cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota pontianak,
Kalimantan barat
INDONESIA
Jurnal NESTOR Magister Hukum
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Arjuna Subject : -
Articles 36 Documents
Search results for , issue "Vol 3, No 3 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN" : 36 Documents clear
MODEL PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH PADA CREDIT UNION (Studi Di Credit Union Khatulistiwa Bakti Pontianak) FRANSISKUS SAJU, SH. A2021141008, Jurnal Mahasiswa S2 Hukum UNTAN
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 3, No 3 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACTThis thesis discusses a model settlement of non-performing loans in the credit union (Study In The Credit Union Equator Pontianak Bakti). The method used in this research is empirical juridical approach. From the results of this thesis research we concluded that implementation of the loan agreement at the Credit Union "Credit Union Equator Bakti" in the implementation of the agreement which is done by members of the CU applying for a loan in the know by husband / wife with the guarantor of the members are also at least 2 people, then the CU analyze the application of various aspects, will further consultation / interview of credit and continued with surve field. Of the process and this data can be used as tolukur vote for the loan applicant's loan request is approved or not. If the team meeting approved credit then the next part of the credit prepare all paperwork related to it, including a draft of the Loan Agreement. After all the complete file was then submitted to Manager for correction. After all the complete file was then submitted to Manager for correction. Once corrected and stated correctly by the Manager, the next step is to sign the Loan Agreement and the disbursement of the loan. Factors affecting the credit crunch at Credit Union Equator Bakti is a factor of an individual as a debtor that is not honest in filling out a loan application so it is difficult to analyze, and then there is a factor of the CU as a creditor in which representatives of the processes ignore the risk, causing credit many problematic and the latter is an external factor, for example because of the monetary crisis, mass riots, disasters such as earthquakes, floods, fires and other incidents. That the Model Settlement NPL At Credit Cooperative "Credit Union Equator Bakti" is to run a policy of the Board, namely by: (a) Perform billing in accordance with existing procedures namely by dialing the phone, visiting members at a time, collections, letters of bills and if they fail to hover summons. (b) If the member does not pay the installments and loan services for 1 (one) month of the withdrawal member savings to pay the installments, loan services and administrative delays in the current month installments. (c) If the member does not pay the installments and loan services for 2 (two) months of the withdrawal member savings to pay the installments, loan services and administrative delays in installments. The Guarantor be included to charge if the member is guaranteed negligent in paying the installments. (d) If the member does not pay the installments and loan services for 3 (three) months of the withdrawal member savings balances to pay the installments, loan services and administrative delays in installments. (e) If the member savings used to pay off the loan and still not paid off, the seizure of the collateral. (f) If deemed necessary legal efforts will be pursued. If the members of the cooperative defaults, then the board of the Cooperative Credit Union Equator Bakti Pontianak will come to members of the cooperative and ask problems why the cooperative members could not even pay the borrowing, the way in which it is persuasive and family, by giving concessions in the repayment of borrowing from on using the settlement that has been stated in the deed of agreement.Keywords: Settlement Loans, Troubled, At Credit Union. ABSTRAKTesis ini membahas model penyelesaian kredit bermasalah pada credit union (Studi Di Credit Union Khatulistiwa Bakti Pontianak). Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis empiris. Dari hasil penelitian tesis ini diperoleh kesimpulan Bahwa Pelaksanaan perjanjian pinjaman di Koperasi Kredit “Credit Union Khatulistiwa Bakti” dalam pelaksanaan perjanjian yang dilakukan dengan cara anggota CU mengajukan permohonan pinjaman yang di ketahui oleh suami/istri dengan para penjamin dari anggota juga minimal 2 orang, kemudian pihak CU menganalisis permohonan tersebut dari berbagai aspek, selanjutnya akan dilakukan konsultasi/wawancara kredit dan dilanjutkan dengan surve lapangan. Dari proses dan data tersebut dapat digunakan sebagai tolukur penilaian bagi si pemohon pinjaman untuk disetujui atau tidak permohonan pinjamannya. Apabila dalam rapat tim kredit disetujui maka selanjutnya bagian kredit menyiapkan semua berkas-berkas yang berhubungan untuk itu termasuk draf Perjanjian Pinjaman. Setelah semua berkas lengkap kemudian diserahkan kepada Manager untuk dikoreksi. Setelah dikoreksi dan dinyatakan benar oleh Manager, maka langkah selanjutnya adalah menandatangani Perjanjian Pinjaman dan pencairan pinjaman. Faktor-Faktor yang mempengaruhi terjadinya kredit bermasalah pada Credit Union Khatulistiwa Bakti adalah faktor dari anggota sebagai debitur yaitu tidak jujur dalam mengisi permohonan pinjaman sehingga sulit untuk dianalisis, kemudian ada faktor dari CU sebagai kreditur dimana petugas dalam proses-prosesnya mengabaikan resiko, sehingga menyebabkan kredit banyak bermasalah dan yang terakhir adalah faktor eksternal ini misalnya karena terjadinya krisis moneter, kerusuhan massal, terjadinya bencana seperti gempa bumi, banjir, kebakaran dan kejadian-kejadian lainnya. Bahwa Model Penyelesaian Kredit Bermasalah Pada Koperasi Kredit “Credit Union Khatulistiwa Bakti” adalah dengan menjalankan pola kebijakan Pengurus yaitu dengan cara : (a) Melakukan penagihan sesuai prosedur yang sudah ada yakni dengan melakukan panggilan telp, mengunjungi anggota sekaligus melakukan penagihan, melayangkan surat tagihan dan apabila masih gagal layangkan surat panggilan.(b) Bila anggota tidak membayar angsuran dan jasa pinjaman selama 1 (satu) bulan maka dilakukan penarikan simpanan anggota untuk membayar angsuran, jasa pinjaman dan administrasi keterlambatan angsuran pada bulan berjalan. (c) Bila anggota tidak membayar angsuran dan jasa pinjaman selama 2 (dua) bulan maka dilakukan penarikan simpanan anggota untuk membayar angsuran, jasa pinjaman dan administrasi keterlambatan angsuran. (d) Penjamin diikut sertakan untuk menagih jika anggota yang dijaminnya lalai dalam membayar angsuran. (d) Bila anggota tidak membayar angsuran dan jasa pinjaman selama 3 (tiga) bulan maka dilakukan penarikan saldo simpanan anggota untuk membayar angsuran, jasa pinjaman dan administrasi keterlambatan angsuran. (e) Bila simpanan anggota habis untuk membayar pinjamannya namun masih belum lunas, maka dilakukan penyitaan terhadap barang jaminan. (f) Jika dianggap perlu akan ditempuh upaya hokum. Apabila anggota koperasi wanprestasi, maka pihak pengurus Koperasi Credit Union Khatulistiwa Bakti Pontianak akan mendatangi anggota koperasi tersebut dan menanyakan permasalahannya kenapa anggota koperasi sampai tidak bisa membayar peminjamannya, cara yang digunakan tersebut bersifat persuasif dan kekeluargaan, yaitu dengan memberikan kelonggaran-kelonggaran dalam pelunasan peminjaman dari pada menggunakan cara penyelesaian yang telah tercantum dalam akta perjanjian.Kata Kunci: Penyelesaian Kredit, Bermasalah, Pada Credit Union.
IMPLEMENTASI PROGRAM LAYANAN RAKYAT UNTUK SERTIFIKAT TANAH (LARASITA) DI KABUPATEN KUBU RAYA DORINA HARTANIA, SH. A2021141097, Jurnal Mahasiswa S2 Hukum UNTAN
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 3, No 3 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACTThis thesis discusses the People's Programme Implementation Service for Land Certificate (Larasita) Di Kubu Raya. Normative-sociological research. This study aims to provide reveal and analyze the effectiveness of the program socialization Larasita by Kubu Raya District Land Office to the improvement of land services. From the research we concluded that implementation of the policy program of the Kubu Raya Larasita in which the author in view the success or failure of a policy can be viewed from three aspects: the organization, interpretation and application. Furthermore, the factors that have been influential in the implementation of program policies Larasita in Kubu Raya, namely Communications (Communications), Resources (resources), Attitude (dispositions or attitudes) and Bureaucratic Structure (bureucratic structure). From the research we concluded that implementation of the policy program of the Kubu Raya Larasita in which the author in view the success or failure of a policy can be viewed from three aspects: the organization, interpretation and application. Furthermore, the factors that have been influential in the implementation of program policies Larasita in Kubu Raya, namely Communications (Communications), Resources (resources), Attitude (dispositions or attitudes) and Bureaucratic Structure (bureucratic structure). Of the four factors is the author breaks into two factors supporting and hindering the implementation of the policy program Larasita in Kubu Raya is a supporting factor composed of bureaucratic structures where the factor that fundamentally support the implementation of program policies Larasita in Kubu Raya because in terms of standard operational procedure (SOP) clearly through Per Ka BPN Decree No. 4 of 2006 stated clearly describes in detail the organizational structure and standard operational procedure (SOP) of the District Land Office / City throughout Indonesia and supported again by Per Ka BPN Decree No. 18 Year 2009 on Larasita, and in terms of fragmentation, where the implementation of the policy program in Kubu Raya Larasita less memerluakan coordination so vast. Another factor is the limiting factor, namely Communications (Communications), Communication is a factor that causes the ineffectiveness of policy implementation program Larasita in Kubu Raya due to a lack of consistency or uniformity of the size of the basis and purpose of the policy program Larasita communicated with less well in Kubu Raya. Yag second is Resources (resources), the resource is a second factor that led to the policy program Larasita in Kubu Raya effective in its implementation because the components contained in resources such as the number of staff, the expertise of the executive is fairly mediocre, the missing information so relevant, as well as the lack of support facilities that can be used to carry out program activities. The latter is the attitude (dispositions or attitudes), attitude or disposition also a factor in less support the implementation of program policies Larasita in Kubu Raya as the implementor does not seem serious in melaksnakan program policies Larasita in the region Kababupaten Kubu Raya because during the socialization program Larasita only included the socialization of other programs that are owned by the District Land Office Kubu Raya as an example Prona.Keywords: Implementation, Program Service of the People, the Land Certificate.ABSTRAKTesis ini Membahas Implementasi Program Layanan Rakyat Untuk Sertifikat Tanah (Larasita) Di Kabupaten Kubu Raya. Penelitian bersifat normatif-sosiologis. Penelitian ini bertujuan memberikan2Mengungkapkan dan menganalisis efektifitas pelaksanaan sosialisasi program larasita oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Kubu Raya terhadap peningkatan pelayanan pertanahan. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa Pelaksanaan dari pada kebijakan program Larasita di Kabupaten Kubu Raya yang mana penulis dalam melihat berhasil tidaknya suatu kebijakan dapat dilihat dari tiga aspek yaitu organisasi, interpretasi dan aplikasi. Selanjutnya mengenai faktor-faktor yang selama ini berpengaruh di dalam pelaksanaan kebijakan program larasita di Kabupaten Kubu Raya, yaitu Komunikasi (Communications), Sumber Daya (resources), Sikap (dispositions atau attitudes) dan Struktur Birokrasi (bureucratic structure). Dari keempat faktor inilah penulis mengelompokkannya menjadi dua yaitu faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan dari kebijakan program Larasita di Kabupaten Kubu Raya yaitu faktor pendukung yang terdiri dari struktur birokrasi yang mana faktor yang secara mendasar mendukung pelaksanaan kebijakan program Larasita di Kabupaten Kubu Raya karena dari segi standard operational procedure (SOP) yang secara jelas melalui Per Ka BPN RI No 4 Tahun 2006 tertera secara jelas menjelaskan secara rinci struktur organisasi dan standard operational procedure (SOP) dari Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota seluruh Indonesia dan ditunjang lagi dengan Per Ka BPN RI No 18 Tahun 2009 tentang Larasita, dan dari segi fragmentasi, dimana pelaksanaan dari pada kebijakan program larasita di Kabupaten Kubu Raya kurang memerluakan koordinasi yang begitu luas. Faktor lain yaitu faktor penghambat yaitu Komunikasi (Communications), Komunikasi merupakan faktor yang menjadi penyebab ketidak-efektifan pelaksanaan kebijakan program Larasita di Kabupaten Kubu Raya karena kurangnya konsistensi atau keseragaman dari pada ukuran dasar dan tujuan dari program kebijakan larasita yang dikomunikasikan dengan kurang begitu baik di Kabupaten Kubu Raya. Yag kedua adalah Sumberdaya (resources), sumberdaya merupakan faktor kedua yang menyebabkan kebijakan program larasita di Kabupaten Kubu Raya efektif dalam pelaksanaannya karena komponen-komponen yang terkandung didalam sumberdaya seperti jumlah staf, keahlian dari para pelaksana yang terbilang pas-pasan, informasi yang kurang begitu relevan, serta kurangnya fasilitas-fasilitas pendukung yang dapat dipakai untuk melakukan kegiatan program. Yang terakhir adalah Sikap (dispositions atau attitudes), sikap atau disposisi juga merupakan faktor kurang mendukung pelaksanaan kebijakan program larasita di Kabupaten Kubu Raya karena para implementor terlihat tidak serius dalam melaksnakan kebijakan program larasita di wilayah Kababupaten Kubu Raya karena selama ini sosialisasi program larasita hanya diikutkan pada sosialisasi program-program lain yang dimiliki oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Kabupaten Kubu Raya seperti contohnya prona.Kata Kunci: Implementasi, Program Layanan Rakyat, Sertifikat Tanah.
ANALISIS TERHADAP PILIHAN KEBIJAKAN PEMERINTAH UNTUK MENENGGELAMKAN KAPAL IKAN NELAYAN ASING DI LIHAT DARI SISI KEMANFAATAN KEPADA NELAYAN TRADISIONAL INDONESIA DAN POTENSI PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK EKA SETIAWATI, SH A2021141098, Jurnal Mahasiswa S2 Hukum UNTAN
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 3, No 3 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

1ANALISIS TERHADAP PILIHAN KEBIJAKAN PEMERINTAH UNTUK MENENGGELAMKAN KAPAL IKAN NELAYAN ASING DI LIHATDARI SISI KEMANFAATAN KEPADA NELAYANTRADISIONAL INDONESIA DAN POTENSIPENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAKOleh :EKA SETIAWATI, SHA2021141098Pembimbing I : Dr. Firdaus,SH.,M.SiPembimbing II : Sugeng Susila,SH.,MHABSTRACTThis thesis discusses the analysis of policy options the government to drown the foreign fishing vessels fishing in view of the benefit to the Indonesian traditional fishermen and the potential of non-tax revenue. The method used in this research is normative-sociological approach. From the results of this thesis research was concluded factors into rasiologis government policy to sink the foreign fishing vessels that enter into the territory perariran Indonesia, namely: (a) That the ship nalayan foreigners operating in the sea area Indonesia does not have operating permits for fishing by perudang rules and regulations that apply. (B) That the drownings do in the sovereign territory of Indonesia and the sovereign rights (exclusive economic zone). (C) That the act of drownings on the basis of valid legal basis, namely Article 69 paragraph (4) of Law No. 45 of 2009 on Fisheries. (D) That other countries that want to protest should understand the actions of illegal fishing by foreign vessels. Indonesia has been impaired significantly. The omission of the foreign boats fishing illegally would continue to bring greater losses for Indonesia. (E) That the sinking undertaken will pay attention to the safety of the crew. The government's policy for foreign fishermen drown fishing vessels that enter the waters of Indonesia Territory in relation to Indonesian traditional fishermen as well as non-tax revenue is that the sinking of the Program foreigners arrested is one way to show the government's sovereignty. Rules that have been around since 2009 is correct - actually implemented by the end of 2014. This is not because of the increasing number of events already illegal fishing that cause loss to the state of up to 30 trillion per year. Certainly expected drownings can be deterrent to the thieves. But the sinking of foreign fishing vessels were also commonly affects and adverse impacts on the economic development of the Republic of Indonesia .This is as a result of the capital menipiskanya government to provide jobs. With the spoils of assets in the form of foreign ships, can be used as new jobs for traditional fishermen. It can help improve people's economy and reduce unemployment. Meanwhile, in the sector of Non Tax Revenue sinking of foreign fishing vessels can increase state revenues, a growing number of foreign fishing vessels in the auction, the more revenue is obtained state.Keywords: Policy Options, the Government, the Fishing Vessel Sink, ForeignFishermen.2ABSTRAK Tesis ini membahas analisis terhadap pilihan kebijakan pemerintah untuk menenggelamkan kapal ikan nelayan asing di lihat dari sisi kemanfaatan kepada nelayan tradisional indonesia dan potensi penerimaan negara bukan pajak. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif-sosiologis. Dari hasil penelitian tesis ini diperoleh kesimpulan Faktor-faktor yang menjadi rasiologis kebijakan pemerintah untuk menenggelamkan kapal nelayan asing yang masuk ke wilayah perariran Indonesia yaitu : (a) Bahwa kapal nalayan asing yang beroperasional di wilayah laut indonesia tidak memiliki izin operasi untuk melakukan penangkapan ikan berdasarkan peraturan perudang-undangan yang berlaku. (b) Bahwa tindakan penenggelaman dilakukan di wilayah kedaulatan dan hak berdaulat Indonesia (zona ekonomi eksklusif). (c) Bahwa tindakan penenggelaman dilakukan atas dasar payung hukum yang sah yaitu Pasal 69 ayat (4) UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. (d) Bahwa negara lain yang hendak mengajukan protes harus memahami atas tindakan pencurian ikan oleh kapal asing. Indonesia telah dirugikan secara signifikan. Pembiaran terhadap kapal asing yang melakukan penangkapan ikan secara ilegal akan terus membawa kerugian yang lebih besar bagi Indonesia. (e) Bahwa penenggelaman kapal yang dilakukan akan memperhatikan keselamatan dari para awak kapal. Kebijakan pemerintah untuk menenggelamkan kapal ikan nelayan asing yang masuk ke Wilayah perairan Indonesia dalam kaitanya dengan nelayan tradisional Indonesia maupun penerimaan negara bukan pajak adalah bahwa Program penenggelaman kapal asing yang ditangkap merupakan salah satu cara untuk menunjukkan kedaulatan pemerintah. Aturan yang telah ada sejak tahun 2009 tersebut benar – benar dilaksanakan pada akhir 2014. Hal ini tidak lain karena sudah semakin banyaknya peristiwa pencurian ikan yang menimbulkan kerugian negara hingga 30 Trilyun pertahun. Tentunya diharapkan penenggelaman ini dapat menimbulkan efek jera kepada para pencuri tersebut. Akan tetapi penenggelaman kapal nalayan asing itu juga biasa berpengaruh dan menimbulkan dampak negatif bagi perkembangan ekonomi Republik Indonesia .Hal ini sebagai salah satu akibat dari menipiskanya modal pemerintah untuk menyediakan lapangan kerja. Dengan adanya aset rampasan berupa kapal asing, dapat dijadikan lahan pekerjaan baru bagi nelayan tradisional . Hal itu dapat membantu meningkatkan perekonomian rakyat dan mengurangi pengangguran. Sedangkan di sektor Penerimaan Negara Bukan Pajak penengelaman kapal nelayan asing bisa meningkatkan pendapatan negara, semakin banyak kapal nelayan asing yang di lelang, maka semakin banyak pendapatan yang di peroleh negara.Kata Kunci: Pilihan Kebijakan, Pemerintah, Menenggelamkan Kapal Ikan, Nelayan Asing.
ANALISIS YURIDIS-SOSIOLOGIS TERHADAP PELANGGARAN IZIN PENGANGKUTAN BAHAN BAKAR MINYAK OLEH MOTOR BANDONG (Studi Kasus Di Kabupaten Sintang) MARWANDY, S.Psi. A2021141061, Jurnal Mahasiswa S2 Hukum UNTAN
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 3, No 3 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACTThis thesis discusses the analysis of socio-juridical on violation permit the transport of fuel oil by the motor bandong (a case study in Sintang). The method used in this study is a socio-juridical approach. From the results of this thesis can be concluded that the licensing procedure the transport of fuel oil according to the Regulation of the Minister of Energy and cracked Mineral Resources No. 0007 of 2005 regarding Requirements and Guidelines on Technical Implementation Business License In the Downstream Oil and Gas in relation to getting a business license which is the body businesses must apply to the Minister of Energy and Mineral Resources) through the Director-General (whose duties and responsibilities include the business activities of oil and natural gas) are equipped with administrative and technical requirements. That in practice the field associated with the implementation of the application of the rules on consent for the transport of fuel oil by the motor bandong Sintang is still plenty of motors bandong that only licensed carriage of goods and passengers, from 67 motors bandong operating in Sintang, only 3 motors bandong who has the permission of transportation fuel by the Minister of Energy and Mineral Resources cracked No. 0007 of 2005 regarding Implementation Technical Requirements and Guidelines on Business licenses In the Downstream Oil and Gas. For it is worth serious attention from the government, the central government and local governments, as well as the involvement of law enforcement agencies to prevent criminal acts in connection with the permission of transportation fuel oil. The efforts made by law enforcement that the police in this case the local government transportation agencies in tackling violations Sintang permit the transport of fuel oil by the motor bandong In Sintang is through preventive and repressive actions. Preventive measures are intended to prevent the illegal distribution by the motor fuel bandong through the river in Sintang, which among others is done by following up SKB Pertamina and the National Police Headquarters No. Pol. KEP / 34 / VII / 2004 and No. KPTS-035 / C00000 / 2004-S0, in cooperation with the Department of Transportation Sintang in monitoring the implementation of the distribution of fuel is carried out by agents of the fuel and entrepreneurs transport water designated to distribute the fuel in Sintang , follow up orders police chief to monitor the distribution of kerosene, and set up outposts monitoring of fuel distribution in each village through which the motor bandong. Repressive actions carried out by way of prosecution of illegal distribution of kerosene and interrogate suspected offenders were illegally petroleum distribution Undang¬ as stipulated in Law No. 22 of 2001 and Regulation of the Minister of Energy and Mineral Resources cracked No. 0007 of 2005 regarding Requirements and Guidelines technical Implementation Business License In the Downstream Oil and Gas.Keywords: Juridical-Sociological Analysis, Against Violation Permit, Transportation of fuel oil.ABSTRAKTesis ini membahas analisis yuridis-sosiologis terhadap pelanggaran izin pengangkutan bahan bakar minyak oleh motor bandong (studi kasus di Kabupaten Sintang). Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis-sosiologis. Dari hasil penelitian tesis ini diperoleh kesimpulan bahwa prosedur perizinan pengangkutan bahan bakar minyak menurut Peraturan Menteri Energi Dan Sember Daya Mineral Nomor 0007 Tahun 2005 Tentang Persyaratan Dan Pedoman Teknis Pelaksanaan Izin Usaha Dalam Kegiatan Usaha Hilir Minyak Dan Gas Bumi dalam kaitannya untuk mendapatkan izin usaha yaitu badan usaha harus mengajukan permohonan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral) melalui Direktur Jenderal (yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi kegiatan usaha minyak dan gas bumi) dilengkapi dengan persyaratan administratif dan teknis. Bahwa di dalam prakteknya dilapangan terkait dengan pelaksanaan penerapan peraturan tentang perizinan pengangkutan bahan bakar minyak oleh motor bandong di Kabupaten Sintang adalah masih banyak motor-motor2bandong yang hanya memiliki izin pengangkutan barang dan penumpang saja, dari 67 motor bandong yang beroperasi di Kabupaten Sintang, hanya 3 motor bandong saja yang memiliki izin pengangkutan BBM berdasarkan Peraturan Menteri Energi Dan Sember Daya Mineral Nomor 0007 Tahun 2005 Tentang Persyaratan Dan Pedoman Teknis Pelaksanaan Izin Usaha Dalam Kegiatan Usaha Hilir Minyak Dan Gas Bumi. Untuk itu Perlu perhatian yang serius dari pemerintah, baik itu pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta keterlibatan aparat penegak hukum untuk mencegah terjadinya tindak pidana dalam kaitannya dengan izin pengangkutan Bahan Bakar Minyak. Upaya-upaya yang dilakukan oleh penegak hukum yaitu kepolisian pemerintah daerah dalam hal ini dinas perhubungan Kabupaten Sintang dalam menanggulangi pelanggaran izin pengangkutan bahan bakar minyak oleh motor bandong Di Kabupaten Sintang adalah melalui tindakan preventif dan represif. Tindakan preventif dimaksudkan untuk mencegah terjadinya distribusi BBM secara illegal oleh motor bandong melalui sungai di Kabupaten Sintang, yang antara lain dilakukan dengan cara menindaklanjuti SKB Pertamina dan Mabes Polri No. Pol. KEP/34/VII/2004 dan Nomor KPTS-035/C00000/2004-S0, melakukan kerjasama dengan Dinas Perhubungan Kabupaten Sintang dalam memantau pelaksanaan pendistribusian BBM yang dilakukan oleh agen-agen BBM dan pengusaha tranportasi air yang ditunjuk untuk menyalurkan BBM di Kabupaten Sintang, menindaklanjuti perintah Kapolda untuk ikut memantau pendistribusian minyak tanah bersubsidi, dan mendirikan pos-pos pemantau distribusi BBM di setiap desa yang dilalui oleh motor bandong. Tindakan represif dilakukan dengan cara menindak pelaku distribusi minyak tanah secara illegal dan melakukan penyidikan terhadap tersangka pelaku distribusi minyak tanah secara illegal sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 dan Peraturan Menteri Energi Dan Sember Daya Mineral Nomor 0007 Tahun 2005 Tentang Persyaratan Dan Pedoman Teknis Pelaksanaan Izin Usaha Dalam Kegiatan Usaha Hilir Minyak Dan Gas Bumi .Kata Kunci: Analisis Yuridis-Sosiologis, Terhadap Pelanggaran Izin, Pengangkutan Bahan Bakar Minyak.
EKSISTENSI POLIKLINIK KESEHATAN PERUSAHAAN DALAM SISTEM JAMINAN SOSIAL KESEHATAN (Studi Pada PT. Sari Bumi Kusuma – Alas Kusuma Group) HIANBY,SE A.2021141013, Jurnal Mahasiswa S2 Hukum UNTAN
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 3, No 3 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACTThis thesis discusses the existence of the company's health clinic in the social security system of health (studies on PT. Sari Bumi Kusuma - Alas Kusuma Group). The method used in this research is normative sociological approach. From the results of this thesis can be concluded that health care services for the employees of PT. Sari Bumi Kusuma - Alas Kusuma Group by the Institution of Social Security done in various stages must be known, of certain rights, procedures for health care, health insurance, implementation of health insurance and the method of implementation of the National Health Insurance (JKN) as a method of restitution is limited , methods of medical services directly, and the method of payment to medical personnel and their dues will be issued by the participants.the settlement that has been stated in the deed of agreement. Implementation and employee dissatisfaction PT. Sari Bumi Kusuma - Alas Kusuma Group on health services in conjunction degan program BPJS General Hospital or Health Center, owned by the Government due to the disputes that occur in primary health care, which until now has not been resolved, while the dispute is as follows: Queue patients BPJS at health centers in each region, decrease in medical and non-medical services and doctors in private practice patients rarely receive BPJS. Then Dispute BPJS health services in secondary health care is a patient referral inpatient still suspended, unavailability of treatment rooms for patients BPJS and rejection at the emergency room, Jampersal deprecated in BPJS and Reduction of health services from the national Social Security program before. Efforts undertaken by PT. Sari Bumi Kusuma - Alas Kusuma Group made efforts to improve social security for employees and the public health is PT. Sari Bumi Kusuma - Alas Kusuma Group still register their employees to follow the program BPJS gradually. Then Dispute BPJS health services in secondary health care is a patient referral inpatient still suspended, unavailability of treatment rooms for patients BPJS and rejection at the emergency room, Jampersal deprecated in BPJS and Reduction of health services from the national Social Security program before. Efforts undertaken by PT. Sari Bumi Kusuma - Alas Kusuma Group made efforts to improve social security for employees and the public health is PT. Sari Bumi Kusuma - Alas Kusuma Group still register their employees to follow the program BPJS gradually. Then the PT. Sari Bumi Kusuma - Alas Kusuma Group remains functioning health Polyclinic held for airport employees and the community around the industry who want treatment. Services for employees or the general public health BPJS participants held in the Company Polyclinic Physicians in cooperation with health BPJS. Especially for employees who have not registered for the BPJS health, medical services remained at the Polyclinic company and handled by doctors who cooperate with BPJS with the cost borne by the company.In case polyclinic facilities use the company does not charge rent (free). The Company continues to provide drugs in the clinic for employees of companies both listed as participants BPJS and not with the provision that if the health service is performed outside the doctor's office hours BPJS health.Keywords: Existence Polyclinic, Corporate Health, Social Security System Health.ABSTRAKTesis ini membahas eksistensi poliklinik kesehatan perusahaan dalam sistem jaminan sosial kesehatan (studi pada PT. Sari Bumi Kusuma – Alas Kusuma Group). Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif sosiologis. Dari hasil penelitian tesis ini diperoleh kesimpulan Bahwa Pelayanan pemeliharaan kesehatan bagi karyawan Perusahaan PT. Sari Bumi Kusuma – Alas Kusuma Group oleh badan penyelenggara jaminan sosial dilakukan dengan berbagai macam tahap yang harus diketahui, dari beberapa hak, tata cara pelayanan kesehatan, jaminan kesehatan, penyelenggaraan jaminan kesehatan dan metode dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) seperti metode restitusi terbatas, metode pelayanan medis secara langsung, dan metode pembayaran kepada tenaga medis beserta iuran yang akan dikeluarkan oleh para peserta. Pelaksanaan dan ketidakpuasan karyawan Perusahaan PT. Sari Bumi Kusuma – Alas Kusuma Group terhadap pelayanan kesehatan dalam hubungannya degan program BPJS di Rumah Sakit Umum atau Puskemas milik Pemerintah disebabkan oleh sengketa yang terjadi dalam pelayanan kesehatan primer yang sampai saat ini belum terselesaikan, adapun sengketa yang terjadi adalah sebagai berikut : Antrian pasien BPJS pada Puskesmas di masing-masing daerah, Penurunan pelayanan medik maupun non medik dan dokter praktek pribadi jarang menerima pasien BPJS. Kemudian Sengketa pelayanan kesehatan BPJS di pelayanan kesehatan skunder adalah pasien rujukan rawat inap masih ditangguhkan, tidak tersedianya ruang perawatan bagi pasien BPJS dan penolakan pada unit gawat darurat, Jampersal tidak berlaku lagi di BPJS dan Pengurangan pelayanan kesehatan dari program Sistem Jaminan Sosial nasional sebelumnya. Upaya-upaya yang dilakukan oleh PT. Sari Bumi Kusuma – Alas Kusuma Group melakukan upaya-upaya guna meningkatkan jaminan sosial kesehatan bagi karyawan dan masyarakat adalah Perusahaan PT. Sari Bumi Kusuma – Alas Kusuma Group tetap mendaftarkan karyawannya untuk mengikuti program BPJS Kesehatan secara bertahap. Kemudian pihak Perusahaan PT. Sari Bumi Kusuma – Alas Kusuma Group tetap memfungsikan Poliklinik kesehatan yang dimiliki untuk melayani karyawan maupun masyarakat sekitar lokasi Industri yang ingin berobat. Pelayanan bagi karyawan atau masyarakat umum peserta BPJS kesehatan dilaksanakan di Poliklinik Perusahaan dengan Dokter yang bekerjasama dengan BPJS kesehatan. Khusus untuk karyawan yang belum terdaftar sebagai peserta BPJS kesehatan, pelayanan pengobatan tetap di Poliklinik perusahaan dan ditangani oleh Dokter yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dengan biaya ditanggung oleh perusahaan.Dalam hal penggunaan fasilitas poliklinik perusahaan tidak dikenakan biaya sewa (gratis). Perusahaan tetap menyediakan Obat-obatan di poliklinik perusahaan bagi karyawan baik yang terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan maupun tidak dengan ketentuan jika pelayanan kesehatan tersebut dilakukan diluar jam praktek dokter BPJS kesehatan.Kata Kunci: Eksistensi Poliklinik, Kesehatan Perusahaan, Sistem Jaminan Sosial Kesehatan.
PENGARUH KONFLIK INTERNAL PARTAI POLITIK DALAM PENGUSULAN PIMPINAN DPRD BAGI PENYELENGGARAN PEMERINTAHAN DAERAH ( Studi Terhadap Disparitas Pegusulan Ketua DPRD Kayong Utara) ALHUSAINI. SH. A.2021141078, Jurnal Mahasiswa S2 Hukum UNTAN
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 3, No 3 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACTThis thesis focuses on the influence of political parties in the internal conflict of the nomination of the leadership of Parliament for the regional administration. From the study authors using normative juridical research method, the conclusion: that 1). Construction is contained in article 164 and article 165 of Law No. 23 Year 2014 on Regional Government only administratively wrote. Within the meaning of these articles only regulate how to determine candidates for the leadership of Parliament on condition that the vote general election results obtained by each political party. The most votes storied be decisive to occupy the leadership of Parliament. Then the solution is regulated in Law No. 2 of 2008 on Political Parties as amended by Law No. 2 of 2011 if there is a conflict in the internal political party that is completed by the political parties themselves by basing on the Statutes and Bylaws and as institution resolving disputes internal conflicts of political parties was submitted to the Court a party formed by the political parties themselves. If the matter is not resolved by the Court Party, the Institute for Court becomes the exit to resolve the internal conflict of the political party. 2) internal .konflik particular political party to propose and determine the leadership of Parliament directly or indirectly influence in local governance. This is due to Parliament is a partner of the local government and at the same as the regional administration. Furthermore, of the rights and duties and the authority of the parliament and then accelerated to the rights and the duties and authority of the head of the region, then there is a very close working relationship in governance in the region. Every action and authority possessed by the head of the region has always been linked to parliament, both in order to give consideration and approval. The relationship of labor and employment partner at the same time, the institution of Parliament concerning the status of members and leaders should have any legal standing or position that has been legalized. If the leadership of Parliament is not yet definitive, all the regional administration will stagnate because of the institutional, Parliament does not have the leadership. Leader while Parliament is generally only serves to organize and carry out in the framework of a definitive determination of the leadership of Parliament. 3). In the law of political parties No. 2 of 2008 as amended by Law No. 2 of 2011 that the mechanisms for resolving conflicts of political parties can be completed with two (2) ways namely through Supreme Party or other designations established by the political party concerned and agencies pengadilan.Di outside of legislation governing political parties in the conflict resolution, Nasikun provide a model on the settlement of the conflict. There is also an offer from Nasikun in conflict resolution are: conciliation, mediation, abitrase and perwasian. But the writer believes there are only two (2) models that can be used to resolve internal conflicts of political parties namely conciliation and mediation. The suggestions are: 1). political parties in determining the leadership of Parliament do not be concerned with the interests of individuals or groups because the longer the old parties of political parties propose and determine the leadership of Parliament, it can affect the head of administration of blood. 2) .had no revisions back to the law of political parties by entering the model or form or other means other than the Party and resolved by the Supreme Court Institute, that political party's internal conflict resolution can be solved in an easy manner and did not take long.2ABSTRAKTesis ini menitikberatkan pada pengaruh konflik internal partai politik dalam pengusulan pimpinan DPRD bagi penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dari penelitian penulis dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, diperoleh kesimpulan: bahwa 1). Konstruksi yang terdapat dalam pasal 164 dan pasal 165 Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah hanya bersifat administratif aja. Dalam arti pasal-pasal tersebut hanya mengatur bagaimana menentukan calon pimpinan DPRD dengan syarat perolehan suara hasil pemilhan umum yang diperoleh oleh masing-masing partai politik. Suara terbanyak secara bertingkat menjadi penentu untuk menduduki pimpinan DPRD. Kemudian solusi yang diatur dalam Undang Undang No 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik sebagaimana telah di ubah dengan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2011 jika terjadi konflik dalam internal partai politik yakni diselesaikan oleh partai politik itu sendiri dengan mendasarkan pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dan sebagai lembaga pemutus atas sengketa konflik internal partai politik tersebut diserahkan pada Mahkamah Partai yang dibentuk oleh partai politik itu sendiri. Jika pun tidak terselesaikan oleh Mahkamah Partai, maka Lembaga Pengadilan menjadi pintu keluar untuk menyelesaikan konflik internal partai politik tersebut. 2).konflik internal partai politik khususnya untuk mengusulkan dan menentukan pimpinan DPRD secara langsung atau tidak langsung berpengaruh dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hal ini disebabkan DPRD merupakan mitra kerja dari pemerintah daerah dan sama sama sebagai penyelenggara pemerintahan daerah. Selanjutnya dari hak-hak serta tugas dan wewenang yang dimiliki oleh DPRD dan kemudian diakselerasikan dengan hak-hak serta tugas dan wewenang kepala daerah, maka terdapat hubungan kerja yang sangat erat dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Setiap tindakan dan kewenangan yang dimiliki oleh kepala daerah selalu terkait juga dengan DPRD, baik dalam rangka memberikan pertimbangan maupun persetujuan. Keeratan hubungan kerja dan sekaligus mitra kerja, maka kelembagaan DPRD menyangkut status anggota dan pimpinan harus mempunyai legal standing atau kedudukan yang telah di sahkan. Apabila pimpinan DPRD belum bersifat definif, maka segala penyelenggaraan pemerintahan daerah akan stagnan karena secara kelembagaan, DPRD belum mempunyai pimpinan. Pimpinan sementara DPRD secara umum hanya berfungsi untuk mengatur dan melaksanakan dalam rangka penetapan pimpinan DPRD definitif. 3). Di dalam undang undang partai politik nomor 2 tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2011 bahwa mekanisme penyelesaian konflik partai politik dapat diselesaikan dengan 2 (dua) cara yakni melalui Mahkamah Partai atau sebutan lain yang dibentuk oleh partai politik yang bersangkutan serta lembaga pengadilan.Di luar dari peraturan perundang-undangan yang mengatur dalam penyelesaian konflik partai politik, Nasikun memberikan model terhadap penyelesaian konflik. Ada pun tawaran dari Nasikun dalam penyelesaian konflik adalah : konsiliasi, mediasi,abitrase dan perwasian. Akan tetapi penulis berpendapat hanya terdapat 2 (dua) model saja yang dapat dipergunakan untuk menyelesaikan konflik internal partai politik yakni konsiliasi dan mediasi. Saran-saran adalah : 1). partai politik dalam menentukan pimpinan DPRD jangan mementingkan kepentingan perorangan atau golongan karena semakin lama partai lama partai politik mengusulkan dan menentukan pimpinan DPRD maka dapat berpengaruh kepala penyelenggaraan pemerintahan darah. 2).harus ada revisi kembali terhadap undang-undang partai politik dengan memasukkan model atau bentuk atau cara lain selain diselesaikan oleh Mahkamah Partai dan Lembaga Pengadilan, agar penyelesaian konflik internal partai politik dapat diselesaikan dengan cara yang mudah serta tidak memakan waktu yang cukup lama.
EFEKTIVITAS REGULASI DAN PELAKSANAAN PENGAWASAN SUMBER DAYA PERIKANAN (Studi Pada Unit Pelaksana Teknis Stasiun PSDKP Pontianak) SUMONO DARWINTO, S.Pi A2021141003, Jurnal Mahasiswa S2 Hukum UNTAN
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 3, No 3 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACTThis thesis discusses issues Regulatory Effectiveness and Implementation of Fisheries Resources Monitoring (Study on Technical Implementation Unit PSDKP station Pontianak). From the results of research using normative legal research methods, we concluded that: 1. Assessed from the perspective of regulation, regulatory oversight of fishery resources in the Ministry of Maritime Affairs and Fisheries can be said is quite effective because it was based on a constitutional basis NRI 1945 Constitution and conventions of international law related to. As a property control, surveillance of fishery resources is done through law enforcement approach (surveillance), which is integrated with the system dilkukan Monitoring, Controlling, and Surveillance (MCS). At the concept level, normatifisasi and supervision activities of fishery resources daam formulated to four (4) main dimensions, namely: supervision before engaging in fishing activities (before fishing); supervision during fishing activities (while fishing); control when landing fish catches (during landing); and Supervision after landing catches (post landing). 2. The scope of monitoring of Fisheries Resources in the region of Technical Implementation Unit Pontianak stations include: Supervision of Fishing Vessels; Regional Monitoring and Line Fishing; Control of Fishing Equipment; and Monitoring Fishing in the Indonesian Exclusive Economic Zone. 3. Constraints Dominant Implementation Monitoring of Fisheries in the region of Pontianak PSDKP stations include: The limited number of supervisory personnel; Data integration system is not integrated; and limited funds and operational time. 4. Improving Future Fisheries Monitoring can be done by: Improving facilities, infrastructure, human resources, and financial resources, supervision in the fishing sector by fisheries inspectors who are under the auspices of the Directorate General of Marine Resources and Fisheries Ministry of Marine and Fisheries of the Republic of Indonesia; Improving coordination with institutions / bodies / agencies; Cooperate with other countries (international supervision). For overseas cooperation; and Conduct regulation fisheries surveillance more effective in the future. Further recommended to the front so that the law firm and organization in the scope of the ministry of maritime affairs and fisheries, is expected to be more pro-actively implement the task of coordinating and facilitating the preparation of legislation with piahak-related parties in the executive and legislative environment. Efforts must be taken so that legislation can be run in accordance with the provisions of the legislation is to create a program, set a target completion, to test the public (before, after,2and during the process), and involve others if these regulations have an impact on society.Keword : Effectiveness, regulation, supervision, Law EnforcementABSTRAKTesis ini membahas masalah Efektivitas Regulasi dan Pelaksanaan Pengawasan Sumber Daya Perikanan (Studi Pada Unit Pelaksana Teknis Stasiun PSDKP Pontianak). Dari hasil penelitian menggunakan metode penelitian hukum normatif, diperoleh kesimpulan bahwa : 1. Dikaji melalui media berita regional dan ditinjau dari perspektif pengaturannya, regulasi pengawasan sumber daya perikanan pada Kementerian Kelautan dan Perikanan dapat dikatakan sudah cukup efektif karena sudah berbasis pada landasan konstitusional UUD NRI 1945 dan konvensi-konvensi hukum internasional yang berkaitan. Sebagai pengawasan property, maka pengawasan sumberdaya perikanan dilakukan melalui pendekatan penegakan hukum (surveillance), yang dilkukan terintegrasi dengan sistem Monitoring, Controlling, and Surveillance (MCS). Pada tataran konsep, normatifisasi dan kegiatannya pengawasan sumberdaya perikanan diformulasikan ke daam 4 (empat) dimensi utama, yaitu : pengawasan sebelum melakukan penangkapan ikan (before fishing); pengawasan selama melakukan penangkapan ikan (while fishing) ; pengawasan ketika melakukan pendaratan tangkapan ikan (during landing); dan Pengawasan setelah pendaratan tangkapan ikan (post landing). 2. Lingkup pengawasan Sumber Daya Perikanan di wilayah kerja Unit Pelaksana Teknis Stasiun Pontianak meliputi: Pengawasan Terhadap Kapal Perikanan; Pengawasan Wilayah dan Jalur Penangkapan Ikan;Pengawasan Terhadap Alat Penangkapan Ikan; dan Pengawasan Penangkapan Ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. 3. Kendala Dominan Pelaksanaan Pengawasan Perikanan di wilayah kerja Stasiun PSDKP Pontianak meliputi: Keterbatasan jumlah personil pengawas; Sistem integrasi data belum terintegrasi; dan Keterbatasan dana dan waktu operasional. 4. Upaya Peningkatan Pengawasan Perikanan Ke Depan dapat dilakukan dengan cara : Meningkatkan sarana, prasarana, sumber daya manusia, dan sumber daya keuangan, pengawasan di sektor penangkapan ikan oleh pengawas perikanan yang berada di bawah naungan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia; Meningkatkan koordinasi dengan lembaga/badan/instansi terkait; Melakukan kerja sama dengan negara lain (pengawasan internasional). Untuk kerja sama luar negeri; dan Melakukan regulasi pengawasan perikanan yang lebih efektif ke depan. Selanjutnya direkomendasikan ke depan agar biro hukum dan organisasi di lingkup kementerian kelautan dan perikanan, diharapkan dapat lebih pro aktif melaksanakan tugas koordinasi dan fasilitasi penyusunan peraturan perundang-undangan dengan piahak-pihak terkait di lingkungan eksekutif maupun legislatif. Upaya yang harus ditempuh agar peraturan perundang-undangan dapat dijalankan sesuai dengan ketentuan adalah dengan membuat program legislasi, mengatur target penyelesaian, melakukan uji publik (sebelum, sesudah, dan selama proses) dan melibatkan pihak lain jika peraturan tersebut berdampak pada masyarakat.Kata Kunci : Efektivitas, Regulasi, pengawasan, Penegakan Hukum
WAJIB LATIHAN KERJA SEBAGAI HUKUMAN ALTERNATIF DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK (STUDI KASUS PADA LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK PONTIANAK) LINA ANGGRAINI,S.Pd A.202131059, Jurnal Mahasiswa S2 Hukum UNTAN
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 3, No 3 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACTThis thesis addresses the issue mandatory job training as an alternative punishment in the juvenile justice system (a case study on child Correctional Lambaga class II B pontianak). The method used in this study is a research method by using sociological juridical approach ,. The results showed that: That the mandatory implementation of vocational training as a substitute for criminal fines for children at Children's Penitentiary Class II B Pontianak to do with the rights of children to education has not been effective because of weak oversight or program that is not right. That the purpose of compulsory job training in lieu of a criminal penalty so that children have the skills mantab to say a professional in their field has not been achieved for a given program is holistic, ketidaktersediaannya funds so it must surrender the child to be fostered private parties, and the absence of intensive supervision by the Department of Social West Kalimantan resulted in all child activities are strictly controlled by private parties. That the imposition of imprisonment and fines with the employment of the subsidiary shall exercise brat child should be consideration of the judge to specify where or which agency authorized to implement the mandatory vocational training. So that the Public Prosecutor had no trouble in carrying out the court's ruling. It is necessary for an understanding in applying Act No. 11 of 2011 in lieu of No. 3 of 1997 on Juvenile Justice, so that law enforcement officials, especially judges of children, can ensure legal certainty to a sense of justice for the child. Recommendation: The government provides the implementing legislation of a technical nature regarding the implementation of compulsory secondary vocational training along with the facilities and infrastructure required lengkap.Program job training in lieu of a criminal penalty diperleh advanced study skills for coaching children in prisons are tailored to the interests and talents anak.Mengadakan evaluation and facilitate children who carry out compulsory job training in lieu of criminal fine for kids to get a job.ABSTRAKTesis ini membahas masalah wajib latihan kerja sebagai hukuman alternatif dalam sistem peradilan pidana anak (studi kasus pada lambaga permasyarakatan anak kelas II B pontianak). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian dengan menggunakan pendekatan yuridis sosiologis,. Hasil penelitian menunjukkan2bahwa: Bahwa pelaksanaan wajib latihan kerja sebagai pengganti pidana denda bagi anak di Lembaga Pemasyarakatan Anak Klas II B Pontianak hubungannya dengan hak anak untuk mendapatkan pendidikan belum efektif karena lemahnya pengawasan atau program yang belum tepat. Bahwa tujuan pelaksanaan wajib latihan kerja sebagai pengganti pidana denda agar anak mempunyai keterampilan mantab untuk dikatakan seorang profesional dibidangnya belum dicapai karena program yang diberikan masih bersifat holistik, ketidaktersediaannya dana sehingga harus menyerahkan anak untuk dibina pihak swasta, dan tidak adanya pengawasan intensif oleh pihak Dinas Sosial Kalimantan Barat mengakibatkan semua aktivitas anak dikontrol secara ketat oleh pihak swasta.Bahwa Penjatuhan pidana penjara dan denda dengan subsidair wajib latihan kerja terhadap anak nakal seharusnya menjadi pertimbangan hakim anak untuk mencantumkan tempat atau lembaga mana yang berwenang melaksanakan wajib latihan kerja tersebut. Agar Jaksa Penuntut Umum tidak kesulitan dalam melaksanakan putusan pengadilan tersebut. Untuk itu diperlukan pemahaman dalam menerapkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011 sebagai penganti Nomor 3 tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, sehingga aparat penegak hukum, khususnya hakim anak, dapat menjamin kepastian hukum guna terciptanya rasa keadilan bagi anak tersebut. Rekomendasi : Pemerintah menyediakan peraturan perundang-undangan pelaksana yang bersifat teknis mengenai pelaksanaan subsider wajib latihan kerja beserta sarana dan prasarana yang lengkap.Program wajib latihan kerja sebagai pengganti pidana denda merupakan studi lanjutan keterampilan yang diperleh anak selama pembinaan di Lapas yang disesuaikan dengan minat dan bakat anak.Mengadakan evaluasi dan memfasilitasi anak yang melaksanakan wajib latihan kerja sebagai pengganti pidana denda bagi anak untuk memperoleh pekerjaan.Kata Kunci: wajib latihan kerja, hukuman, Sistem Peradilan Pidana Anak.
OPTIMALISASI REDISTRIBUSI TANAH DALAM RANGKA PEMBAHARUAN AGRARIA (Study Program Redistribusi Tanah Obyek Landreform di Kabupaten Mempawah)” TITIK KURNIA WATI, S.ST A.21212066, Jurnal Mahasiswa S2 Hukum UNTAN
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 3, No 3 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACTThis thesis addresses the issue of purchase covert (undercover buy) a disclosure strategy narcotics (juridical-empirical studies in Pontianak) .This method used in this study is a qualitative research method using Normative-sociological approach. Covert purchase as regulated Act No. 22 of 1997 which has been changed to Law No. 35 of 2009 is the addition of investigator powers in efforts to combat drug trafficking. This is because the narcotic crime is organized crime, secret, as well as in the implementation modus operandi and quite sophisticated technology making it difficult to collect the evidence. In contrast to other offenses of purchasing shrouded in narcotic crime is not against the Human Rights when implemented in accordance with applicable regulations. This is because the narcotic crime is organized crime, secret, as well as in the implementation modus operandi and quite sophisticated technology making it difficult to collect the evidence. In contrast to other offenses of purchasing shrouded in narcotic crime is not against the Human Rights when implemented in accordance with applicable regulations. However, it would be different if it is not carried out in accordance with applicable regulations. This is because that in the implementation of covert purchases can not be separated and community participation, so that people who participate must be protected rights. To reduce errors and execution of the covert purchase it is necessary to be known and understood clearly by the investigator on the implementation of the purchase itself disguised as stipulated in Law No. 35 of 2009. The recommendation of this study is the need to be undertaken a revision of Law No. 35 Year 2009 on Narcotics itself in order to clarify what is the purchase of a veiled and how the actual implementation and the need to educate more people programmatically, for the use of informants to impersonate let conducted training Special to the investigator who was assigned to make the purchase is shrouded in a narcotics detective. and provide security to the people that specifies the information to the officer.Keywords: disclosure strategy, narcotics, Purchase veiled.ABSTRAKTesis ini membahas masalah pembelian terselubung (undercover buy) sebagai strategi pengungkapan kejahatan narkotika (studi yuridis-empiris di Kota Pontianak).Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan Normative-Sosiologis. Pembelian Terselubung sebagaimana diatur Undang-Undang No 22 Tahun 1997 yang telah diganti menjadi Undang-Undang No 35 Tahun 2009 merupakan penambahan kewenangan penyidik dalam upaya pemberantasan pengedaran narkotika. Hal inimengingat tindak pidana narkotika merupakan kejahatan yang terorganisasi, rahasia, serta dalam pelaksanaannya menggunakan modus operandi dan teknologi yang tergolong canggih sehingga sulit dalam mengumpulkan barang buktinya. Berbeda dengan tindak pidana lainnya pelaksanaan pembelian terselubung dalam tindak pidana narkotika tidaklah bertentangan dengan Hak Asasi Manusia bila dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Akan tetapi, akan menjadi berbeda bila tidak dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hal ini dikarenakan bahwa dalam pelaksanaan pembelian terselubung tidak terlepas dan peran serta masyarakat, sehingga masyarakat yang ikut serta harus dilindungi hak-haknya. Untuk mengurangi kesalahan dan pelaksanaan pembelian terselubung tersebut maka perlu diketahui dan dipahami secara jelas oleh penyidik tentang pelaksanaan pembelian terselubung itu sendiri sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 35 Tahun 2009. Adapun rekomendasi dari penelitian ini adalah perlu kiranya dilakukan revisi terhadap Undang-Undang No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika itu sendiri guna memperjelas apa itu pembelian terselubung dan bagaimana sebenarnya pelaksanaannya dan perlu dilakukan penyuluhan kepada masyarakat secara terprogram, untuk penggunaan informan untuk menyamar hendaklah dilakukan pelatihan secara khusus kepada penyidik yang memang bertugas untuk melakukan pembelian terselubung dalam suatu reserse narkotika. dan memberikan jaminan keamanan kepada masyarakat yang memerikan informasi kepada petugas.Kata Kunci: strategi pengungkapan, kejahatan narkotika, Pembelian terselubung.
EFEKTIVITAS BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) SEBAGAI LEMBAGA ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DALAM RANGKA MENWUJUDKAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN (STUDI BPSK KOTA PONTIANAK) HASANI, SE A.2021141047, Jurnal Mahasiswa S2 Hukum UNTAN
Jurnal NESTOR Magister Hukum Vol 3, No 3 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal NESTOR Magister Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKPeranan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Pontianak. Konsetrasi Hukum Bisnis Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Tanjungpura. Dalam memberikan perlindungan terhadap konsumen sesuai dengan diterbitkan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Jadi kondisi tidak seimbang antara konsumen dengan pelaku usaha merupakan suatu potensi yang sangat besar menimbulkan persengketaan antara konsumen dengan pelaku usaha. Untuk penyelesaian sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha dimungkinkan diselesaikan diluar pengadilan.Metode penelitian adalah metode pendekatan hukum normatif dan didukung dengan penelitian hukum empiris yang bersifat kuantitatif. Tesis ini bertujuan untuk mengetahui Efektivitas BPSK Kota Pontianak dalam melakukan perlindungan hak-hak konsumen Kota Pontianak dan mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi dalam melakukan perlindungan terhadap hak-hak konsumen di Kota Pontianak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BPSK Kota Pontianak belum mampu berperan dalam perlindungan terhadap hak-hak konsumen dengan cara konsiliasi, mediasi dan arbitrase sesuai dengan tugas dan kewenangannya sebagimana yang diatur pada Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 350/MPP/Kep/12/2001 Tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), Dikarenakan dalam melaksanakan tugasnya BPSK Kota Pontianak dihadapkan pada berbagai hambatan.Hambatan utama yang dihadapi adalah faktor sumber daya manusia. Walaupun secara pendidikan formal seluruh Anggota memiliki kualitas yang baik, akan tetapi secara teknis dan fungsional Anggota BPSK Kota Pontianak belum memiliki kualitas yang memadai, sebab hampir 50% dari Anggota bukan berlatar belakang Sarjana Hukum, Faktor sumber daya perangkat kerja dan pembiayaan juga menjadi faktor penghambat yang dihadapi BPSK Kota Pontianak. Sangat kecilnya alokasi anggaran dan sangat minimnya asset yang dimiliki oleh BPSK Kota Pontianak menyebabkan rendahnya kinerja Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Pontianak. Masih minimnya pengetahuan lembaga lainnya yang menganggap bahwa BPSK Kota Pontianak tidak berwenang untuk menyelesaikan sengketa konsumen.Kata Kunci : 1. Efektivitas2. Penyelesaian Sengketa3. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.

Page 3 of 4 | Total Record : 36


Filter by Year

2016 2016


Filter By Issues
All Issue Vol 4, No 4 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 3 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2019): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 4, No 4 (2018): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 3 (2018): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2018): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2018): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 4, No 4 (2017): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 3 (2017): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2017): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2017): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 3 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2016): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 9, No 2 (2015): Jurnal Nestor - 2015 - 2 Vol 8, No 1 (2015): Jurnal Nestor - 2015 - 1 Vol 4, No 4 (2015): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 3 (2015): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2015): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2015): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 4 (2014): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 3 (2014): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 2 (2014): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 1, No 1 (2014): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 3, No 5 (2013): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 4 (2013): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 2, No 3 (2013): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 8, No 1 (2012): Jurnal Nestor - 2012 - 1 Vol 2, No 2 (2012): JURNAL MAHASISWA S2 HUKUM UNTAN Vol 7, No 2 (2010): Jurnal Nestor - 2010 - 2 Vol 7, No 1 (2010): Jurnal Nestor - 2010 - 1 Vol 6, No 2 (2009): Jurnal Nestor - 2009 - 2 Vol 6, No 1 (2009): Jurnal Nestor - 2009 - 1 More Issue