cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kab. sleman,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Jurnal Rekayasa Proses
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject :
Arjuna Subject : -
Articles 217 Documents
Kesetimbangan Natrium di Dalam Campuran Biodiesel Gliserol Supriyono; Kurnia Wijayanti
Jurnal Rekayasa Proses Vol 2, No 1 (2008)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (959.166 KB) | DOI: 10.22146/jrekpros.547

Abstract

Transesterifikasi adalah salah satu cara yang ditempuh didalam pembuatan biodiesel. Proses ini menggunakan katalisator NaOH. Keberadaan ion Na+ didalam produk biodiesel dapat mengganggu kinerja mesin karena menimbulkan kerak yang menyumbat nozzle dari sistem pembakaran, dengan alasan ini kandungan maksimal Na+ oleh Uni Eropa dibatasi sejumlah 5 mg/kg biodiesel. Penggunaan NaOH sebagai katalisator transesterifikasi lebih banyak difokuskan pada tujuan pencapaian konversi reaksi tertinggi yang dapat dicapai, sedangkan Na+ yang terikut pada produk biodiesel belum mendapatkan perhatian yang cukup. Penelitian dilakukan dengan mereaksikan minyak jarak pagar dengan metanol sebanyak 3 kali kebutuhan stoikiometrisnya di dalam labu leher tiga yang dilengkapi dengan kondenser, sedangkan sebagai katalisator digunakan NaOH. Hasil reaksi akan membentuk dua fasa yaitu gliserol dan biodiesel. Selanjutnya kandungan Na+ pada tiap fasa dianalisis. Hasil penelitian ini menunjukkan apabila ditinjau dari sisi thermodinamika dengan tinjauan melalui excess Gibbs free energy , maka konsentrasi maksimal NaOH yang boleh digunakan untuk transesterifikasi minyak biji jarak adalah sebesar 0,0015% berat minyak. Kata kunci: Transesterifikasi, kelarutan, NaOH, excess gibbs free energy Transesterification is one of the processes for producing biodiesel. The process involves the use of liquid catalyst such as NaOH. However, the presence of Na+ ions in biodiesel accelerates the scale formation and aggravates the combustion engine performance. Therefore, the maximum concentration of Na+ is about 5 mg / kg biodiesel to minimize the effect. Recently, the focus study of transesterification using NaOH as a catalyst is achieving higher conversion. Meanwhile, the reduction process of Na+ remaining in the biodiesel has not yet been studied. The experiments were carried out in a three-neck flask equipped with a reflux condenser where jatropha oil was reacted with methanol. The amount of methanol was 3 times of the stoichiometric molar ratio, while NaOH was used as catalyst. The concentration of Na+ both in the glycerol and biodiesel phases were analyzed. Based on the excess Gibbs free energy, the maximum concentration of NaOH for transesterification of Jatropha oil was 0.0015% weight. Key words: Transesterification, solubility, NaOH, excess Gibbs free energy
Pengaruh Konsentrasi Katalisator dan Rasio Bahan terhadap Kualitas Biodiesel dari Minyak Kelapa Erna Astuti
Jurnal Rekayasa Proses Vol 2, No 1 (2008)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (233.157 KB) | DOI: 10.22146/jrekpros.548

Abstract

Kebutuhan energi di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Oleh karena itu perlu pengembangan energi alternatif , salah satunya adalah biodiesel. Indonesia sebagai negara penghasil minyak nabati terbesar dunia, juga sebagai negara penghasil minyak kelapa relatif besar dunia mempunyai peluang untuk menghasilkan dan memainkan peranan penting dalam produksi bahan bakar biodiesel. Di antara berbagai jenis minyak nabati, minyak kelapa mempunyai peluang besar untuk digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan biodisel. Penelitian dilakukan dalam labu leher tiga yang dilengkapi motor pengaduk dan termometer. Reaksi transesterifikasi diawali dengan mencampur minyak kelapa yang telah dipanaskan dengan campuran etanol dan katalisator KOH. Reaksi dilakukan selama dua jam dengan variabel proses konsentrasi katalisator 0,65 – 0,95 % b/v dan rasio minyak kelapa/etanol antara 2:1 dan 6:1. Kemudian dilakukan pemisahan biodiesel dari gliserol dan pengeringan. Selanjutnya dilakukan uji sifat biodiesel rapat massa, viskositas, cloud point, flash point dan angka asam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil minyak destilat yang relatif baik dan yang masuk dalam spesifikasi standar dan mutu biodiesel diperoleh pada pada konsentrasi katalisator KOH 0,75 – 0,90 %b/v dan rasio minyak kelapa/etanol 3:1 – 5:1. Kata kunci: energi alternatif, biodiesel, transesterifikasi, rasio bahan, standar mutu The demand for energy in Indonesia has increased very fast in the recent years in the midst of fossil oil depletion. A lot of effort has been carried out to find alternative energies. One of the promising alternative energies is biodiesel. Indonesia, as the largest producer of vegetable oil in the world, has an opportunity to play a significant role as a biodiesel producer. Among various vegetable oils, coconut oil is a potential raw material in biodiesel production. The process was carried out in a three-neck round bottom flask equipped with motor stirrer and thermometer. The trans-esterification reaction was conducted by mixing heated coconut oil with a mixture of ethanol and KOH catalyst for two hours. The process variables studied in the present work were catalyst concentration and coconut oil – ethanol ratio. At the optimal condition when the KOH concentration in a range of 0.75-0.90% w/v and a coconut oil – ethanol ratio of 3:1 -5:1, the process produce biodiesel that meets the standard. Key words: alternative energy, biodiesel, trans-esterification, reactant ratio, quality assurance
Pengaruh Konsentrasi dan Jenis Larutan Perendaman terhadap Kecepatan Ekstraksi dan Sifat Gel Agar-agar dari Rumput Laut Gracilaria verrucosa Sperisa Distantina; Devinta Rachmawati Anggraeni; Lidya Eka Fitri
Jurnal Rekayasa Proses Vol 2, No 1 (2008)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (195.458 KB) | DOI: 10.22146/jrekpros.549

Abstract

Rumput laut jenis Gracilaria penghasil agar-agar banyak tumbuh di Indonesia, tetapi studi pengolahannya belum banyak. Penelitian ini bertujuan mempelajari proses transfer massa pada ekstraksi agar-agar dari rumput laut Gracilaria verucosa (pantai Pekalongan) secara bacth menggunakan pelarut air. Pengaruh penggunaan alkali NaOH (1,5 N dan 3,75 N) dan asam asetat (0,2 N, 0,6 N, dan 0,8 N) pada tahap perendaman terhadap koefisien transfer massa (kca) dan sifat gel agar-agar (gel strength, melting dan setting temperature) juga dipelajari. Rumput laut direndam menggunakan larutan alkali atau asam selama 15 menit. Setelah dicuci menggunakan air sampai pH netral, rumput laut diekstraksi menggunakan pelarut air. Ekstraksi dijalankan di dalam gelas beker yang dilengkapi motor pengaduk. Cuplikan sampel diambil setiap interval waktu tertentu. Cuplikan dibekukan semalam dalam freezer, kemudian diangin-anginkan sehingga air mencair dan terpisah dari agar-agar. Agar-agar yang dihasilkan dikeringkan mengunakan oven (70C) sampai berat konstan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perendaman dengan alkali menghasilkan kecepatan ekstraksi yang lebih lambat, rendemen lebih rendah tetapi sifat gel agar-agar yang lebih baik dibandingkan perendaman menggunakan larutan asam. Kata kunci: Alkali, Asam Asetat, Perendaman, Ekstraksi, kca Seaweeds of Gracilaria species are abundantly cultivated in Indonesia. However, studies related to its extraction process are still rare. In the present work, the mass transfer process on a batch extraction of agar was studied by extracting seaweeds in hot water solvent. The effect of alkali (NaOH) and acetic acid (CH3COOH) in the soaking process on the volumetric mass transfer coefficient (kca) and the quality of gel agar were investigated. Seaweeds (Gracilaria verrucosa) from Pekalongan coast were soaked in aqueous NaOH (1.5 N and 3.75 N) or in aqueous acetic acid solution (0.2 N, 0.6 N, and 0.8 N). After being washed, the seaweeds were extracted in hot water of 98C and neutral pH. Some of the extract samples at various times were freezed, thawed, dried and weighed. The evaluation of experimental data showed that the mass transfer coefficient kca decreased and the gel strength of agar increased with the increase of alkali concentration. Meanwhile, the value of kca increased and the gel strength of agar decreased with the increase of acetic acid concentration. Key words: Alkali, Acetic Acid, Soaking, Extraction, Volumetric Mass Transfer Coefficient (kca), Gel strength
Konstanta Laju Pengeringan Daun Sambiloto Menggunakan Pengering Tekanan Rendah Sri Rahayoe; Budi Rahardjo; Siti Kusumandari
Jurnal Rekayasa Proses Vol 2, No 1 (2008)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (336.895 KB) | DOI: 10.22146/jrekpros.550

Abstract

Pada penelitian ini dilakukan pengeringan bahan herbal dan obat-obatan tradisional yang peka terhadap panas yaitu daun sambiloto menggunakan pengering bertekanan rendah. Tekanan yang rendah akan membuat titik uap air akan turun sehingga air akan menguap pada suhu di bawah 100°C. Suhu rendah ini juga bertujuan untuk mengurangi tingkat kerusakan kandungan kimia bahan peka panas. Sedangkan tujuan penelitian adalah menganalisis konstanta laju pengeringan daun sambiloto selama proses pengeringan menggunakan pengering tekanan rendah. Pengeringan daun sambiloto dilakukan pada suhu dan tekanan yang bervariasi yaitu variasi suhu 30°C, 40°C, 50°C dan variasi tekanan 61 kPa, 48 kPa dan 35 kPa. Pengeringan daun sambiloto dilakukan dari kadar air ± 70% hingga ± 10%. Selama proses pengeringan perubahan kadar air diukur dengan interval waktu 10, 20, 30, 60, 90, 120, 150 dan 210 menit. Pengukuran kadar air dilakukan dengan cara termogravimetri. Analisis konstanta laju pengeringan menggunakan persamaan lapis tipis. Hasil penelitian menunjukkan nilai konstanta laju pengeringan pada tekanan rendah berkisar 0,01-0,0175 men1. Pengeringan menggunakan tekanan rendah dapat meningkatkan laju pengeringan. Persamaan empiris konstanta laju pengeringan sebagai fungsi suhu dan tekanan yang dinyatakan sebagai kprediksi = 0,00075T0,823P-0,021 dapat diaplikasikan untuk memprediksi perubahan kadar air daun sambiloto selama pengeringan pada tekanan rendah. Kata kunci: konstanta laju pengeringan, pengeringan bertekanan rendah, daun Sambiloto Herbs (traditional medicine) such as sambiloto leaves are senisitive to heat, therefore the drying process of herbs were performed at low-pressure. At low pressure, evaporation of water in the herbs can be carried out at a temperature below 100°C. The low temperature of drying may reduce the destruction of heat-sensitive chemicals inside the herbs. The present study aimed at analyzing the drying-rate constant of sambiloto leaves during low-pressure drying. Sambiloto leaves were dried at varied temperature of 30°C, 40°C, and 50°C, and varied pressure of 61 kPa, 48 kPa, and 35 kPa. The water content of sambiloto leaves was reduced from ± 70% to ± 10%. The change in water content was measured after 10, 20, 30, 60, 90, 120, 150 and 210 minutes, by using thermogravimetry technique. The drying-rate constant was calculated using the equation of thin films. The drying-rate constant was 0.01 – 0.0175 min-1. It was observed that the drying-rate increases as the pressure decreases. To predict the change of water content in sambiloto leaves during low-pressure drying process, an empirical equation for the drying-rate constant as a function of temperature and pressure was derived from the experimental data, kprediction= 0,00075T0,823P-0,021. Key words: drying-rate constant, low-pressure drying, sambiloto leaves
Studi Kinerja Katalisator Lewatit Monoplus s-100 pada Reaksi Esterifikasi antara Etanol dan Asam Asetat Nuryoto
Jurnal Rekayasa Proses Vol 2, No 1 (2008)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (231.188 KB) | DOI: 10.22146/jrekpros.551

Abstract

Seringkali etil asetat dibuat dengan menggunakan katalisator asam sulfat.Walaupun konversi yang dihasilkan tinggi, penggunaan katalisator asam sulfat banyak menimbulkan masalah. Proses esterifikasi antara etanol dan asam asetat dengan katalisator padat berupa resin penukar ion lewatit monoplus s-100 diharapkan dapat memecahkan permasalahan tersebut. Proses pembuatan etil asetat dilakukan dengan cara batch, perbandingan pereaksi 1,2 gmol asam asetat /gmol etanol, waktu reaksi 60 menit, dengan pengadukan berbasis bed expansion 4% mengunakan magnetit stirrer, dan katalisator lewatit monoplus s-100. Variabel yang divariasikan adalah suhu reaksi dan konsentrasi katalisator. Etanol, asam asetat, dan katalisator dimasukkan ke dalam reaktor, kemudian ambil contoh untuk dianalisis etanol awal. Tutup reaktor dengan penutup lalu hotplate dinyalakan sambil pengadukan dijalankan. Setelah 60 menit ambil sampel untuk dianalisis konsentrasi etanol. Analisis dilakukan satu kali pada akhir reaksi yaitu 60 menit dengan mengunakan kromatografi gas. Hasil percobaan menunjukkan semakin besar suhu laju reaksi semakin meningkat, tetapi naiknya konsentrasi katalisator akan menyebabkan reaksi balik. Konversi tertinggi diperoleh pada 358K, dan konsentrasi katalisator 0,8 massa resin/massa etanol, dengan konversi sebesar 87,3%. Ini menunjukkan bahwa kinerja katalisator lewatit monopluss-100 cukup baik digunakan untuk proses esterifikasi antara etanol dan asam asetat. Kata kunci : asam asetat, esterifikasi, etanol, lewatit monoplus s-100 Sulfuric acid is common catalyst in producing ethyl acetate. Despite of high conversion, using sulfuric acid as catalyst is appearing a lot of problems. The use of solid catalyst is expected to solve the problem. Utilizing of lewatit monoplus s-100 in the esterification of ethanol and acetic acid was investigated in this work. The experiments were carried out in a reactor on the hot plate equipped with magnetic stirrer. The reactant ratio was 1.2 gmol acetic acid / gmol ethanol and lewatit monoplus s-100 as catalyst. Samples were taken at initial and after 60 minutes, then the samples were analyzed by using gas chromatograph. The same experiments were conducted at different temperatures and catalyst concentrations. Based on the experimental result, lewatit monoplus s-100 performed well as solid catalyst in the esterification. It was shown that the higher the temperature, the higher the reaction rate, meanwhile increasing the catalyst concentration, the conversion was lower. The highest conversion was 87.3%, when the temperature was 358 K, and a catalyst concentration was 0.8 g. resin /g. ethanol. Key words: acetic acid, esterification, ethanol, lewatit monoplus s-100
Pemanfaatan Zeolit Alam Klinoptilolite Sebagai Katalisator dalam Alkoholisis Minyak Jarak Ratna Sri Harjanti
Jurnal Rekayasa Proses Vol 2, No 1 (2008)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1323.869 KB) | DOI: 10.22146/jrekpros.552

Abstract

Penggunaan katalisator padat pada proses alkoholisis diharapkan dapat meningkatkan kemurnian ester karena katalis padat lebih mudah dipisahkan dari pada katalis cair. Salah satu jenis katalisator padat adalah zeolit alam klinoptilolite. Dengan pertimbangan kemudahan dalam pemisahan sisa katalis dari ester yang terbentuk, maka di lakukan penelitian tentang alkoholisis minyak jarak dengan katalisator zeolit klinoptilolite dalam autoklaf. Minyak jarak, etanol, dan serbuk zeolit klinoptilolite dimasukkan ke dalam autoklaf yang dilengkapi dengan manometer, termometer, kran pengambil cuplikan, dan pemanas, kemudian autoklaf diputar. Cuplikan diambil pada setiap selang waktu 10 menit. Konversi reaksi dicari dengan menganalisa kadar gliserol lapisan bawah dengan cara asetin. Reaksi dilakukan pada suhu 120°C dan pada kecepatan putaran autoklaf 110 rpm dengan variasi prosentase katalisator dan perbandingan ekivalen etanol-minyak. Pembentukan ester diawali dengan pengaktifan etanol oleh zeolit membentuk senyawa alkoxide. Alkoxide inilah yang akan menyerang gugus karbonil pada trigiserid minyak jarak, sehingga terbentuk ester. Zeolit klinoptilolite dapat digunakan sebagai katalisator reaksi alkoholisis dengan kondisi proses yang relatif baik dijumpai pada prosentase katalisator 2,56% dan perbandingan ekivalen etanol-minyak 12,55 mgek/mgek. Pada keadaan ini konversi gliserid mencapai 73%. Kata kunci: alkoholisis, klinoptilolite, minyak jarak, zeolit The use of solid catalyst in alcoholysis can increase the purity of ester because the separation process of solid catalyst is simpler than that of liquid catalyst. Prior to the ester formation, the ethanol was activated by the zeolite, forming alkoxide molecules. These molecules can attack the carbonyl functional group at the triglyceride in Jatropha oil and form ester. Jatropha oil, ethanol, and clinoptilolite zeolite powder were added into an autoclave equipped with manometer, thermometer, sampling valve, and heater. The autoclave was then powered up and rotated, and sampling was performed at time interval of 10 minutes. The reaction was performed at a temperature of 120°C and an autoclave rotation speed 110 rpm, with varied catalyst percentage and ethanol-oil equivalent ratio. The conversion was determined by analyzing the glycerol concentration of the lower layer with acetyl method. This study confirms that clinoptilolite type zeolite is effective catalyst for alcoholysis of jatropha oil. When the ethanol-oil ratio was 12.55 mgek/mgek, the catalyst percentage was 2.56% weight, the glyceride conversion reached 73%. Key words: alcoholysis, clinoptilolite, Jatropha oil, zeolite
Upaya Peningkatan Efisiensi Energi di Pupuk Kujang Maryono
Jurnal Rekayasa Proses Vol 2, No 2 (2008)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (108.903 KB) | DOI: 10.22146/jrekpros.553

Abstract

ACES21 adalah teknologi proses pembuatan urea yang merupakan proses terbaru dari Toyo Engineering Corp (TEC) dengan berbagai keuntungan dibandingkan dengan teknologi sebelumnya. ACES21 dirancang dengan biaya investasi dan penggunaan energi konsumsi yang rendah. Dibandingkan dengan proses sebelumnya beberapa penyempurnaan dilakukan antara lain reaktor urea yang pada proses sebelumnya dipasang pada ketinggian 20–22 meter di atas tanah, pada ACES21 reaktor urea dipasang pada ground level sehingga dapat menurunkan biaya konstruksi. Selain itu, kondisi proses di unit sintesa dimana pada unit ini terjadi reaksi pembentukan urea dioperasikan pada tekanan yang relatif lebih rendah dari sebelumnya. Akibat penurunan tekanan ini, terjadi penurunan konsumsi energi pabrik urea secara total. Selain itu untuk kemudahan dan kehandalan operasi, pabrik urea dilengkapi beberapa peralatan pengamatan langsung yang belum banyak diaplikasikan di dunia seperti N/C monitoring, leak detector monitoring, dan analyzer monitoring (ACES21, On-line Monitoring, Ground Level). Dengan beroperasinya Pupuk Kujang IB yang menggunakan proses ACES21, konsumsi energi yang semula 8,324 Gcal/ton urea menjadi 5,623 Gcal/ton urea, sehingga terjadi penghematan yang sangat signifikan dibanding proses sebelumnya. Kata kunci: ACES21, sintesis urea, reaktor, energi ACES21 is an urea manufacturing process technology which is the latest process of Toyo Engineering Corp. (TEC) with some advantages compared with previous technologies. ACES21 is designed with low investment cost and low energy consumption. Compared with the previous process some improvements have been done such as urea reactor that in the previous process was installed at a height of 20-22 meters above the ground, on ACES21 urea reactor was installed at ground level so that it can reduce construction costs. The synthesis process conditions where the urea formation reaction occurs is operated at relatively lower pressure than before that eventually reduces energy consumption. In addition to the ease and reliability of the operation, the urea plant has several on-line monitoring equipment that has not been widely applied such as nitrogen/carbon ratio monitoring, leak detector monitoring, and analyzer monitoring (ACES21, On-line Monitoring, ground Level). With the operation of Kujang IB that already uses ACES21 process, the energy consumption which in the previous process (Kujang 1A) was originally 8.324 Gcal/tonne of urea is reduced to 5.623 Gcal/tonne of urea, resulting in a significant energy saving. Key words: ACES21, urea synthesis, reactor, energy.
Sifat-Sifat Penyalaan dan Pembakaran Briket Biomassa, Briket Batubara dan Arang Kayu Siti Jamilatun
Jurnal Rekayasa Proses Vol 2, No 2 (2008)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (908.425 KB) | DOI: 10.22146/jrekpros.554

Abstract

Secara umum, proses pembakaran padatan terdiri atas beberapa tahap yaitu pemanasan, pengeringan, devolatilisasi dan pembakaran arang. Faktor-faktor yang menentukan karakteristik pembakaran suatu briket adalah kecepatan pembakaran, nilai kalor, berat jenis dan banyaknya polusi atau senyawa volatil yang dihasilkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat penyalaan dari berbagai macam briket biomassa, arang kayu dan batubara yang meliputi kecepatan pembakaran, lama briket menyala sampai menjadi abu, waktu penyalaan awal, banyaknya asap atau senyawa volatil yang dihasilkan, nilai kalor dan lama waktu untuk mendidihkan 1 liter air. Penelitian dilakukan dengan membakar 250 gram setiap jenis briket. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tempurung kelapa memiliki lama menyala terpanjang yaitu 116 menit dengan kecepatan pembakaran 126,6 gram/detik dan nilai kalor tertinggi sebesar 5.779,11 kal/gram. Untuk mendidihkan 1 liter air, semua jenis briket yang diuji membutuhkan waktu antara 5 sampai 7 menit. Jika dibandingkan dengan briket batubara yang memiliki nilai kalor 6.058 kal/gram dan arang kayu dengan nilai kalor 3.583 kal/gram maka briket tempurung kelapa cukup baik digunakan sebagai bahan bakar alternatif. Kata kunci: briket, biomassa, batubara, uji pembakaran dan nilai kalor In general, combustion of solid material consists of several steps including heating, drying, de-volatilization and burning of the charcoal. The factors that determine combustion characteristics of briquettes are the rate of combustion, heating value, density and amount of pollutants or volatile compounds produced. The present work aimed at determining combustion characteristics of various kinds of briquettes from biomass, wood charcoal and coal including the rate of combustion, duration of briquettes burn to ashes, the initial ignition, amount of smoke or volatile compounds produced, heating value and duration for boiling one liter of water. The experimental work was performed by burning 250 grams of each briquette. The results showed that coconut shell had the longest combustion duration (116 minutes) with a combustion rate of 126.6 grams/second. In comparison with other biomass briquettes and wood choarcoal, coconut shell had the highest heating values of 5,779.11 cal/gram which was close to heating value of coal briquette (6,058 cal/gram). All briquettes studied in the present work showed a reasonable duration and needed about 5 – 7 minutes to boil one litter of water. Key words: briquette, biomass, coal, combustion test and heating values
Pemodelan Matematis Reaksi Oksidasi Katalitik Fero Sulfat Menjadi Feri Sulfat Takdir Syarif; Andiyan Yuwono
Jurnal Rekayasa Proses Vol 2, No 2 (2008)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (206.676 KB) | DOI: 10.22146/jrekpros.555

Abstract

Larutan fero sulfat (FeSO4) dibuat dengan melarutkan besi ke dalam asam sulfat. Fero sulfat dioksidasi memakai katalisator mangaan dioksid untuk membentuk feri sulfat. Reaksi merupakan reaksi heterogen tiga fasa sehingga kinetika reaksinya cukup komplek. Penelitian ini bertujuan mengembangkan model matematis pada kinetika reaksi tiga fase. Reaksi djalankan pada kondisi isotermal dan isobarik pada rekator yang berupa labu leher tiga. Percobaan dilakukan pada suhu 323K sampai 353K dan konsentrasi katalisator 1,7 g/L. Hasil penelitian menunjukan bahwa kinetika reaksi dapat didekati dengan model quasi steady state dan rekasi kimia pada permukaan katalisator merupakan langkah yang menentukan kinetika reaksi. Kata kunci: pemodelan matematis, kinetika, langkah penentu Iron was dissolved in a sulfuric acid to form a concentrated ferrous sulphate (FeSO4) solution. This research was conducted to form ferric sulfate by catalytic oxidation of ferrous sulfate using manganese dioxide as catalyst. The system was a three-phase heterogeneous reaction with a quite complex kinetics The present study aimed at developing a mathematical modeling of three-phase reaction kinetics that involved gas, liquid and solid. Oxidation was undertaken in an isothermal isobaric condition in a three-neck flask reactor. The experiment was conducted in a temperature range of 323 to 353 K with a catalyst concentration of 1.7 g/L. The results indicated that the reaction kinetics could be approached with a quasi steady state model and the chemical reaction on the catalyst surface was the determining step. Key words: mathematical modeling, kinetics, determining step
Hidrolisis Minyak Biji Kapuk dengan Katalisator Asam Khlorida Ganjar Andaka
Jurnal Rekayasa Proses Vol 2, No 2 (2008)
Publisher : Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (122.385 KB) | DOI: 10.22146/jrekpros.556

Abstract

Reaksi hidrolisis minyak biji kapuk memakai asam khlorida sebagai katalisator untuk membentuk gliserol dan asam lemak dilakukan dengan mempelajari pengaruh suhu reaksi dan konsentrasi katalisator terhadap konstanta kecepatan reaksi. Percobaan dilakukan dalam reaktor yang berupa labu leher tiga yang dilengkapi dengan pendingin, pemanas, pengaduk dan termometer sebagai pengukur suhu. Percobaan dilakukan pada kisaran suhu 80 sampai 100oC, konsentrasi katalisator 0,011 sampai 0,017 N dan waktu reaksi 3 jam. Konsentrasi trigliserida setiap 0,25 jam dianalisis untuk menghitung konversi trigliserid. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinetika reaksi hidrolisis minyak biji kapuk mengikuti reaksi tingkat satu terhadap konsentrasi trigliserida. Pengaruh suhu terhadap konstanta kecepatan reaksi dapat disajikan dalam persamaan k = 0,3258 exp(−1379,8875/RT) jam−1 dengan nilai tenaga pengaktif 1379,8875 cal/mol. Hubungan konsentrasi katalisator dengan konstanta kecepatan reaksi dituliskan dalam persamaan k = 0,06002 exp(−0,0025/Ck) jam−1. Kata kunci: kinetika, hidrolisis, minyak biji kapuk, asam lemak, gliserol Hydrolysis of kapok seed oil in the presence of hydrochloric acid catalyst to produce glycerol and fatty acid was studied. The objective of this work was to study the effect of reaction temperature and catalyst concentration on the reaction rate constant. The experiments were conducted in a three-neck flask equiped with stirrer, heater, condenser, and thermometer. The reaction condition studied were temperature ranging from 80 to 100C and catalyst concentration from 0.011 to 0.017 N. The reaction time was kept constant at 3 hours. The concentration of triglycerides every 0.25 hour were analyzed to calculate the conversion of triglycerides. The results of this study showed that the reaction kinetics of the hydrolysis of kapok seed oil was found to be first order with respect to triglyceride. The effect of reaction temperatures on the reaction rate constant was found to be k = 0.3258 exp(−1379.8875/RT) h−1, the activation energy was 1379.8875 cal/mol and the effect of catalyst concentrations on the reaction rate constant could be expressed as k = 0.06002 exp(−0.0025/Ck) h−1. Key words: kinetics, hydrolysis, kapok seed oil, fatty acid, glycerol

Page 1 of 22 | Total Record : 217