Cermin Dunia Kedokteran
Cermin Dunia Kedokteran (e-ISSN: 2503-2720, p-ISSN: 0125-913X), merupakan jurnal kedokteran dengan akses terbuka dan review sejawat yang menerbitkan artikel penelitian maupun tinjauan pustaka dari bidang kedokteran dan kesehatan masyarakat baik ilmu dasar, klinis serta epidemiologis yang menyangkut pencegahan, pengobatan maupun rehabilitasi. Jurnal ini ditujukan untuk membantu mewadahi publikasi ilmiah, penyegaran, serta membantu meningkatan dan penyebaran pengetahuan terkait dengan perkembangan ilmu kedokteran dan kesehatan masyarakat. Terbit setiap bulan sekali dan disertai dengan artikel yang digunakan untuk CME - Continuing Medical Education yang bekerjasama dengan PB IDI (Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia)
Articles
16 Documents
Search results for
, issue
"Vol 48 No 9 (2021): Neurologi"
:
16 Documents
clear
Tatalaksana Nyeri Neuropatik Perifer dengan Sediaan Patch
Lupita Wijaya
Cermin Dunia Kedokteran Vol 48 No 9 (2021): Neurologi
Publisher : PT Kalbe Farma Tbk.
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.55175/cdk.v48i9.113
Obat-obat oral seperti antidepresan trisiklik, antikonvulsan (gabapentin dan pregabalin), dan SSRI (selective serotonin reuptake inhibitors), masih menjadi pilihan pertama yang direkomendasikan oleh pedoman internasional dan Eropa untuk terapi nyeri neuropatik. Namun, penurunan nyeri hanya sebesar 30-40% dan sering disertai efek samping sistemik. Obat topikal sediaan patch menjadi salah satu terapi alternatif. Oral drugs like tricyclic antidepressant, anticonvulsants (gabapentin and pregabalin), and SSRI (selective serotonin reuptake inhibitors), still become first choice as recommended by international and Europe therapy guidelines for neuropathic pain. However, the regimen is effective in only about 30-40% cases and often has undesirable systemic adverse effects. Topical drugs in patch form can be one of alternative therapy for neuropathic pain.
Pendekatan Klinis Pasien Transthyretin Cardiac Amyloidosis (ATTR-CA)
Nur Adiba Purba
Cermin Dunia Kedokteran Vol 48 No 9 (2021): Neurologi
Publisher : PT Kalbe Farma Tbk.
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.55175/cdk.v48i9.114
Transthyretin Cardiac Amyloidosis (ATTR-CA) adalah penumpukan fragmen protein transthyretin di jaringan interstisial miokardium akibat salah lipat protein, menyebabkan kardiomiopati restriktif dan infiltratif karena penebalan dan kekakuan dinding jantung. Transthyretin sebagian besar diproduksi di hati, berbentuk tetramer dan berfungsi sebagai protein pembawa tiroksin (T4) serta holoretinol binding protein (HRP). Saat ini, pemeriksaan diagnostik metode non-invasif telah dikembangkan meskipun biopsi endomiokardium masih menjadi gold standard diagnosis. Diagnosis akurat sedini mungkin sangat berpengaruh terhadap keberhasilan serta penurunan angka morbiditas dan mortalitas. Transthyretin Cardiac Amyloidosis (ATTR-CA) is the accumulation of transthyretin protein fragment in myocardium interstitial tissue induced by misfolded protein, lead to thickening and stiffness cardiac muscles, causing restrictive and infiltrative cardiomyopathy. Transthyretin is produced mainly in the liver as tetramer and bonded both with thyroxine (T4) and holoretinol binding protein (HRP) as carrier protein. Diagnostic test with non-invasive methods have been developed recently although endomyocardial biopsy is still the gold standard. Early targeted diagnosis has huge impact for therapy management and decreasing patient’s morbidity and mortality.
Tinjauan atas Retinopati Valsalva
Rabiul Priyantono;
Nassa Rachmatika Meylani
Cermin Dunia Kedokteran Vol 48 No 9 (2021): Neurologi
Publisher : PT Kalbe Farma Tbk.
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.55175/cdk.v48i9.115
Retinopati Valsalva adalah penyakit dengan gambaran perdarahan lapisan subhyaloid atau sub-Internal Limiting Membrane (ILM) retina yang disebabkan oleh aktivitas mirip manuver Valsalva seperti batuk, mengejan, muntah, atau latihan fisik yang kuat. Keluhan berupa penurunan tajam penglihatan mendadak mulai dari ringan sampai berat, bahkan hilangnya tajam penglihatan. Penyakit ini belum diketahui epidemiologinya. Perdarahan bisa mengalami resolusi dalam beberapa minggu atau beberapa bulan. Tindakan laser atau pembedahan dibutuhkan jika perdarahan cukup banyak atau tidak terjadi resolusi. Valsalva retinopathy is hemorrhage in subhyaloid or sub-Internal Limiting Membrane (ILM) layer in retina, caused by Valsalva maneuver-like activity such as cough, straining, vomiting, or vigorous physical activity. The symptom is mild to severe sudden painless decreased visual acuity, even loss of vision. The epidemiology of this disease is unknown. Hemorrhage in retinal layer can be resolved in weeks to months. Laser treatment or surgical treatment can be considered if in massive hemorrhage, or no resolution after observation.
Efek Samping Steroid Sistemik pada Terapi Pemvigus Vulgaris
Felicia Aviana;
I Made Birawan
Cermin Dunia Kedokteran Vol 48 No 9 (2021): Neurologi
Publisher : PT Kalbe Farma Tbk.
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.55175/cdk.v48i9.117
Pemfigus vulgaris (PV) adalah penyakit autoimun vesikobulosa pada kulit dan membran mukosa yang secara histologi ditandai bula intraepidermal yang disebabkan oleh akantolisis. Steroid sistemik merupakan terapi utama PV. Artikel ini membahas efek samping terapi steroid parenteral pada pemfigus vulgaris. Pemphigus Vulgaris (PV) is an autoimmune blistering disease of skin and mucous membranes, histologically defined by intraepidermal blister due to acantholysis. Systemic steroid is the first-line treatment in PV. This article briefly discussedthe adverse effect of parenteral steroid in the treatment of pemphigus vulgaris.
Hubungan antara Konstipasi dengan Akne Vulgaris dan Derajat Keparahannya pada Mahasiswa Kedokteran di Jakarta
Anastasia Rena Renate;
Julia Rahadian Tanjung
Cermin Dunia Kedokteran Vol 48 No 9 (2021): Neurologi
Publisher : PT Kalbe Farma Tbk.
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.55175/cdk.v48i9.118
Latar Belakang: Teori koneksi organ otak-usus-kulit menunjukkan hubungan erat antara kondisi usus dan kondisi dermatologis. Keadaan konstipasi dapat menyebabkan produk sekretori usus menuju peredaran sistemik yang dapat meningkatkan inflamasi organ kulit, sehingga rentan terhadap akne vulgaris. Metode: Penelitian cross-sectional pada 100 mahasiswa laki-laki usia 17-22 tahun dengan metode stratified random sampling. Penilaian konstipasi menggunakan kuesioner gejala konstipasi berdasarkan Kriteria Rome III dan penilaian derajat keparahan akne vulgaris menggunakan Evaluator Global Severity Score (EGSS). Hubungan antara variabel independen dan dependen diuji menggunakan Chi-Square dan Fisher-exact. Hasil: Didapatkan 100 responden, usia terbanyak yang mengalami akne vulgaris adalah 19 tahun dan usia terbanyak yang mengalami konstipasi adalah 20 tahun.Terdapat hubungan bermakna antara konstipasi dan akne vulgaris (p=0,012). Berdasarkan derajat keparahannya, tidak terdapat hubungan antara konstipasi dan akne vulgaris derajat ringan (p=0,973) namun terdapat hubungan antara konstipasi dan akne vulgaris derajat sedang – berat (p=0,048). Simpulan: Penelitian ini menunjukkan hubungan bermakna antara konstipasi dan akne vulgaris. Background: The theory of brain-intestinal-skin connections shows a relationship between intestinal and dermatological conditions. Constipation stimulate the intestine secretory products towards systemic circulation and increase inflammation of the skin, acne vulgaris. Method: This cross-sectional study involved 100 male students aged 17-22 years with stratified random sampling method. Constipation assessment used constipation questionnaire based on Rome III Criteria and assessment for severity of acne vulgaris used Evaluator Global Severity Score (EGSS). The relationship between independent and dependent variables was tested using Chi-Square and Fisher-exact. Result: Majority respondents who have acne vulgaris is 19 year-old and constipation is mostly found in 20 year-old. There is significant relationship between constipation and acne vulgaris (p=0.012). No significant relationship between constipation and mild acne vulgaris (p=0.973) but there is a significant relationship between constipation and moderate to severe acne vulgaris (p=0.048). Conclusion: This study shows possible role of digestive organ health in acne vulgaris incidence.
Iktiosis Harlequin: Tatalaksana dan Prognosis
Harry Gunawan;
Flora Anisah Rakhmawati
Cermin Dunia Kedokteran Vol 48 No 9 (2021): Neurologi
Publisher : PT Kalbe Farma Tbk.
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.55175/cdk.v48i9.119
Iktiosis Harlequin (IH) merupakan kelompok iktiosis kongenital autosomal resesif yang sangat jarang terjadi, dengan prevalensi 1 kasus setiap 300.000 orang. IH memiliki manifestasi klinis tipikal, dilahirkan dengan hiperkeratosis masif yang disebabkan pewarisan gen autosomal resesif mutasi gen adenosine triphosphate (ATP) - binding cassette sub-family A member 12 (ABCA12) yang terlibat dalam sekresi granula lamelar, serta transport seramid dan lipid epidermal. Kemungkinan hidup pasien IH meningkat seiring perbaikan fasilitas perawatan neonatus dan terapi retinoid. Prinsip utama perawatan pasien IH adalah mengupayakan deskuamasi, terapi suportif, dan penanganan kecacatan fisik yang mengancam vitalitas organ. Konseling genetik dan pemeriksaan diagnostik prenatal perlu untuk deteksi dini pada keluarga yang memiliki riwayat IH. Harlequin Ichthyosis (HI) is a rare autosomal recessive congenital ichthysosis that occurs in about 1 in 300.000 people. HI is characterized by typical skin manifestation with massive hyperkeratosis due to adenosine triphosphate (ATP) - binding cassette sub-family A member 12 (ABCA12) gene mutation inheritance. The ABCA12 gene is involved in lamellar granule secretion, ceramide, and epidermal lipid transport. Survival rate of HI patient increased along with improvement of neonatal care facilities and administration of systemic retinoid. The main principles of care are desquamation, supportive therapy, and treatment for physical disabilities which threatens organ vitality. Genetic counseling and prenatal diagnosis could benefit family with HI history.
Sindrom Rapunzel – Diagnosis dan Tatalaksana
Putu Stephanie Apriliana Hardika
Cermin Dunia Kedokteran Vol 48 No 9 (2021): Neurologi
Publisher : PT Kalbe Farma Tbk.
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.55175/cdk.v48i9.124
Sindrom Rapunzel merupakan kondisi medis terdapatnya massa (gumpalan) rambut yang terperangkap di gaster atau sampai menuju usus halus. Gangguan psikiatri trikotilomania dan trikofagia menjadi faktor predisposisi gastric trichobezoar. Kondisi ini dominan ditemukan pada remaja perempuan. Manifestasi klinis biasanya non-spesifik berupa nyeri abdomen, mual, dan muntah. Endoskopi menjadi baku emas diagnosis. Metode endoskopi dan open surgery merupakan pilihan modalitas pengangkatan massa (trichobezoar). Pendekatan multidisiplin evaluasi psikiatri berkala sangat perlu guna mencegah berulang. Rapunzel Syndrome is a medical condition of solid mass (accumulation) of hair in stomach and may extend to small intestine. Psychiatric disorders, such as trichotillomania and trichophagia, are two predisposition factors for gastric trichobezoar. This condition is predominantly found in young female. Clinical manifestation is usually non-specific gastrointestinal symptoms, like abdominal pain, nausea, and vomiting. Endoscopic examination is the gold standard for diagnosis. The main management is removal by endoscopy or open surgery. Multidiscipline approach including regular follow up and psychiatric evaluation is required to prevent its recurrence.
Vaksinasi SARS-CoV-2 dalam Perspektif Hukum di Indonesia
Ika Cahyo Purnomo;
Gatot Suharto
Cermin Dunia Kedokteran Vol 48 No 9 (2021): Neurologi
Publisher : PT Kalbe Farma Tbk.
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.55175/cdk.v48i9.125
Pandemi COVID-19 sampai saat ini belum menunjukkan tanda akan berakhir. Vaksin diharapkan dapat menjadi solusi; oleh karena itu, vaksinasi massal dilakukan di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Kebijakan imunisasi massal ini menuai pro dan kontra; tidak hanya di masyarakat awam, melainkan juga di kalangan tenaga kesehatan. Penelitian efikasi vaksin, program vaksinasi wajib, pengadaan vaksin, dan efek samping vaksin adalah beberapa hal yang menjadi isu hangat. Sebagai profesional kesehatan, seorang dokter wajib mengetahui perihal vaksin SARS-CoV-2 dalam kacamata hukum positif yang berlaku di Indonesia. Tinjauan pustaka ini membahas vaksinasi SARS CoV 2 dari berbagai perspektif regulasi; sejawat dokter diharapkan dapat mengetahui dasar-dasar hukum kebijakan terkait vaksinasi SARS CoV 2 di Indonesia. The COVID-19 pandemic has yet to show its end. Vaccines are expected to be a solution; mass vaccination is carried out in various countries, including Indonesia. This policy reaps pros and cons; not only in the general public, but also among health workers. Vaccine efficacy research, mandatory vaccination programs, vaccine procurement, and vaccine side effects have became critical issues. As a health professional, knowledge on the SARS CoV 2 vaccine in the light of Indonesia’spositive laws is mandatory. This literature review discusses SARS CoV 2 vaccination programme from various regulatory perspectives; medical colleagues are expected to understand the legal basis of policies related to SARS CoV-2 vaccination in Indonesia.
Kolestasis Neonatal di Rumah Sakit Umum Daerah Wangaya, Bali
Virly Isella;
Made Ratna Dewi
Cermin Dunia Kedokteran Vol 48 No 9 (2021): Neurologi
Publisher : PT Kalbe Farma Tbk.
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.55175/cdk.v48i9.126
Kolestasis neonatal terjadi akibat kelainan sistem hepatobiliar, sering terlambat didiagnosis karena dianggap fisiologis. Identifikasi dini, menentukan etiologi hingga merujuk ke bagian gastroenterologi-hepatologi anak pada saat yang tepat adalah penting untuk keberhasilan terapi dan prognosis yang optimal. Kasus seorang bayi laki-laki usia 3 minggu dengan keluhan muntah, diare, tubuh kuning, dan tinja kuning pucat. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hiperbilirubinemia disertai peningkatan kadar bilirubin direk, gama glutamil transferase (GGT), peningkatan hitung leukosit dan trombosit; pemeriksaan tinja menunjukkan infeksi bakteri. Diagnosis kolestasis berdasarkan peningkatan bilirubin direk >20% kadar bilirubin total, mengarah pada tipe intrahepatal berdasarkan peningkatan GGT <10 kali lipat batas atas normal. Pasien mendapat terapi antibiotik, disertai terapi suportif stimulasi aliran empedu dan vitamin larut lemak. Neonatal cholestasis is caused by the abnormality of the hepatobiliary system, often unrecognized and late-diagnosed because of misinterpretation as physiological jaundice. Early identification of the underlying etiology and timely referral to pediatric gastroenterology and hepatology are important for successful treatment and optimal prognosis. We reported a male infant age 3 weeks with vomiting, diarrhea, icterus, and pale stool. Laboratory findings were hyperbilirubinemia with high direct bilirubin, gamma-glutamyl-transferase (GGT), elevated leukocyte and thrombocytes, and stool test indicated bacterial infection. Diagnosis of cholestasis is based on high direct bilirubin >20% total bilirubin, with intrahepatic type based on elevated GGT <10 times from the upper limit. The patient was treated with antibiotics and supportive treatment of bile flow stimulant and fat-soluble vitamin.
Hernia Ventralis
Felicia Adelina Shannen;
I Made Adi Surya Wijaya;
Ida Bagus Yudha Prasista
Cermin Dunia Kedokteran Vol 48 No 9 (2021): Neurologi
Publisher : PT Kalbe Farma Tbk.
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.55175/cdk.v48i9.127
Hernia ventralis merupakan penonjolan isi rongga abdomen pada dinding abdomen. Seorang wanita, 54 tahun, datang dengan keluhan utama benjolan perut sejak kecil. Pada pemeriksaan didapatkan massa bulat diameter 10 cm di abdomen regio epigastrika, membesar pada posisi berdiri dan duduk serta mengecil saat berbaring. Pada pasien dilakukan operasi primary open repair pada defek hernia ventralis. Ventral hernia is a protrusion of abdominal cavity contents in the abdominal wall. A 54 year-old female presented with a lump in the stomach since childhood. On examination, a round mass measuring 10 cm in diameter was found in the abdominal epigastric region, enlarged in standing and sitting positions and reduced when lying down. Primary open repair was performed on the ventral hernia defect.