cover
Contact Name
Ahmad Gelora Mahardika
Contact Email
ahmad.gelora@uinsatu.ac.id
Phone
+6281392828511
Journal Mail Official
legacy.uinra@gmail.com
Editorial Address
Jl. Mayor Sujadi Timur No. 46 Tulungagung
Location
Kab. tulungagung,
Jawa timur
INDONESIA
Legacy: Jurnal Hukum dan Perundang-undangan
ISSN : -     EISSN : 2776205X     DOI : https://doi.org/10.21274/legacy
Core Subject : Social,
LEGACY: Jurnal Hukum dan Perundang-undangan is a scientific journal contains original works from lecturers, researchers, students, and other concerned parties who have not been published or are not on the publication in the form of articles on the research and conceptual ideas on the subject of constitutional law. This journal publishes twice in a year on March and August, which spread throughout Indonesia and South East Asia in printed and online.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 5 Documents
Search results for , issue "Vol 2 No 1 (2022): Edisi Maret Tahun 2022" : 5 Documents clear
PROBLEMATIKA YURIDIS PROSEDURAL PEMINDAHAN IBU KOTA NEGARA BARU DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA Ahmad Gelora Mahardika; Rizky Saputra
Legacy: Jurnal Hukum dan Perundang-Undangan Vol 2 No 1 (2022): Edisi Maret Tahun 2022
Publisher : Departement of Constitutional Law IAIN Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (621.373 KB) | DOI: 10.21274/legacy.2022.2.1.1-19

Abstract

Wacana pemindahan Ibu Kota Negara Baru (IKNB) memunculkan beberapa permasalahan yuridis khususnya menyangkut sisi proseduralnya. Padahal, eksistensi Ibu Kota bagi suatu negara amatlah penting terlebih pada aspek hukum. Di Indonesia, setidaknya status Ibu Kota Negara diatur melalui Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan sejumlah undang-undang lainnya. Prosedural pemindahan IKNB dinilai cukup pragmatis sebab beberapa sektor seolah dikebut tanpa adanya pertimbangan yuridis lantaran belum disahkannya undang-undang yang mengatur perihal pemindahan IKNB tersebut. Hal ini dapat menimbulkan implikasi hukum baik bagi Jakarta secara khusus maupun bagi sistem ketatanegaraan di Indonesia. Dari permasalahan tersebut, penelitian ini hendak menjawab pertanyaan terkait bagaimanakah solusi yang tepat guna mengantisipasi masalah yuridis pemindahan IKNB dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Metode penelitian yang dipakai dalam artikel ini adalah yuridis normatif.
IMPLIKASI UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TERHADAP PERAN SENTRAL PENGEMBAN ADAT DI DUSUN SADE LOMBOK TENGAH Nurlalili Rahmawati; Fildzah Izzah Ishmah
Legacy: Jurnal Hukum dan Perundang-Undangan Vol 2 No 1 (2022): Edisi Maret Tahun 2022
Publisher : Departement of Constitutional Law IAIN Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (386.252 KB) | DOI: 10.21274/legacy.2022.2.1.20-33

Abstract

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 memberikan legitimasi akan keberadaan desa adat. Dalam konteks kenegaraan, Salah satu unsur pembentuk Negara Indonesia adalah masyarakat hukum adat. Lebih dari itu pengemban adat di dusun Sade Lombok Tengah juga mempunyai peran penting dalam meningkatan taraf ekonomi masyarakat, karena berkaitan langsung dengan peningkatan kualitas hidup dan pemenuhan kehidupan sehari-hari bagi masyarakat. Pengembangan ekonomi salah satunya berasal dari pemanfaatan potensi pariwisata desa adat. Pengembangan pariwisata desa adat, juga harus disesuaikan dengan kondisi alam dan masyarakat, agar keasliannya tetap terjaga dan tidak merusak kearifan ekonomi lokal, yang menjadi ciri khas utama. Peningkatan taraf ekonomi suatu masyarakat, tidak bisa hanya bergantung kepada kemampuan dan inisiatif masyarakat adat saja, tetapi harus didukung oleh pemangku adat dan kepala desa adat yang menjadi figur utama untuk didengarkan serta ditaati. Oleh karena itu, diperlukan strategi yang diinisiasi oleh pemangku adat agar dapat mengoptimalisasi kualitas taraf ekonomi. Serta harus adanya analisa mendalam terhadap faktor yang mempengaruhi peningkatan, maupun penurunan kualitas taraf ekonomi masyarakat melalui desa wisata.
POSISI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DALAM POLEMIK PERJANJIAN BILATERAL RI-SINGAPURA Iska Hardeka
Legacy: Jurnal Hukum dan Perundang-Undangan Vol 2 No 1 (2022): Edisi Maret Tahun 2022
Publisher : Departement of Constitutional Law IAIN Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (698.401 KB) | DOI: 10.21274/legacy.2022.2.1.34-57

Abstract

Sejumlah perjanjian bilateral yang ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia dengan Singapura pada 25 Januari 2022 yang lalu telah memicu timbulnya polemik di tengah masyarakat. Polemik muncul khususnya terhadap perjanjian persetujuan Flight Information Region (FIR) dan perjanjian kerja sama pertahanan antar kedua negara yang termasuk dalam paket perjanjian yang ditandatangani saat itu. Beberapa tokoh, baik dari kalangan akademisi maupun politisi telah mengkritisi kedua perjanjian tersebut yang disinyalir akan merugikan kepentingan nasional di bidang pertahanan dan keamanan, bahkan mengancam kedaulatan Indonesia. Polemik tersebut terus meluas dan menjadi “bola liar” bagi opini publik. Di sisi lain, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai representasi rakyat belum melakukan tindakan yang berarti untuk meredam polemik tersebut. Padahal, posisi DPR sangat strategis, sebab di samping ia memiliki fungsi untuk mengawasi kebijakan Pemerintah, dalam konteks ini, DPR juga memiliki kewenangan untuk menyetujui atau menolak perjanjian internasional sehingga posisi lembaga tersebut sangat menentukan berlaku tidaknya paket perjanjian yang telah ditandatangani oleh pemerintah kedua negara tersebut. DPR juga berhak untuk meminta klarifikasi dan konfirmasi dari pihak-pihak terkait untuk memberikan informasi yang benar bagi masyarakat dan menghentikan polemik yang tengah berlangsung tersebut.
IMPLIKASI PENGHAPUSAN STRICT LIABILITY DALAM UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP DI ERA SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS Ahmad Gelora Mahardika
Legacy: Jurnal Hukum dan Perundang-Undangan Vol 2 No 1 (2022): Edisi Maret Tahun 2022
Publisher : Departement of Constitutional Law IAIN Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (617.536 KB) | DOI: 10.21274/legacy.2022.2.1.58-85

Abstract

Undang-Undang Cipta Kerja sebagai salah satu bentuk regulasi yang menggunakan metode omnibus law menciptakan problematika baru dalam penegakan hukum lingkungan di Indonesia. Problematika tersebut adalah ditiadakannya konsep tanggung jawab mutlak sebagai salah satu mekanisme penyelesaian sengketa alternatif. Padahal, penyelesaian sengketa dengan model tanggung jawab mutlak terbukti mampu menyelesaiakan sejumlah persoalan terkait kerusakan lingkungan hidup antara lain kebakakaran hutan dan lahan. Selain itu, peniadaan tersebut juga tidak sejalan dengan prinsip SDGs yang menjadi salah satu cita bangsa untuk kedepannya. Berdasarkan hal tersebutlah, artikel ini hendak menjawab pertanyaan bagaimanakan implikasi penghapusan strict liability dalam undang-undang cipta kerja terhadap lingkungan hidup di era sustainable development goals. Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini adalah yuridis normatif. Hipotesis artikel ini adalah penghapusan strict liability dalam undang-undang cipta kerja dapat berdampak buruk terhadap lingkungan hidup di Indonesia.
POLEMIK KLAUSUL EKSONERASI SEBAGAI PERJANJIAN BAKU PERSPEKTIF KEADILAN RESTORATIF Reni Dwi Puspitasari
Legacy: Jurnal Hukum dan Perundang-Undangan Vol 2 No 1 (2022): Edisi Maret Tahun 2022
Publisher : Departement of Constitutional Law IAIN Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (395.14 KB) | DOI: 10.21274/legacy.2022.2.1.86-101

Abstract

Dalam aktifitas keseharian tak bisa dipungkiri selalu berkaitan dengan orang lain terlebih dalam urusan pemenuhan kebutuhan hidup. Dalam upaya pemenuhan kebutuhan inilah kita bersinggungan dengan orang lain dalam bentuk transaksi yang mempunyai akibat hukum pemenuhan hak dan kewajiban bagi para pihak. Implementasi pemenuhan hak dan kewajiban ini termuat dalam bentuk perjanjian, yang mana seringkali dipakai adalah klausul baku. Penggunaan klausul baku ini bertujuan untuk efisiensi waktu dan proses penjualan, memastikan adanya standarisasi layanan bagi seluruh konsumen dan mengurangi potensi pengambilan keputusan yang tidak tepat dengan mengabaikan diskresi dari permintaan negosiasi langsung dengan konsumen. Akan tetapi dalam implementasi klausula baku masih banyak pelaku usaha yang memuat klausul eksonerasi dalam perjanjian baku sehingga dapat merugikan konsumen dan membuat posisi konsumen tidak seimbang. Hal ini tentu menciderai keadilan restoratif bagi konsumen.

Page 1 of 1 | Total Record : 5