cover
Contact Name
Ahmad Gelora Mahardika
Contact Email
ahmad.gelora@uinsatu.ac.id
Phone
+6281392828511
Journal Mail Official
legacy.uinra@gmail.com
Editorial Address
Jl. Mayor Sujadi Timur No. 46 Tulungagung
Location
Kab. tulungagung,
Jawa timur
INDONESIA
Legacy: Jurnal Hukum dan Perundang-undangan
ISSN : -     EISSN : 2776205X     DOI : https://doi.org/10.21274/legacy
Core Subject : Social,
LEGACY: Jurnal Hukum dan Perundang-undangan is a scientific journal contains original works from lecturers, researchers, students, and other concerned parties who have not been published or are not on the publication in the form of articles on the research and conceptual ideas on the subject of constitutional law. This journal publishes twice in a year on March and August, which spread throughout Indonesia and South East Asia in printed and online.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol 1 No 1 (2021): Edisi Maret 2021" : 5 Documents clear
KEDUDUKAN HUKUM PEMBERLAKUAN PEMBATASAN KEGIATAN MASYARAKAT DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA Ahmad Gelora Mahardika; Rizky Saputra
Legacy: Jurnal Hukum dan Perundang-Undangan Vol 1 No 1 (2021): Edisi Maret 2021
Publisher : Departement of Constitutional Law IAIN Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (557.056 KB) | DOI: 10.21274/legacy.2021.1.1.1-23

Abstract

Semakin tingginya angka penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di Indonesia ditindaklanjuti oleh Pemerintah dengan mengeluarkan kebijakan baru yakni Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat. Seperti halnya kebijakan-kebijakan lain, pemberlakuan kebijakan ini sekali pun dinilai efektif oleh Pemerintah selayaknya harus tetap sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Kebijakan PPKM merupakan salah satu kebijakan dalam upaya penanggulangan pandemi Covid-19 yang tidak mempunyai kedudukan hukum yang jelas, karena frase Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Untuk Pengendalian Penyebaran Wabah tidak terdapat dalam UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Rumusan masalah yang hendak dijawab dalam artikel ini adalah bagaimana kedudukan hukum Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat ini di dalam sistem ketatanegaraan Indonesia?. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat sejumlah peraturan berkaitan dengan PPKM tersebut yang cacat secara formil.
DESAIN PENYELESAIAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI/WALIKOTA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 55/PUU-XVII/2019 Nurush Shobahah; Much Anam Rifai
Legacy: Jurnal Hukum dan Perundang-Undangan Vol 1 No 1 (2021): Edisi Maret 2021
Publisher : Departement of Constitutional Law IAIN Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (418.319 KB) | DOI: 10.21274/legacy.2021.1.1.24-45

Abstract

Diskursus desain penyelesaian perselisihan hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota (baca: Pilkada) kembali mengemuka tatkala Mahkamah Konstitusi membacakan Putusan No. 55/PUU-XVII/2019 pada tanggal 26 Februari 2020. Pada Putusan tersebut muncul istilah Pemilu serentak yang di dalamnya memuat penyelenggaraan Pilkada. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah Pilkada masuk kembali ke rezim Pemilu setelah dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 97/PUU-XI/2013 dan UU Pilkada dinyatakan bukan bagian dari Pemilu. Terbukti UU Pilkada mengamanatkan pembentukan badan peradilan khusus untuk menyelesaikan perselisihan hasil Pilkada. Lantas bagaimana sebenarnya standing position Pilkada? Apakah bagian dari Pemilu atau tidak? Sebab standing position itu mempengaruhi desain penyelesaian perselisihan hasil Pilkada. Melalui penelitian hukum normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach), terjawab bahwa Pilkada bukanlah bagian dari Pemilu sehingga Mahkamah Konstitusi tidak memiliki kewenangan untuk menyelesaikan perselisihan hasilnya. Perselisihan hasil Pilkada dapat diberikan kepada badan peradilan di bawah Mahkamah Agung. Pilihannya ada dua yakni diberikan kepada PTTUN atau dibentuk badan peradilan khusus. Dengan pertimbangan efektifitas dan efisiensi, penulis berpendapat sebaiknya diberikan kepada PTTUN.
PERSPEKTIF TEORI SISTEM HUKUM DALAM PEMBAHARUAN PENGATURAN SISTEM PEMASYARAKATAN MILITER Priyo Hutomo; Markus Marselinus Soge
Legacy: Jurnal Hukum dan Perundang-Undangan Vol 1 No 1 (2021): Edisi Maret 2021
Publisher : Departement of Constitutional Law IAIN Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (299.008 KB) | DOI: 10.21274/legacy.2021.1.1.46-68

Abstract

Instrumen hukum pengaturan pembinaan narapidana militer di Lembaga Pemasyarakatan Militer saat ini masih berdasarkan peraturan masa kolonial dan setelah kemerdekaan, yang tidak sesuai dengan penyelenggaraan sistem pemasyarakatan nasional. Permasalahan disini adalah bagaimana perspektif Teori Sistem Hukum Lawrence M. Friedman dalam melakukan pembaharuan pengaturan Sistem Pemasyarakatan Militer. Metode penelitian hukum normatif digunakan dalam tulisan ini untuk meneliti hukum dalam kedudukannya sebagai norma, menggunakan data sekunder yaitu bahan hukum primer dan sekunder. Data dikumpulkan dengan studi kepustakaan, kemudian diolah dan dianalisis dengan teknik deskriptif analisis isi. Hasil penelitian yaitu perspektif Teori Sistem Hukum Lawrence M. Friedman digunakan untuk melakukan pembaharuan pengaturan Sistem Pemasyarakatan Militer meliputi pembaharuan pada aspek struktur berupa penguatan kelembagaan Pemasyarakatan Militer, aspek substansi berupa penyusunan Rancangan Undang-Undang Pemasyarakatan Milier, dan aspek budaya berupa bimbingan kesadaran hukum dan reintegrasi sosial prajurit untuk kembali menjadi prajurit yang berjati diri TNI. Disaran agar dapat segera dilakukan pembaharuan terhadap instrumen hukum pengaturan Sistem Pemasyarakatan Militer menggunakan perspektif Teori Sistem Hukum Lawrence M. Friedman.
REKONSTRUKSI PENYELESAIAN SENGKETA INTERNAL PARTAI POLITIK DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA Ahmad Gelora Mahardika
Legacy: Jurnal Hukum dan Perundang-Undangan Vol 1 No 1 (2021): Edisi Maret 2021
Publisher : Departement of Constitutional Law IAIN Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (808.001 KB) | DOI: 10.21274/legacy.2021.1.1.69-95

Abstract

Sengketa internal partai politik merupakan salah satu persoalan sistematis dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Hal tersebut terjadi secara rutin dan hampir semua partai politik pernah mengalaminya. Namun meskipun menjadi persoalan rutin dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, regulasi yang mengatur terkait sengketa internal tampak belum jelas, bahkan keterlibatan sejumlah lembaga tinggi negara dalam proses penyelesaian sengketa membuktikan bahwa permasalahan terkait sengketa internal partai politik masih jauh dari kata selesai. Kasus Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Golkar, dan Partai Persatuan Pembangunan adalah catatan sengketa internal yang terjadi pasca reformasi. Pengaturan terkait sengketa internal harus diatur lebih jelas dalam undang-undang, sebagai upaya menciptakan regulasi yang mampu menyelesaikan sengketa internal partai politik yang berasaskan demokratis dan menujunjung asas kepastian hukum.
HAK KEBEBASAN EKSPRESI BERAGAMA DALAM DINAMIKA HUKUM DAN POLITIK DI INDONESIA Habib Luqman Hakim
Legacy: Jurnal Hukum dan Perundang-Undangan Vol 1 No 1 (2021): Edisi Maret 2021
Publisher : Departement of Constitutional Law IAIN Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (569.344 KB) | DOI: 10.21274/legacy.2021.1.1.96-111

Abstract

Kebebasan ekspresi beragama (freedom of religious exspression) merupakan bagian penting dari kebebasan beragama (freedom of religion). Aspek fundamental dalam beragama di antaranya adalah mengimani, mempraktikkan, dan menyiarkan ajaran agama. Kebebasan ekspresi beragama dalam kacamata hak asasi manusia dan konfigurasi ketatanegaraan mempunyai posisi yang kompleks. Meskipun kebebasan ekspresi beragama dijamin dalam konstitusi. Namun, dalam praktiknya di Indonesia, kebebasan ekspresi beragama selama 10 tahun terakhir mengalami tantangan dan degradasi. Penelitan ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Dan menyimpulkan bahwa setidaknya ada dua faktor penting yang menjadi tantangan kebebasan ekspresi beragama di Indonesia. Pertama, faktor hukum (regulasi) berupa perda. Kedua, faktor politik kedaerahan (lokal).

Page 1 of 1 | Total Record : 5