cover
Contact Name
Samgar Setia Budhi
Contact Email
samgar.budhi@gmail.com
Phone
+6281349436165
Journal Mail Official
huperetes@sttkalimantan.ac.id
Editorial Address
Sekolah Tinggi Teologi Kalimantan (STT Kalimantan) Jalan Gajah Mada No. 50 Kecamatan Pontianak Selatan, Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat
Location
Kota pontianak,
Kalimantan barat
INDONESIA
HUPERETES: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen
ISSN : 27164314     EISSN : 27160688     DOI : https://doi.org/10.46817/huperetes
Core Subject : Religion, Education,
HUPERETES: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen merupakan wadah publikasi penelitian dalam bidang Teologi dan Pendidikan Agama Kristen dengan nomor ISSN: 2716-0688 (online) dan 2716-4314 (print) yang diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Teologi Kalimantan dengan lingkup penelitian meliputi: Teologi Biblika, Teologi Sistematika, Pastoral, Misiologi, dan Pendidikan Agama Kristen.
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol 2, No 2 (2021): Juni 2021" : 7 Documents clear
Pengajaran tentang Roh Kudus bagi Pembinaan Warga Jemaat Dewasa di Gereja Berdasarkan Surat Efesus Deiby Ketlin Najoan
HUPERETES: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 2, No 2 (2021): Juni 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Kalimantan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46817/huperetes.v2i2.69

Abstract

Teaching about the Holy Spirit is an important theme in the teaching curriculum for the formation of adult members of the church. Paul's letter to the Ephesians emphasized the importance of living under the leading of the Holy Spirit. The church must carry out the teaching of the Holy Spirit in the formation of the members of the congregation, so that the congregation has a correct understanding. Through a literature study approach related to the study of the Ephesians, it was found that the teaching of the Holy Spirit in Ephesians is the Holy Spirit as a seal, believers are sealed with the Holy Spirit when they believe which signifies that believers belong to God. The Holy Spirit is the guarantee that believers will receive what He has promised. Believers are the abode of the Holy Spirit, because the Holy Spirit indwells believers. The Holy Spirit empowers believers by His Spirit within. Believers should not grieve the Holy Spirit, but believers are commanded to be continually filled with the Holy Spirit. It is the Holy Spirit who guides believers in prayer. The Bible study in Ephesians about the Holy Spirit can be a reference for the church to implement a curriculum for teaching about the Holy Spirit for the formation of adult members of the congregation. The teachings of the Bible in the letter of Ephesians are the basis for the importance of teaching the Holy Spirit to adult members of the church.Pengajaran mengenai Roh Kudus merupakan tema penting dalam kurikulum pengajaran bagi pembinaan warga jemaat dewasa di gereja. Surat Paulus kepada jemaat di Efesus menekankan pentingnya hidup dalam pimpinan Roh Kudus. Gereja harus melaksanakan pengajaran mengenai Roh Kudus dalam pembinaan warga jemaat, supaya jemaat memiliki pemahaman yang benar. Melalui pendekatan studi literatur terkait dengan kajian surat Efesus, ditemukan bahwa pengajaran Roh Kudus dalam surat Efesus ialah Roh Kudus sebagai meterai, orang percaya dimeteraikan dengan Roh Kudus sewaktu percaya yang menandakan bahwa orang percaya adalah milik Allah. Roh Kudus menjadi jaminan bahwa orang percaya akan menerima apa yang telah dijanjikan-Nya. Orang percaya adalah tempat kediaman Roh Kudus, karena Roh Kudus yang mendiami orang percaya. Roh Kudus memberi kekuatan kepada orang percaya oleh Roh-Nya di dalam batin. Orang percaya tidak boleh mendukakan Roh Kudus, melainkan orang percaya diperintahkan untuk terus menerus dipenuhi oleh Roh Kudus. Roh Kuduslah yang menuntun orang percaya dalam berdoa. Kajian Alkitab dalam surat Efesus mengenai Roh Kudus dapat menjadi acuan bagi gereja untuk pelaksanaan kurikulum pengajaran tentang Roh Kudus bagi pembinaan warga jemaat dewasa. Ajaran alkitab dalam surat Efesus menjadi landasan tentang pentingnya pengajaran Roh Kudus bagi jemaat dewasa di gereja.
Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Agama Kristen Berdasarkan Injil Yohanes Triyono Surahmiyoto
HUPERETES: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 2, No 2 (2021): Juni 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Kalimantan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46817/huperetes.v2i2.66

Abstract

Graduate competency standards have been implemented by the government through relevant regulations for all subjects courses at all levels of education. It is necessary to make efforts so that Christian religious education can be organized without losing its essence. One form is his efforts to investigate the competency standards of Graduates of Christian religious education based on the Gospel of John. The goal is to uncover the essence of the standard of competence of Graduates of Christian education. This effort is carried out using hermeneutic methods. As a result, two standard models of competency of religious education graduates were found, namely the standard of competence of religious graduates in the Jewish perspective and the standard of competence of religious graduates in perspective. The implication for the learning of Christian education in Indonesia is to maintain the essence of the substance of Christian religious education, develop proficiency in the presentation of materials especially related to the use of terms and languages, sharpen the skill in observing the environment to create learning opportunities and increase the contribution and active role of educators, learners, parents and the church.Standar kompetensi lulusan sudah diberlakukan oleh pemerintah melalui peraturan yang terkait untuk semua untuk semua mata pelajaran/kuliah pada semua jenjang pendidikan. Perlu upaya agar Pendidikan Agama Kristen dapat diselenggarakan dengan tidak kehilangan esensinya. Salah satu bentuk adalah upayanya menelisik standar kompetensi lulusan Pendidikan Agama Kristen berdasarkan Injil Yohanes. Tujuannya adalah untuk mengungkap esensi standar kompetensi lulusan Pendidikan Agama Kristen. Upaya ini dilakukan dengan menggunakan metode hermeneutik. Hasilnya, ditemukan dua model standar kompetensi lulusan pendidikan agama, yaitu standar kompetensi lulusan agama dalam perspektif Yahudi dan standar  kompetensi lulusan agama dalam perspektif. Implikasinya bagi pembelajaran Pendidikan Agama Kristen di Indonesia  adalah perlu tetap mempertahankan esensi substansi Pendidikan Agama Kristen, mengembangkan kecakapan dalam penyajian materi khususnya berkaitan dengan penggunaan istilah dan bahasa, mempertajam kejelian dalam mengamati lingkungan untuk menciptakan peluang pembelajaran dan meningkatkan kontribusi serta peran aktif pendidik, peserta didik, orang tua dan gereja.
Pendekatan Pastoral terhadap Pelestarian Hutan David Eko Setiawan; Silas Dismas Mandowen
HUPERETES: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 2, No 2 (2021): Juni 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Kalimantan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46817/huperetes.v2i2.51

Abstract

Forests are habitats for various species of living things. Their survival depends heavily on the preservation of their habitat. However, many forests have been damaged by human actions. It also poses a variety of ecological problems. This condition should encourage the church to find the right solution to the problem. Through the cultural mandate attached to it, the church is expected to play an active role in preserving forests. This can be realized through a pastoral approach oriented towards the involvement of the congregation in preserving forests from irresponsible actions. This research aims to show how important the role of the church in preserving forests. Through a concrete pastoral approach, the church can answer the cultural mandate.  The method used in this study is the literature method. The results of this study show that based on the principles of cultural mandate in the Bible, the church is required to be actively involved in addressing ecological problems. The involvement is manifested in the pastoral approach to the congregation by educating them about the nature of forests and through practical actions involving them to preserve forests as habitats for various species of living beings.  Hutan merupakan habitat bagi berbagai spesies mahkluk hidup. Kelangsungan hidup mereka sangat bergantung pada pelestarian habitatnya. Namun demikian banyak hutan yang telah rusak akibat ulah manusia. Hal itu rupanya juga menimbulkan berbagai problem ekologi. Kondisi ini seharusnya mendorong gereja untuk mencari solusi yang tepat atas masalah tersebut. Melalui mandat budaya yang melekat padanya, gereja diharapkan berperan aktif dalam melestarikan hutan. Ini dapat diwujudkan melalui pendekatan pastoral yang berorientasi kepada keterlibatan jemaat dalam melestarikan hutan dari tindakan yang tidak bertanggung jawab. Penelitian ini bertujuan untuk menunjukan betapa pentingnya peran gereja dalam melestarikan hutan. Melalui sebuah pendekatan pastoral yang konkrit, gereja dapat mengejawantahkan mandat budaya tersebut.  Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kepustakaan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan prinsip-prinsip mandat budaya yang ada di dalam alkitab, gereja dituntut untuk terlibat aktif dalam mengatasi problem ekologi. Keterlibatan itu diwujudkan dalam pendekatan pastoral kepada jemaat dengan mengedukasi mereka tentang hakikat hutan serta melalui tindakan-tindakan praktis yang melibatkan mereka untuk melestarikan hutan sebagai habitat bagi berbagai spesias mahkluk hidup.
Keterlibatan Guru PAK SMU Negeri Se-Kota Kupang dalam Pelayanan Gereja Daud Saleh Luji; Indriani Lopo; Ana V. Soinbala
HUPERETES: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 2, No 2 (2021): Juni 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Kalimantan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46817/huperetes.v2i2.54

Abstract

The purpose of writing this article is to determine the involvement and activeness of Christian Religious Education Teachers at Public Middle Schools in Kupang City in the ministry of clerical affairs as presbyters and as categorical servants, especially in the category of children and adolescents or what is often called Sunday school. The method used in this study is a qualitative method by interviewing 41 Christian Religious Education Teachers spread across 12 State Public Middle Schools in the city of Kupang, East Nusa Tenggara. From the results of the study, it was found that although this Christian Religious Education teacher had a correct understanding of the background of his attendance at school, namely Christian Religious Education teachers were church servants sent to serve congregations in schools, but most Christian Religious Education teachers did not have a relationship with the church. or not yet involved in the church ministry where he is a member, either as a presbyter or as a minister of children and youth (Sunday school). This conclusion was stated based on the informant's admission during the interview that 1) They did not have free time to be involved in church services, 2) Church services had many people taking care of it so they did not need to be involved, 3) Christian religious education teachers were paid by the state, not church so that they focus more on taking care of teaching in schools than in church.Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui keterlibatan dan keaktifan Guru-guru PAK yang ada di Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri se-Kota Kupang dalam pelayanan bidang kemajelisan gereja sebagai presbiter dan sebagai pelayan kategorial khususnya kategorial anak dan remaja atau yang sering disebut sekolah minggu. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan mewawancarai 41 Guru PAK yang tersebar di 12 SMU Negeri yang ada di wilayah Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa walaupun Guru PAK ini memiliki pemahaman yang benar tentang latarbelakang kehadirannya di sekolah yaitu guru PAK adalah pelayan gereja yang diutus untuk melayani jemaat di sekolah-sekolah, namun sebagian besar guru PAK belum memiliki hubungan dengan gereja atau belum terlibat dalam pelayanan gereja, dimana ia sebagai anggotanya, baik sebagai presbiter maupun sebagai pelayan anak dan remaja (sekolah minggu).  Kesimpulan tersebut dikemukakan berdasarkan pengakuan informan pada saat wawancara bahwa 1) Mereka tidak punya waktu luang untuk terlibat dalam pelayanan di gereja, 2) Pelayanan gereja sudah banyak orang yang mengurusnya karena itu mereka tidak perlu terlibat, 3) Guru PAK digaji oleh negara bukan gereja sehingga mereka lebih fokus mengurus pengajaran di sekolah dari pada di gereja.
Makna Teologis Kata Perhentian dalam Ibrani 4:1-14 (Analisis Tekstual, Stuktural, Kontekstual dan Intertekstual) Daniel Lindung Adiatma; Saul Arlos Gurich
HUPERETES: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 2, No 2 (2021): Juni 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Kalimantan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46817/huperetes.v2i2.60

Abstract

There is a tendency for many commentators of the New Testament to interpret the text with a topical approach. This approach is relevant for research in the field of Christian theology. The problem is, that the topical approach has a tendency to ignore the unity of the elements of the book. Therefore, we need a model of topical interpretation that is perfected with the unity of the theology of the book. The topic of the theological meaning of the word "rest" has attracted the attention of interpreters recently. These topics are the small sections that make up the theology of the book of Hebrews as a whole. This article presents three analyses (textual, contextual, and intertextual) as an approach to finding the theological meaning of the word "rest" in Hebrews 4:1-14. The author considers the book of Hebrews as the final form to find the meaning of the word "rest" in the theological context of the book of Hebrews. The author tries to synchronize the three approaches in finding the progressive meaning of the word "cessation" in both the Old Testament and the New Testament. The results of research through these three approaches have shown an increase in the meaning of the word "rest" from the context of the Old and New Testaments. Finally, this article can support the theory of progressive revelation that dispensational evangelicals have long believed.Ada kecenderungan penafsir kitab Perjanjian Baru menafsirkan teks dengan pendekatan topikal. Pendekatan ini relevan bagi penelitian pada bidang teologi Kristen. Masalahnya, pendekatan topikal memiliki kecenderungan mengabaikan kesatuan unsur-unsur kitab. Oleh karena itu, diperlukan suatu model penafsiran topikal yang disempurnakan dengan kesatuan teologi kitab. Topik tentang makna teologi kata “perhentian” menarik perhatian para penafsir pada akhir-akhir ini. Topik tersebut merupakan bagian kecil yang membangun teologi kitab Ibrani secara keseluruhan. Artikel ini memaparkan tiga analisa (tekstual, kontekstual dan intertekstual) sebagai pendekatan untuk menemukan makna teologi kata “Perhentian” dalam kitab Ibrani 4:1-14. Penulis mempertimbangkan kitab Ibrani sebagai bentuk akhir untuk menemukan makna kata “perhentian” dalam konteks teologi kitab Ibrani. Penulis berusaha melakukan sinkronisasi tiga pendekatan tersebut dalam menemukan progresifitas makna kata “Perhentian” baik dalam kitab Perjanjian Lama maupun kitab Perjanjian Baru. Hasil penelitian melalui tiga pendekatan tersebut telah menampilkan adanya peningkatan makna kata “Perhentian” dari konteks Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Akhirnya, artikel ini dapat mendukung teori pewahyuan progresif yang selama ini diyakini oleh kaum injili dispensasi.
Pelaksanaan Misi Allah dalam Konteks Keberagaman Budaya di Indonesia Sigit Wijoyo
HUPERETES: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 2, No 2 (2021): Juni 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Kalimantan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46817/huperetes.v2i2.65

Abstract

The implementation of God's mission in the context of cultural diversity in Indonesia is important to study considering that the church has the responsibility to carry out the Great Commission of the Lord Jesus to the nations. The culturally diverse situation of Indonesian society poses a formidable challenge for evangelists because they cannot apply one specific method that can be applied to the entire community. Some churches still apply the mission model inherited by Zending. The Colonial Model is considered less effective due to the growing culture of Indonesian society. Therefore, flexible mission implementation principles are needed, according to the context of society in Indonesia without compromising the biblical meaning of the gospel. This article was compiled by examining the facts of the cultural life of the Indonesian people who are diverse in culture and examining the word of God which contains teachings on the principle of preaching the gospel to all nations. The research process in this article is carried out by conducting library research on the condition of cultural diversity in Indonesia and examining relevant biblical records in carrying out missions in Indonesia. The result is a mission implementation model that takes into account the cultural context, a christocentric mission without losing the Indonesian values of the local community.Pelaksanaan misi Allah dalam konteks keragaman budaya di Indonesia penting dipelajari mengingat gereja memiliki tanggungjawab menjalankan Amanat Agung Tuhan Yesus kepada bangsa-bangsa. Keadaan masyarakat Indonesia yang beragam budaya, merupakan tantangan yang berat bagi para pemberita injil karena mereka tidak dapat menerapkan satu metode khusus yang dapat dipakai kepada seluruh masyarakat. Beberapa gereja masih menerapkan model misi yang diwariskan oleh Zending. Model Kolonial tersebut dinilai kurang efektif dengan adanya budaya masyarakat Indonesia yang telah berkembang. Oleh karena itu diperlukan prinsip-prinsip pelaksanaan misi yang luwes, sesuai dengan konteks masyarakat di Indonesia tanpa mengurangi makna injil yang alkitabiah. Artikel ini disusun dengan meneliti fakta kehidupan budaya masyarakat Indonesia yang beragam budaya dan meneliti firman Allah yang memuat ajaran tentang prinsip pemberitaan injil bagi segala bangsa. Proses penelitian dalam artikel ini dilakuakan dengan melakukan penelitian kepustakaan tentang kondisi keragaman budaya di Indonesia serta meneliti catatan alkitab yang relevan dalam pelaksanaan misi di Indonessia. Hasilnya adalah model pelaksanaan misi dengan memperhatikan konteks budaya, misi yang kristosentris tanpa menghilangkan nilai-nilai keIndonesiaan masyarakat lokal.
Ciri Khas Eskatologi Injil Lukas Agus Prasetyo
HUPERETES: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 2, No 2 (2021): Juni 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Kalimantan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46817/huperetes.v2i2.67

Abstract

The Gospel of Luke is a complete gospel in the process of compilation. In the material compiled, this research describes the topic of eschatology which was a controversial topic at that time. Even the controversy over eschatological interpretation has continued throughout the centuries. This paper aims to elaborate eschatological thoughts according to Luke's gospel. This paper examines Luke's narratives related to the last days. The research method used by the researcher is to conduct a thematic analysis of Luke's gospel narrative regarding eschatology. In detail, the implementation of the research was carried out in the following stages; the first stage is to look at the purpose of Luke's theology, so that by looking at Luke's goals, the description of the eschatology that Luke reports becomes clearer. In addition to examining the textual evidence of Luke's gospel, this paper also considers the thoughts of New Testament scholars in order to sharpen the interpretations found. As a result, the principle of the development of revelation became the foundation of Luke's eschatological thinking. The peculiarities of Luke's Eschatology can be understood in three aspects, namely the eschatological promise, the beginning of the fulfillment of the promise and the hope of the perfection of the promise. The eschatological promise forms the basis of a sure hope for believers throughout the centuries.Injil Lukas merupakan injil yang lengkap dalam proses penyusunan. Dalam materi yang disusun, penelitian ini menuturkan topik eskatologi yang merupakan topik kontroversial pada masa itu. Bahkan kontroversi tafsir eskatologis terus berlangsung sepanjang abad. Tulisan ini bertujuan mengelaborasi pemikiran-pemikiran eskatologis menurut injil Lukas. Tulisan ini meneliti penuturan-penuturan Lukas berhubungan dengan zaman akhir. Metode penelitian yang dilakukan peneliti adalah dengan melakukan analisa tematik terhadap narasi injil Lukas berkenaan dengan eskatologi. Secara rinci pelaksanaan penelitian dilakukan dengan tahapan sebagai berikut; tahapan pertama adalah melihat tujuan teologi Lukas, sehingga dengan melihat tujuan Lukas, maka gambaran tentang eskatologi yang dilaporkan Lukas menjadi lebih jelas. Selain meneliti bukti tekstual dari injil Lukas, tulisan ini juga mempertimbangkan pemikiran dari para ahli Perjanjian Baru guna mempertajam tafsiran yang ditemukan. Hasilnya, prinsip perkembangan pewahyuan menjadi landasan dalam pemikiran eskatologi Lukas. Kekhasan Eskatologi Lukas dapat dipahami dalam tiga aspek yaitu Janji eskatologis, awal penggenapan janji dan pengharapan kesempurnaan janji. Janji eskatologis menjadi dasar dari sebuah pengharapan yang pasti bagi orang percaya di sepanjang abad.

Page 1 of 1 | Total Record : 7