cover
Contact Name
Christo Sumurung Tua Sagala
Contact Email
christosagala@unej.ac.id
Phone
+628565407999
Journal Mail Official
jurnalkajiankonstitusi@unej.ac.id
Editorial Address
Jalan Kalimantan No. 37 – Kampus Bumi Tegalboto Kotak POS 159 Jember, Jawa Timur, 68121, Indonesia
Location
Kab. jember,
Jawa timur
INDONESIA
Jurnal Kajian Konstitusi
Published by Universitas Jember
ISSN : -     EISSN : 29623707     DOI : https://doi.org/10.19184/jkk
Core Subject : Social,
Jurnal Kajian Konstitusi is a peer-reviewed journal published by the Department of Constitutional Law, the Faculty of Law, the University of Jember, Indonesia. The publication in this journal focuses on the legal and constitutional studies under doctrinal, empirical, socio-legal, and comparative approaches. The journal welcomes all submissions about current discourses on law and constitution from diverse perspectives in a certain jurisdiction or with comparative analysis. Manuscript submissions should be between 5,000-8,000 words in length, although shorter papers relating to policy analysis and debate will be considered. The peer-review process and decision on publication will normally be completed within 60 days of receipt of submissions. Please see our Instructions for Authors for information on manuscript submission. If you require any further information or help, please visit our Support Center.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 30 Documents
Friksi Masyarakat dalam Inkompabilitas Pemilu dan Demokrasi Indonesia Megawati Atiyatunnajah; Wari Syatul Amna
Jurnal Kajian Konstitusi Vol 3 No 1 (2023): JURNAL KAJIAN KONSTITUSI
Publisher : Department of Constitutional Law, Faculty of Law, University of Jember, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19184/j.kk.v3i1.38545

Abstract

Pemilihan Umum yang dimulai di Indonesia pada tahun 1955 dan sudah beberapa diadakan pemilihan umum baik untuk pemilihan anggota legislatif maupun untuk pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dan sekarang mulai ada perkembangan dengan adanya pemilihan kepala daerah mulai dari tingkat provinsi yaitu pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, kemudian di tingkat kabupaten dan kota ada pemilihan Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota, sampai kepada desa atau dusun yang dilakukan pemilihan secara langsung. Dewasa ini tidak sedikit kita melihat banyaknya pertentangan bahkan sampai kepada perpecahan. Seharusnya pemilihan umum sebagai wujud reformasi membuat perbedaan itu sebagai persatuan bukan membuat perpecahan dan pertikaian yang berkelanjutan, sebagai contoh perbedaan calon presiden saja mulai dari Pemilu 2014 sampai sekarang masih terasa adanya perpecahan tersebut yang merusak dan mengusik persatuan dan kesatuan bangsa. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika tinggal sebutan sebagai semboyan tapi tidak ada pengaplikasiannya dalam kehidupan berbangsa dan bertanah air lagi. Sedikit isu dan kabar angin bisa meruntuhkan bangunan kokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengidentifikasi dan memperhatikan bagaimana dampak di tengah masyarakat yang berkaitan dengan friksi dalam inkompabilitas pemilu dan demokrasi serta mencari solusi cerdas untuk masalah tersebut.Kata kunci : Friksi; Politik; Pemilu; Demokrasi.General elections began in Indonesia in 1955 and several general elections were held both for the election of members of the legislature and for the election of the President and Vice President and now there are developments with the election of regional heads starting from the provincial level, namely the election of the Governor and Deputy Governor, then in At the district and city levels, there are elections for regents and deputy regents as well as mayors and deputy mayors, right down to the village or hamlet which are directly elected. Today, not a few of us see many contradictions, even to the point of division. General elections as a form of reform should make these differences as unity, not create divisions and ongoing conflict, for example, differences in presidential candidates, starting from the 2014 election until now, there are still divisions that undermine and disturb the unity and integrity of the nation. The motto of Bhinneka Tunggal Ika is just a motto but there is no application of it in the life of the nation and homeland anymore. A few rumors and rumors can undermine the solid building of the Unitary State of the Republic of Indonesia. The purpose of this writing is to identify and pay attention to how the impacts in society are related to friction in election and democracy incompatibilities and to find smart solutions to these problems.Keywords: Friction; Politics; Elections; Democracy.
Meningkatkan Kualitas Pemilu Serentak Tahun 2024 melalui Pemanfaatan Teknologi Digital Azkiyah Rahmita Fauziah; Cakra Satria Bimantara; Kanaya Aulia Bahrenina; Yuhana Erni Pertiwi
Jurnal Kajian Konstitusi Vol 3 No 1 (2023): JURNAL KAJIAN KONSTITUSI
Publisher : Department of Constitutional Law, Faculty of Law, University of Jember, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19184/j.kk.v3i1.39022

Abstract

Penyelenggaraan pemilu di negara demokrasi seperti Indonesia merupakan implementasi kedaulatan rakyat dan digunakan untuk memilih pemimpin eksekutif dan legislatif serta membentuk pemerintahan baru guna meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pemanfaatan teknologi digital, khususnya media sosial, menjadi penting dalam penyelenggaraan pemilu serentak tahun 2024 untuk memperlancar proses pemilihan serta sebagai media komunikasi dan informasi kepada masyarakat atau pemilih. Sehingga akan dibahas mengenai pemanfaatan teknologi digital dan sejauh mana pemanfaatan teknologi digital tersebut dalam upaya mewujudkan pemilu yang berkualitas, yang bertujuan mengkaji sejauh mana peran teknologi digital dalam mempermudah tahapan-tahapan pemilu serentak tahun 2024 dan mendorong peningkatan partisipasi masyarakat. Penelitian ini menggunakan studi normatif dengan menganalisis berbagai sumber berupa buku, jurnal dan literatur lainnya. Berdasarkan hasil pengkajian diketahui bahwa teknologi digital dipergunakan dalam tahapan-tahapan pemilu oleh penyelenggara dan berperan dalam membantu proses penyelenggaraan tahapan-tahapan pemilu menjadi lebih efisien, cepat, akurat, dan transparan. Disisi lain, peningkatan keterampilan dan keahlian penyelenggara pemilu juga perlu dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme dan mencegah kesalahan.Kata Kunci : Pemanfaatan Teknologi Digital; Penyelenggaraan Pemilu; Partisipasi Masyarakat; Kualitas Pemilu.The holding of elections in a democratic country like Indonesia is an implementation of people's sovereignty and is used to elect executive and legislative leaders and form a new government to improve people's welfare. Utilization of digital technology, especially social media, is important in holding simultaneous elections in 2024 to expedite the election process as well as a medium of communication and information to the public or voters. So that it will discuss the use of digital technology and the extent to which digital technology is used in an effort to create quality elections, which aims to examine the extent of the role of digital technology in facilitating the stages of simultaneous elections in 2024 and encouraging increased public participation. This study uses normative studies by analyzing various sources in the form of books, journals and other literature. Based on the results of the study, it is known that digital technology is used in election stages by organizers and plays a role in helping the process of organizing election stages to be more efficient, fast, accurate and transparent. On the other hand, improving the skills and expertise of election organizers also needs to be done to increase professionalism and prevent mistakes.Keywords: Utilization of Digital Technology; Election Implementation; Public Participation; Election Quality.
Menelisik Efektivitas Konstitusi Sitinur Febby Pattimahu; Mega Anjely Adzania Dony Putri; Gede Ngurah Darma Suputra; Dinar Ayu Wardani; Dwinova Rahma Amelia; Mia Rosmiawati
Jurnal Kajian Konstitusi Vol 3 No 1 (2023): JURNAL KAJIAN KONSTITUSI
Publisher : Department of Constitutional Law, Faculty of Law, University of Jember, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19184/j.kk.v3i1.39118

Abstract

Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan suatu lembaga independen di Indonesia yang dibentuk dengan tujuan memberantas tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui status quo konstitusi di Indonesia, dan independensi KPK akibat dari berlakunya putusan Mahkamah Konstitusi No.36/puu-XV/2017. Dalam hal ini, penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif serta menggunakan pendekatan perundang-undangan. Sebagai lembaga negara independen, KPK terbebas dari pengaruh pihak atau kekuasaan dari manapun pada saat menjalankan tugas dan wewenangnya, akan tetapi saat ini ditemukan adanya tumpang tindih peraturan yang ada mengenai perubahan kedudukan Lembaga KPK menjadi Lembaga eksekutif di bawah naungan presiden. Hal tersebut berpotensi menimbulkan intervensi dari kekuasaan berbagai pihak. Dengan demikian pemberlakuan putusan MK No.36/puu-XV/2017 yang mengubah kedudukan lembaga KPK tersebut akan mengganggu independensi KPK dalam menjalankan tugasnya, atas perubahan kedudukan tersebut dikhawatirkan tidak akan mandiri dan bebas. Jadi, diperlukan adanya suatu perbaikan mendasar terkait dengan kedudukan lembaga KPK itu sendiri dimana lembaga KPK dijamin akan kebebasan sebagai lembaga independen tanpa adanya intervensi dari badan eksekutif diatasnya.Kata Kunci: Konstitusi; Anomali; KPK; IndependensiThe Corruption Eradication Commission is an independent institution in Indonesia which was formed with the aim of eradicating criminal acts of corruption. Therefore, the aim of this research is to determine the constitutional status quo in Indonesia, and the independence of the Corruption Eradication Commission as a result of the enactment of Constitutional Court decision No.36/puu-XV/2017. In this case, the author uses normative legal research methods and uses a statutory approach. As an independent state institution, the Corruption Eradication Commission is free from the influence of any party or power from anywhere when carrying out its duties and authority, however, currently there are overlapping existing regulations regarding changing the position of the Corruption Eradication Commission Institution to become an executive institution under the auspices of the president. This has the potential to lead to intervention from the powers of various parties. Thus, the implementation of Constitutional Court decision No.36/puu-XV/2017 which changes the position of the KPK institution will disrupt the independence of the Corruption Eradication Committee in carrying out its duties, because of this change in position it is feared that it will not be independent and free. So, there is a need for fundamental improvements related to the position of the KPK institution itself, where the KPK institution is guaranteed freedom as an independent institution without any intervention from the executive body above it.Keywords: Constitution; Anomaly; KPK; Independence
Mekanisme Pengangkatan dan Pemberhentian Hakim Konstitusi menurut Peraturan Perundang-undangan Junesvan Purba; Hendri Goklas Pasaribu
Jurnal Kajian Konstitusi Vol 3 No 1 (2023): JURNAL KAJIAN KONSTITUSI
Publisher : Department of Constitutional Law, Faculty of Law, University of Jember, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19184/j.kk.v3i1.39521

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami proses pengangkatan hakim konstitusi yang dilakukan oleh tiga Lembaga penyelenggara kekuasaan negara yaitu Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat dan Mahkamah Agung, dimana ketiga lembaga tersebut diberikan kewenangan menentukan mekanisme proses pemilihan calon hakim dari lembaganya masing-masing. Hal ini tentunya sangat berpengaruh untuk menentukan kandidat calon hakim yang benar-benar memenuhi syarat sebagai hakim konstitusi dan memiliki kompetensi dibidangnya. Selain itu akan diteliti juga terkait mekanisme pemberhentian hakim konstitusi, tentang hal apa yang menyebabkan seorang hakim konstitusi dapat di berhentikan dari jabatanya. Guna menjawab permasalahan tersebut dilakukan penelitian yuridis normatif dengan mengkaji bahan berupa buku, peraturan perundang-undangan, jurnal, serta sumber-sumber bahan lainnya. Kemudian disusun secara sistematis untuk selanjutnya dilakukan analisis supaya tecapai kejelasan yang akan di bahas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dasar pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi dilakukan berdasarkan Konstitusi dan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, namun bila melihat Undang-Undang Mahkamah Konstitusi terdapat frasa seorang hakim konstitusi dapat di berhentikan apabila tidak lagi memenuhi syarat sebagai hakim konstitusi. Ketentuan ini memiliki makna yang kurang jelas dan juga tidak ada penjelasan terkait hal tersebut, sehingga perlu dilakukan pengaturan tentang kesamaan mekanisme di tiga lembaga dalam proses rekrutmen calon hakim konstitusi demi kepastian dan kejelasan di dalam proses rekrutmen calon hakim konstitusi.Kata Kunci: Pengangkatan Hakim; Pemberhentian Hakim; Mahkamah Konstitusi.This study aims to find out and understand the process of appointing constitutional judges which is carried out by three institutions that administer state power, namely the President, the People's Representative Council and the Supreme Court, where the three institutions are given the authority to determine the mechanism for the process of selecting candidate judges from their respective institutions. This is of course very influential in determining candidate judges who truly fulfill the requirements as constitutional judges and have competence in their field. In addition, it will also examine the mechanism for dismissing constitutional judges, regarding what causes a constitutional judge to be dismissed from his position. In order to answer these problems, normative juridical research was carried out by examining materials in the form of books, laws and regulations, journals, and other sources of material. Then it is arranged systematically for further analysis to be carried out so that clarity is achieved which will be discussed. So it can be concluded that the basis for the appointment and dismissal of constitutional judges is carried out based on the Constitution and the Constitutional Court Law, but if you look at the Constitutional Court Law there is a phrase that a constitutional judge can be terminated if he no longer fulfills requirements as a constitutional judge. This provision has an unclear meaning and there is also no explanation regarding this matter, so it is necessary to make arrangements regarding the similarity of mechanisms in the three institutions in the recruitment process for prospective constitutional judges for the sake of certainty and clarity in the recruitment process for prospective constitutional judges.Keywords: Appointment of Judges; Dismissal of Judges; Constitutional Court.
Ius Constituendum Kewenangan Judicial Preview di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Igam Arya Wada; Felix Alexander Kurniawan; Agnes Sinta
Jurnal Kajian Konstitusi Vol 3 No 1 (2023): JURNAL KAJIAN KONSTITUSI
Publisher : Department of Constitutional Law, Faculty of Law, University of Jember, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19184/j.kk.v3i1.37917

Abstract

Menurut Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, Mahkamah Konstitusi memiliki wewenang salah satunya menguji konstitusionalitas undang-undang atau judicial review. Akan tetapi, buruknya kualitas legislasi dan intensitas perkara judicial review yang tinggi tidak diimbangi dengan kewenangan Mahkamah Konstitusi yang memadai. Dalam kapasitasnya sebagai negative legislator, Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia tidak diperlengkapi dengan wewenang untuk menguji konstitusionalitas rancangan undang-undang atau judicial preview sebagaimana yang ada dalam negara Perancis, Jerman, Austria, Hungaria, dan lain-lain. Diadopsinya kewenangan judicial preview dalam Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia merupakan upaya preventif kelemahan-kelemahan dari judicial review. Eksistensinya dapat meminimalisir undang-undang yang berkualitas buruk, meningkatkan perlindungan hak-hak konstitusional warga negara, mengantisipasi undang-undang berumur pendek, mencegah ketidakpastian hukum, meminimalisir penundaan perkara di Mahkamah Agung untuk peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang memiliki relevansi dengan undang-undang yang sedang diujikan ke Mahkamah Konstitusi, mengantisipasi pembangkangan (constitutional disobedience) Dewan Perwakilan Rakyat sebagai lembaga adressat putusan Mahkamah Konstitusi, serta mengakomodir partisipasi publik. Hasil penelitian menunjukkan urgensi amandemen kelima Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 khususnya Pasal 24C ayat (1), serta perubahan keempat Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan jo Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.Kata Kunci: Judicial Preview; Constitutional Disobedience; Pengujian Undang-Undang. According to Article 24C paragraph (1) of the 1945 Constitution, the Constitutional Court has the authority of one of them to test the constitutionality of the law or judicial review. However, the poor quality of legislation and the high intensity of judicial review cases are not balanced with adequate constitutional court authority. In its capacity as a negative legislator, the Constitutional Court of the Republic of Indonesia is not equipped with the authority to test the constitutionality of the draft law or judicial preview as it exists in France, Germany, Austria, Hungary, and others. The adoption of judicial preview authority in the Constitutional Court of the Republic of Indonesia is an effort to prevent the weaknesses of judicial review. Its existence can minimize poor quality laws, improve the protection of citizens' constitutional rights, anticipate short-lived laws, prevent legal uncertainty, minimize delays in cases in the Supreme Court for laws that have relevance to the law being tested to the Constitutional Court, anticipating constitutional disobedience the House of Representatives as an institution adressat the decision of the Constitutional Court, as well as accommodating public participation. The results of the study showed the urgency of the fifth amendment of the Constitution of the Republic of Indonesia year 1945 specially for Article 24C paragraph (1), as well as the fourth amendment of the Constitutional Court Law and Law No. 12 of 2011 on the Establishment of Legislation jo Law No. 15 of 2019 on Amendments to Law No. 12 of 2011 on the Establishment of Laws and Regulations jo Law No. 13 of 2022 concerning the Second Amendment to Law Number 12 of 2011 concerning the Establishment of Laws and Regulations.Keywords: Judicial Preview; Constitutional Disobedience; Law Testing.
Tanggung Jawab Negara Turkiye terhadap Kasus Jamal Khashoggi menurut Hukum Internasional May Fadha Aisyah; Al Khanif; Gautama Budi Arundhati
Jurnal Kajian Konstitusi Vol 3 No 2 (2023): JURNAL KAJIAN KONSTITUSI
Publisher : Department of Constitutional Law, Faculty of Law, University of Jember, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19184/j.kk.v3i2.42106

Abstract

Pembunuhan terhadap jurnalis Jamal Khashoggi di Istanbul Turkiye menimbulkan kompleksitas terhadap penerapan yurisdiksi. Menurut fakta, kasus itu muncul sebagai akibat dari pelanggaran HAM terhadap jurnalis, pelaku yang merupakan tangan kanan kerajaan Arab Saudi mencari impunitas dan kedaulatan hukum di hadapan keinginan untuk mendestabilisasi negara. Situasi saat ini menunjukkan bahwa kehadiran organisasi internasional dan pemerintah adalah faktor penting dalam penyelidikan yang sedang berlangsung atas kematian Jamal Khashoggi untuk mendapatkan keadilan melalui sistem peradilan sesuai dengan Draft Articles on Responsibility of States for Internationally Wrongful Act 2001. Penelitian ini mencoba mencari solusi yang solutif terkait perlindungan HAM jurnalistik di kancah internasional dengan menggunakan penelitian hukum yuridis normatif, penelitian ini menemukan permasalahan-permasalahan yang dihadapi di dalam hukum internasional. Permasalahan-permasalahan tersebut diantaranya, terkait penyelesaian kasus tersebut hingga saat ini dan mengetahui penerapan prinsip yurisdiksi negara dalam pembunuhan Khashoggi. Dengan menyelesaikan permasalahan tersebut, peneliti menawarkan bahwa penerapan prinsip yurisdiksi negara berdasarkan hukum internasional adalah prinsip yurisdiksi teritorial dan nasionalitas mengacu pada Arab Saudi. Namun tidak sepenuhnya dapat diberlakukan karena adanya suatu pelanggaran. Salah satu bentuk upaya tersebut mencakup investigasi secara rinci, pengusutan pelaku kejahatan, dan kerja sama internasional dengan melibatkan pihak netral atau mediator yang dapat dijadikan sebagai regulasi tambahan antara pihak-pihak yang terlibat.Kata Kunci: Tanggung Jawab Negara; Yurisdiksi; Perlindungan Hak Asasi Manusia Jurnalis.The murder of journalist Jamal Khashoggi in Istanbul Turkiye raises complexities regarding the application of jurisdiction. According to the facts, the case arose as a result of human rights violations against journalists, the perpetrators who are the right hand of the kingdom of Saudi Arabia seeking impunity and rule of law in the face of the desire to destabilize the country. The current situation shows that the presence of international organizations and governments is an important factor in the ongoing investigation into the death of Jamal Khashoggi to obtain justice through the justice system in accordance with the Draft Articles on Responsibility of States for Internationally Wrongful Act 2001. This research tries to find solutions related to this. protecting journalistic human rights in the international arena by using normative juridical legal research, this research finds the problems faced in international law. These problems include the resolution of the case to date and knowing the application of the principle of state jurisdiction in Khashoggi's murder. By resolving this problem, the researcher offers that the application of the principle of state jurisdiction based on international law is the principle of territorial jurisdiction and nationality referring to Saudi Arabia. However, it cannot be fully enforced because there is a violation. One form of this effort includes detailed investigations, prosecuting criminals, and international cooperation involving neutral parties or mediators who can serve as additional regulations between the parties involved.Keywords: State Responsibility; Jurisprudence; Protecting the Rights of Journalists.
Penguatan Kekuasaan Kehakiman di Indonesia melalui Peradilan Etik Emanuel Raja Damaitu; Christian Adam Kautsar
Jurnal Kajian Konstitusi Vol 3 No 2 (2023): JURNAL KAJIAN KONSTITUSI
Publisher : Department of Constitutional Law, Faculty of Law, University of Jember, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19184/j.kk.v3i2.45059

Abstract

Hakim sebagai salah satu aparat penegak hukum yang menjadi ujung tombak keadilan di masyarakat ketika terjadi sebuah sengketa harus memegang teguh etika dan moralitas. Peradilan dan etika adalah dua kata yang bisa dibedakan, tetapi tidak bisa dipisahkan. Untuk menjaga kepercayaan publik (public confidence) terhadap profesi hakim, baik itu hakim negara bagian maupun hakim federal dan institusi peradilan di Amerika Serikat, setiap ada pelanggaran terhadap Code of Judicial Conduct akan dilakukan tindakan disipliner dan bahkan pemberhentian hakim yang telah terbukti berperilaku tidak pantas tersebut. Penegakan kode etik hakim di Italia dilakukan oleh asosiasi hakim (dan jaksa) secara internal. Keberadaan peradilan etik pada akhirnya akan semakin memperkuat kekuasaan kehakiman dan kebijaksanaan peradilan sebagai lembaga yang menyelesaian sengketa di masyarakat.Kata Kunci: Kekuasaan Kehakiman; Peradilan Etika; Perbandingan Hukum.Judges as one of the law enforcement officers who spearhead justice in society when a dispute occurs must uphold ethics and morality. Judiciary and ethics are two words that can be distinguished, but cannot be separated. In order to maintain public confidence in the profession of judges, both state judges and federal judges and judicial institutions in the United States, every violation of the Code of Judicial Conduct will be subject to disciplinary action and even dismissal of judges who have been proven to have behaved inappropriately. Enforcement of the code of ethics of judges in Italy is carried out by associations of judges (and prosecutors) internally. The existence of an ethical court will ultimately further strengthen judicial power and judicial policy as an institution that resolves disputes in society.Keywords: Judicial Power; Justice Ethics; Comparative Law.
Diskursus Perkawinan Beda Agama dalam Perspektif Pancasila dan Konstitusi Muhammad Najih Vargholy
Jurnal Kajian Konstitusi Vol 3 No 2 (2023): JURNAL KAJIAN KONSTITUSI
Publisher : Department of Constitutional Law, Faculty of Law, University of Jember, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19184/j.kk.v3i2.44167

Abstract

Penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai ketuhanan yang termuat dalam Pancasila dan Konstitusi. Namun saat ini nilai ketuhanan tersebut dihadapkan pada realita kemajemukan bangsa Indonesia yang telah membawa implikasi sosial ketiadaan sekat antar individu dalam menjalin interaksi antar sesama, termasuk upaya membangun hubungan keluarga dalam sebuah ikatan perkawinan, sehingga sebagian pihak yang melangsungkan perkawinan tidak lagi memandang latar belakang suku, budaya, dan bahkan agama. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis pandangan Pancasila dan UUD NRI 1945 terhadap fenomena perkawinan beda agama di Indonesia serta memberikan penegasan terhadap bagaimana sebenarnya status perkawinan tersebut secara hukum. Tulisan ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan dan konseptual. Secara konseptual, perkawinan tidak hanya mencakup aspek privat dan hukum saja, namun juga mencakup aspek agama, selanjutnya negara menyerahkan sepenuhnya kewenangan terkait penentuan keabsahan perkawinan kepada hukum agama, yang secara implisit tidak menghendaki terjadinya perkawinan beda agama. Tulisan ini menyimpulkan bahwa Pancasila dan UUD 1945 tidak mengakui adanya perkawinan beda agama karena bertentangan dengan nilai ketuhanan. Oleh karena itu pengadilan seharusnya tidak mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan beda agama dan untuk mengatasi konflik hukum terkait perkawinan beda agama tersebut, perlu dilakukan pencabutan terhadap ketentuan Pasal 35 huruf a Undang-Undang Administrasi Kependudukan.Kata Kunci: Perkawinan Beda Agama, Pancasila, Undang-Undang Dasar.The implementation of national and state life cannot be separated from the divine values contained in Pancasila and the Constitution. However, currently this divine value is faced with the reality of the pluralism of the Indonesian nation which has had social implications of the absence of barriers between individuals in establishing interactions between each other, including efforts to build family relationships within a marriage bond, so that some parties entering into a marriage no longer look at their ethnic background. culture, and even religion. This article aims to analyze the views of Pancasila and the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia on the phenomenon of interfaith marriages in Indonesia and to provide confirmation of what the actual legal status of these marriages is. This paper is normative juridical research using statutory and conceptual approaches. Conceptually, marriage does not only cover private and legal aspects, but also includes religious aspects. Furthermore, the state completely delegates authority regarding determining the validity of marriage to religious law, which implicitly does not require interfaith marriages to occur. This article concludes that Pancasila and the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia do not recognize interfaith marriages because they conflict with divine values. Therefore, the court should not grant the request for registration of interfaith marriages and to resolve legal conflicts related to interfaith marriages, it is necessary to repeal the provisions of Article 35 letter a of the Population Administration Law.Keywords: Interfaith Marriage; Pancasila; Constitution.
Menggagas Desain Kelembagaan Partai Politik di Indonesia Elva Imeldatur Rohmah
Jurnal Kajian Konstitusi Vol 3 No 2 (2023): JURNAL KAJIAN KONSTITUSI
Publisher : Department of Constitutional Law, Faculty of Law, University of Jember, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19184/j.kk.v3i2.45177

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menggagas desain kelembagaan partai politik di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis empiris dengan menggunakan pendekatan sosiological jurisprudence. Sosiological jurisprudence merupakan pendekatan yang melihat hukum sebagai suatu fenomena sosial, di mana perspektifnya berasal dari masyarakat. Penelitian ini menemukan bahwa sistem multi partai yang selama ini diterapkan di Indonesia menimbulkan banyak masalah seperti adanya konflik antar partai politik, konflik internal partai, sistem rekrutmen partai yang tidak jelas dan mencerminkan praktik nepotisme, serta munculnya dinasti politik di kalangan partai politik. Praktik tersebut mampu menggerus nilai-nilai demokrasi serta menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap keberadaan partai politik. Berdasarkan hal tersebut, pemerintah perlu mempertimbangkan untuk menerapkan sistem dwi partai. Sistem ini dianggap mampu untuk menjamin adanya check and balance serta menjaga stabilitas politik karena ada perbedaan yang jelas antara partai pemerintah dan partai oposisi.Kata Kunci: Desain Kelembagaan; Partai Politik; Indonesia.This research aims to investigate the institutional design of political parties in Indonesia. This research is empirical juridical research using a sociological jurisprudence approach. Sociological jurisprudence is an approach that sees law as a social phenomenon, where the perspective comes from society. This research found that the multi-party system implemented in Indonesia has caused many problems, such as conflicts between political parties, internal party conflicts, a party recruitment system that needs to be clarified and reflects the practice of nepotism, and the emergence of political dynasties among political parties. This practice is capable of eroding democratic values and reducing public confidence in the existence of political parties. Based on this, the government needs to consider implementing a dual-party system. This system is considered capable of ensuring checks and balances and maintaining political stability because there are apparent differences between government and opposition parties.Keywords: Institutional Design; Political Parties; Indonesia.
Penggunaan Media Sosial sebagai Media Kampanye dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah Nuris Sabilatul Munfida; Iwan Rachmad Soetijono; Rosita Indrayati
Jurnal Kajian Konstitusi Vol 3 No 2 (2023): JURNAL KAJIAN KONSTITUSI
Publisher : Department of Constitutional Law, Faculty of Law, University of Jember, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19184/j.kk.v3i2.41193

Abstract

Pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah merupakan wadah untuk mempresentasikan keinginan rakyat dalam memilih wakilnya di lembaga pemerintahan, termasuk didalamnya adalah proses kampanye sebagai wadah untuk meraup dukungan dari masyarakat. Ketersediaan media sosial di era kemajuan teknologi informasi menyediakan banyak alternatif metode kampanye bagi para peserta, salah satunya dengan berkampanye melalui media sosial. Media sosial merupakan seperangkat alat komunikasi dan kolaborasi baru yang menciptakan terjadinya jenis interaksi dengan memudahkan penggunanya untuk dapat berpartisipasi, berbagi dan menuangkan isi, termasuk untuk berkampanye. Pemanfaatan media sosial sebagai media kampanye tentunya memberikan dampak negatif dan postif. Dampak positifnya adalah selain lebih efisien dalam hal biaya juga pesan atau visi misi pasangan calon dapat cepat mudah tersampaikan kepada khalayak. Sedangkan dampak negatif yang dapat terjadi adalah penyalahgunaan media sosial sebagai alat melakukan kampanye hitam.Kata kunci: Kampanye; Media soial; Pemilu; Pilkada.General elections and regional head elections are a forum for presenting the people's wishes in electing their representatives in government institutions, including the campaign process as a forum for gaining support from the community. The availability of social media in the era of advances in information technology provides many alternative campaign methods for participants, one of which is campaigning via social media. Social media is a new set of communication and collaboration tools that create types of interaction by making it easier for users to participate, share and share content, including campaigning. The use of social media as a campaign medium certainly has negative and positive impacts. The positive impact is that apart from being more efficient in terms of costs, the message or vision and mission of the candidate pairs can be quickly and easily conveyed to the public. Meanwhile, the negative impact that can occur is the misuse of social media as a tool for carrying out black campaigns.Keywords: Campaign, Social Media; General Elections; Regional Head Elections.

Page 3 of 3 | Total Record : 30