cover
Contact Name
haris kusumawardana
Contact Email
wijayakusuma.lrev@gmail.com
Phone
+6285778166646
Journal Mail Official
wijayakusuma.lrev@gmail.com
Editorial Address
Beji-Karangsalam Street, No. 25, Karangsalam Kidul, Kedung Banteng, Banyumas, Central Java, Indonesia 53152
Location
Kab. banyumas,
Jawa tengah
INDONESIA
Wijayakusuma Law Review
ISSN : 27229149     EISSN : 27229157     DOI : -
Core Subject : Humanities, Social,
Wijayakusuma Law Review aims to provide a forum for lecturers and researchers to publish the original articles about Law Science. The focus of Wijayakusuma Law Review is publishing the manuscript of a research study or conceptual ideas. We are interested in topics which relate Law issues (General) in Indonesia and around the world.
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 8 Documents
Search results for , issue "Vol 4, No 2 (2022)" : 8 Documents clear
Kajian Terhadap Risiko Pada Jual Beli Benda Bergerak Bing Waluyo
Wijayakusuma Law Review Vol 4, No 2 (2022)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Wijayakusuma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51921/wlr.v4i2.214

Abstract

Risk is the obligation to bear losses as a result of an event (event) that befalls the object of the agreement beyond the fault of one of the parties. Based on this understanding, it can be seen that the issue of risk stems from the occurrence of events beyond the fault of one of the parties to the agreement. This event in contract law is called a state of coercion (overmacht; force majeure). Thus, the issue of risk is the aftermath of the problem of coercive circumstances (overmacht; force majeure), which is an event that is unintentional, cannot be predicted or known, and is beyond the power of the compelling debtor. When viewed from the type, the state of coercion can be divided into two, namel An absolute/absolute force majeure situation, and A situation of compulsion (overmacht; force majeure) that is relative, Regarding the risks in buying and selling movable objects, in the Civil Code there are three regulations, namely Regarding certain objects (Article 1460 of the Civil Code), Regarding objects sold according to weight, quantity or size (Article 1461), and Regarding the objects for sale which are sold according to piles (Article 1462). Based on Article 1462 of the Civil Code, the risk of the object lies with the buyer. Keywords: Risk, Buying and Selling, Moving Objects. Risiko adalah kewajiban untuk menanggung kerugian sebagai akibat dari adanya suatu peristiwa (kejadian) yang menimpa obyek perjanjian di luar kesalahan salah satu pihak. Berdasarkan pada pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa persoalan risiko berpokok pangkal pada terjadinya peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang mengadakan perjanjian. Peristiwa tersebut dalam hukum perjanjian disebut dengan keadaan memaksa (overmacht; force majeur). Dengan demikian, persoalan risiko merupakan buntut dari persoalan keadaan memaksa (overmacht; force majeur), yaitu suatu peristiwa yang tidak disengaja, tidak dapat diduga atau diketahui, dan di luar kekuasaan si debitur yang memaksa. Jika dilihat dari macamnya, keadaan memaksa dapat dibagi menjadi dua, yaitu Keadaan memaksa (overmacht; force majeur) yang bersifat absolut/mutlak, dan Keadaan memaksa (overmacht; force majeur) yang bersifat relatif/nisbi, Mengenai risiko pada jual beli benda bergerak, di dalam KUH Perdata terdapat tiga peraturan, yaitu Mengenai benda tertentu (Pasal 1460 KUH Perdata), Mengenai benda yang dijual menurut berat, jumlah atau ukuran (Pasal 1461), dan Mengenai benda yang dijual yang dijual menurut tumpukan (Pasal 1462). Berdasarkan pada Pasal 1462 KUH Perdata, risiko atas benda tersebut berada di pihak pembeli. Kata kunci: C Risiko, Jual Beli, Benda Bergerak.
Putusan /Akta Perdamaian Sebagai Bagian Dari Sistem Mediasi Berdasarkan Perma No. 1 Tahun 2016 Di Pengadilan Negeri Purwokerto dan Pengadilan Negeri Banyumas Tahun 2022 Aris Priyadi
Wijayakusuma Law Review Vol 4, No 2 (2022)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Wijayakusuma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51921/wlr.v4i2.215

Abstract

Settlement of civil disputes is known as a peaceful institution as stipulated in Article 130 HIR in essence, the judge is obliged to reconcile the parties in a dispute as the basis for the implementation of the peace process in every civil case examination, but these peaceful institutions are not effective and efficient in resolving a case. dispute resolution (settlement method) out of court, known as Alternative Dispute Resolution (ADR). Perma No 1/2016, among other things, states: Every judge, mediator and parties are required to follow the procedure for resolving disputes through mediation. Not taking the mediation procedure based on this regulation is a violation of the provisions of Article 130 HIR/154 Rbg which results in the decision being null and void. The Purwokerto District Court and the Banyumas District Court have in principle implemented the provisions of PERMA No. can be resolved by a peace agreement and confirmed by a Peace Deed Decision. Keywords: Mediation, Power, Deed of Peace. Penyelesaian sengketa perdata dikenal lembaga damai sebagaimana diatur dalam Pasal 130 HIR pada pokoknya hakim wajib mendamaikan para pihak yang sedang berperkara sebagai dasar diberlakukannya proses perdamaian dalam setiap pemeriksaan perkara perdata, akan tetapi lembaga damai tersebut tidak efektif dan efisien dalam penyelesaian suatu perkara, Berkembangnya berbagai cara penyelesaian sengketa (settlement method) diluar pengadilan, yang dikenal dengan Alternative Dispute Resolution (ADR). Perma No 1/2016 diantaranya menyebutkan : Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi. Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan perturan ini merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR/154 Rbg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum.. Pengadilan Negeri Purwokerto dan Pengadilan Negeri Banyumas pada prinsipnya sudah melaksanakan ketentuan PERMA no 1 tahun 2016,walaupun masih sangat sedikit perkara perdata yang dapat diselesaikan dengan kesepakatan damai dan dikukuhkan dengan Putusan Akta Perdamaian. Kata Kunci: Mediasi, Kekuatan, Akta Perdamaian.
Pelaksanaan Forum Generasi Berencana Dalam Penanggulangan Kenakalan Remaja Oleh Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Kabupaten Banyumas Gita Nurmiana; wahyu hariadi; Agoes Djatmiko
Wijayakusuma Law Review Vol 4, No 2 (2022)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Wijayakusuma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51921/wlr.v4i2.211

Abstract

This study aims to determine how the implementation of the Generation Planning Forum in Banyumas Regency for the period 2020 - 2022 in overcoming juvenile delinquency. And how are the efforts of the local government of Banyumas Regency in promoting the Banyumas Generation Planning Forum so that the programs and objectives that have been prepared by the Banyumas Planning Generation Forum can be achieved. To achieve this goal, this study uses a sociological legal research method, with the specifications of observational research. In this study, the data source used is secondary data which is supported by primary data. The data presentation method in this thesis is presented in the form of a structured and systematic description. This research was conducted at the Department of DPPKBP3A Banyumas Regency. Based on the results of research and discussion, it can be concluded that it can be seen that the Implementation of the Generation Planning Forum in Banyumas Regency in tackling juvenile delinquency has been carried out properly in accordance with the Work Program that has been formed in the Decree of the Head of the Office of Population Control and Family Planning, Women's Empowerment and Child Protection. Banyumas Regency Number 476/497/2020, but there are several programs that have not been implemented due to the Covid-19 pandemic. The efforts of the Banyumas Regency Government in promoting the Banyumas Generation Planning Forum by coordinating the Banyumas Generation Planning Forum with relevant agencies, namely all sub- districts in Banyumas Regency in the form of monitoring so that it can assist the Banyumas Generation Planning Forum in achieving the stated goals. Keyword: Forum Generasi Berencana, Banyumas Government, juvenile delinquency Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Forum Generasi Berencana di Kabupaten Banyumas periode 2020 - 2022 dalam penanggulangan kenakalan remaja. Serta bagaimana upaya pemerintah daerah Kabupaten Banyumas dalam menggalakan Forum Generasi Berencana Banyumas agar program dan tujuan yang telah disusun oleh Forum Generasi Berencana Banyumas dapat tercapai. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini menggunakan metode penelitian sosiologis hukum, dengan spesifikasi penelitian observasi. Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan adalah data sekunder yang didukung oleh data primer. Metode penyajian data dalam skripsi ini disajikan dalam bentuk uraian secara terstruktur dan sistematis. Penelitian ini dilakukan di Dinas DPPKBP3A Kabupaten Banyumas. Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa dapat diketahui Pelaksanaan Forum Generasi Berencana di Kabupaten Banyumas dalam menanggulangi kenakalan remaja telah dijalankan dengan baik sesuai dengan Program Kerja yang telah di bentuk dalam Surat Keputusan Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Banyumas Nomor 476/497/2020, namun terdapat beberapa program yang belum terlaksana karena terkendala pandemi Covid- 19. Upaya Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas dalam menggalakan Forum Generasi Berencana Banyumas dengan cara mengkordinasikan Forum Generasi Berencana Banyumas dengan instansi terkait yaitu seluruh Kecamatan di Kabupaten Banyumas dalam bentuk monitoring sehingga dapat membantu Forum Generasi Berencana Banyumas dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Kata kunci: Forum Generasi Berencana, Pemerintah Banyumas, kenakalan remaja
Tinjauan Yuridis Terhadap Kesiapan Kewajiban Spin Off Bagi Unit Usaha Syariah (UUS) Menjadi Bank Umum Syariah (BUS) Wiwin Muchtar Wiyon; Iskatrinah Iskatrinah
Wijayakusuma Law Review Vol 4, No 2 (2022)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Wijayakusuma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51921/wlr.v4i2.216

Abstract

Law Number 21 of 2008 concerning Sharia Banking in Article 68 paragraph 1 and Article 40 Article 40 PBI No. 11/10/ PBI / 2009 mandates that every Sharia Business Unit (UUS) that becomes a sharia unit at a Conventional Commercial Bank (BUK) to separate itself (spin-off). and explained that UUS is required to separate into BUS if UUS asset value has reached 50% (fifty percent) of the total asset value of its parent BUK. The spin-off time is no later than 15 (fifteen) years since the law was enacted, namely in 2023. If the spin-off order is not carried out by each UUS, then Bank Indonesia as the central bank will impose sanctions in the form of revocation of operational licenses. But the problem that arises is in the face of time spin-offs are not a few UUS are overwhelmed in preparing capital so that they have not been able to stand on their own after separating. The purpose of writing is to find out the impact of the spin-off for UUS by analyzing the solutions that can be offered. The results of the study indicate that it is necessary to review Law Number 21 of 2008 concerning Islamic Banking by considering the financial condition of UUS. In addition, UUS which have carried out a spin-off by becoming a new BUS can optimize the utilization of Third Party Funds in the form of financing and other services. In order to encourage the growth of BUS, support from the government is needed, such as providing tax incentives and simplifying regulations on equity participation. In addition, the new BUS needs to carry out various innovations by adding financing products and developing products that have been implemented. This study aims to provide an overview of the readiness of the Spin Off obligations for UUS to become BUS and issues related to readiness to fulfill UUS obligations to become BUS in July 2023. Keywords: Spin-off Obligations, Sharia Business Units (UUS), Islamic Commercial Banks (BUS). Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah pada Pasal 68 ayat 1 dam Pasal 40 Pasal 40 PBI No. 11/10/ PBI / 2009 mengamanahkan bahwa setiap Unit Usaha Syariah (UUS) yang menjadi unit syariah pada Bank Umum Konvensional (BUK) untuk memisahkan diri (spin-off). serta dijelaskan bahwa UUS wajib memisahkan menjadi BUS apabila nilat aset UUS telah mencapai 50% (lima puluh persen) dari total nilai aset BUK induknya. Waktu spin-off paling lambat 15 (lima belas) tahun sejak undang-undang tersebut diberlakukan yakni pada tahun 2023. Apabila perintah spin-off tidak dilaksanakan oleh setiap UUS maka Bank Indonesia sebagai bank sentral akan memberikan sanksi berupa pencabutan izin operasional. Namun permasalahan yang muncul adalah dalam menghadapi masa spin-off tidak sedikit UUS kewalahan dalam mempersiapkan modal sehingga belum mampu untuk berdiri sendiri setelah memisahkan diri. Tujuan dari penulisan untuk mengetahui dampak spin-off bagi UUS dengan menganalisis solusi yang dapat ditawarkan. Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa perlu dilakukannya peninjauan kembali terhadap Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah dengan mempertimbangkan kondisi finansial UUS. Selain itu UUS yang telah melaksanakan spin-off dengan menjadi BUS baru dapat mengoptimalkan pemanfaatan Dana Pihak Ketiga dalam bentuk pembiayaan dan layanan lainnya. Dalam rangka mendorong pertumbuhan BUS maka dibutuhkan dukungan dari pemerintah seperti pemberian insentif pajak dan penyederhanaan regulasi pada penyertaan modal. Selain itu, BUS Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah pada Pasal 68 ayat 1 dam Pasal 40 Pasal 40 PBI No. 11/10/ PBI / 2009 mengamanahkan bahwa setiap Unit Usaha Syariah (UUS) yang menjadi unit syariah pada Bank Umum Konvensional (BUK) untuk memisahkan diri (spin-off). serta dijelaskan bahwa UUS wajib memisahkan menjadi BUS apabila nilat aset UUS telah mencapai 50% (lima puluh persen) dari total nilai aset BUK induknya. Waktu spin-off paling lambat 15 (lima belas) tahun sejak undang-undang tersebut diberlakukan yakni pada tahun 2023. Apabila perintah spin-off tidak dilaksanakan oleh setiap UUS maka Bank Indonesia sebagai bank sentral akan memberikan sanksi berupa pencabutan izin operasional. Namun permasalahan yang muncul adalah dalam menghadapi masa spin-off tidak sedikit UUS kewalahan dalam mempersiapkan modal sehingga belum mampu untuk berdiri sendiri setelah memisahkan diri. Tujuan dari penulisan untuk mengetahui dampak spin-off bagi UUS dengan menganalisis baru perlu melakukan berbagai inovasi dengan penambahan produk pembiayaan maupun pengembangan produk yang telah dijalankan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tentang kesiapan kewajiban Spin Off bagi UUS menjadi BUS dan persoalan yang menyangkut kesiapan untuk memenuhi kewajiban UUS untu menjadi BUS di bulan Juli tahun 2023. Keywords: Kewajiban Spin-off, Unit Usaha Syariah (UUS), Bank Umum Syariah (BUS).
Keputusan Mahkamah Konstitusi Tentang Pemungutan Suara Ulang Pemilihan Kepada Daerah Serentak 2020 Sebagai Perwujudan Demokrasi Esti ningrum; wahyu hariadi
Wijayakusuma Law Review Vol 4, No 2 (2022)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Wijayakusuma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51921/wlr.v4i2.212

Abstract

The number of applications for re-voting (PSU) granted by the Constitutional Court (MK) in 16 regions in the 2020 Simultaneous Regional Head Elections (Pilkada), this is the largest number since the 2015 simultaneous Pilkada era. In 2015 there were 4 requests granted, year In 2017 there were 6 requests that were granted and in 2018 there were 5 requests that were granted. The purpose of this research is to analyze whether the decision of the Constitutional Court regarding Re-Voting for the 2020 Simultaneous Regional Elections is a manifestation of democracy from people's sovereignty. The method used in this research is doctrinal legal research through statutory and case approaches. The success of the Regional Head Election (Pilkada) as a parameter of democracy does not lie in the presence or absence of Pilkada, but rather in the quality of the implementation of the Pilkada itself. This means that regional elections are carried out in accordance with four concepts, namely regional elections as a means of people's sovereignty, carried out in a liberal and fair manner, carried out in the Unitary State of the Republic of Indonesia, and carried out based on Pancasila and the 1945 Constitution. elections that have integrity, professionalism and accountability. Democratic Pilkada is a value mandated in Law Number 10 of 2016 concerning the Second Amendment to Law Number 1 of 2015 concerning the Stipulation of Government Regulations in Lieu of Law Number 1 of 2014 concerning the Election of Governors, Regents and Mayors to Become Laws. Democratic values in their implementation sometimes do not materialize in their implementation, the Constitutional Court as the guardian of democracy can issue a decision to carry out a Re-Vote. Pilkada So that the re-voting is part of the embodiment of democracy which must be carried out properly. Keywords: Constitutional Court, Re-voting, Regional Head Election, Democracy Jumlah permohonan Pemungutan Suara Ulang (PSU) yang dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) sejumlah 16 daerah pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak tahun 2020, ini merupakan jumlah terbanyak sejak era Pilkada serentak tahun 2015. Tahun 2015 ada 4 permohonan yang dikabulkan, tahun 2017 ada 6 permohonan yang dikabulkan dan tahun 2018 ada 5 permohonan yang dikabulkan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa apakah keputusan Mahkamah Konstitusi tentang Pemungutan Suara Ulang Pemilihan Daerah Serentak tahun 2020 sebagai perwujudan demokrasi dari kedaulatan rakyat. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum doktrinal dengan melalui pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Keberhasilan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) sebagai parameter demokrasi bukanlah terletak pada ada atau tidak adanya Pilkada, namun lebih pada kualitas pelaksanaan Pilkada itu sendiri. Artinya Pilkada dilaksanakan sesuai dengan empat konsep yaitu Pilkada sebagai sarana kedaulatan rakyat, dilaksanakan secara Luber dan Jurdil, dilaksanakan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan dilaksanakan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dengan berlandaskan pada konsep tersebut penyelenggaraan Pilkada yang demokratis dapat terwujud apabila dilaksanakan oleh penyelenggara pemilihan umum yang mempunyai integritas, profesionalisme dan akuntabilitas. Pilkada yang demokratis merupakan nilai telah yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi
Upaya Penyelesaian Malpraktek Medis dengan Menghadirkan Payung Hukum Tindak Pidana Medis Sulava Sururi Ramadhani
Wijayakusuma Law Review Vol 4, No 2 (2022)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Wijayakusuma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51921/wlr.v4i2.213

Abstract

The development of health services and the demands of the community have an impact on changing the need for competence in primary health services which is one of the responsibilities of doctors. The emergence of various cases involving patients with doctors in the legal realm then creates problems because it is very difficult to distinguish which is malpractice and which is negligence, accident, or failure by health workers. Until now, Indonesia does not yet have a nationally applicable medical professional standard. The absence of medical professional standards is detrimental to the medical profession and society because professional standards for doctors can be used as a tool to defend themselves for their medical actions, especially if medical practice harms patients. This paper aims to analyze the importance of the presence of medical-legal protection as a guarantee of the protection of human rights for the community and medical personnel, especially doctors. The normative research method uses a conceptual approach, a case approach, and a statutory approach. Many laws and regulations regulate malpractice but are unable to explain in detail the medical crime itself. So that a special law should be formed that explicitly regulates medical crimes so that the rules do not overlap and the resolution of medical cases can be resolved quickly and accurately. Secara konstitusional Perkembangan pelayanan kesehatan dan tuntutan masyarakat berdampak pada perubahan kebutuhan dalam pelayanan kesehatan primer yang merupakan salah satu tanggungjawab dokter. Munculnya berbagai kasus yang melibatkan pasien dengan dokter di ranah hukum kemudian menimbulkan masalah karena sangat sulit membedakan mana yang malpraktek dan mana yang kelalaian, kecelakaan, atau kegagalan. Hingga saat ini, Indonesia belum memiliki standar profesi medis yang menjelaskan pengertian malpraktek secara jelas. Hal ini dapat merugikan profesi medis dan masyarakat sebab, tenaga medis rentan dikriminalisasi akibat aturan yang tidak jelas dan di lain sisi dapat dijadikan alat untuk membela diri atas tindakan medis yang dilakukan, terlebih jika praktek medis merugikan pasien. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis pentingnya perlindungan medis-hukum sebagai jaminan perlindungan hak asasi manusia bagi masyarakat dan tenaga medis. Metode penelitian normatif menggunakan pendekatan konseptual, pendekatan kasus, dan pendekatan perundang-undangan. Banyak peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang malpraktek namun tidak mampu menjelaskan secara detail tentang malpraktek sebagai tindak pidana medis itu sendiri. Sehingga perlu dibentuk undang-undang khusus yang secara tegas mengatur tentang tindak pidana medis agar aturannya tidak tumpang tindih dan penyelesaian kasus malpraktek medis dapat diselesaikan secara cepat dan tepat. Kata Kunci : Malpraktek, Tindak Pidana Medis, Perlindungan Hukum Medis
Pentingnya Mediasi Dalam Mengurangi Kasus Perceraian Di Pengadilan Agama Banyumas Teguh Anindito; Aris Priyadi; Arif Awaludin
Wijayakusuma Law Review Vol 4, No 2 (2022)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Wijayakusuma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51921/wlr.v4i2.220

Abstract

Abstract Mediation as one of the tools that is needed in dealing with divorce cases is very important. Many divorce cases are resolved through mediation. Research conducted at the Banyumas Religious Court using normative juridical methods shows that mediation still needs to be socialized to resolve the various divorce cases that have piled up at the Banyumas Religious Court. It is necessary to overcome various obstacles in resolving cases through this mediation. Minimizing obstacles will help achieve optimal mediation. Efforts made by the Supreme Court by making Supreme Court Regulations further strengthen the role of mediation in settling cases. Abstrak Mediasi sebagai salah satu sarana yang sangat dibutuhkan dalam mengatasi kasus perceraian sangat terasa arti pentingnya. Banyak perkara perceraian yang diselesaikan melalui mediasi. Penelitian yang dilakukan di Pengadilan Agama Banyumas dengan metode yuridis normatif menunjukkan hasil bahwa mediasi masih perlu disosialisasikan untuk menyelesaikan berbagai kasus perceraian yang menumpuk di Pengadilan Agama Banyumas. Perlu diatasi berbagai hambatan dalam penyelesaian perkara melalui mediasi ini. Meminimalisir hambatan akan membantu tercapainya mediasi yang optimal. Upaya yang dilakukan Mahkamah Agung dengan membuat Peraturan Mahkamah Agung semakin menguatkan peran mediasi dalam penyelsaian perkara.
Penyelesaian Sengketa Antara Indonesia Dan Australia Dalam Kasus Pencemaran Laut Timor Akibat Tumpahan Minyak Montara Doni Adi Supriyo; Rusito Rusito
Wijayakusuma Law Review Vol 4, No 2 (2022)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Wijayakusuma

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51921/wlr.v4i2.221

Abstract

Abstract This paper aims to analyze the responsibility of Australia and Thailand for cases of pollution from the leakage of the Montara oil well which is owned by a Thai company. This pollution originates from the Montara Field The Montara Well Head Platform in the West Atlas Block of the Timor Sea in Australian waters. The oil spill resulted in cross-border pollution because it extended to the waters of the Timor Gap or Timor Gap which is the border waters between Indonesia, Australia and Timor Leste (Meinarni, Volume 5). The extent of the effect of oil spill contamination from the well located in the Northwest Atlas Block of Timor is about 75% entering Indonesian waters, so this pollution is an important problem for the Indonesian people, because it enters the Exclusive Economic Zone (EEZ). This writing is writing that uses normative legal research using a statutory approach, concept approach, and case approach in accordance with the legal perspective of the United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 and relevant legal theories that will be used and constructed. with legal principles, principles and doctrines. Based on Article 139 Paragraph (1) of UNCLOS 1982, the State must be responsible for activities carried out in the marine area, whether by participating States, individuals or state companies or legal entities or individuals who have the nationality of their country. Keywords: Sea Pollution, State Responsibility, International Dispute Resolution Abstrak Penulisan ini bertujuan untuk menganalisi pertanggung jawaban Australia dan Thailand atas kasus pencemaran dari kebocorannya sumur minyak Montara yang merupakan milik salah satu perusahaan Thailand. Pencemaran ini bersumber dari Ladang Montara The Montara Well Head Platform di Blok West Atlas Laut Timor perairan Australia. Tumpahan minyak tersebut mengakibatkan pencemaran lintas batas karena meluas hingga perairan Celah Timor atau Timor Gap yang merupakan perairan perbatasan antara Indonesia, Australia dan Timor Leste ( Meinarni, Volume 5). Luas efek cemaran tumpahan minyak dari sumur yang terletak di Blok Atlas Barat Laut Timor tersebut sekitar 75% masuk wilayah perairan Indonesia sehingga Pencemaran ini menjadi masalah yang penting bagi Bangsa Indonesia, karena memasuki Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE). Penulisan ini merupakan penulisan yang menggunakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konsep, dan pendekatan kasus yang sesuai dengan perspektif hukum United Nation Convention on the Law of the Sea 1982 dan teori-teori hukum yang relevan yang akan di gunakan dan dikonstruksikan dengan asas-asas hukum, prinsip dan doktrin. berdasarkan Pasal 139 Ayat (1) UNCLOS 1982 Negara harus bertanggung jawab atas kegiatan-kegiatan yang dilakukan di Kawasan laut, baik oleh Negara peserta, individu atau perusahaan Negara atau badan hukum atau perorangan yang memiliki kebangsaan negaranya. KATA KUNCI : Pencemaran Laut, Pertanggungjawaban Negara, Penyelesaian Sengketa Internasional

Page 1 of 1 | Total Record : 8