalui Uni Afrika menghasilkan dua jenis upaya, yakni hard power berupa kontingen militer negara-negara Uni Afrika dan soft power melalui berbagai pertemuan
Lion’s Roar in SEA: Singaporean Way in Increasing the Awareness of Cybersecurity Aufar Rizki
Jurnal Sentris Vol. 1 No. 1 (2019): Regionalism
Publisher : Kelompok Studi Mahasiswa Pengkaji Masalah Internasional Unpar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26593/sentris.v1i1.4167.39-69

Abstract

Nowadays, where almost all aspect are digitilized have caused a massive increase of cyber threats which is a tangible threats for human beings. However, cybersecurity still has a second priority to accomplish for mostly countries, just few country who put big concern to this issue. As the Chair of ASEAN 2018, Singapore has made a project in strengthening the collective resillience of cybersecurity. The goal of this project is to increase the awareness of ASEAN countries in tackling cyberthreats in which it endangers the cybersecurity
Reviewing South America Institutionalism and the Failure of Regional Integration Process Joe William
Jurnal Sentris Vol. 1 No. 1 (2019): Regionalism
Publisher : Kelompok Studi Mahasiswa Pengkaji Masalah Internasional Unpar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26593/sentris.v1i1.4168.70-89

Abstract

Revolusi Amerika Selatan secara massif pada awal abad 19, berdampak terhadap terbentuknya negara independen dan proses dekolonisasi oleh Kekaisaran Spanyol dan Portugal. Gaungan unifikasi atas dasar persamaan kultural dan linguistik berusaha diimplementasikan di wilayah ini secara terus-menerus, tetapi nyatanya proses integrasi regional ini selalu menemui kegagalan. Lemahnya proses industrialisasi, terbatasnya konsolidasi kedaulatan, serta banyaknya konflik internal turut serta berkontribusi dalam gagalnya usaha ini. Permasalahan ini terus berlanjut secara periodik hingga pada masa pembentukan regionalisme global pasca PD2. Disaat integrasi regional telah berhasil terbentuk di Afrika dan Eropa semisalnya, Amerika Selatan belum juga berhasil menegakkan suatu institusi regionalisme yang terpadu dan berdaya kompetisi tinggi di pasar dunia. Dari implikasi tersebut, karya ilmiah ini akan mencari interkoneksi antara pengaruh geopolitik kawasan dengan pembentukan institusi domestik untuk menemukan akar permasalahan gagalnya pembentukan regionalisme di Amerika Selatan, faktor historis semenjak dekolonisasi hingga gelombang revolusi sosialis abad 21 didalam dinamika Amerika Selatan akan digunakan sebagai fondasi analisis karya ilmiah ini. Kemudian, paradigma konstruktivis akan digunakan sebagai pengampu, disertai teori dan konsep regionalisme praktis oleh pakar Hubungan Internasional Jeffrey Checkel
India, Indonesia, Australia ke Tiongkok: Sebuah Studi Mengenai Konsep Sphere of Influence di Era Kontemporer Lazarus Andja Karunia
Jurnal Sentris Vol. 1 No. 1 (2019): Regionalism
Publisher : Kelompok Studi Mahasiswa Pengkaji Masalah Internasional Unpar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26593/sentris.v1i1.4169.90-105

Abstract

Abad ke-21 mendekati akhir dekade keduanya. Polaritas dunia masih terlihat condong ke Washington walaupun banyak yang merasa kekuatan Beijing akan menandinginya. Di lain pihak, kita tidak bisa melupakan reaksi dan strategi para regional power di jalur ekspansi Belt and Road Initiative Tiongkok. New Delhi, Jakarta dan Canberra sudah mulai menunjukkan keinginan mereka untuk bersatu menangkal ekspansi Beijing setidaknya setahun terakhir ini. Pembahasan yang dibawa akan sesekali berfokus pada bagaimana konsep regional hegemony, structural realism, dan sphere of influence pada saat ini sedang digunakan oleh ketiga regionalpower terutama dalam menangkal ekspansi Tiongkok di Laut Natuna Utara. Regional hegemony akan menjelaskan pada kadar tertentu ‘kedaulatan regional’ ketiga negara, structural realism akan menjelaskan alasan realis ketiga negara untuk bersatu, dan sphere of influence akan menjelaskan mengapa proyeksi regionalisme ketiga negara dieksekusi secara terbatas. Riset ini akan mengupas tiga pertanyaan. Mengapa ketiga negara mau bekerja sama? Apakah tiap negara memiliki kontribusi efektif terhadap tujuan mereka bersam
Kesesuaian Timor Leste dengan Komunitas ASEAN Miftahul Choir
Jurnal Sentris Vol. 1 No. 1 (2019): Regionalism
Publisher : Kelompok Studi Mahasiswa Pengkaji Masalah Internasional Unpar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26593/sentris.v1i1.4170.106-115

Abstract

Sebagai satu-satunya organisasi regional yang hadir di kawasan Asia-Pasifik, ASEAN terbentuk secara konstruksi sosial dimana identitas, nilai dan norma menjadi penentu utama dalam dinamika regional. Dalam sejarahnya, kekuatan imaterial menjadi faktor utama dalam menentukan keanggotaan ASEAN. Hal ini dibuktikan dengan masuknya Vietnam, Kamboja dan Myanmar sebagai anggota ASEAN di tahun 1990. Akan tetapi, hal ini justru berbeda ketika Timor Timur mendaftarkan diri sebagai anggota ASEAN di tahun 2011. Beberapa negara menolak kehadiran Timor Timur dikarenakan dikhawatirkan negara anggota tersebut menjadi beban ekonomi bagi organisasi regional ini, meskipun secara identitas dan nilai Timor Timur dan negara anggota ASEAN saat ini memiliki banyak kesamanaan. Keadaan ini menunjukan bahwa dalam kasus Timor Timur ini, ASEAN telah mereduksi faktor imaterial dan menempatkan faktor material didepan dalam penerimaan anggota. Untuk membuktikan argumen tersebut, tulisan ini akan menggunakan teori multilateralisme yang diperkenalkan oleh John Ruggie dengan argumen dibutuhkan ekspektasi keuntungan timbal-balik dari organisasi regional. Tulisan ini melihat bahwa secara material Timor Timur belum memberikan keuntungan terhadap ASEAN sehingga faktor imaterial dengan mudah dapat tereduksi.
Drug trafficking in the Golden Triangle: The Myanmar problem and ASEAN effectiveness Nathan Harper; Nathan Tempra
Jurnal Sentris Vol. 1 No. 1 (2019): Regionalism
Publisher : Kelompok Studi Mahasiswa Pengkaji Masalah Internasional Unpar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26593/sentris.v1i1.4171.116-124

Abstract

This essay explores the issue of drug trafficking and production in Myanmar to understand the extent of damage this problematic situation has on the South East Asian region and to discuss what steps are being taken by institutions to stem the proliferation of narcotics such as heroin and amphetamines. Myanmar’s turbulent political history and unique geographical position have been explained to garner knowledge on why drug trafficking and production are so closely associated with the nation. The policymaking efforts of the Association of South East Asian Nations (ASEAN) to combat drug trafficking and production in the region have so far been plagued by obstructions such as internal corruption, a lack of multilateral cooperation and insufficient resources. These barriers combine to create policy that it is aligned closer to empty rhetoric than actual physical implementation. The ASEAN and China Cooperative Operations in Response to Dangerous Drugs (ACCORD) agreement has shown signs of a changing tide toward effective policymaking, due mainly to China stepping up to the plate of regional leadership. This essay recommends that in order to successfully fight drug trafficking and production, ASEAN need to establish more realistic and achievable goals with an emphasis on rehabilitation rather than punishment. Furthermore, compliance mechanisms should be put in place by ASEAN so that countries such as Myanmar, who often deviate from the status quo of drug policy, will be reprimanded for doing so in the future. Thus, creating an environment of multilateral cooperation, togetherness and consistency in relation to combatting the illegal drug trafficking and production trade
Belt and Road Initiative: Catalyst for the Central Asian Integration? Noor Halimah Anjani
Jurnal Sentris Vol. 1 No. 1 (2019): Regionalism
Publisher : Kelompok Studi Mahasiswa Pengkaji Masalah Internasional Unpar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26593/sentris.v1i1.4172.125-138

Abstract

Belt and Road Initiative (BRI) merupakan strategi pembangunan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Tiongkok. BRI fokus membangun kerja sama dan konektivitas antara negara-negara di Eurasia. Asia Tengah merupakan salah satu kawasan yang dilewati oleh pembangunan BRI. Permasalahan ekonomi dan pembangunan menjadi alasan mengapa negara-negara ini antusias dengan adanya BRI. Namun, selain masalah ekonomi dan pembangunan, terdapat masalah lain seperti kurang baiknya hubungan antarnegara di kawasan. Pasca runtuhnya Uni Soviet, negara-negara di Asia Tengah mengalami gejolak sosial dan ekonomi. Politik isolasi pun dilakukan oleh negaranegara tersebut dengan anggapan bahwa hal tersebut merupakan cara terbaik untuk menghindari perluasan masalah terlepas dari keberadaan organisasi-organisasi kawasan di Asia Tengah. Penulis melihat terbatasnya integrasi regional sebagai salah satu alasan mengapa stabilitas kawasan di Asia Tengah sulit tercapai. Paper ini bertujuan untuk meneliti sejauh mana BRI mampu menjadi katalis bagi negara-negara Asia Tengah untuk meningkatkan kerja sama regional.
ASEAN Maritime Security Cooperation to Combat Piracy within Malacca Strait: A Constructivist Perspective and Extra-Regional Actor’s Interests Raihan Zahirah Mauludy
Jurnal Sentris Vol. 1 No. 1 (2019): Regionalism
Publisher : Kelompok Studi Mahasiswa Pengkaji Masalah Internasional Unpar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26593/sentris.v1i1.4173.139-149

Abstract

Sejalan dengan posisi geografis Asia Tenggara yang strategis untuk rute perdagangan, Asia Tenggara dijadikan sebagai target operasi pembajakan. Selat Malaka adalah tempat pembajakan paling berbahaya di Asia Tenggara. Terdapat sejumlah tragedi pembajakan yang terjadi setiap tahun, karena selat ini merupakan wilayah sepertiga aktivitas perdagangan dunia dilakukan dan dilalui oleh ribuan kapal setiap tahunnya. Makalah ini ingin menjawab bagaimana kerjasama keamanan maritim ASEAN memerangi pembajakan di Selat Malaka dengan melibatkan proses sosialisasi dan persuasi. Makalah ini bertujuan untuk mengeksplorasi kerjasama keamanan maritim ASEAN dalam memerangi pembajakan di Selat Malaka, serta membahas proses lengkap terkait interaksi, mekanisme dan kerangka kerja. Makalah ini juga akan membahas tentang peluang aktor luar di ASEAN, dalam menjalankan kepentingan mereka dalam kerjasama keamanan maritim ASEAN. Makalah ini menggunakan teori sosialisasi dan persuasi yang diprakarsai oleh Johnston Checkel, atau dengan kata lain teori mikro dari teori konstruktivisme untuk menghubungkan kerjasama keamanan maritim ASEAN di Selat Malaka dan prosesnya dalam memerangi pembajakan.

Page 1 of 2 | Total Record : 13