cover
Contact Name
Amiruddin
Contact Email
almizan@iaialaziziyah.ac.id
Phone
+6285270075934
Journal Mail Official
almizan@iaialaziziyah.ac.id
Editorial Address
Institut Agama Islam (IAI) Al-Aziziyah Samalanga Bireuen Aceh Jl. Mesjid Raya KM. 1,5 Desa Mideun Jok, Kec. Samalanga Kab. Bireuen, Aceh Telp./ Fax. (0644) 531755. e-mail: almizan@iaialaziziyah.ac.id
Location
Kab. bireuen,
Aceh
INDONESIA
Al-Mizan: Jurnal Hukum Islam dan Ekonomi Syariah
ISSN : 23546468     EISSN : 28077695     DOI : -
The Al-Mizan Journal focuses on the study of Journal of Islamic Law and Sharia Economics. The study of Journal of Islamic Law and Sharia Economics which focuses on universal and Islamic values by upholding diversity and humanity. Al-Mizan Journal studies are published based on research results both theoretically and practically, which include: ISLAMIC LAW specializes in Islamic Law in Modern State, especially related topics with Islamic law as positive law, Islamic law as a living law, and unification and harmonization of law. Family Law Islamic Family Law Family Study Islamic Criminal Law Customary Law History of Islamic Family Law and Islamic Law ECONOMICS SYARIA Islamic banking and finance Islamic insurance Islamic social funds (zakat, infaq, sadaqah, and waqaf) Islamic business ethics Islamic contemporary economics and business issues Islamic management and retail marketing Islamic economics education Public relations and retail communication Innovation and product development Economic practices in Islamic Communities
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol 8 No 2 (2021): Al-Mizan" : 5 Documents clear
Pengaruh Nilai yang Dirasakan Terhadap Niat Pembelian Kembali Pelanggan Toyota : “Kepuasan Pelanggan Sebagai Variabel Mediasi”: (Studi Kasus Pelanggan Toyota di Kab.Pidie) Ibrahim Ibrahim
Al-Mizan Vol 8 No 2 (2021): Al-Mizan
Publisher : Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1159.561 KB)

Abstract

Persaingan yang semakin ketat dalam pasar mobil, dimana konsumen dihadapkan pada berbagai alternatif pilihan produk yang ditawarkan, maka produsen dituntut untuk selalu mengikuti perkembangan pasar sebagai dasar penetapan keputusan terhadap strategi pemasaran perusahaan. Saat ini kualitas produk serta nilai yang dirasakan adalah permasalahan terpenting dari pembeda antara dealer mobil satu dengan dealer mobil yang lain. Hanya dealer mobil yang memberikan kualitas produk dan fasilitas nilai yang dirasakan, untuk dapat mempunyai pelanggan yang loyal terhadap dealer. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh antara nilai yang dirasakan terhadap niat pembelian kembali produk toyota di Pidie melalui variabel kepuasan pelanggan sebagai variabel mediasi. Objek penelitian ini adalah pelanggan produk toyota. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode purposive sampling. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah analisis jalur. Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel kepuasan pelanggan sebagai variabel mediasi berpengaruh secara langsung terhadap variabel niat pembelian kembali dari nilai yang dirasakan oleh pelanggan produk toyoda di Pidie dengan pengaruh yang signifikan. hal ini dikarenakan nilai koefisien hubungan langsungnya lebih besar dari pada nilai koefisien tidak langsung yang berarti nilai yang dirasakan berpengaruh terhadap niat pembelian kembali secara tidak langsung melalui kepuasan pelanggan.Terjadi mediasi parsial karena pengaruh variabel independen pada variabel dependen baik secara langsung maupun tidak langsung adalah signifikan.
Konsep Nikah Muhallil Menurut Fikih Mazhab Muhammad Haikal
Al-Mizan Vol 8 No 2 (2021): Al-Mizan
Publisher : Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (837.093 KB)

Abstract

Timbulnya keinginan untuk membangun rumah tangga kembali setelah terjadInya perceraiaan merupakan suatu masalah yang terjadi masyarakat, keadaan ini menyebabkan penelitian ini dibuat dengan melihat pendapat ulama mazhab empat. Penelitian ini melahirkan pertanyaan bagaimana konsep muhallil menurut ulama mazhab empat? Tulisan ini menggunakan metode kualitatis dengan pendekatan deskripti analisis. Data diambail dari pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ulama berbeda pendapat dalam melihat muhalill. Terdapat ulama yang membolehkannya dengan syarat nikahnya tulus bukan untuk diceraikan kemudian, telah melakukan hubungan suami istri, dan lainnya. Terdapat pula ulama yang tidak memboleh muhalillil dengan alasan apapun karena memang tujuannya adaalh untuk menghalalkan nikah bagi mantan suaminya.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Tahun 2012 Tentang Kedudukan Anak Luar Nikah Menurut Hukum Islam Muhammad Iqbal Sabirin
Al-Mizan Vol 8 No 2 (2021): Al-Mizan
Publisher : Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (954.158 KB)

Abstract

Sebelum adanya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2012, kedudukan anak yang lahir di luar perkawinan yang sah, hubungan keperdataan hanya dinisbahkan kepada ibunya dan keluarga ibunya. Hal ini berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Pasal 43 ayat (1) tentang perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 100. Namun setelah adanya putusan MK tahun 2012 kedudukan anak yang dilahirkan di luar perkawinan selain memiliki hubungan keperdataan dengan ibu dan keluarga ibunya juga mempunyai hubungan perdata dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan. Maka menjadi menarik untuk melihat permasalahan ini melalui kaca mata hukum Islam. Dan hasilnya menunjukkan bahwa putusan MK tersebut kontradiktif dengan hukum Islam, karena menurut hukum Islam anak luar nikah tidak memiliki hubungan perdata apapun dengan ayah biologisnya.
Konsep Mediasi Dalam Penyelesaian Syiqāq (Studi Komparatif Fiqh al-Syāfi’iyyah dan Hukum Positif) Mahmudi Hanafiah
Al-Mizan Vol 8 No 2 (2021): Al-Mizan
Publisher : Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (993.922 KB)

Abstract

Marriage is expected to be a way to get a peaceful life. However, this expectation is not always fulfilled. Shiqāq often occurs in the household. Islam orders mediation in the event of shiqāq. In positive law in Indonesia, mediation is also one of the obligations in litigation in the Court. The research is entitled Mediation Concept in Shiqāq Settlement (Comparative Study of Fiqh al-Syāfi'iyyah and Positive Law). The problem studied is how the concept of mediation in the settlement of syiqāq according to fiqh al-syāfi'iyyah and positive law and how the mediation comparison between the two is. This research is library research with qualitative method and normative approach which is descriptive-analytic-comparative. The author concludes that mediation of shiqāq cases is an obligation according to fiqh al-syāfi'iyyah. Mediation is carried out by presenting representatives from the parties called ẖakam to convey the will of each party. The appointment of representatives of the parties is an obligation. The judge divorces husband and wife if according to a report from the representative the two cannot be reunited. Positive Law also makes mediation an obligation, by involving disputing husband and wife in mediating, without presenting other parties. Fiqh al-Syafi'iyyah and Positive Law both require mediation. Fiqh al-Syafi'iyyah conducts mediation by not directly involving the parties, but with their respective representatives, while positive law involves the parties directly in mediation. Mediation according to fiqh al-Syafi'iyyah cannot return a husband and wife who have been divorced outside the court. Meanwhile, positive law assumes that divorce outside the court does not occur so that husband and wife are declared to have never divorced at all if the mediation event succeeds in reconciling them. Key Words: mediation, judge, syiqāq, ẖakam.
Hukum Hafalan Al-Qur’an Dan Hadis Sebagai Mahar Nikah: (Studi Terhadap Hadis Tentang Mahar) Muhammad Jafar
Al-Mizan Vol 8 No 2 (2021): Al-Mizan
Publisher : Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1184.783 KB)

Abstract

Pemberian mahar atau maskawin pada waktu pernikahan merupakan salah satu perintah dalam Islam. Namun nash tidak menentukan jumlah mahar yang harus dibayarkan seorang suami terhadap istrinya, disebabkan manusia itu berbeda­beda tingkatan kekayaan dan kemiskinannya. Walaupun demikian, ulama tidak ada kesepakatan jumlah minimal mahar, dan tidak ada batas jumlah maksimalnya. Akan tetapi dianjurkan agar mahar itu sederhana, agar tidak mempersulit orang yang menginginkan kawin. Mahar yang diberikan beraneka ragam bentuknya, terutama mahar bentuk harta benda (materi), mahar bentuk jasa, dan hafalan (non materi). Pada masa Nabi Saw persoalan ini pernah muncul di tengah masyarakat ketika itu. Peristiwa tersebut diriwayatkan oleh Sahl bin Sa’d. Berdasarkan ini sebagian Ulama memahami secara tekstual berkesimpulan bahwa batas minimal kuantitas mahar adalah cincin besi atau yang senilai dengannya, dengan kualitas sesuatu yang dapat diambil manfaatnya. Sedangkan ulama yang lain melihat hadis ini dalam kaitannya dengan asbabal-wurudnya kemudian melahirkan pendekatan kontekstual berkesimpulan bahwa batas minimal kuantitas sebuah mahar adalah senilai dengan nisab potong tangan, sedangkan cincin besi adalah batasan minimal untuk mahar yang disegerakan. Ulama lainnya yang memasukkan pengajaran al-Qur’an dapat dijadikan sebagai mahar berkesimpulan bahwa batas minimal kuantitas mahar adalah tidak terbatas, selama ada kerelaan, keridhaan dan kesepakatan antara kedua belah pihak yang yang melakukan akad. Secara dhahir hadis Sahl hafalan seseorang juga dapat dijadikan sebagai mahar nikah, bagi yang tidak ada kemampuan selain itu.

Page 1 of 1 | Total Record : 5