cover
Contact Name
Sandy Theresia
Contact Email
sandytheresia.md@gmail.com
Phone
+6285350877763
Journal Mail Official
journalmanager@macc.perdatin.org
Editorial Address
Jl. Cempaka Putih Tengah II No. 2A, Cempaka Putih, Central Jakarta City, Jakarta 10510
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Majalah Anestesia & Critical Care (MACC)
Published by Perdatin Jaya
ISSN : -     EISSN : 25027999     DOI : https://doi.org/10.55497/majanestcricar.xxxxx.xxx
Core Subject : Health,
We receive clinical research, experimental research, case reports, and reviews in the scope of all anesthesiology sections.
Articles 244 Documents
Perbandingan Kejadian Agitasi pada Pasien Dewasa Bedah Rawat Jalan yang Menjalani Anestesi Umum dengan Menggunakan Desfluran atau Sevofluran: Andika C. Putri, A. Muthalib Nawawi, Tatang Bisri Journal Manager MACC
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 33 No 1 (2015): Februari
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1948.168 KB)

Abstract

Agitasi pasca-anestesi merupakan masalah yang muncul pada pasien yang dilakukan anestesi umum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kejadian agitasi pasca-anestesi pada pasien bedah rawat jalan yang dilakukan anestesi umum dengan menggunakan desfluran atau sevofluran. Penelitian uji acak terkontrol buta tunggal dilakukan pada 94 pasien bedah rawat jalan (ASA) I di Rumah Sakit Umum Daerah kota Tasikmalaya periode Januari–Maret 2012. Subjek dibagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok I desfluran dan kelompok II sevofluran. Kedua kelompok diinduksi dengan propofol 2 mg/kgBB, fentanil 2 μg/kgBB, atrakurium 0,1 mg/ kgBB, kemudian dilakukan pemasangan laryngeal mask airway (LMA). Penilaian agistasi pasien sejak LMA dilepaskan obat-obat anestesi telah dihentikan, pada menit ke-5, 10, 15, 20, 25, 30, dst setiap lima menit sampai 120 menit setelahnya menggunakan skala agitasi-sedasi riker. Analisis statistik menggunakan uji chi-kuadrat dan Uji Mann-Whitney. Hasil perbandingan kejadian agitasi di ruang pemulihan antara kelompok desfluran dengan kelompok sevovluran secara statistik tidak bermakna. Didapatkan 7 pasien mengalami agitasi pascaanestesi dari 47 sampel kelompok desfluran (14,9%), sedangkan 5 pasien mengalami agitasi ari 47 sampel kelompok sevofluran (10,6%). Satu pasien dari kelompok desfluran dinilai skala agitasinya 6 (sangat agitasi). Simpulan kejadian agitasi pada kelompok desfluran dengan sevofluran secara statistik tidak terdapat perbedaan yang bermakna.
Perbandingan Pengaruh Penambahan Fentanil 25 Μg dengan Midazolam 2 Mg pada Bupivakain Hiperbarik 10 Mg Terhadap Lama Analgesia dan Tekanan Darah pada Seksio Sesaria: Ruli Herman Sitanggang, Siti Harniati, Ike Sri Redjeki Journal Manager MACC
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 33 No 1 (2015): Februari
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1946.496 KB)

Abstract

Periode bebas nyeri setelah operasi adalah hal yang dibutuhkan oleh ibu untuk menjaga bayinya. Adjuvan yang biasa digunakan adalah golongan opioid, namun masih menimbulkan efek yang tidak menyenangkan, sedangkan midazolam 2 mg diketahui dapat memperpanjang lama analgesia anestesi spinal. Penelitian ini dengan desain eksperimental acak tersamar ganda, 40 ibu hamil ASA II, yang menjalani seksio sesaria dengan anestesi spinal. Subjek penelitian dikelompokkan menjadi 2 yaitu kelompok kombinasi 25 μg fentanil+10 mg bupivakain 0,5% (BF) dan kelompok kombinasi 2 mg midazolam+10 mg bupivakain 0,5% (BM). Lama analgesia dari 2 kelompok dinilai berdasarkan numeric rating scale (NRS). Data hasil penelitian dianalisis dengan uji t-test, uji Mann Whitney dan uji chi kuadrat. Hasil penelitian menunjukan tidak ada perbedaan yang bermakna pada kedua kelompok dalam penurunan tekanan darah sistol (p>0,05). Lama analgesia pada kelompok midazolam 217,5 (39,32) menit lebih lama dibanding dengan kelompok fentanil 124,0 (10,83) menit. Simpulan adalah penambahan 2 mg midazolam dapat memperpanjang lama analgesia dibanding dengan 25 μg fentanil tanpa penurunan tekanan darah.
Pengaruh Terapi Vitamin C 1.000 mg Intravena terhadap Kadar Laktat, Base Deficit dan Saturasi Vena Sentral (SvO2) pada Pasien Sepsis: Theresia Monica Rahardjo, Ike Sri Redjeki, Rudi Kurniadi Journal Manager MACC
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 33 No 1 (2015): Februari
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1923.638 KB)

Abstract

Disfungsi endotel mikrovaskular merupakan masalah utama pada sepsis, menyebabkan tingginya morbiditas dan mortalitas, walaupun terapi optimal telah dilakukan. Vitamin C memiliki kemampuan sebagai antioksidan sehingga dapat memperbaiki fungsi endotel mikrovaskular. Penelitian prospektif, acak, terkontrol plasebo, buta ganda, dilakukan di Unit Perawatan Intensif (ICU) Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung periode Juli–Desember 2011 dengan tujuan menilai pengaruh terapi vitamin C 1.000 mg intravena terhadap kadar laktat, base deficit, dan SvO2, pada 33 pasien sepsis berusia 17–60 tahun dengan skor acute physiology and chronic health evaluation II (APACHE II) 15–23. Pasien dibagi menjadi dua kelompok, kelompok perlakuan mendapatkan injeksi 5 mL vitamin C 1.000 mg dan kelompok kontrol injeksi 5 mL NaCl 0,9% pada hari ke-1 sampai ke-7. Pemeriksaan kadar laktat, base deficit dan SvO2 dilakukan pada hari ke-1, ke-3, ke-5, dan ke-7. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan kadar laktat yang bermakna di antara kedua kelompok, penurunan kadar laktat dan rata-rata persentasi kadar laktat yang sangat bermakna pada kelompok perlakuan pada hari ke-5 dan ke-7 (p<0,001), penurunan base deficit yang bermakna (p<0,002) dan penurunan SvO2 walaupun tidak bermakna (p>0,05). Simpulan penelitian adalah vitamin C 1.000 mg intravena mampu memperbaiki kadar laktat, base deficit dan SvO2 pada pasien sepsis.
Sensitivitas dan Spesifisitas Neutrophil Gelatinase Associated Lipocalin sebagai Penanda Dini Acute Kidney Injury pada Pasien ICU dan HCU: Meili Andriani, Zulkifli, Yusni Puspita, Theodorus Journal Manager MACC
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 33 No 1 (2015): Februari
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1931.277 KB)

Abstract

Acute kidney injury (AKI) adalah prediktor independen terhadap mortalitas dan lama perawatan di rumah sakit. Angka kejadian AKI di Intensive Care Unit (ICU) 60%–70%, mortalitas pasien tersebut mencapai 60%. Diagnosis AKI saat ini ditegakkan dengan penilaian kenaikan kreatinin serum yang tidak reliabel dan terdeteksi setelah kerusakan ginjal terjadi. Neutrophil gelatinase associated lipocalin (NGAL) merupakan penanda untuk menilai kerusakan ginjal yang dapat terdeteksi lebih awal sebelum terjadi kenaikan kreatinin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan NGAL plasma dibanding dengan pemeriksaan serum kreatinin. Uji diagnostik telah dilakukan di ICU dan High Care Unit (HCU) RS Dr. Mohammad Hoesin Palembang pada bulan Desember 2014–Februari 2015. Terdapat 53 subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi. Semua sampel diperiksa kadar NGAL menggunakan Alere Triage®kit dan kreatinin serum. Analisis hasil pemeriksaan menggunakan kurva receiver operating characteristic (ROC) dengan statistical product forservice solution (SPSS)® versi 22.0 dan MedCalc versi 12.7. Hasil penelitian menunjukkan pada cut-off point 150 ng/mL, NGAL plasma memiliki sensitivitas 88%, spesifisitas 81%, nilai prediksi positif 88%, nilai prediksi negatif 81% dan akurasi 85%. Pemeriksaan NGAL plasma lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan serum kreatinin.
Uji Validasi Konstruksi dan Reliabilitas Instrumen The Amsterdam Preoperative Anxiety and Information Scale (APAIS) Versi Indonesia: Aries Perdana, Muhammad Fikry Firdaus, Christopher Kapuangan, Khamelia Journal Manager MACC
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 33 No 1 (2015): Februari
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1881.244 KB)

Abstract

Kecemasan praoperatif mempunyai pengaruh signifikan terhadap pembiusan dan pembedahan. Saat ini belum ada instrumen spesifik untuk mengukur kecemasan praoperasi di Indonesia. Instrumen APAIS telah digunakan di dunia untuk mengukur kecemasan praoperatif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan instrumen APAIS versi Indonesia yang valid dan reliable. Penelitian potong lintang ini dilakukan terhadap 102 pasien yang akan menjalani operasi elektif di RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Penerjemahan APAIS dilakukan dengan penerjemahan maju dan mundur. Subjek penelitian mengisi instrumen APAIS versi Indonesia satu hari sebelum pembedahan. Validitas konstruksi dinilai dengan metode analisis faktor. Reliabilitas dinilai dengan konsistensi internal Cronbach’s Alpha. Sebanyak 102 pasien (42 laki-laki dan 60 perempuan) menjadi subjek penelitian penelitian ini. Analisis faktor menunjukkan APAIS versi Indonesia memiliki konstruksi yang baik, dengan rotasi oblique terdapat dua skala yaitu skala kecemasan dan kebutuhan informasi yang sama dengan versi aslinya. Hasil reliabilitas Cronbach’s Alpha skala kecemasan dan kebutuhan informasi APAIS versi Indonesia cukup tinggi yaitu 0,825 dan 0,863. Skala APAIS tidak berhubungan dengan jenis kelamin, riwayat operasi, jenis operasi atau jenis anestesi. APAIS versi Indonesia sahih dan handal untuk mengukur kecemasan praoperatif pada populasi Indonesia.
Stenosis Trakea yang diakibatkan oleh Trakeostomi: Fahmi Attaufany, Yussy Afriani Dewi, Dindi Samiadi, Agung Dinasti Permana, Nurakbar Aroeman Journal Manager MACC
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 33 No 1 (2015): Februari
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2307.003 KB)

Abstract

Stenosis trakea merupakan keadaan dimana terjadi penyempitan dari diameter trakea. Dapat terjadi secara kongenital atau didapat. Sekitar 90% diakibatkan trauma: internal (intubasi lama, trakeostomi, dan lain-lain), dan sebagian kecil karena trauma eksterna (trauma tumpul ataupun trauma penetrasi). Angka kejadian stenosis trakea sekitar 4%–13% pada dewasa dan 1%–8% pada neonatus. Di Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung periode Januari 2012 ̶ Agustus 2013 ditemukan sebanyak lima kasus. Sebuah kasus seorang laki-laki usia 27 tahun dengan keluhan sesak napas kemudian dilakukan pemeriksaan bronkoskopi fleksibel dan ditemukan stenosis trakea derajat II (Myer-Cotton) yang dikarenakan trakeostomi sebelumnya. Dilakukan trakeostomi yang dilanjutkan dengan pemasangan pipa endotracheal lalu dilakukan observasi. Pencabutan pipa endotrakeal dilakukan setelah dua tahun yang diikuti penutupan stoma.
Korelasi antara Kadar Laktat, P (cv-a) CO2 dan, Konsentrasi ScvO2 dengan Volume Residu Lambung pada Pasien Pascaoperasi Risiko Tinggi: Dita Aditianingsih, Peni Yulia, Yohanes WH George, Luciana B Sutanto Journal Manager MACC
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 33 No 1 (2015): Februari
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1867.402 KB)

Abstract

Parameter kadar laktat, P (cv-a) CO2 dan konsentrasi ScvO2 darah, digunakan untuk menilai hipoperfusi global. Hipoperfusi regional saluran cerna berhubungan dengan peningkatan volume residu lambung. Penelitian ini bertujuan mengetahui korelasi parameter hipoperfusi global (laktat, P (cv-a) CO2, ScvO2) dengan volume residu lambung pada pasien pascaoperasi risiko tinggi yang dirawat di ICU RS Cipto Mangunkusumo. Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang selama bulan Oktober 2013–Januari 2014. Terdapat 48 subjek selama perawatan pascabedah di ICU dicatat volume residu lambung, kadar laktat, P (cv-a) CO2, konsentrasi ScvO2 pada jam ke-0, ke-8, dan 24. Analisis data dilakukan dengan mencari koefisien korelasi antara volume residu lambung dengan kadar laktat, P (cv-a) CO2, konsentrasi ScvO2, terdapat korelasi lemah antara kadar laktat dengan volume residu lambung pada jam ke-0 (r=0,301, p<0,05), jam ke-8 (r=0,374, p<0,01), dan jam ke-24 (r=0,314, p<0,05). Tidak terdapat korelasi antara kadar P (cv-a) CO2 dan ScvO2 dengan volume residu lambung pada jam ke-0,8 dan 24. Pada pasien pascaoperasi risiko tinggi yang dirawat di ICU tidak terdapat korelasi antara parameter hipoperfusi global (laktat, P (cv-a) CO2, ScvO2) dengan volume residu lambung.
Penatalaksanaan Cairan pada Pasien Pediatrik yang Menjalani Kraniotomi: Iwan Fuadi, Osmond Muvtilof Pison, Ike Sri Redjeki Journal Manager MACC
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 33 No 1 (2015): Februari
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2022.731 KB)

Abstract

Kemajuan dibidang bedah saraf pediatrik meningkatkan outcome pasien anak dengan lesi di susunan saraf pusat. Perbedaan fisiologis dan pertumbuhan pada pasien pediatrik memberikan tantangan kepada ahli bedah saraf dan ahli anestesi. Penatalaksanaan cairan pada kraniotomi anak merupakan hal yang penting . Stabilitas hemodinamik selama operasi memerlukan penanganan volume intravaskuler dan elektrolit yang baik. Sebelum operasi harus sudah dipasang akses intravena untuk penggantian cairan dan darah. Perubahan tekanan intrakranial dapat mengakibatkan kurangnya asupan atau muntah-muntah, pembatasan cairan, atau pemberian diuretik mengakibatkan tekanan darah tidak stabil bahkan kolaps sistem kardiovaskular bila terjadi perdarahan. Kondisi normovolemia harus dipertahankan selama operasi. Cairan rumatan yang digunakan adalah NaCl 0,9% karena sedikit hyperosmolar sehingga mengurangi edema serebral. Pemberian cairan rumatan bergantung pada berat badan pasien, penentuan allowable blood loss harus ditentukan sebelum pembedahan. Kondisi hiperglikemia harus dihindari karena dapat memperberat kondisi cedera neurologis apabila terjadi iskemia. Penatalaksanaan cairan pada kasus bedah saraf sangat penting serta diperlukan komunikasi yang baik antara ahli bedah saraf dan ahli anestesiologi. Tindakan anestesi pada pasen bayi dan anak dengan perbedaan anatomi dan fisiologi pada berbagai fase pertumbuhan anak memberikan tantangan bagi ahli anestesiologi. Ahli anestesiologi harus menyadari perbedaan ini untuk merencanakan tindakan anestesi yang aman.
Gagal Napas yang disebabkan oleh Tranfusion Rel ated Acute Lung Injury (TRALI) dan Atelektasis dan Cedera Ginjal Akut pada Pasien Pasca Operasi Jantung: Caroline Wullur, Ruli Herman Sitanggang Journal Manager MACC
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 33 No 1 (2015): Februari
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2011.039 KB)

Abstract

Komplikasi pulmonal dan cedera ginjal akut merupakan penyebab morbiditas, mortalitas, dan biaya yang tinggi yang paling dijumpai pascabedah. Walaupun angka kejadiannya cukup tinggi pada pasien pascabedah jantung, namun deteksi, diagnosis dan penatalaksanaan pasien-pasien tersebut masih beragam. Banyak faktor yang berperan dalam patogenesis komplikasi pulmonal, mencakup atelektasis, transfusion related acute lung injury (TRALI) dan acute respiratory distress syndrome (ARDS). Sedangkan gangguan hemodinamik, inflamasi dan nefrotik dapat menyebabkan cedera ginjal. Seorang laki-laki berusia 54 tahun dengan riwayat hipertensi dan diabetes menjalani operasi coronary artery bypass graft. Pada hari pertama pascabedah, pasien mengalami gangguan fungsi respirasi dan ginjal dengan kecurigaan akan adanya atelektasis dan TRALI. Dilakukan alveolar lung recruitment dan sustained low-efficiency dialysis (SLED). Pada hari ketujuh pascabedah, pasien dipindahkan ke ruang rawat bedah dan dipulangkan dua hari kemudian. Deteksi dini dan penatalaksanaan tepat meliputi alveolar recruitment maneuvers dan hemodialisa mempunyai peran penting dalam pencegahan dan pengobatan komplikasi tersebut.
Reologi Darah dan Efeknya pada Berbagai Kondisi Klinis: Theresia Monica Rahardjo, Himendra Wargahadibrata Journal Manager MACC
Majalah Anestesia & Critical Care Vol 33 No 1 (2015): Februari
Publisher : Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif (PERDATIN) / The Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Care (INSAIC)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1919.636 KB)

Abstract

Darah merupakan cairan heterogen yang mengandung suspensi sel-sel darah yaitu eritrosit, leukosit dan trombosit, di dalam cairan plasma yang tersusun dari air, protein, ion-ion mineral, hormon-hormon dan glukosa. Reologi darah diketahui berperan penting dalam sirkulasi. Viskositas darah bergantung pada gaya gesek dan ditentukan oleh hematokrit, viskositas plasma, distribusi dan sifat-sifat mekanis sel darah. Reologi darah dapat terganggu pada berbagai proses patologis seperti gangguan hematokrit, deformabilitas, dan agregasi eritrosit. Gangguan hematokrit secara nyata berkontribusi terhadap variasi hemoreologi dan beberapa kondisi fisiologis ekstrim. Deformabilitas eritrosit sensitif terhadap homeostasis lokal dan umum baik akibat faktor endogen maupun eksogen. Agregasi eritrosit terutama ditentukan oleh komposisi protein plasma dan sifat lapisan permukaan eritrosit seperti yang terjadi pada fase akut gangguan inflamasi, selain itu juga dipengaruhi oleh proses penuaan in vivo, radikal bebas atau enzim-enzim proteolitik. Gangguan reologi selanjutnya akan menyebabkan gangguan aliran darah dan memengaruhi perfusi jaringan sehingga akan memperburuk fungsi organ bila proses patologis juga mengganggu sistim vaskular. Dalam ulasan ini akan dibahas mengenai pengaruh reologi darah terhadap berbagai keadaan patologis seperti sepsis, hipertensi dan diabetes melitus.

Page 4 of 25 | Total Record : 244