cover
Contact Name
Samgar Setia Budhi
Contact Email
samgar.budhi@gmail.com
Phone
+6281349436165
Journal Mail Official
huperetes@sttkalimantan.ac.id
Editorial Address
Sekolah Tinggi Teologi Kalimantan (STT Kalimantan) Jalan Gajah Mada No. 50 Kecamatan Pontianak Selatan, Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat
Location
Kota pontianak,
Kalimantan barat
INDONESIA
HUPERETES: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen
ISSN : 27164314     EISSN : 27160688     DOI : https://doi.org/10.46817/huperetes
Core Subject : Religion, Education,
HUPERETES: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen merupakan wadah publikasi penelitian dalam bidang Teologi dan Pendidikan Agama Kristen dengan nomor ISSN: 2716-0688 (online) dan 2716-4314 (print) yang diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Teologi Kalimantan dengan lingkup penelitian meliputi: Teologi Biblika, Teologi Sistematika, Pastoral, Misiologi, dan Pendidikan Agama Kristen.
Articles 54 Documents
Keunggulan Yesus Kristus Menurut Kolose 1:16-18 Stepanus Stepanus
HUPERETES: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 1, No 1 (2019): Desember 2019
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Kalimantan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46817/huperetes.v1i1.16

Abstract

God’s church as always been facing obstacles and trials throughout history, the church has been challenged in many ways, whether it is from inside or outside, to bring the people’s faith to failure for centuries. Therefore, it cannot be ignored that there have been challenges in a large number. Paul wrote to the church at Colossae to respond to the false teachers that had been slipped into the church. They teach that surrendering to Christ and obedience to the apostles teaching is not sufficient to grant full salvation. These false teachers mixed philosophy and human tradition with the Gospel (Col. 2:8). And asked for the worship of the angels as the mediator between God and men (Col. 2:18). These false teachers demanded certain Jewish practices (Col. 2:16, 21-23) and also justified their fallacies by stating that they had the revelation through visions (2:18). Paul has proven the false teachers’ faults by showing that Christ is not only believers’ savior, but also the head of the church and the Lord, and the Creator. Therefore, it is neither the philosophy nor human wisdom that must be seeded, but Jesus Christ and His Power within a believer’s life that has redeemed and saved believers forever, we need no mediator and we as believers can approach God directly. Believers need only to have faith in Christ, rely on Him, love Him, and live in His presence. We, as believers, may not add rules that are not according to the Gospel.Sejarah kehidupan jemaat Allah selalu mengalami hambatan dan cobaan, gereja ditantang dengan berbagai cara baik dari luar maupun dari dalam untuk menggagalkan iman jemaat. orang percaya dari abad ke abad, maka tidak dapat disangkali telah terjadi banyak tantangan. Paulus menulis kepada jemaat Kolose oleh sebab guru-guru palsu telah menyusup ke dalam gereja. Mereka mengajar bahwa penyerahan kepada Kristus dan ketaatan kepada ajaran para rasul tidak memadai untuk mendapat keselamatan penuh. Para pengajar sesat ini mencampur filsafat dan tradisi manusia dengan Injil (Kol. 2: 8). Dan meminta penyembahan para malaikat sebagai pengantara Allah dan manusia (Kol. 2:18). Para guru palsu ini menuntut pelaksanaan beberapa syarat agama Yahudi (2:16, 21 – 23) serta membenarkan kekeliruan mereka dengan menyatakan bahwa mereka mendapat wahyu melalui penglihatan-penglihatan (2:18). Paulus membuktikan salahnya bidat ini dengan menunjukkan bahwa Kristus bukan saja Juruselamat pribadi orang percaya, tetapi kepala gereja dan Tuhan semesta alam dan pencipta. Karena itu, bukannya filsafat atau hikmat manusia yang diunggulkan, melainkan Yesus Kristus dan Kusa-Nya di dalam kehidupan orang percaya itulah yang menebus dan menyelamatkan orang percaya untuk selama-lamanya, perantara tidak perlu dan kita sebagai orang percaya langsung dapat menghampiri Allah. Orang percaya hanya beriman kepada Kristus saja, bersandar kepada-Nya, mengasihi-Nya dan hidup di hadirat-Nya. Kita sebagai orang percaya tidak boleh menambah aturan-aturan yang bertentangan dengan Injil Kristus.
Ciri Khas Pengajaran Yesus dengan Metode Perumpamaan Berdasarkan Catatan Injil Sinoptik Daniel Lindung Adiatma
HUPERETES: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 3, No 2 (2022): Juni 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Kalimantan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46817/huperetes.v3i2.115

Abstract

The Gospel writers confirmed the parable material and arranged it in historiography. The writers have a special motive in choosing parable material to support the main theme they set in their historiography. The tendency of the interpreter is to separate the material of the parable from the unity of the material. This has the potential to cause dissonance in the teachings of the parable. Research that ignores aspects of the final form of the book makes it difficult for the interpreter to find the theological value assigned. Although there have been allegorical interpretations that have developed since the early centuries, the model is not relevant enough to be used in a comprehensive hermeneutical context. This research was conducted by observing three important aspects. First, an analysis of the author's motives. Second, analyze the initial audience. Third, analysis of the expected response of readers. Thus, the interpreter can find the theological meaning of the biblical parable of Jesus and encourage the reader to take an attitude that is by the expectations of the author of the book. The Gospel writers used parables to confirm the theological meaning of their books.Para penulis Injil mengonfirmasi materi perumpamaan dan menyusunnya dalam sebuah historiografi. Para penulis telah memiliki motif khusus dalam memilih materi perumpamaan untuk mendukung tema utama yang mereka tetapkan dalam historigrafinya. Kecenderungan yang dilakukan oleh penafsir adalah memisahkan materi perumpamaan dari kesatuan materi. Hal ini berpotensi menimbulkan ketidakpaduan ajaran dari perumpamaan. Penelitian yang mengabaikan aspek bentuk akhir kitab menyulitkan penafsir menemukan nilai teologis yang ditetapkan. Meskipun telah muncul tafsir alegoris yang berkembang sejak abad permulaan, namun model itu tidak cukup relevan digunakan dalam konteks hermeneutik yang komprehensif. Penelitian ini dilakukan melalui pengamatan tiga aspek penting. Pertama, analisis motif penulis. Kedua, analisis pendengar mula-mula. Ketiga, analisis terhadap respons pembaca yang diharapkan. Dengan demikian, penafsir dapat menemukan makna teologis perumpamaan Yesus yang alkitabiah serta mendorong pembaca menentukan sikap yang sesuai dengan harapan penulis kitab. Para penulis Injil memanfaatkan perumpamaan untuk meneguhkan makna teologis dalam kitabnya.
Pokok Anggur yang Benar: Eksegesis terhadap Yohanes 15:1-3 Daniel Horatius Herman
HUPERETES: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 2, No 1 (2020): Desember 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Kalimantan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46817/huperetes.v2i1.48

Abstract

The various interpretations of John 15:1-3 point to errors in the method of interpretation. Of course, Jesus only had one purpose. This research aims to find the meaning of the true teachings of Jesus that will lead every believer to the true Christian life, so that the wrong meaning, which confuses Christian to Understand the teachings of Jesus, can be anticipated. This study uses a hermeneutic research method that specifically exegesis to the discussion texts. This research examines the context of Jesus in the Gospel of John as a whole; the Old Testament context relating to John 15:1-3; and reviews in general, the context of the chapters around John 15:1-3 and concludes based on these steps. John 15:1, explains Jesus' statement as Yahweh and the statement of Jesus as the embodiment of Israel. John 15:2a describes “the cut branches” referring to all Israelites who rejected Jesus. Meanwhile "the cleansed branches" (15:2b) refers to Jesus' disciples and all the Israelites who believed in Him. The statement in John 15:3 is a statement that Jesus' disciples were in a state of cleanness. For the first recipients of John's Gospel, these verses meant believing Jews were "a branch bearing fruit" and "cleansed" whereas unbelieving Jews were "a cut branch."Penafsiran yang beragam atas Yohanes 15:1-3 menunjukkan kesalahan metode penafsiran. Tentu saja Yesus hanya mempunyai satu maksud.  Penelitian ini bertujuan untuk menemukan makna ajaran Yesus yang benar yang akan menuntun setiap orang percaya kepada kehidupan Kristen yang benar, sehingga makna yang keliru, yang menyebabkan kebingungan terhadap ajaran Yesus akan dapat diantisipasi.  Penelitian ini menggunakan metode penelitian hermeneutika yang secara khusus mengeksegesis teks-teks pembahasan. Penelitian ini mempelajari Konteks Yesus dalam Injil Yohanes secara keseluruhan; konteks Perjanjian Lama yang berhubungan dengan Yohanes 15:1-3; dan meninjau secara umum, konteks pasal-pasal di sekitar Yohanes 15:1-3 serta menyimpulkan berdasarkan langkah-langkah tersebut. Yohanes 15:1 menjelaskan pernyataan Yesus sebagai Yahweh dan pernyataan Yesus sebagai perwujudan Israel. Yohanes 15:2a menjelaskan “ranting-ranting yang dipotong” menunjuk pada semua orang Israel yang menolak Yesus.  Sementara “ranting-ranting yang dibersihkan” (15:2b) menunjuk pada murid-murid Yesus dan semua orang Israel yang percaya kepada-Nya.  Pernyataan dalam Yohanes 15:3 adalah pernyataan bahwa murid-murid Yesus sedang dalam keadaan bersih.  Bagi penerima pertama Injil Yohanes, ayat-ayat ini berarti orang-orang Yahudi yang percaya adalah “ranting yang berbuah” dan “dibersihkan” sedangkan orang-orang Yahudi yang tidak percaya adalah “ranting yang dipotong."
Penggunaan Kutipan Amos 9:11-12 dalam Kisah Para Rasul 15:18-20 sebagai Lensa Misional Anon Dwi Saputro
HUPERETES: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 4, No 2 (2023): Juni 2023
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Kalimantan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46817/huperetes.v4i2.195

Abstract

The interpretation of the quotation of Amos 9:11–12 in Acts 15:18–20 encounters several issues both on the theological and practical sides. In the study, the author uses an intertextual approach to examine the two texts.  The missional lens relates to the quotation of Amos 9:11–12 that James used to quell the disputes in Jerusalem. The quote opens the horizon of thinking about the mission of the church. The article aims to find the meaning of the use of Amos 9:11–12 in Acts 15:18–20 from a missional perspective. The results of this study revealed the meaning contained in the quotation of Amos 9:11–12 used by James in Acts 15:18-20 from a missional perspective. The quotation of Amos 9:11-12 is the basic key to the development of Paul's missional theme to both Jews and Gentiles in Acts and provides a correct perspective from a theological and practical perspective. In conclusion, the use of Amos 9:11-12 in Acts 15:18–20 can be seen as a missional lens that provides a broader view of the church's mission and its duties. It reminds the church to always seek God's will, respect the history and traditions of the church, and rebuild fellowships that have fallen apart or been marginalized. With this broader view, the church can perform its mission more effectively and continue to thrive as a fellowship of believers in Jesus Christ.Tafsiran mengenai kutipan Amos 9:11-12  dalam Kisah Para Rasul 15:18-20 mengalami beberapa masalah baik dalam sisi teologi maupun sisi praktis. Dalam pengkajiannya, penulis menggunakan pendekatan intertekstual untuk menelaah kedua teks tersebut.  Lensa misional berkaitan dengan kutipan Amos 9:11-12 yang digunakan Yakobus untuk meredam perselisihan di Yerusalem. Kutipan tersebut membuka cakrawala berpikir tentang misi gereja. Artikel bertujuan untuk menemukan makna dari penggunaan Amos 9:11-12 dalam Kisah Para Rasul 15:18-20 dalam perspektif misional. Hasil penelitian ini menemukan makna yang terkandung kutipan Amos 9:11-12 yang digunakan Yakobus dalam Kisah Para Rasul 15:18-20 dari perspektif misional. Kutipan Amos 9:11-12 merupakan kunci dasar pengembangan tema misional Paulus baik kepada orang Yahudi ataupun non Yahudi dalam Kisah Para Rasul serta memberikan perspektif yang benar dari sisi teologis dan praktis. Dalam kesimpulannya, penggunaan kutipan Amos 9:11-12 dalam Kisah Para Rasul 15:18-20 dapat dipandang sebagai sebuah lensa misional yang memberikan pandangan yang lebih luas tentang misi gereja dan tugasnya. Kutipan ini mengingatkan gereja untuk selalu mencari kehendak Allah, menghormati sejarah dan tradisi gereja, dan membangun kembali persekutuan yang telah runtuh atau terpinggirkan. Dengan pandangan yang lebih luas ini, gereja dapat melakukan misinya dengan lebih efektif dan terus berkembang sebagai persekutuan orang percaya dalam Yesus Kristus.
Upaya Transformasi Masyarakat Indonesia Pada Era Masyarakat 5.0 Berdasarkan Ajaran Yesus tentang Kerajaan Allah Stefanus Rachmad Budiman; Alfredo Lamborgini Elya; Dewi Juliati Bate'e
HUPERETES: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 3, No 1 (2021): Desember 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Kalimantan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46817/huperetes.v3i1.85

Abstract

The connection between the physical world and the digital world as a characteristic of Society 5.0 has triggered cultural changes in the lives of society. These cultural changes will require a different Church response, be it in a theological context as well as transformation praxis. The existing transformation efforts are often seen as partial, between prioritizing the preaching of the gospel or social responsibility. This is due to the tug-of-war effect between the two theological influences with differentiating nature (polarization) or equalizing nature (equalization) so that the transformation impact is perceived as nonoptimal. A model of transformative effort that is integrative and relevant is needed. The research tries to examine the presence of Christ in proclaiming the Kingdom of God which was not only limited to conveying the message of repentance but also involved Himself in the social struggles of society. His praxis goes beyond equalization or polarization and instead emphasizes the urgency of the integration of the two. This praxis will be offered as a society transformation model in Indonesia. This research is conducted by hermeneutic method with emphasis on historical and social analysis of certain texts of the Bible regarding the presence of the Kingdom of God initiated by Jesus.Terkoneksinya antara dunia fisik dengan dunia digital sebagai ciri dari Masyarakat 5.0 memicu perubahan-perubahan kultur dalam kehidupan masyarakat. Hal ini memerlukan respons Gereja yang berbeda, baik pada konteks teologi maupun praksis transformasi. Upaya transformasi terlihat cenderung bersifat parsial, di antara pengutamaan pemberitaan Injil atau tanggungjawab sosial. Hal ini terjadi karena adanya tarik menarik pengaruh teologi yang bersifat membedakan (polarization) ataupun  menyamakan (equalization) diantara keduanya, sehingga dampak transformasi kurang optimal. Dibutuhkan model upaya transformasi yang bersifat integratif dan relevan. Penelitian mencoba mengkaji kehadiran Kristus dalam menyatakan Kerajaan Allah tidak sebatas berita pertobatan juga melibatkan diri-Nya dalam pergumulan sosial masyarakat. Praksis-Nya  melampaui upaya ekualisasi ataupun polarisasi tetapi menekankan urgensi integrasi keduanya. Praksis ini akan ditawarkan menjadi  model transformasi masyarakat di Indonesia. Penelitian dilakukan melalui metode hermeneutika dengan memberi tekanan pada analisis historis dan sosial terhadap beberapa bagian teks tertentu dalam Injil berkenaan dengan kehadiran Kerajaan Allah yang digagas Yesus.
Pandangan tentang Kematian dan Kebangkitan Orang Mati dalam Perjanjian Lama Sujud Swastoko
HUPERETES: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 1, No 2 (2020): Juni 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Kalimantan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46817/huperetes.v1i2.25

Abstract

This article tries to find answers to views on death and resurrection in the Old Testament. In the Old Testament, the discussion of the death and resurrection of the dead and the judgment is less prominent than in the New Testament, so there are fewer reading texts. That is why the issue becomes interesting to be examined more deeply. This research uses a qualitative research method with a descriptive approach, by taking the main source from the Old Testament Bible and supporting literature. Based on the results of research conducted, then during the Old Testament, people believe in death as a form of separation of body and spirit. When dead, the body will return to dust, and the spirit enters the world of the dead (Sheol). In the Old Testament, people believe in the bodily resurrection (the dead), that is, the physical resurrection.Artikel ini mencoba mencari jawaban atas pandangan terhadap kematian dan kebangkitan dalam Perjanjian Lama. Dalam Perjanjian Lama pembahasan masalah kematian dan kebangkitan orang mati serta penghakiman tidak begitu menonjol dibandingkan dengan dalam Perjanjian Baru, sehingga teks bacaan yang ada juga lebih sedikit. Oleh karena itulah persoalan tersebut menjadi menarik untuk diteliti lebih mendalam. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif, dengan mengambil sumber utama dari Alkitab Perjanjian Lama dan literatur yang mendukung. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka pada masa Perjanjian Lama orang memercayai kematian sebagai bentuk pemisahan tubuh dan rohnya. Saat mati, tubuh akan kembali menjadi debu, dan roh masuk ke dunia orang mati (syeol). Dalam Perjanjian Lama, orang percaya akan adanya kebangkitan tubuh (orang mati), yaitu bangkitnya tubuh secara fisik. 
Pelayanan Misi Mahasiswa STT Ebenhaezer kepada Masyarakat Suku Enim Menggunakan Paradigma Misi David J. Bosc Febriaman Lalaziduhu Harefa; Jeane Paath; David Baluseda
HUPERETES: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 4, No 1 (2022): Desember 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Kalimantan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46817/huperetes.v4i1.130

Abstract

This study examines the mission of STT Ebenhaezer students to the indigenous people of the Enim tribe, South Sumatra. In the last decade it has experienced setbacks caused by several factors. To provide solutions to the above problems, field research was carried out using a qualitative case study approach using David J. Bosc's mission theory study. The result is that STT Ebenhaezer students must build mission motivation based on the Bible, in serving and reaching the indigenous people of the Enim tribe, STT Ebenhaezer students try to collaborate with educational institutions, foundations, and churches to create holistic, constructive, and contextual mission service programs, students build mission communication with a contextualization approach, inculturation of the culture of the Enim tribe, students become solution makers on social issues that are currently developing and have an impact on the lives of the indigenous people of the Enim tribe directly and STT Ebenhaezer as an educational institution trying to digitize services. This research will make a direct contribution to achieving the vision and mission of STT Ebenhaezer and maximizing cross-cultural services for STT Ebenhaezer students, especially in reaching out to the Enim-South Sumatra ethnic community.Penelitian ini mengkaji doing mission mahasiswa STT Ebenhaezer kapada masyarakat adat suku Enim Sumatera Selatan. Dimana dalam dekade terakhir ini mengalami kemunduran yang disebabkan oleh beberapa faktor. Untuk memberikan solusi terhadap masalah di atas, maka diadakan penelitian lapangan dengan pendekatan kualitatif metode studi kasus dengan menggunakan kajian teori misi David J Bosc. Hasilnya adalah mahasiswa STT Ebenhaezer harus membangun motivasi misi berdasarkan Alkitab, dalam melayani dan menjangkau masyarakat adat suku Enim, mahasiswa STT Ebenhaezer berusaha menjalin kerja sama dengan lembaga-lembaga pendidikan, yayasan dan gereja-gereja untuk membuat program pelayanan misi holistik, konstruktif dan kontekstual, mahasiswa membangun komunikasi misi dengan pendekatan kontekstualisasi, inkulturisasi budaya suku Enim, mahasiswa menjadi solution maker terhadap isu-isu sosial yang sedang berkembang dan berdampak dalam kehidupan masyarakat adat suku Enim secara langsung dan STT Ebenhaezer sebagai lembaga pendidikan berusaha melakukan digitalisasi dalam pelayanan. Penelitian ini akan memberikan kontribusi langsung kepada pencapaian visi dan misi STT Ebenhaezer dan memaksimalkan pelayanan lintas budaya mahasiswa STT Ebenhaezer khususnya dalam menjangkau masyarakat suku Enim-Sumatera Selatan.
Pengajaran tentang Roh Kudus bagi Pembinaan Warga Jemaat Dewasa di Gereja Berdasarkan Surat Efesus Deiby Ketlin Najoan
HUPERETES: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 2, No 2 (2021): Juni 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Kalimantan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46817/huperetes.v2i2.69

Abstract

Teaching about the Holy Spirit is an important theme in the teaching curriculum for the formation of adult members of the church. Paul's letter to the Ephesians emphasized the importance of living under the leading of the Holy Spirit. The church must carry out the teaching of the Holy Spirit in the formation of the members of the congregation, so that the congregation has a correct understanding. Through a literature study approach related to the study of the Ephesians, it was found that the teaching of the Holy Spirit in Ephesians is the Holy Spirit as a seal, believers are sealed with the Holy Spirit when they believe which signifies that believers belong to God. The Holy Spirit is the guarantee that believers will receive what He has promised. Believers are the abode of the Holy Spirit, because the Holy Spirit indwells believers. The Holy Spirit empowers believers by His Spirit within. Believers should not grieve the Holy Spirit, but believers are commanded to be continually filled with the Holy Spirit. It is the Holy Spirit who guides believers in prayer. The Bible study in Ephesians about the Holy Spirit can be a reference for the church to implement a curriculum for teaching about the Holy Spirit for the formation of adult members of the congregation. The teachings of the Bible in the letter of Ephesians are the basis for the importance of teaching the Holy Spirit to adult members of the church.Pengajaran mengenai Roh Kudus merupakan tema penting dalam kurikulum pengajaran bagi pembinaan warga jemaat dewasa di gereja. Surat Paulus kepada jemaat di Efesus menekankan pentingnya hidup dalam pimpinan Roh Kudus. Gereja harus melaksanakan pengajaran mengenai Roh Kudus dalam pembinaan warga jemaat, supaya jemaat memiliki pemahaman yang benar. Melalui pendekatan studi literatur terkait dengan kajian surat Efesus, ditemukan bahwa pengajaran Roh Kudus dalam surat Efesus ialah Roh Kudus sebagai meterai, orang percaya dimeteraikan dengan Roh Kudus sewaktu percaya yang menandakan bahwa orang percaya adalah milik Allah. Roh Kudus menjadi jaminan bahwa orang percaya akan menerima apa yang telah dijanjikan-Nya. Orang percaya adalah tempat kediaman Roh Kudus, karena Roh Kudus yang mendiami orang percaya. Roh Kudus memberi kekuatan kepada orang percaya oleh Roh-Nya di dalam batin. Orang percaya tidak boleh mendukakan Roh Kudus, melainkan orang percaya diperintahkan untuk terus menerus dipenuhi oleh Roh Kudus. Roh Kuduslah yang menuntun orang percaya dalam berdoa. Kajian Alkitab dalam surat Efesus mengenai Roh Kudus dapat menjadi acuan bagi gereja untuk pelaksanaan kurikulum pengajaran tentang Roh Kudus bagi pembinaan warga jemaat dewasa. Ajaran alkitab dalam surat Efesus menjadi landasan tentang pentingnya pengajaran Roh Kudus bagi jemaat dewasa di gereja.
Studi Eksegesis mengenai Kerajaan Mesias Menurut Yesaya 2:1-4 Farel Yosua Sualang
HUPERETES: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 1, No 2 (2020): Juni 2020
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Kalimantan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46817/huperetes.v1i2.1

Abstract

The main problem regarding the meaning of the Hebrew word "haggôyîm" in Isaiah 2: 1-4, which is interpreted as "the nations" gives a different interpretation. The analysis of "the Messiah's reign according to Isaiah 2: 1-4" is worth studying in regard to its use described in the old and new covenants as a research objective in this article. Hermeneutic prophetic approach, which consists of several procedures to explain the subject under study. The type of prophetic literature in Isaiah 2: 1-4 has the structure in the form of the prophecy of salvation as a methodology for interpreting this text. The presentation in Isaiah 2: 1-4 wants to show a revelation of the Government led by the Messiah related to His coming, His Government, Citizens of His Kingdom and His coming. This can be demonstrated by the expression of the coming of the Messiah, explanation of the central government of Messiah, the citizens of the Messiah's kingdom, the effects of Messiah's reign, the full knowledge of God and the sins of the nations being judged, where he will judge the world from His throne in the Temple.Masalah utama mengenai maksud kata Ibrani “haggôyîm” dalam Yesaya 2:1-4 yang diartikan sebagai “bangsa-bangsa” memberikan suatu interpretasi yang berbeda-beda. Analisis mengenai “Pemerintahan Mesias menurut Yesaya 2:1-4” patut untuk dikaji dalam memerhatikan penggunaannya yang dijelaskan pada perjanjian lama dan perjanjian baru sebagai suatu tujuan penelitian dalam artikel ini. Pendekatan hermeneutika nubuatan, yang terdiri dari beberapa prosedur ataupun metode-metode yang dipakai untuk menjelaskan subjek yang diteliti. Jenis sastra nubuatan dalam Yesaya 2:1-4 memiliki struktur yang berbentuk nubuatan keselamatan sebagai metodologi dalam menafsirkan teks. Pemaparan dalam Yesaya 2:1-4 ingin menunjukkan suatu penyataan tentang Pemerintahan yang dipimpin oleh Sang Mesias yang terkait dengan kedatanganNya, PemerintahanNya, Warga KerajaanNya, pengenalan yang penuh akan Allah dan kedatanganNya. Hal ini dapat ditunjukan dengan ekspresi kedatangan Mesias, penjelasan tentang pusat pemerintahan Mesias, warga kerajaan Mesias (orang-orang Israel yang sudah diselamatkan), dampak-dampak pemerintahan Mesias, pengenalan penuh akan Allah dan dosa bangsa-bangsa dihakimi, dimana Ia akan menghakimi dunia dari tahta-Nya di Bait Allah.
Imago Dei sebagai Suatu Relasi: Analisis tentang Dampak Dosa terhadap Gambar dan Rupa Allah Jimmy Sugiarto; Rinaldi Frans Gaol; Samuel Grashellio Litaay
HUPERETES: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Vol 3, No 2 (2022): Juni 2022
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Kalimantan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46817/huperetes.v3i2.116

Abstract

The theory of total depravity has been an interesting debate among evangelical scholars. There is no satisfactory theory about the description of the corruption of imago Dei in man due to sin. Scholars of systematic theology have described some of their views on imago Dei. On the other hand, some scholars do not examine the relationship of imago Dei to human sin. This study describes how to unite the theory of imago Dei with sins committed by humans. The method used in this study is a qualitative method with a literature analysis approach. This study also examines the literature that has been produced by systematic theologians and Christian anthropologists. Through observing the theories of experts and providing a synthesis of the theory of imago Dei with human sinfulness. Referring to the relational view, it is found that it destroys the relationship between God and humans. Damage to this relationship causes damage to the attributive, spiritual and functional aspects. Restoration of the imago Dei in Christian theology must be understood as a restoration of relationships, not just the restoration of God's attributes in humans.Teori mengenai kerusakaan total (Total Depravity) telah menjadi perdebatan menarik di antara para sarjana injili. Tidak ada teori yang cukup memuaskan tentang deskripsi kerusakan gambar dan rupa Allah dalam diri manusia karena dosa. Para sarjana teologi sistematik telah mendeskripsikan beberapa pandangan mereka tentang gambar dan rupa Allah. Sebaliknya, beberapa sarjana tidak meneliti tetang hubungan gambar dan rupa Allah dengan dosa manusia.  Penelitian ini mendeskripsikan bagaimana menyatukan teori imago Dei dengan dosa yang dilakukan oleh manusia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan analisis literatur. Penelitian ini juga mengkaji hasil pustaka yang telah dihasilkan oleh para ahli teologi sistematik dan antropologi Kristen. Melalui pengamatan terhadap teori para ahli dan memberikan sintesis terhadap teori imago Dei dengan keberdosaan manusia. Mengacu pada pandangan relasional, ditemukan bahwa merusakan hubungan antara Allah dan manusia. Kerusakan hubungan ini menyebabkan rusaknya aspek atributif, spiritual dan fungsional. Pemulihan gambar dan rupa Allah dalam teologi Kristen harus dipahami sebagai pemulihan hubungan, bukan sekedar pemulihan atribut Allah dalam diri manusia.